PENELITIAN POTENSI BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI DAERAH BACAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

PENELITIAN POTENSI BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN SEKALA KECIL
DI DAERAH BACAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
PROVINSI MALUKU UTARA
Suhandi, Ridwan Arief, Suharsono Kamal
Kelompok Program Penelitian Konservasi

ABSTRAK
Pelaksanaan kegiatan penelitian potensi bahan galian pertambangan sekala kecil berada di Pulau
Bacan secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Bacan dan Kecamatan Bacan
Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui potensi bahan galian agar dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal.
Daerah Teluk Bilik (desa Kubung) mineralisasi emas berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisitklorit-pirit dan di kontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat
setempat terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit. Analisis yang dilakukan terhadap
conto batuan termineralisasi di daerah Teluk Bilik (desa Kubung ), untuk kandungan emas kadar
rata-rata 5,578 gram/ton, maka sumber daya tereka = 53.000 gr/ton atau setara dengan 53,0 kg
emas.
Pengujian kadar logam terbaik dari contoh paritan di daerah Teluk Bilik sepanjang 46 m yang
dilakukan oleh PT Newcrest nilai kadar tertinggi mengandung rata-rata kadar emas 1,8 ppm Au
(di dalamnya termasuk 2 m @ 15,10 ppm Au), diambil secara sejajar dengan arah jurus dengan
ketebalan antara 0,4 hingga 2,0 m.
Daerah Yaba mineralisasi umumnya berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa volkanik

yang di terobos oleh batuan granit/granodiorit berupa urat kuarsa (vein type epithermal), yang
mempunyai ketebalan bervariasi. Mineralisasi yang berarti hanya ditemukan terbatas pada zona
“gossan” yang relatif sempit dan melensa pada batuan tufa volkanik dan andesit volkanik.
Ubahan yang sering dijumpai pada batuan umumnya berupa silisifikasi dan di beberapa tempat
mengalami ubahan argilitisasi dan limonitisasi. dengan jurus/kemiringan N140E/60.
Hasil analisis beberapa conto dari kegiatan tambang rakyat di daerah Yaba menunjukkan
nilai kadar emas yang terdapat pada urat kuarsa 36,835 gr/ton, maka sumber daya tereka =
164.772 gram emas atau setara dengan 164,772 kg emas Adanya kegiatan PETI di daerah Yaba
sejak tahun 2006 dan untuk tembaga 51,770 ton. Para penambang dalam melakukan proses
pengolahan belum maksimal terlihat dari contoh tailing di daerah Yaba menunjukkan masih
besarnya kandungan Hg 10.000 ppb dan kandungan emas 13.706 ppm, menunjukkan recovery
tidak optimal dan tidak dilakukan penanganan secara baik, karena tidak semua emas dalam
batuan bisa tertangkap.

Latar Belakang
Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pelaku usaha pertambangan banyak yang dihentikan karena
jumlah potensi sumber daya dan cadangan bahan galian yang ditemukan tidak sesuai dengan yang
diharapkan, karena memiliki sumber daya yang relatif sedikit. Hal tersebut dapat terjadi karena
usaha pertambangan selain tergantung kepada kuantitas dan kualitas sumber daya juga sangat di
pengaruhi oleh kondisi hukum, ekonomi, sosial budaya dan perkembangan teknologi.


Potensi sumber daya bahan galian yang bernilai ekonomis sangat diminati oleh para pelaku usaha
pertambangan bersekala besar, sementara yang bernilai marginal dapat diusahakan oleh pelaku
usaha pertambangan sekala kecil. Jika hal tersebut dapat berjalan maka pemanfaatan bahan galian
berjalan secara optimal sesuai azas konservasi.
Meskipun usaha pertambangan tersebut bersekala kecil, seluruh kegiatan penambangannya
seharusnya dilakukan secara baik dan benar, sehingga dapat memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan sosial-ekonomi daerah sekitarnya.
Penelitian sumber daya dan cadangan bahan galian untuk pertambangan sekala kecil merupakan
salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat
Sumber Daya Geologi dalam rangka pelaksanaan tugas penelitian konservasi bahan galian di P.
Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Maksud dan Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data potensi sumber daya/ cadangan di daerah
kegiatan untuk pertambangan sekala kecil yang terdapat di daerah P. Bacan. Seluruh hasil
penelitian disajikan secara terintegrasi dalam bentuk laporan untuk dapat dimanfaatkan dalam
usaha pemberdayaan potensi bahan galian sekala kecil.
Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui potensi bahan galian yang ada di daerah kegiatan agar
dapat dikelola dan dimanfaatkan secara lebih optimal dengan tidak mengabaikan sumber daya
cadangan sekala kecil dan diharapkan hasil kegiatan ini dapat menjadi bahan masukkan bagi

penetapan kebijakan dalam usaha pertambangan sekala kecil di Kabupaten Halmahera Selatan,
Provinsi Maluku Utara.
Lokasi Daerah Kegiatan
Daerah kegiatan berada di Pulau Bacan, secara administratif termasuk dalam Kabupaten
Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak diantara 127º16´ 8,5" - 127º
54´ 35" BT sampai 0º 17´ 41,72" – 0º 52´ 24,15" LS. Untuk mencapai daerah kegiatan dapat
menggunakan penerbangan dari Jakarta – Ternate dengan pesawat terbang selama 4 jam.
Kemudian dari Ternate – Bacan dengan kapal laut selama ± 8 jam, dan dilanjutkan dari Labuha
(Ibukota P.Bacan) sampai lokasi kegiatan dapat ditempuh dengan speed boat selama ± 4 jam.
METODOLOGI
Kegiatan penelitian potensi bahan galian untuk pertambangan sekala kecil di P. Bacan dilakukan
melalui tahap pengumpulan data sekunder dengan menentukan lokasi pengambilan contoh
batuan, tailing dan air limbah serta pengeplotan lokasi pengambilan contoh pada kegiatan
penambangan rakyat. Tahap pengumpulan data primer dilakukan pengambilan conto, pengamatan
geologi dan tahap analisis conto.
Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mempelajari laporan tentang bahan galian di
wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Sumber data berupa laporan penyelidikan terdahulu baik
yang dilakukan oleh instansi pemerintah (Kanwil Pertambangan dan Energi, Dinas Pertambangan
Labuha dan Pusat Sumber Daya Geologi) maupun laporan perusahaan swasta. Data sekunder

yang digunakan dalam kegiatan penelitian potensi bahan galian untuk pertambangan sekala kecil
antara lain adalah hasil kegiatan penyelidikan yang berupa laporan eksplorasi dan para pelaku
usaha pertambangan sebagai pemegang kontrak karya di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan.
Data tersebut diperlukan untuk mengetahui :








Lokasi kegiatan pertambangan baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif dan
lokasi PETI
Sistem penambangan yang dilakukan;
Sistem pengolahan yang dilakukan;
Produksi yang telah dihasilkan;
Penanganan tailing.

Pengumpulan Data Primer

Tahap pendataan di lapangan ini meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah
penyelidikan, khususnya Kecamatan Bacan dan Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera
Selatan. Pengumpulan data dan informasi di lokasi kegiatan tambang rakyat, lokasi pengolahan
emas (gelundung) dan pengamatan singkapan batuan dilakukan dengan cara pemantauan
langsung. Pengambilan contoh sebanyak 34 contoh terdiri dari 32 contoh batuan, 1 contoh tailing
dan 1 contoh air limbah hasil dari proses amalgamasi dari kegiatan penambangan rakyat. Posisi
lokasi pemercontoh dilakukan pengukuran koordinat dengan menggunakan alat GPS (Garmin
12XL). Semua contoh dianalisis di Laboratorium Penguji Kimia – Fisika Mineral dan Batubara
Pusat Sumber Daya Geologi. Dalam kegiatan ini peta kerja mempergunakan peta dasar sekala 1 :
50.000 hasil dari pembesaran peta 1 : 100.000 dari jawatan geologi lembar Bacan, Maluku Utara
dan digitasi dari program Mapinfo.
GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
Geologi Daerah Bacan
Geologi lembar Bacan ini didasarkan kepada laporan PPPG,1980, dari. A. Yasin, dkk dapat
dibagi kedalam satuan morfologi yaitu daerah perbukitan rendah dan pegunungan. Daerah
perbukitan rendah bergelombang menempati daerah paling luas yaitu di bagian timur dan tengah
dengan ketinggian 500m, sedangkan daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 600 m
hingga 2.000 m, dengan G. Sibella sebagai puncak tertinggi.
Urutan statigrafi dari yang tua ke muda, sebagai berikut :
Batuan penyusun daerah kegiatan termasuk ke dalam komplek metamorf Sibela (Ks) yang terdiri

dari sekis klorit, sekis epidot-klorit, sekis hornblenda dan genes epidot-klorit. Batuan ini
tersingkap luas di Pegunungan Sibela, Tg.Tuada dan P. Saleh. Batuan ini umumnya mempunyai
jurus yang berarah baratdaya-timurlaut dan dibeberapa tempat berarah baratlaut-tenggara. Dalam
satuan ini ditemukan retas granodiorit, diorit dan basal dimana retas ini diduga yang
menyebabkan pemineralan. Di daerah Kubung ditemukan batuan ultrabasa, kontak batuan ini
dengan batuan di sekitarnya tidak jelas. Pada Kala Oligosen terjadi kegiatan gunungapi yang
menyebabkan terbentuknya Formasi Bacan (Tomb) berfasies gunungapi terdiri dari breksi dan
lava dengan sisipan tufa pasiran, batulempung dan batupasir. Pada Kala Oligosen terjadi tektonik,
kegiatan gunungapi dan terobosan batuan beku granit (gr) dan granodiorit (gd) yang menerobos
satuan Formasi Bacan (Tomb).
Pada Kala Miosen Awal terjadi penurunan yang diikuti oleh pengendapan sedimentasi
menghasilkan satuan batuan yang termasuk kedalam Formasi Amasing (Tma) terdiri dari
batupasir tufaan berselingan dengan batulempung dan napal bersisipan batugamping. Selain
satuan batuan yang termasuk pula sedimentasi dari foraminifera plankton yang menghasilkan
Formasi Ruta terdiri dari batugamping (Tmr). Hubungan stratigrafi antara Formasi Amasing
(Tma) dan Formasi Ruta (Tmr) memperlihatkan hubungan stratigrafi selaras dengan Formasi
Bacan (Tomb).

Pada Kala Pliosen terjadi kegiatan gunungapi dan juga proses sedimentasi masih berlangsung.
Kegiatan gunungapi pada Kala Pliosen ini mengusulkan satuan batuan gunungapi yang termasuk

dalam Formasi Obit. terdiri dari breksi dengan sisipan tufa pasiran dan batulempung tufaan,
sedangkan proses sedimentasi menghasilkan satuan batuan yang termasuk dalam Formasi Weda
(Tmpw) terdiri dari batupasir berselingan dengan napal, bersisipan batugamping dan
konglomerat. Kedua satuan ini menindih tidak selaras batuan yang lebih tua yaitu Formasi Ruta
(Tmr) dan Formasi Bacan (Tomb).
Pada Kala Plistosen terjadi pengangkatan yang diikuti oleh kegiatan gunung api pada akhir
Plistosen menghasilkan batuan gunungapi yang termasuk kedalam Formasi Kayara (Qpk) terdiri
dari breksi, lava dan tufa. Kegiatan gunungapi pada Kala Holosen menghasikan batuan gunungapi
Holosen (Qhr) yang terdiri dari piroklastika dan lanau bersifat andesitik. Batugamping termuda
(Qi) yang terdiri dari batugamping terumbu dan breksi batugamping serta Aluvium (Qa) berupa
endapan sungai, lereng dan pantai pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini.
Adanya sesar di P. Bacan diduga terdapat di sepanjang S. Sayoan, yang mengalir dari baratlaut ke
tenggara dan memisahkan daerah perbukitan bagian timur dan barat P. Bacan bagian utara. Pada
jalur sesar tersebut muncul batuan terobosan berumur Tersier (gr/gd) dan batuan gunungapi
berumur Kuarter (Qhv).
Geologi Daerah Yaba
Andesit Tua berumur Oligosen merupakan satuan batuan yang diperkirakan paling tua secara
dominan batuan di wilayah ini telah mengalami ubahan sedang hingga kuat, terdiri dari batuan
vulkanik basalto-andesit, berwarna abu-abu kehijauan, ubahan tersebut dicirikan adanya
kloritisasi-piritisasi sebagian telah mengalami argilitisasi biasanya terbentuk pada beberapa lokasi

yang dilalui oleh patahan lokal. Tufa andesitik terlihat menutupi beberapa lokasi dengan topografi
lebih tinggi dan sedikit meruncing, seperti halnya di Bukit Kailaka dan sekitarnya,
memperlihatkan warna abu-abu muda, tekstur afanitik hingga gelas vulkanik, memperlihatkan
struktur laminasi, sebagian kecil berwarna kehijauan, mudah lapuk dan dapat diremas, batuan
segar memperlihatkan andesitik dengan masa dasar gelas vulkanik. Pada lereng hasil bukaan yang
dilakukan oleh perusahaan kayu dalam pembuatan jalan logging, ketebalannya hampir mencapai
rata-rata 8 m, terlihat disepanjang jalan menuju Bukit Kailaka sekitar 5 km perjalanan dari desa
Yaba.
Intrusi granodiorit muncul menerobos andesit tua (Formasi Bacan) terlihat berupa plug atau
bentuk stok berukuran kecil, hasil pengamatan lapangan hanya berdiameter kurang dari 1 km
dimana pada bagian tengah/pusat intrusi tersebut telah terkloritisasi-piritisasi lemah, ke arah
Bukit Kailaka sebagian telah terpatahkan dan memperlihatkan adanya ubahan argilitisasi yang
berkaitan erat dengan propilitisasi dengan hadirnya mineral serisit-albit. Pada bagian kontak
dengan batuan samping telah terjadi mineralisasi yang tidak begitu berkembang secara luas,
sehingga hanya terbentuk secara setempat didekat intrusi/aureole mineralized.
Ubahan dan Mineralisasi Daerah Yaba
Daerah Yaba sebagian besar ditempati oleh Formasi Bacan yang terdiri breksi vulkanik dan tufa
andesitik. Batuan ini telah mengalami ubahan silisifikasi dan di beberapa tempat mengalami
ubahan argilitisasi dan limonitisasi. Mineralisasi yang teramati secara megaskopis adalah berupa
pirit, kalkopirit, magnetit dan mangan.

Pada batuan samping andesit volkanik terlihat adanya ubahan kloritisasi kuat bersama pirit halus,
sedikit lempung dan urat-urat halus dari kuarsa yang kemungkinan terbentuk secara bersamaan,
tidak terlihat adanya cross cutting diantara urat halus tersebut, terkadang mengalami lapukan
dengan memperlihatkan limonitic dan sebagian manganese. Pada lokasi yang telah mengalami

patahan terlihat adanya milonitisasi pada batuan samping, dengan pirit menyebar kuat, sulfuric
sehingga memperlihatkan warna kekuningan, terlihat di beberapa lokasi sepanjang jalan yang
dilalui oleh kendaraan perusahaan kayu.
Argilitisasi yang terbentuk pada sayap selatan dari Bukit Kailaka jaraknya mencapai 1 km,
terlihat adanya piritisasi kuat tetapi tidak mengandung magnetit yang mengarah ke tipe porfiri
sebagai hallo dari intrusi granodiorit. Kemudian ditemukan adanya intrusi bagian tengah dari
granodiorit yang memperlihatkan kloritisasi-piritisasi, tidak terlihat adanya epidot sebagai tandatanda hidrotermal temperatur tinggi. Pada lokasi kearah Bukit Kailaka terlihat adanya barik-barik
limonit membentuk stockwork tetapi tidak luas hanya terlihat secara setempat saja, kemudian
ditempati oleh argilitisasi dari batuan samping tersebut. Kontrol struktur sangat berpengaruh pada
temuan ubahan tersebut, akan tetapi hanya terbentuk pada lintasan struktur tersebut kemungkinan
hanya berupa patahan lokal sebagai resultan dari patahan Sayoan yang berarah timurlautbaratdaya. Batuan terkersikkan dari batuan samping tersebut tidak terlihat banyak hanya
ditemukan pada lubang tambang, urat kuarsa juga ditemukan pada lubang tambang bersama
mineralisasi tembaga dan emas.
Pembuatan lubang tambang oleh penduduk setempat merupakan guide untuk melihat sejauh mana
mineralisasi terbentuk, pada wilayah penambangan terlihat adanya gossan dengan ketebalan 2

hingga 3 m, mengandung kuarsa tercucikan dan sedikit pirit (5%) dan limonitic hingga goetit
yang begitu dominan. Pada lokasi dan jenis endapan gossan inilah emas diperoleh dan ke arah
dalam akan terlihat adanya batuan samping tersilisifikasi dan sebagian terargilitisasi mengandung
kalkopirit, kovelit, malahit dan azurit sebagian kecil arsenopirit. Pada posisi ini emas menghilang
atau dapat dikatakan sedikit sehingga tidak dapat ditangkap oleh air raksa.
Mineralisasi terbentuk pada sayap selatan dan utara sedangkan bagian timur dan barat, batuan
samping tidak begitu tebal dan berupa lembah sehingga penduduk setempat membuat lubang
pada kedua sayap tersebut. Pada puncak Bukit Kailaka dan sekitarnya tidak ditemukan adanya
indikasi cebakan epitermal, sehingga mineralisasi tembaga-emas disini hanya merupakan
mineralisasi pada daerah kontak batuan samping andesit volkanik dengan granodiorit, dapat
dikatakan kurang ekonomis untuk diusahakan secara sekala besar, sehingga hanya
memungkinkan untuk usaha penambangan sekala kecil.
Dilihat dari bentuk mineralisasi, kuantitas dan mineral yang terbentuk maka dapat dikatakan
bahwa mineralisasi tembaga-emas di Bukit Kailaka sebagai mineralisasi tipe epitermal di sekitar
kontak antara batuan samping dengan intrusi granodiorit. Sedikit galena dan sfalerit dapat
dikatakan sebagai spotted ore, sehingga tidak terlihat jelas di dalam kaitan denga unsur
tembaganya, juga bornit tidak ditemukan hanya terlihat adanya red minerals kemungkinan dari
lapukan pada permukaan mineral pirit saja.
Geologi Daerah Kubung
Semenanjung Teluk Bilik didominasi oleh batuan dasar basalto-andesit dan terbentuk pada umur

Tersier Awal termasuk ke dalam Formasi Bacan, batuan tersebut di intrusi oleh batuan gangue
berupa diorit dan mikrodiorit. Aplit terlihat dengan lebar >20 meter memotong batuan vulkanik,
diorit dan mikrodiorit. Sedangkan endapan aluvial terbentuk pada aliran Sungai Teluk Bilik
bagian bawah dan sebagian berupa endapan pantai berumur Kuarter.
Ubahan dan Mineralisasi Daerah Teluk Bilik
Ubahan propilitik hampir mendominasi seluruh batuan volkanik, terdiri dari ubahan klorit-epidotpirit dengan secara setempat ditemukan adanya urat-urat halus kalsit. Hasil pengamatan di
lapangan terlihat adanya indikasi tipe mineralisasi emas epitermal yang berasosiasi dengan zonasi
kuarsa-serisit-klorit-pirit, tidak begitu tebal dan di kontrol oleh patahan, selain itu terdapat juga

secara setempat kuarsa kristalin dan urat-urat halus karbonat berasosiasi dengan kalkopirit.
Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk
di dalam batuan volkanik basal-andesit.
Bahan Galian
Sebagian besar batuan yang mendasari di wilayah ini berupa tufa andesit, breksi volkanik,
granodiorit dan batuan sediment klastis berupa batulanau (siltstone) dengan sisipan batupasir,
batugamping dan batulempung.
Mineralisasi emas di daerah Yaba dan Kubung diperkirakan berasosiasi dengan peristiwa
hidrotermal yang terbentuk bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan
breksi volkanik/tufa andesit yang di terobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit, urat-urat halus
termineralisa kalkopirit-pirit, yang mempunyai ketebalan urat kuarsa bervariasi 0,5 cm hingga 30
cm. Sedangkan di daerah Kubung mineralisasi emas umumnya berasosiasi dengan zonasi kuarsaserisit-klorit-pirit dan dikontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan
bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit.
Pengaruh struktur di wilayah ini sangat kuat, kemungkinan sangat berkaitan erat dengan adanya
batuan terobosan dan proses mineralisasi di wilayah ini.
Bahan galian logam berupa tembaga dan emas primer yang terdapat di desa Yaba dan desa
Keputusan, telah di eksplorasi dan di kelola oleh PT Harita Mukti K. Untuk emas dengan jumlah
cadangan 120.000.000 ton bijih, kadar 0,36-62 gr/ton, sedangkan tembaga jumlah cadangan
sebesar 240.000.000 ton bijih dengan kadar 1,22 - 3,25%. ( Sumber: Dinas Pertambangan Maluku
Utara, 2004 ).
Bahan baku andesit volkanik dan granit/diorit dipergunakan untuk bahan bangunan dan jalan,
yang diusahakan oleh penduduk setempat dan Dinas Pertamben Bacan. Batuan granit diperoleh
dari tubuh intrusi baik dalam keadaan insitu maupun yang sudah tertransportasi ke sungai-sungai,
selain itu telah dilakukan juga penggalian pasir pada aliran sungai. Sedangkan lempung di daerah
Bacan cukup banyak dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk pembuatan batamerah, jumlah
sumber daya belum diketahui. Aspek pertambangan di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan
belum dilakukan secara optimal, sehingga hasilnya tidak memberikan nilai tambah bagi
pendapatan pemerintah kabupaten tersebut.
Pertambangan
Penambangan sekala kecil pada umumnya dilakukan oleh penambang tradisional, dengan
melakukan pembuatan lubang tambang mengikuti arah urat-urat kuarsa yang mengandung emas
berkadar tinggi (5 gr/ton hingga 5 gr/ton). Lokasi daerah kegiatan merupakan daerah mineralisasi
tipe mesotermal. Mineralisasi emas di daerah ini diperkirakan berasosiasi dengan peristiwa
hidrotermal yang terbentuk bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan
breksi volkanik/tufa volkanik yang di terobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit.
Metoda penambangan dilakukan secara tambang dalam, dimana batuan yang mengandung emas
diambil di dalam lubang tambang, kemudian ditumbuk secara manual dan dimasukkan ke dalam
tromol untuk dihaluskan.
Pengolahan emas dilakukan secara amalgamasi dari hasil tromol tersebut, kemudian dicampur air
raksa dan selanjutnya didulang dan diproses untuk memisahkan emas dari mineral ikutannya.
Setelah membentuk bulion kemudian dibakar dan dimurnikan untuk memisahkan emas dengan
air raksa, emas dapat diolah dan diproduksi langsung ditempat tambang tersebut. Pengaruh
pengolahan tersebut akan mengakibatkan dampak lingkungan di sekitarnya, sehingga perlu
dilakukan pembuatan kolam pemurnian dari limbah tambang tersebut. Pencemaran lingkungan

yang dilakukan oleh para penambang emas pada umumnya tidak dilakukannya penampungan
limbah tambang secara sistematis. Aktifitas penambangan emas yang perlu diperhatikan yaitu
diwajibkannya membuat kolam penampung limbah untuk mengendapkan air limbah, hal itu
sebagai antisipasi dampak lingkungan secara langsung terhadap ekosistem di sekitarnya.
Penanganan tailing belum dilakukan secara optimal, sehingga masih terlihat kemungkinan adanya
emas tertinggal, hal itu dikarenakan cara pemrosesan yang tidak sempurna seperti yang dilakukan
di daerah Yaba.
Lokasi mineralisasi emas telah ditemukan 5 km ke arah selatan dari desa Yaba ( jalan logging
perusahaan kayu) hingga Sungai Lele. Bentuk mineralisasi berupa ”gossan” dengan tebal antara 2
cm hingga 70 cm, lebarnya 100 m berarah N320°E/70°. Zona tersebut memanjang dari arah
Baratlaut-Tenggara sepanjang ±150 m, sedangkan Sungai Teluk Bilik, desa Kubung mineralisasi
emas umumnya berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-khlorit-pirit dan dikontrol oleh patahan
lokal.
Daerah Yaba
Aktivitas penambangan rakyat di daerah ini sudah berjalan 2 (dua) tahun dan kegiatan tersebut
sudah banyak yang tidak aktif, karena hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang mereka
harapkan atau penggalian mereka dihentikan apabila mencapai kedalam ±30 m karena kendala
teknis. Kegiatan penambangan emas rakyat oleh beberapa masyarakat setempat melakukan
penggalian untuk memperoleh batuan/urat kuarsa yang diperkirakan mengandung emas,
penggalian dilakukan dengan cara membuat lubang dalam/vertikal dan paritan terutama pada
daerah-daerah dekat intrusi. Daerah Yaba terdapat 5 (lima) titik lubang penambangan rakyat,
diantaranya yang masih aktif 2 (dua) lubang dengan kedalaman masing-masing 20 - 30m dan 2
unit mesin gelundung, dimana dalam satu unit antara 8 - 10 gelundung yang digerakkan oleh
mesin diesel
Daerah Telu Bilik, Desa Kubung
Daerah Teluk Bilik sebelumnya telah dilakukan eksplorasi oleh Newcrest. Hasil pengambilan
conto paritan sepanjang 46 m mengandung rata-rata kadar emas 1,8 ppm Au (di dalamnya
termasuk 2m @ 15,10 ppm Au), diambil secara sejajar dengan arah jurus dengan ketebalan antara
0,4 hingga 2,0 m, arah zonasi patahan N45ºE mengandung mineral kuarsa-serisit-klorit-pirit
sebagai zonasi mineralisasi dan telah berkembang di sepanjang cabang kanan Sungai Teluk Bilik.
Kemiringan patahan tersebut terlihat terjal kearah tenggara setengah tegak lurus dan melebar
hingga 50m sepanjang jurus. Tujuh buah conto dari paritan diambil secara memotong struktur
mineralisasi, menghasilkan kadar emas 1,74 ppm Au dengan 1210 ppm Cu.
Batuan aplit (bagian barat dari patahan berarah N45ºE), berupa zonasi mineralisasi sepanjang
Sungai Teluk Bilik dimana pengambilan conto sepanjang 20 m menghasilkan 2,1 ppm Au
pengambilan conto juga dilakukan sejajar jurus. Mineralisasi dengan tebal bervariasi antara 0,1
hingga 1,0m, melensa terdiri dari limonit dan patchy malahit sebagai staining di dalam silikaserisit-lempung-pirit berbentuk lensa dengan tebal ubahan antara 3 hingga 4m, sebagai halo
terhadap perluasan sepanjang 20 m se arah jurus. Hasil terbaik dari hasil pengamatan diperoleh
kadar emas 11,7 ppm Au dan 5430 ppm Cu. Adanya lobang tambang di daerah Teluk Bilik oleh
beberapa masyarakat setempat dengan melakukan penggalian walaupun sifatnya masih dalam
pencarian untuk memperoleh batuan yang diperkirakan mengandung emas, penggalian dilakukan
pada umumnya berdekatan dengan lokasi paritan perusahaan dengan membuat lobang tegak,
dimana di daerah tersebut terdapat 2 (dua) lokasi lobang penambangan rakyat yang sudah
ditinggalkan dengan kedalam 5-10 meter.

Sistem Penambangan
Salah satu tujuan konservasi bahan galian adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
mineral, sehingga seluruh potensi yang ada dapat diusahakan secara bijaksana. Pemilihan suatu
sistem penambangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik endapan, lingkungan, keselamatan
kerja dan biaya. Penambangan dengan cara tambang dalam umumnya digunakan untuk bahan
galian yang keterdapatannya terletak jauh di bawah permukaan dan bahan galian tersebut harus
memiliki kadar atau kualitas yang tinggi. Kadar atau kualitas yang tinggi diperlukan karena
sistem tambang dalam memerlukan investasi dan teknologi yang tinggi, selain itu bahan galian
yang diusahakan harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi atau bersifat strategis.
Daerah kegiatan yang memiliki beberapa daerah prospek dengan tipe mineralisasi mesotermal,
ternyata tidak semua daerah prospek tersebut perlu kajian untuk ditambang. Daerah Yaba
mineralisasi terbentuk umumnya berasosiasi dengan peristiwa hidrotermal yang terbentuk
bersamaan dengan pirit. Emas dijumpai berasosiasi dengan batuan breksi volkanik/tufa volkanik
yang diterobos oleh batuan granodiorit/mikrodiorit, urat-urat halus termineralisa kalkopiritkuarsa-pirit, sedangkan di daerah Kubung mineralisasi emas umumnya berasosiasi dengan zonasi
kuarsa-serisit-klorit-pirit dan dikontrol oleh patahan. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan
dan bersifat setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basalto-andesit.
kadar emas Hasil analisis conto batuan yang telah dilakukan oleh PT. Harita Multi K di daerah
Yaba berkadar 0,36-62 gr/ton Au, sedangkan kadar emas pada daerah Teluk Bilik menghasilkan
1,74 ppm Au dengan 1210 ppm Cu. Apabila kedua daerah tersebut akan diusahakan, dengan
karakteristik endapan serta kadar emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk
daerah prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka. Dari jumlah sumber daya yang ada dan
luasnya daerah di daerah Yaba dan Teluk Bilik, layak untuk diusahakan penambangan sekala
kecil.

Pengolahan
Kriteria yang digunakan untuk menentukan metode pengolahan bijih dengan tingkat perolehan
pengolahan yang tinggi, tingkat pencemaran lingkungan yang dapat dikendalikan serta aman
digunakan dan mudah dilakukan. Berdasarkan kriteria pengolahan tersebut diatas, maka cara
pengolahan emas yang aman yang sesuai untuk daerah Yaba dan Teluk Bilik adalah dengan
menggunakan metoda sianidasi yang diperkenalkan oleh Imelda (2004).
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Aspek Konservasi
Untuk mengetahui kadar atau kualitas bahan galian, kandungan mineral dan seberapa besar
dampak pencemaran terhadap conto batuan dan tailing. Dari hasil analisis kimia pada conto
batuan dan tailing, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Daerah Yaba
• Hasil analisis pada conto (YB.01) di dalam fracture pada batuan tufa terubah memperlihatkan
kandungan emas dengan kadar Au sebesar 5,940 gr/ton, kadar Cu 0.02 % dan kadar Hg 1,790
gr/t, sedangkan untuk batuan intrusi yang telah mengalami ubahan (YB.05/R) kandungan emas
relatif kecil 0,056 gr/ton, Cu 0,04 % dan Hg 0,504 gr/ton
• Lokasi lubang PETI Pantongan berupa urat kuara, berwarna kuning-kehijauan,
lapuk, tebal 40 cm – 60 cm, kedalaman 30 m, sebanyak empat conto dengan kandungan emas
rata-rata 36,835 gr/ton, sedangkan untuk Cu rata-rata 5,145 %. Proses tromol/gelundung oleh
para penambang, kandungan emas dalam batuan biasanya menghasilkan antara 1,0 hingga
2,0 gram emas sekali tromol/gelundung ( + 30 kg material batuan). Berarti para penambang

mendapatkan ± 67 gram emas dalam 1 ton material batuan, sedangkan dari analisis kimia
batuan yang dilakukan di Bandung kandungan emas rata-rata 36,835 gram / ton. Ini bisa
terjadi conto batuan yang dianalisis di Bandung tidak pada kadar yang mereka biasa dapati.
Dalam proses pengolahan emas primer yang dilakukan para penambang di daerah Yaba,
dimulai dengan; proses pengambilan batuan mineralisasi / bijih, proses penumbukan dan
proses penghalusan, kemudian proses amalgamasi sampai dengan proses mendapatkan emas
(bullion).
• Tailing : Hasil analisis kimia lebih besar dari analisis pada batuan aslinya mengandung emas
13,706 gram/ ton, dan nilai konsentrasi Hg berkisar 10,0 gram/ton, ini menunjukkan banyak
konsentrasi emas yang terbuang dalam proses amalgamasi dan dalam melakukan proses
pengolahan belum maksimal, karena tidak semua emas dalam batuan bisa tertangkap, begitu
pula untuk kenaikan konsentrasi merkuri cukup tinggi berhubungan erat dengan pemakaian
merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat tromol/gelundung.
Daerah Teluk Bilik
• Ubahan propilitik hampir mendominasi seluruh batuan volkanik, untuk daerah ini tidak ada
kegiatan penambangan, conto diambil dari singkapan batuan, lubang tambang yang ditinggalkan
dan float. Hasil analisis kimia dari sejumlah conto (float) menunjukkan kandungan emas relatif
kecil < 0,520 gram/ton, dengan kadar Hg < 0,609 gram/ton, begitu juga untuk logam dasar.
Untuk batuan andesit volkanik (wall rock), mineralisasi emas di daerah ini tidak berkembang.
Hasil analisis yang menunjukkan kadar emas yang menyolok terdapat pada batuan aplit dengan
lebar ± 20 meter, memotong batuan volkanik, diorit dan mikrodiorit dengan kandungan Au
33,484 gram/ton, Cu 1,32 %, Pb 0,01 % dan Zn 0,01 %.
Estimasi Sumber Daya/Cadangan Bahan Galian
Daerah Yaba pada lokasi penambngan tradisional (PETI) dengan panjang ± 150 m, tebal urat ±
0,50 cm dan kedalaman rata-rata 30 m, sehingga secara estimasi sumber daya yang ada dapat
dihitung sebesar 0,50 cm (lebar) X 30 m (kedalaman) X 150 m (panjang) = 2.250 m³ X 2.65
(density) = 5.962,5 ton bijih, kadar emas rata-rata 36,835 gr/ton, maka sumber daya tereka emas
di daerah Yaba adalah 36,835 gr X 5.962,5 ton = 219.628,69 gram emas atau setara dengan
219,629 kg emas, untuk tembaga sumber daya tereka 69,026 ton, sedangkan kadar emas yang
terdapat pada daerah Teluk Bilik nilai kadar rata-rata 5,578 ppm Au dan kandungan merkuri
sebesar 0,075 ppm, untuk logam dasar dari conto yang ada relatif kecil.
Adanya kegiatan PETI di daerah Yaba sejak tahun 2006, mengakibatkan berkurangnya jumlah
sumber daya tereka. Hasil pengamatan lapangan terhadap kegiatan PETI di daerah tersebut, dapat
diasumsikan bahwa kegiatan penambangan tradisional di daerah Yaba telah menggali atau
menambang sekitar 25 %, maka sisa yang ada sekitar 164,722 kg emas murni dan untuk tembaga
51,770, sedangkan di daerah prospek Tanjung Bilik dengan panjang 200m, lebar 50m, tinggi 10m
dan tebal urat 20cm, untuk kandungan emas kadar rata-rata 5,578 gram/ton, maka sumber daya
tereka = 53.000 gr atau setara dengan 53,0 kg emas. Melihat karakteristik endapan-endapan
tersebut diatas dengan kandungan unsur logam yang ada, dan dihubungkan dengan kondisi dan
proses geologi yang berkembang dengan endapan mineralisasi, dapat dikatakan kurang ekonomis
untuk diusahakan secara sekala besar, sehingga hanya memungkinkan untuk usaha penambangan
sekala kecil.
Bahan Galian Lain
Potensi bahan galian lain (non logam) yang terdapat disekitar Bukit Kailaka yaitu batuan andesit
dan diorit yang terletak di daerah Yaba yang cukup besar, dengan luas ± 100 Ha, sampai saat ini
baru sebagian kecil (10%) dipergunakan untuk bahan bangunan dan jalan, yang diusahakan oleh
penduduk setempat dan Dinas Pertamben Bacan. Batuan diorit diperoleh dari tubuh intrusi baik

dalam keadaan insitu maupun yang sudah tertransportasi ke sungai-sungai, disamping itu terdapat
boulder-boulder batuan andesit sepanjang ± 1 km. Diperkirakan sumberdaya hipotetik 6.000.000

Penggalian pasir banyak dilakukan terutama pada aliran Sungai Lele, selain itu telah dilakukan
juga penggalian pasir oleh masyarakat setempat untuk pembuatan rumah dan jalan, Sedangkan
lempung di daerah Bacan cukup banyak dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk pembuatan
batamerah, jumlah sumber daya belum diketahui. Aspek pertambangan di wilayah Kabupaten
Halmahera Selatan belum dilakukan secara optimal, sehingga hasilnya tidak memberikan nilai
tambah bagi pendapatan pemerintah kabupaten tersebut.
Kelayakan Tambang Dalam
Salah satu tujuan konservasi bahan galian adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
mineral, sehingga seluruh potensi yang ada dapat diusahakan secara bijaksana.
Pemilihan suatu sistem penambangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik endapan, lingkungan,
keselamatan kerja dan biaya. Penambangan dengan cara tambang dalam umumnya digunakan
untuk bahan galian yang keterdapatannya terletak jauh di bawah permukaan dan bahan galian
tersebut harus memiliki kadar atau kualitas yang tinggi. Kadar atau kualitas yang tinggi
diperlukan karena sistem tambang dalam memerlukan investasi dan teknologi yang tinggi, selain
itu bahan galian yang diusahakan harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi atau bersifat
strategis.
Di daerah kegiatan yang memiliki beberapa daerah prospek dengan tipe mineralisasi yang
berbeda-beda, ternyata tidak semua daerah prospek tersebut perlu kajian untuk ditambang.
Daerah prospek Yaba mineralisasi terbentuk umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa hingga
batuan terobosan, dan daerah prospek Tanjung Bilik yang bertipe mineralisasi epitermal,
memiliki sebaran mineralisasi yang tidak begitu luas dengan kadar relatif tnggi. Kadar emas pada
urat kuarsa di daerah Yaba rata-rata 36,835 ppm Au dan 2,43 % Cu, sedangkan kadar emas pada
daerah Tanjung Biklik kadar rata-rata 5,578 ppm Au sedangkan untuk logam dasar relatif kecil.
Apabila kedua daerah prospek tersebut akan diusahakan, dengan karakteristik endapan serta kadar
emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk daerah prospek tersebut adalah
sistem tambang terbuka Dari jumlah sumber daya tereka yang tersisa dan luasnya di ke dua
daerah maka daerah tersebut layak untuk diusahakan menjadi sekala kecil, untuk dapat
ditingkatkan menjadi penambangan sekala besarl perlu adanya kajian lebih lanjut. Dengan
karakteristik endapan dan kadar emas yang dimilikinya, maka penambangan yang layak untuk
daerah prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka dengan teknik pengolahan bijih yang
harus disesuaikan dengan karakteristik endapan tersebut.
Pengolahan Bijih
Kriteria yang digunakan untuk menentukan metode pengolahan bijih dengan tingkat perolehan
pengolahan yang tinggi, tingkat pencemaran lingkungan yang dapat dikendalikan serta aman
digunakan dan mudah dilakukan.
Berdasarkan kriteria pengolahan tersebut diatas, maka cara pengolahan bijih yang sesuai untuk
daerah prospek Yaba dan Teluk Bilik adalah dengan menggunakan metode sianidasi. Terdapat
tiga jenis sianidasi untuk pengolahan bijih emas yakni carbon column, carbon in leach dan
carbon in pulp. Metode sianidasi lebih efektif dibandingkan dengan metode amalgamasi. karena
− Larutan CN tidak berbahaya pada pH 9 – 10
− Dapat menangkap emas dari bermacam-macam bijih








Endapan bijih berada di bawah water table
Mineral sulfida antara 5 – 10% pada mineral tembaga
Run gravity dapat memisahkan gangue dan sulfide mineral
1 ounce / ton sianida
Air pencucian dan sedimentasi tidak terkontaminasi
Perolehan emas dapat mencapai 95% – 98%.
dapat dilihat pada tabel 3.3. (Tahapan proses dan peralatan pengolahan emas
menggunakan sianida).

KESIMPULAN
Hasil kegiatan penelitian potensi bahan galian pertambangan sekala kecil dapat disimpulkan
sebagai berikut :
• Secara umum geologi daerah penyelidikan ditempati oleh Formasi Bacan yang terdiri dari
breksi volkanik dan tufa andesitik dan batuan terobosan (granit/granodiorit). Batuan-batuan
tersebut sebagian besar telah mengalami ubahan sedang hingga kuat, dicirikan adanya kloritisasipiritisasi sebagian telah mengalami argilitisasi biasanya terbentuk pada beberapa lokasi yang
dilalui oleh patahan lokal.Intrusi granodiorit muncul menerobos andesit tua (Formasi Bacan)
terlihat berupa plug atau bentuk stok berukuran kecil, Pada bagian kontak dengan batuan samping
telah terjadi mineralisasi yang tidak begitu berkembang secara luas, sehingga hanya terbentuk
secara setempat didekat intrusi/aureole mineralized.
• Dari hasil penelitian di daerah Yaba argilitisasi yang terbentuk pada sayap selatan dari Bukit
Kailaka jaraknya mencapai 1 km, terlihat adanya piritisasi kuat tetapi tidak mengandung magnetit
yang mengarah ke tipe porfiri sebagai hallo dari intrusi granodiorit (disekitar lokasi penambangan
tradisional). ditemukan adanya intrusi bagian tengah dari granodiorit yang memperlihatkan
khloritisasi-piritisasi, tidak terlihat adanya epidot sebagai tanda-tanda hidrotermal temperatur
tinggi, pada lokasi penambangan tradisional (pada kedalaman > 20 m) di daerah Yaba
mineralisasi cukup tinggi pada batuan terkersikan dari batuan samping tersilisifikasi dengan
kandungan Au 76263 ppb begitu juga logam dasar dengan kandungan Cu 10.15 %, Pb 8.13 %, Zn
22.04 %,, disertai dengan kandungan logam lain relatif rendah (As, Sn, Mo, Sb ).
• Hasil pengamatan lapangan di daerah Teluk Bilik terlihat adanya indikasi tipe mineralisasi
emas epitermal yang berasosiasi dengan zonasi kuarsa-serisit-klorit-pirit, tidak begitu tebal dan di
kontrol oleh patahan, selain itu terdapat juga secara setempat kuarsa kristalin dan urat-urat halus
karbonat berasosiasi dengan kalkopirit. Mineralisasi terbentuk secara tidak beraturan dan bersifat
setempat tidak menerus yang terbentuk di dalam batuan volkanik basal-andesit. Mineralisasi
cukup tinggi terdapat pada batuan aplit menerobos batuan volkanik dan diorit dengan kandungan
Au 33484 ppb dan Cu 1.32 %, sedangkan kadar logam dasar lainnya rendah < 0.01 % (Pb,Zn).
• Adanya aktifitas penambangan tradisional (PETI) menimbulkan pencemaran lingkungan
akibat penanganan tailing dilakukan secara sederhana dengan bak penampung yang sangat
terbatas, tanpa penanganan yang baik, sehingga material yang berbahaya (merkuri, arsenium dan
logan dasar) masih bercampur dengan tailing dengan kandungan relatif tinggi. Hasil analisis dari
conto tailing menunjukkan kandungan emas 13,706 ppm, sedangkan untuk air raksa 10,0 ppm.
SARAN
Mengingat masih banyaknya para penambang melakukan kegiatan dan masih menghasilkan serta
masih dangkalnya lubang yang digali oleh masyarakat maka perlu adanya penelitian lebih lanjut,
terutama di daerah Yaba..Dengan karakteristik endapan dan kadar emas yang dimiliki maka
penambangan yang layak untuk ke dua daerah tersebut adalah sistem tambang terbuka dengan

teknik pengolahan bijih emas yang aman dan sesuai untuk daerah Yaba dan Teluk Bilik adalah
dengan menggunakan metode sianidasi yang diperkenalkan oleh Imeda 2004.

129º

128º

127º

126º

Penanganan tailing yang dilakukan oleh kegiatan penambang tradisional sangat sederhana, oleh
karena itu diharuskan untuk melakukan penanganan tailing dengan daur ulang dengan sistem
kolam penampungan yang lebih memadai.




0

50

100

kilometers



P. M ALUKU
WEDA


P. BACAN

-1º

LOKASI KEGITAN

GAMBAR 1.1. Peta Lokasi Daerah Kegiatan

GAMBAR 2.1. Peta lokasi pemercontoan daerah Yaba, Kabupaten Halmahera
Selatan, Provinsi Maluku Utara

GAMBAR 2.2. Peta lokasi pemercontoan Daerah Kubung, Kabupaten
Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara

GAMBAR 3.1. Peta Geologi Daerah Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan
Provinsi Maluku Utara

GAMBAR 3.2. Peta Geologi, Mineralisasi dan Alterasi Daerah Yaba,
Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara