PASCA MUSIBAH BANJIR

PASCA MUSIBAH BANJIR
Banjir yang menggenangi hampir seluruh wilayah Jakarta dapat dikatakan sebagai
musibah atau bencana nasional. Dikatakan demikian karena pertama, selain menelan korban jiwa
yang tewas juga telah menimbulkan penderitaan yang luas dan membawa efek luas pula baik
secara psikologis, sosial, ekonomi, bahkan politik dalam kehidupan masyarakat. Kedua, banjir
tersebut terbilang sangat besar dan telah menjadi masalah yang cukup gawat, karena selain
memerlukan penyelesaian penanganan korban dan menjaga agar banjir tidak terus meluas, juga
melahirkan agenda besar bagaiamana agar kejadian pahit tersebut tidak terulang lagi di kemudian
hari. Ketiga, seluruh pihak hingga Ketua MPR-RI, Ketua DPR-RI, Presiden Megawati
Soekarnoputri, dan kekuatan-kekuatan sosial-politik maupun ormas, pers,
dan LSM
menunjukkan keprihatinan dan perhatian yang luas pula atas musibah banjir tersebut.
Kita berharap, pasca banjir Jakarta yang memilukan itu semua pihak sungguh-sungguh
mau melakukan introspeksi diri. Pemerintah, pengusaha, partai politik, organisasi
kemasyarakatan, LSM, pers, dan seluruh anggota masyarakat dituntut untuk menggelar
komitmen dan usaha yang serius mencari jawaban kenapa musibah banjir yang demikian besar
itu sampai terjadi. Lebih dari itu, bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan secara super
serius pula agar musibah serupa tidak terjadi lagi di tahun-tahun depan. Jika mau berintrospeksi,
siapa tahu ada jalan keluar yang dapat menjadi pilihan. Mungkin wilayah Jakarta maupun
daerah-daerah lain tidak sepenuhnya bebas banjir, tetapi setidak-tidaknya ada penyusutan dan
pemecahan yang signifikan agar tidak seperti tahun 2002 ini. Syukur alhmadulillah, jika banjir

dapat benar-benar diatasi secara tuntas.
Komitmen dan usaha serius itu sangat diperlukan. Lebih-lebih bagi pemerintah dan
pengusaha, juga penduduk yang berduit. Sebab, menurut salah satu analisis, bahwa yang
menenggelamkan Jakarta itu adalah orang-orang Jakarta sendiri, yakni mereka yang berduit.
Menurut analisis ini, wilayah Puncak yang menjadi salah daerah resapan air yang penting, kini
telah mengalami masalah besar yakni daya resap air hanya 10 persen karena dipadati oleh
bangunan-bangunan milik mereka yang berduit dari Jakarta. Padahal, Jakarta sangat tergantung
kepada daerah-daerah sekitarnya seperti Puncak dan kawasan Bogor lainnya. Demikian pula,
banyak bangunan di Jakarta sendiri yang melanggar dan mengancam keselarasan lingkungan
hidup, hanya karena pertimbangan bisnis semata.
Jika analisis tersebut benar, maka biasanya pelanggaran-pelanggaran penggunaan lahan
itu terjadi karena tigak pihak yaitu pemberi idzin yakni pemerintah, pengusaha, dan masyarakat
yang berkepentingan termasuk yang berduit. Akibat kolusi dan juga keserakahan semacam itu
maka yang menjadi korban bukan hanya lingkungan, tetapi masyarakat luas. Dengan kata lain,
banjir di Jakarta dan juga di daerah-daerah lain, bukanlah semata-mata peristiwa fisik dan
lingkungan, tetapi tak kalah pentingnya karena ulah manusia-manusia yang tidak
bertanggungjawab.
Kita menjadi teringat pada peringatan Allah dalam Al-Quran. Bahwa kerusakan di darat
dan di laut karena ulah tangan-tangan manusia. Dalam ayat lain dikatan, bahwa kebinasaan suatu
kampung ialah karena banyak penduduk yang muthrafin, yakni kaum berduit dan berkuasa yang

berlebih-lebihan, yang menimbulkan kehancuran. Di mana-mana, wilayah Indonesia yang kaya
raya dan indah kini terancam berbagai bencana dan kepunahan, karena salah kaprah mereka yang
memiliki kuasa dan uang didukung oleh penduduk yang tak bertanggungjawab.
Kita tidak ingin tahun-tahun ke depan dihadapkan pada musibah-musibah serupa, untuk
kemudian semua pihak berkilah dan melepas tanggungjawab. Boleh, untuk seketika kita

melupakan dulu tentang siapa yang bersalah demi memecahkan masalah korban banjir untuk
ditangani. Tetapi, sesudah itu harus diadakan permintaan pertanggungjawaban kepada
pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan lingkungan, kenapa musibah banjir
semacam itu hingga terjadi dan mau apa mereka? Hukum pun harus mulai ditegakkan dengan
menyeret mereka yang bersalah, sekaligus meminta pemerintah di setiap tingkatan untuk benarbenar mau bertanggungjawab! Jangan seperti musibah-musibah kereta api, yang sepi dari
pertanggungjawaban! HNs
Sumber: SM-02-2005