Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif "Slow Learner" di SMP Negeri 7 Salatiga T2 942011032 BAB V
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian
pengembangan
ini
menghasilkan
sebuah model pembelajaran inklusif “slow learner” di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 7
Salatiga
yang
terbentuk dalam sebuah sistem pembelajaran. Sistem
pembelajaran yang terbentuk berpusat
pada proses
pembelajaran inklusif yang nantinya akan dijalankan
oleh SMP Negeri 7 Salatiga.
Adapun
proses
pembelajaran
mencakup
kurikulum, guru, siswa, sarana-prasarana, dan biaya
sebagai komponen pendukung dalam proses belajarmengajar. Dari komponen-komponen tersebut model
pembelajaran yang cocok diterapkan pada sekolah
inklusif, khususnya SMP Negeri 7 Salatiga yaitu
pembelajaran kooperatif, dengan model STAD, Jigsaw,
Three Minute Review, Think Pair Share, Tipe Group
Investigazion, CIRC (Cooperative Integrated Reading
Composition),
pembelajaran
Reciprocal
yang
Teaching.
diterapkan
di
Model-model
kelas
dapat
disesuaikan dengan kebutuhan siswa inklusif di SMP
Negeri 7 Salatiga.
97
5.2. SARAN
Dalam menjalankan model pembelajaran inklusif
yang telah terbentuk, SMP Negeri 7 Salatiga perlu
memperhatikan hal-hal berikut, guna terlaksananya
pembelajaran inklusif sesuai dengan model yang telah
ada dan sesuai permendiknas No 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa. Antara lain :
1. Menerapkan Model Pembelajaran Inklusif
Model Pembelajaran Inklusif yang terbentuk telah
mengacu pada Permendiknas No 70 Tahun 2009, serta
melihat kebutuhan siswa inklusif yang ada di SMP
Negeri 7 Salatiga. Oleh karena itu beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh sekolah demi
tercapainya
proses pembelajaran yang inklusif di SMP Negeri 7
Salatiga yaitu :
a. Pembentukan
mengontrol
tim
kerja
implementasi
inklusif
yang
dapat
proses
pembelajaran
inklusif. Tim khusus dapat terdiri dari : kepala
sekolah, wakil kepala sekolah kurikulum, kesiswaan,
wakil kepala sekolah sarpras, Guru mapel (masingmasing 1 guru untuk 1 mapel), 3 GPK yang bertugas
mengontrol ABK kelas 1, 2, dan 3. GPK dapat
bekerjasama dengan Guru kelas untuk mengetahui
kondisi ABK di kelas, juga orang tua. Tugas dari tim
kerja inklusif adalah membuat kurikulum untuk
Anak
Berkebutuhan
bekerjasama
dengan
Khusus.
pakar
(Tim
pendidikan
dapat
inklusif,
misalnya : Tenaga pengajar di SMPLB, serta orang-
98
orang yang berkompetensi dalam bidang Pendidikan
Berkebutuhan
Khusus.
Kurikulum
yang
dibuat
melihat pada kebutuhan ABK yang ada di SMP
Negeri 7 Salatiga. Di samping itu, tim kerja inklusif
juga mengontrol implementasi pembelajaran inklusif
dengan melihat pada Model Pembelajaran Inklusif
yang telah terbentuk, sejauh mana sekolah telah
mengimplementasikannya. Pada akhir semester tim
melakukan evaluasi terhadap implementasi model
pembelajaran guna mengetahui penerapan model
pembelajaran
inklusif
di
tiap-tiap
mapel
(mata
pelajaran), apakah model yang diterapkan efektif
serta efisien. Untuk mengetahui model pembelajaran
tersebut efektif serta efisien, dapat diketahui dengan
melihat proses pembelajaran serta hasil belajar siswa
juga
waktu
yang
dipakai
dalam
kelas
untuk
penerapan model pembelajaran cukup atau sesuai
waktu belajar yang ditentukan.
b. Menyediakan GPK bagi Anak Berkebutuhan Khusus,
(GPK yang terlibat diharapkan GPK yang telah
berpengalaman dalam mengurus ABK, minimal 2
tahun pengalaman kerja) GPK dapat membantu guru
dalam
berinteraksi
dengan
ABK.
GPK
Pendamping Khusus) dapat melakukan
(Guru
tugasnya
antara lain:
1. Menyelenggarakan assesmen, yaitu mengetahui
jenis
dan
tingkat
kendala
ABK,
mengetahui
berbagai potensi yang dimiliki ABK, mengetahui
berbagai kebutuhan ABK, mengetahui kemajuan
99
atau
hasil
pencapaian
ABK
dalam
proses
pelayanan kependidikan.
2. Menyelenggarakan kunjungan rumah. Tugas ini
bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada
orang tua dan anggota keluarga ABK untuk
mengembangkan
pengertian
dan
sikap
wajar
terhadap ABK.
3. Menyelenggarakan
adaptasi
media.
Misalnya
mempersiapkan media belajar yang menarik bagi
siswa
(visualisasi).
menghilangkan
Adaptasi
media
kesenjangan
bertujuan
komunikasi
tertulis/lisan antara ABK, dan guru mapel, ABK
dan siswa reguler.
c. Meningkatkan pemahaman warga sekolah (kepala
sekolah, para wakil kepala sekolah, tenaga pendidik
dan kependidikan, siswa, dan lain sebagainya yang
berada di lingkungan sekolah) tentang pendidikan
inklusif.
Sekolah
dapat
melakukan
sosialisasi
pendidikan inklusif 1 kali dalam 1 semester, dengan
mengundang para pakar pendidikan inklusif. Topik
yang akan dibahas dalam seminar mengarah pada
kebutuhan sekolah. Dimulai dengan hal mendasar
yakni konsep pendidikan inklusif, siapa ABK, peran
dan tanggung jawab guru dalam pendidikan inklusif,
pembuatan
kurikulum
bagi
ABK,
GPK
(Guru
Pendamping Khusus), dan lain sebagainya.
d. Guru
harus
lebih
kreatif
dan
variatif
dalam
menyajikan materi. Guru dapat menggunakan model
pembelajaran inklusif sebagai acuan dalam proses
pembelajaran.
Penerapan
100
model
pembelajaran
kooperatif
cocok
untuk
digunakan
dalam
pembelajaran inklusif. Model-model pembelajaran
kooperatif
yang
digunakan
dalam
pembelajaran
dapat disesuaikan dengan mapel yang diajarkan.
Misalnya untuk model STAD yang cocok diterapkan
dalam mata pelajaran matematika. Guru dapat
membagi siswa dalam kelompok yang heterogen, agar
setiap anggota kelompok dapat saling memberikan
kontribusi dalam proses pembelajaran. Kekurangan
dari
model
berprestasi
STAD
rendah
yaitu
kontribusi
menjadi
dari
kurang.
siswa
Siswa
berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan
karena peran anggota yang pandai lebih dominan
(Slavin, 1994). Namun, hal ini dapat diatasi dengan
memberikan pengertian pada siswa bahwa manusia
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hal ini dapat menciptakan suasana belajar yang
saling
menghargai,
sehingga
pembelajaran
yang
inklusif dapat tercipta. untuk mata pelajaran lain
seperti Bahasa Indonesia guru dapat menggunakan
model lain misalnya Reciprocal teaching, dan lain
sebagainya. Model-model pembelajaran kooperatif
yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan ABK
serta mata pelajaran.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk
Sekolah Menengah Pertama lainnya, karena penelitian
ini bersifat spesifik. Penelitian ini tepat digunakan
101
hanya untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 7
Salatiga.
5.4. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan model
pembelajaran yaitu pengembangan model pembelajaran
inklusif “slow learner”
di SMP Negeri 7 Salatiga.
Sebagai tindak lanjut dari keterbatasan penelitian,
saran yang diberikan untuk penelitian mendatang yaitu
peneliti selanjutnya dapat menyusun model pendidikan
inklusif.
102
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian
pengembangan
ini
menghasilkan
sebuah model pembelajaran inklusif “slow learner” di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 7
Salatiga
yang
terbentuk dalam sebuah sistem pembelajaran. Sistem
pembelajaran yang terbentuk berpusat
pada proses
pembelajaran inklusif yang nantinya akan dijalankan
oleh SMP Negeri 7 Salatiga.
Adapun
proses
pembelajaran
mencakup
kurikulum, guru, siswa, sarana-prasarana, dan biaya
sebagai komponen pendukung dalam proses belajarmengajar. Dari komponen-komponen tersebut model
pembelajaran yang cocok diterapkan pada sekolah
inklusif, khususnya SMP Negeri 7 Salatiga yaitu
pembelajaran kooperatif, dengan model STAD, Jigsaw,
Three Minute Review, Think Pair Share, Tipe Group
Investigazion, CIRC (Cooperative Integrated Reading
Composition),
pembelajaran
Reciprocal
yang
Teaching.
diterapkan
di
Model-model
kelas
dapat
disesuaikan dengan kebutuhan siswa inklusif di SMP
Negeri 7 Salatiga.
97
5.2. SARAN
Dalam menjalankan model pembelajaran inklusif
yang telah terbentuk, SMP Negeri 7 Salatiga perlu
memperhatikan hal-hal berikut, guna terlaksananya
pembelajaran inklusif sesuai dengan model yang telah
ada dan sesuai permendiknas No 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa. Antara lain :
1. Menerapkan Model Pembelajaran Inklusif
Model Pembelajaran Inklusif yang terbentuk telah
mengacu pada Permendiknas No 70 Tahun 2009, serta
melihat kebutuhan siswa inklusif yang ada di SMP
Negeri 7 Salatiga. Oleh karena itu beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh sekolah demi
tercapainya
proses pembelajaran yang inklusif di SMP Negeri 7
Salatiga yaitu :
a. Pembentukan
mengontrol
tim
kerja
implementasi
inklusif
yang
dapat
proses
pembelajaran
inklusif. Tim khusus dapat terdiri dari : kepala
sekolah, wakil kepala sekolah kurikulum, kesiswaan,
wakil kepala sekolah sarpras, Guru mapel (masingmasing 1 guru untuk 1 mapel), 3 GPK yang bertugas
mengontrol ABK kelas 1, 2, dan 3. GPK dapat
bekerjasama dengan Guru kelas untuk mengetahui
kondisi ABK di kelas, juga orang tua. Tugas dari tim
kerja inklusif adalah membuat kurikulum untuk
Anak
Berkebutuhan
bekerjasama
dengan
Khusus.
pakar
(Tim
pendidikan
dapat
inklusif,
misalnya : Tenaga pengajar di SMPLB, serta orang-
98
orang yang berkompetensi dalam bidang Pendidikan
Berkebutuhan
Khusus.
Kurikulum
yang
dibuat
melihat pada kebutuhan ABK yang ada di SMP
Negeri 7 Salatiga. Di samping itu, tim kerja inklusif
juga mengontrol implementasi pembelajaran inklusif
dengan melihat pada Model Pembelajaran Inklusif
yang telah terbentuk, sejauh mana sekolah telah
mengimplementasikannya. Pada akhir semester tim
melakukan evaluasi terhadap implementasi model
pembelajaran guna mengetahui penerapan model
pembelajaran
inklusif
di
tiap-tiap
mapel
(mata
pelajaran), apakah model yang diterapkan efektif
serta efisien. Untuk mengetahui model pembelajaran
tersebut efektif serta efisien, dapat diketahui dengan
melihat proses pembelajaran serta hasil belajar siswa
juga
waktu
yang
dipakai
dalam
kelas
untuk
penerapan model pembelajaran cukup atau sesuai
waktu belajar yang ditentukan.
b. Menyediakan GPK bagi Anak Berkebutuhan Khusus,
(GPK yang terlibat diharapkan GPK yang telah
berpengalaman dalam mengurus ABK, minimal 2
tahun pengalaman kerja) GPK dapat membantu guru
dalam
berinteraksi
dengan
ABK.
GPK
Pendamping Khusus) dapat melakukan
(Guru
tugasnya
antara lain:
1. Menyelenggarakan assesmen, yaitu mengetahui
jenis
dan
tingkat
kendala
ABK,
mengetahui
berbagai potensi yang dimiliki ABK, mengetahui
berbagai kebutuhan ABK, mengetahui kemajuan
99
atau
hasil
pencapaian
ABK
dalam
proses
pelayanan kependidikan.
2. Menyelenggarakan kunjungan rumah. Tugas ini
bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada
orang tua dan anggota keluarga ABK untuk
mengembangkan
pengertian
dan
sikap
wajar
terhadap ABK.
3. Menyelenggarakan
adaptasi
media.
Misalnya
mempersiapkan media belajar yang menarik bagi
siswa
(visualisasi).
menghilangkan
Adaptasi
media
kesenjangan
bertujuan
komunikasi
tertulis/lisan antara ABK, dan guru mapel, ABK
dan siswa reguler.
c. Meningkatkan pemahaman warga sekolah (kepala
sekolah, para wakil kepala sekolah, tenaga pendidik
dan kependidikan, siswa, dan lain sebagainya yang
berada di lingkungan sekolah) tentang pendidikan
inklusif.
Sekolah
dapat
melakukan
sosialisasi
pendidikan inklusif 1 kali dalam 1 semester, dengan
mengundang para pakar pendidikan inklusif. Topik
yang akan dibahas dalam seminar mengarah pada
kebutuhan sekolah. Dimulai dengan hal mendasar
yakni konsep pendidikan inklusif, siapa ABK, peran
dan tanggung jawab guru dalam pendidikan inklusif,
pembuatan
kurikulum
bagi
ABK,
GPK
(Guru
Pendamping Khusus), dan lain sebagainya.
d. Guru
harus
lebih
kreatif
dan
variatif
dalam
menyajikan materi. Guru dapat menggunakan model
pembelajaran inklusif sebagai acuan dalam proses
pembelajaran.
Penerapan
100
model
pembelajaran
kooperatif
cocok
untuk
digunakan
dalam
pembelajaran inklusif. Model-model pembelajaran
kooperatif
yang
digunakan
dalam
pembelajaran
dapat disesuaikan dengan mapel yang diajarkan.
Misalnya untuk model STAD yang cocok diterapkan
dalam mata pelajaran matematika. Guru dapat
membagi siswa dalam kelompok yang heterogen, agar
setiap anggota kelompok dapat saling memberikan
kontribusi dalam proses pembelajaran. Kekurangan
dari
model
berprestasi
STAD
rendah
yaitu
kontribusi
menjadi
dari
kurang.
siswa
Siswa
berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan
karena peran anggota yang pandai lebih dominan
(Slavin, 1994). Namun, hal ini dapat diatasi dengan
memberikan pengertian pada siswa bahwa manusia
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hal ini dapat menciptakan suasana belajar yang
saling
menghargai,
sehingga
pembelajaran
yang
inklusif dapat tercipta. untuk mata pelajaran lain
seperti Bahasa Indonesia guru dapat menggunakan
model lain misalnya Reciprocal teaching, dan lain
sebagainya. Model-model pembelajaran kooperatif
yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan ABK
serta mata pelajaran.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk
Sekolah Menengah Pertama lainnya, karena penelitian
ini bersifat spesifik. Penelitian ini tepat digunakan
101
hanya untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 7
Salatiga.
5.4. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan model
pembelajaran yaitu pengembangan model pembelajaran
inklusif “slow learner”
di SMP Negeri 7 Salatiga.
Sebagai tindak lanjut dari keterbatasan penelitian,
saran yang diberikan untuk penelitian mendatang yaitu
peneliti selanjutnya dapat menyusun model pendidikan
inklusif.
102