NEGOSIASI PERUBAHAN Notes from Bangkok IKLIM Climate Change Talks 2011

NEGOSIASI PERUBAHAN Notes from Bangkok IKLIM Climate Change
Talks 2011
Oleh: Redaksi Butaru
Menjelang pelaksanaan Conference of the Parties (COP) ke-17 di Durban, Afrika Selatan,
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)
menyelenggarakan Bangkok Climate Change Talks di United Nations Economic and
Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) Bangkok, Kerajaan Thailand,
pada tanggal 3-8 April 2011. Pertemuan ini merupakan pertemuan UNFCCC
pertama tahun 2011 setelah COP-16/MOP-6 di Cancun, Mexico. Bangkok Climate
Change Talks meliputi 3 (tiga) pertemuan/ kegiatan yaitu:
-

Pre-sessional Workshops pada tanggal 3-5 April 2011 ;
Fourteenth Session of the Ad-hoc Working Group on Long Term Cooperative
Action under the Convention (AWG-LCA 14) pada tanggal 5-8 April 2011 ;
Sixteenth Session of the Ad-hoc Working Group on Further Commitments for
Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP 16).

Pertemuan Bangkok ini diharapkan dapat memberikan fondasi yang kuat dalam
mengarahkan
perundingan perubahan

iklim
tahun
2011
guna
mencapai
kesepakatan sebagaimana dimandatkan oleh Bali Action Plan dan Bali Roadmap serta
implementasi Keputusan Cancun. Indonesia menjadi salah satu negara peserta
Pertemuan Bangkok yang dihadiri oleh lebih dari 180 utusan negara, baik dari unsur
Pemerintah, LSM, pengamat, maupun kalangan pers. Delegasi RI terdiri dari perwakilan
DNPI, Kemenlu, Kemenko Perekonomian, KLH, Kemenkeu, Kemenhut, Kementan,
KemenPU, Kemenperind, KBRI Bangkok, KBRI Berlin, PTRI New York, KBRI Nairobi,
serta beberapa organisasi masyarakat madani Indonesia.
Delegasi ini dipimpin oleh Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian
Perubahan Iklim/Ketua Harian ONPI, dan didampingi oleh Staf Khusus Presiden RI
Bidang Perubahan Iklim/Kepala Sekretariat DNPI selaku Alternate, Duta Besar RI untuk
Republik Federal Jerman selaku Penasehat Senior Delri, serta Duta Besar RI untuk
Thailand selaku Penasehat Delri. Sebelum ketiga pertemuan di atas dilaksanakan,
terlebih dahulu telah dilangsungkan Pertemuan Koordinasi Kelompok 77 (G-77) dan
China pada tanggal -2 April 2011. Pertemuan ini dipimpin oleh Dubes Argentina untuk
PBB selaku Ketua G-77 dan China. Topik yang dibahas adalah pandangan

kelompok terhadap agenda AWG-LCA serta pandangan terhadap keseluruhan Bangkok
Climate Change Talks. Beberapa negara G-77 dan China menilai bahwa agenda AWGLCA yang diajukan oleh Chair AWG-LCA tidak konsisten dengan Bali Action Plan
(BAP). Oleh karena itu, G-77 dan China telah mengajukan counter-proposal kepada
Chair AWG-LCA yang mengikuti building blocks BAP ditambah set of decisions
of meeting in Cancun, sebagai sub-items untuk menegaskan kesepakatan apa yang harus
diimplementasikan serta apa yang belum disepakati di Cancun untuk
diselesaikan. Indonesia juga telah menyatakan pentingnya keseimbangan dalam proses

negosiasi di bawah AWG-LCA dan AWG-KP. Perundingan di Durban harus didorong
untuk menegakkan periode komitmen kedua Kyoto Protocol. Hal ini
disampaikan menanggapi pandangan beberapa negara yang memprediksi mandat AWGKP dan AWG-LCA belum akan selesai di Durban. Pre-sessional Workshop
Pre-sessional workshop
diselenggarakan oleh Sekretariat UNFCCC untuk membantu berbagai pihak dalam
memahami beberapa isu terkait agenda perundingan dalam kerangka konvensi perubahan
iklim. Workshop ini dibagi ke dalam tiga topik pembahasan yaitu:
-

-

-


Workshop on assumptions and conditions related to the attainment of
quantified economy-wide emission reduction targets by developed country
Parties, as requested by decision 1/CP.16, paragraph 38 (3 April 2011);
Workshop on nationally appropriate mitigation actions submitted by
developing country Parties, underlying assumptions, and any support needed
for implementation of these actions, as requested by decision 1/CP.16,
paragraph 51 ( 4 April 2011);
Expert workshop on the Technology Mechanism, as requested by decision
1/CP.16, paragraph 129 (4-5 April 2011 ).

Workshop yang pertama bertujuan untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai
target penurunan emisi (pledges) di negara-negara Annex I (antara lain Rusia, Perancis,
Polandia, AS, dan Australia), baik asumsi maupun metode penghitungan yang
digunakan. Workshop ini diselenggarakan untuk membantu berbagai pihak
dalam memahami berbagai isu terkait agenda perundingan dalam kerangka
koncensi perubahan iklim. Hingga saat ini tercatat masih ada gap target untuk
periode komitmen kedua Protokol Kyoto, di mana level of ambition (baik aggregate
maupun individual) dari negara-negara Annex I belum memenuhi target dalam
pencapaian global goal for emission reductions dan tidak merefleksikan Pasal 3 ayat 1

Konvensi. Workshop yang kedua ditujukan untuk memahami keragaman berbagai
submisi aksi mitigasi negara non- Annex 1, asumsi yang mendasarinya, serta dukungan
yang diperlukan untuk melaksanakannya.
Beberapa hal yang mengemuka dalam workshop ini antara lain adalah beragamnya aksi
mitigasi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang yang didasarkan
kepada kemampuan dan kondisi dari masing-masing negara serta berbagai sasaran yang
berbeda, misalnya forest cover, absolute reduction, intensity targets. Instrumen yang
dapat dikembangkan dalam aksi mitigasi juga cukup beragam, antara lain di sektor
konstruksi, transportasi, pengembangan standar, insentif, pajak, dan lain-lain. Pentingnya
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas dalam perencanaan maupun
pengembangan skenario jangka panjang aksi mitigasi juga diungkapkan dalam workshop
ini, di samping tentu saja ada hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan mitigasi, antara
lain aspek perhitungan reduksi emisi (MRV), finansial, penetapan baseline, serta
metodologi kuantifikasi dampak sosial-ekonomi. Sebagai tindak lanjut, Sekretariat
UNFCCC akan menyelenggarakan rangkaian workshop yang lebih tematik dan rinci
sesuai masukan dari berbagai pihak, antara lain mengenai MRV of support, Registry,

Defining NAMAs dan penentuan Business as Usual (BAU). Selanjutnya, tujuan dari
workshop yang ketiga adalah untuk mendiskusikan bagaimana Mekanisme
Teknologi dapat beroperasi secara penuh pada tahun 2012. Ada beberapa hal yang masih

perlu didiskusikan sehubungan dengan Mekanisme Teknologi, mengingat belum
berhasil disepakati pada COP 16 di Cancun, antara lain hubungan antara Technology
Executive Committee (TEC) dan Climate Technology Centre and Network (CTC&N)
termasuk jalur pelaporannya; struktur governance dan terms of reference (TOR) dari
CTC&N; hubungan antara Climate Technology Centre (CTC) dengan Network (N);
prosedur pengajuan proposal dan kriteria untuk memilih host dari CTC&N; serta potensi
hubungan antara mekanisme teknologi dengan mekanisme pendanaan. Secara umum,
semua negara berpendapat bahwa CTC&N harus melakukan aktivitasnya berdasarkan
permintaan negara berkembang, dimana aktivitasnya akan dilakukan oleh network.
Beberapa negara berkembang mengusulkan adanya funding window tersendiri untuk
pengembangan dan transfer teknologi, serta perJunya mengangkat kembali isu IPR dalam
negosiasi.
Untuk mencari jalan keluar tentang isu pendanaan dan potensi hubungan antara
mekanisme teknologi dan mekanisme pendanaan, telah dilakukan koordinasi internal
dalam kelompok G77 & China untuk isu transfer teknologi. Koordinasi dimaksud serta
kelanjutan perundingan untuk isu teknologi belum dapat dilaksanakan karena agenda
AWG-LCA baru dapat disepakati pada hari terakhir Bangkok Climate Change Talks.
AWG-LCA ke-14
Pertemuan ke-14 Ad-Hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action under the
Convention (AWG-LCA) ke-14 dilangsungkan pada tanggal 5-8 April 2011, dipimpin

oleh Ketua AWG-LCA, Daniel Reifsnyder dari Amerika Serikat. Seluruh waktu
persidangan AWG-LCA ke-14 bagian I di Bangkok ini diisi dengan pembahasan
mengenai Provisional Agenda AWG-LCA 14. Pembahasan ini menjadi sangat strategis
mengingat bahwa penetapan agenda ini akan banyak menentukan arah perundingan
perubahan iklim tahun 2011 menuju COP-17/CMP-7 di Durban, Afrika Selatan. Setelah
melalui perdebatan dan diskusi yang cukup panjang antara Sekretariat UNFCCC dan
kelompok G-77 dan China, maka akhirnya dicapai kesepakatan. Setelah
dilakukan konsultasi-konsultasi informal dan modifikasi bahasa dari chapeau mata
agenda 3 dan isu Legal Options, seluruh pihak menyepakati draft agenda, yang
selanjutnya akan dijadikan Provisional Agenda pada Pertemuan AWG-LCA 14 Bagian II
di Bonn, bulan Juni 2011 .
AWG·KP ke-16
Sixteenth Session of the Ad-hoc Working Group on Further Commitments for Annex I
Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP 16) berlangsung pada tanggal 5-8 April 2011
dan dipimpin Ketua AWG-KP, Adrian Macey (New Zealand). Pembahasan di AWG-KP
berkutat pada bagaimana upaya berbagai pihak dalam mencari terobosan agar
perundingan di bawah AWG-KP dapat mencapai kesepakatan hukum yang mengikat
dalam melanjutkan Protokol Kyoto setelah tahun 2012. Ketua AWG-KP menyimpulkan
terdapat 16 butir pemikiran dari berbagai pihak dalam menqupayakan
tercapainya kesepakatan hukum yang mengikat bagi kelanjutan Kyoto Protocol (KP)


setelah tahun 2012. Pembahasan butir pemikiran tersebut masih akan dilanjutkan dan
diharapkan dapat diselesaikan pada pertemuan kedua AWG-KP 16 di Bonn, bulan Juni
2011.

Penetapan agenda berlangsung cukup alot, karena tiap negara memiliki persepsi
berbeda terkait dengan negosiasi perubahan iklim.
Selain pertemuan di atas, masih ada beberapa pertemuan lainnya yang dilaksanakan
selama kegiatan Pertemuan Bangkok ini berlangsung. Pertemuan tersebut antara lain
Pemilihan Wakil Asia untuk Transitional Committee, Pertemuan Bilateral dan Side
Events, serta Pertemuan Cartagena Dialogue. Dari berbagai pertemuan yang diikuti oleh
Delri, secara umum dapat disimpulkan bahwa penetapan Agenda berlangsung cukup alot
mengingat negara-negara memiliki persepsi berbeda terkait dengan road map
negosiasi perubahan iklim menuju Konferensi Para Pihak UNFCCC ke- 17 di Durban,
Afrika Selatan. Oleh karena itu untuk kelanjutan negosiasi dan antisipasi terkait dengan
agreed outcome dari negosiasi perubahan iklim, Pemerintah perlu mengkaji secara
khusus berbagai isu unfinished business (berdasarkan building blocks SAP) yang terkait
dengan kepentingan Indonesia untuk dapat didiskusikan pula dalam perundingan tahun
2011, termasuk isu legal options, bersama-sama dengan isu-isu yang terkait dengan
implementasi Keputusan Cancun, dalam rangka mendukung penanganan perubahan iklim

secara global serta upaya nasional dalam penanganan perubahan iklim. (mem)