Membangun Peradaban melalui Keteladanan Nabi Ibrahim Alaihissalam di n
MEMBANGUN PERADABAN
MELALUI KETELADANAN NABI IBRAHIM ALAIHISSALAM
Oleh: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si.
(Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat, Indonesia)
Beberapa hari kebelakang kita berkumpul dalam
rangka memperingati satu peristiwa hari raya yang amat
istimewa, yang oleh kita ummat disebut dengan berbagai
macam sebutan, ada yang menyebutnya dengan Idul
Adha, ada yang menyebutnya dengan Idul Qurban, dan
ada juga yang menyebutnya dengan hari raya haji atau
lebaran
haji.
Sebutan-sebutan
tersebut
tentu
saja
memiliki latar belakang. Idul Adha karena memang hari
raya ini kita diperintahkan untuk menyembelih, Idul
Qurban karena memang pada hari raya
diperintahkan
untuk
berkurban
bagi
ini umat
yang
mampu.
Bahkan, bagi yang mampu dan tidak mau berkurban
rasul kita memberikan ancaman:
َ اَلَي ا ْق ا برانََ ُم اصلناا
Artinya: “Tidak boleh dekat kepada tempat shalat
kami bagi orang yang mampu berqurban tidak mau
berqurban”.
Dikatakan lebaran haji, karena memang pada hari
ini saudara-saudara kita yang menunaikan rukun Islam
kelima, sedang melaksanakan jumrah Aqabah yang
dilanjutkan dengan tawaf wada atau tawaf Ifadah. Jadi
apapun sebutan hari raya ini tentu tidak menjadi
persoalan, yang jelas hari raya ini apapun sebutannya
1
adalah hari raya yang istimewa yang patut oleh kita
dicermati pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
Karena
ketika
peristiwa
Idul
Adha,
Idul
Qurban,
dilaksanakan disitu ada banyak unsur-unsur nilai-nilai
ke-Tuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan yang harus kita
imani, yang harus kita fahami, yang juga harus kita
implementasikan
Karena,
pada
dalam
kedua
kehidupan
nilai
kita
tersebut
sehari-hari.
kita
akan
mendapatkan upaya membangun kesalehan individual
dan sekaligus upaya membangun kesalehan sosial. Kita
bisa lihat kesalehan individual yang sekaligus kesalehan
sosial terjadi pada saat kita melaksanakan Qurban.
Keikhlasan,
keimanan,
dan
ketaqwaan
adalah
representasi kesalehan individual dan pendistribusian
daging qurban adalah cermin kesalehan sosial, karena
memang pada hakikatnya qurban adalah ujian ketaqwaan
seorang hamba kehadirat Allah SWT. Karena itu Allah
mengingatkan melalui firmannya dalam surat Al-Hajj,
ayat 37. Allah menyatakan:
َ ََََ
َََََََََ
Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah, daging
qurban dan tidak pula sampai darahnya teapi yang
akan sampai kepada Allah adalah kualitas
Ketaqwaan dari kamu sekalian”.
Jadi yang akan sampai kepada Allah adalah kualitas
ketaqwaan bukan daginggnya dan bukan darahnya. Oleh
karena itu, hadirin jamaah rohimakumullah, mari terus
kita pelihara ketaqwaan kita kehadirat-Nya.
2
Kesalehan individual dan kesalehan sosial yang ada
pada pelaksanaan ibadah haji, inipun tercermin dari
serangkaian tangga ritualitas yang harus ditempuh oleh
jamaah haji dari mulai masuk tanah haram sampai
meninggalkannya,
berjamaah,
dan
secara
itu
semua
bersama-sama.
dilakukan
secara
Bersatu
antara
kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Semua itu dilakukan dalam rangka beribadah hanya
kepada Allah SWT, sebagaimana Allah-pun mengingatkan
kepada kita dalam surat Quraisy, ayat 3 dan 4, yang
bunyinya:
Artinya: “Hendaklah kalian beribadah, mengabdi
kepada Tuhan sang pemilik ini rumah, yang
dimaksud adalah Ka’bah”.
Ayat di atas, tentu mengingatkan kita bahwa Ka‟bah
bukan Tuhan dan Hajar Aswad bukan simbol Tuhan.
Jadi, yang kita sembah bukan Ka‟bah dan bukan Hajar
Aswad, tetapi sang pemilik Ka‟bah yang oleh ayat
berikutnya dijelaskan lebih lengkap:
Artinya: yang telah memberi makan kepada mereka
untuk menghilangkan rasa lapar dan yang memberi
keamanan dari orang yang merasa ketakutan.
Jadi, yang kita sembah sang pemilik Ka‟bah dan
yang memberi makan dan yang memberi keamanan
kepada kita, yaitu Allah Azzawajalla.
3
Oleh karena itu, hadirin jamaah rohiimakumullah,
kita tidak boleh salah memahami bahwa ketika kita
berkunjung ke Ka‟bah, bukan kita menyembah Ka‟bah,
ketika kita mencium Hajar Aswad bukan kita menyembah
Hajar Aswad. Tetapi yang kita sembah adalah sang
pemilik
memberi
Ka‟bah
dan
kita
makan
Hajar
dan
Aswad
yang
memberi
senantiasa
kita
jaminan
keamanan, yaitu Allah Azzawajalla.
Untuk memaknai hari raya „Id yang hari ini kita
rayakan agar lebih utuh dan menyeluruh kita bisa
melihat yang dinukil oleh imam Asy-Syaukani dalam
kitab “Nailul Authar”. ketika seorang sahabat bertanya
kepada rasul. “Yaa Rasulallah. Maa Haadzihil Udhiya”?.
Wahai Rasululah apakah yang dimaksud Adhiyah itu?.
Kemudian rasul menjawab: “Sunnatu Abiikum Ibrahim”,
yaitu adalah tradisi ayahanda kalian Ibrahim a.s
Jadi, ketika sahabat bertanya apa yang dimaksud
“Udhiyah” idul Adha, kemudian rasul menjawab: bahwa
yang dimaksud udhiyah itu adalah tradisi ayahanda
kalian Ibrahim alaihissalam. Oleh karena itu, hadirin
jamaah rohimakumullah. Ketika kita memperingati dan
merayakan hari raya penyembelihan, kita tidak bisa lepas
dari mengenang sejarah nabiyallah Ibrahim alaihissalam.
Mudah-mudahan dengan mengenang nabiyallah Ibrahim,
kita kelak bisa menjadikan Ibrahim sebagai teladan unuk
kehidupan kita saat ini dan saat-saat yang akan datang.
Kalau kita mencoba melihat Ibrahim secara fakta
sejarah kita akan menemukan bahwa Ibrahim adalah
4
sosok manusia yang betul-betul patut menjadi uswah dan
qudwah dalam konteks kepribadian. Kita bisa melihat
Ibrahim sebagai pemuda yang ideal, pada saat ia menjadi
pemuda, dan kita bisa melihat Ibrahim sebagai bapak
yang sempurna ketika ia tampil sebagai orangtua dan kita
bisa melihat Ibrahim sebagai pemimpin yang luar biasa
pada saat ia memimpin umatnya.
Oleh karena itu, mari kita lihat satu persatu posisi
Ibrahim ketika menjadi pemuda, Ibrahim ketika menjadi
orangtua, dan Ibrahim ketika ia memimpin umatnya.
Ketika Ibrahim sebagai generasi muda, Ibrahim tampil
sebagai pemuda yang kritis dan dinamis, yang ia mampu
memaksimalkan tiga kecerdasan secara simultan dalam
menegakan kebenaran, ia sebagai pemuda yang memiliki
kecerdasan intelektual, seluruh waktunya ia habiskan
untuk mencari Allah dan mengkritisi realitas segala
kemusyrikan disekelilingnya, secara tegas, keras, tetapi
etis. Kecerdasannya ia gunakan untuk mencari Allah. Kita
sering mendengar dalam al-Quran peristiwa Ibrahim
mencari tuhannya. Ketika datang matahari, ia anggap
matahari Tuhan-Nya setelah ia kritisi ternyata matahari
lenyap sehingga ia tidak mau menerima kalau yang
dikatakan
tuhan
itu
matahari
dan
seterusnya.
Kecerdasannya ia gunakan untuk mengkritisi, tetapi
dalam kontek kekritisannya ia pun tetap etis, dan kita
nanti bisa melihat bagaimana Ibrahim begitu etis ketika
ia berhadapan dengan orangtuanya.
5
Sebagai pemuda Ibrahim juga memiliki kecerdasan
emosional, Ibrahim cerdik dalam menghadapi kedzaliman
raja Namrud sebagai tantangan dakwahnya. Demikian
pula ketika Ibrahim yang memiliki kecerdasan spiritual ia
gunakan
seluruh
hidupnya
untuk
mengabdi
dan
mencintai Allah, sehingga ia mendapat anugerah gelar
kehormatan dari Allah sebagai “Khalilullah” kekasih Allah.
Kecerdasan
intelektual,
kecerdasan
spiritual
kecerdasan
yang
dimiliki
emosional,
seorang
dan
pemuda
Ibrahim ia gunakan sepenuhnya untuk mengabdi kepada
Allah. Sehingga ia mendapatkan gelar sebagai kekasih
Allah.
Oleh karena itu, untuk para pemuda sepatutnyalah
Ibrahim kita jadikan top model dalam kehidupan, yaitu
menjadi seorang pemuda yang bersikap dinamis, berfikir
akademis, dan bermental kritis jika menghadapi berbagai
persoalan
yang
ada
dihadapannya.
Tetapi
kritis,
akademis, dan dinamis tetap berlandasan pada etis.
Kita melihat bagaimana Ibrahim ketika diminta oleh
orangtuanya untuk memasarkan patung yang dibuat oleh
ayahandanya, Ibrahim dengan etika yang santun ia tidak
menolak permintaan orangtuanya, tetapi ia pun tidak
memasarkan apa yang ia anggap sebagai kemusyrikan,
dan inilah yang dilakukan oleh pemuda Ibrahim ketika
berhadapan dengan sesuatu yang menurutnya tidak
sesuai
ajaran.
rohimakumullah.
Oleh
karena
Pemuda
di
itu,
negeri
hadirin
manapun
jamaah
patut
memiliki mental seperti Ibrahim muda yang pandai
6
mencapai apa yang menjadi tujuan tanpa membuat
kegaduhan. Dalam al-Quran dikenal menolak dengan
cara yang baik ()ادَفعَبلىَيَاحسن.
Selanjutnya,
jika
kita
mencermati
nabiyallah
Ibrahim sebagai contoh sempurna sebagai orang tua kita
dapat melihat bagaimana kesuksesan Ibrahim dalam
mendidik puteranya, hampir seluruh putranya menjadi
putra yang sholeh, bahkan bukan Cuma sekedar sholeh,
ia mampu mengantarkan putranya menjadi nabi bagi
kaumnya. Bisa lihat dari beberapa uraian dalam AlQuran, salah satunya surat maryam ayat 49. Allah
berfirman:
Artinya: “Ketika Ibrahim berpisah dengan kaumnya
yang menyembah selain Allah, yang menyembah
berhala dan beliau berada di tanah suci, kemudian
Allah menganugerahkan kepada Ibrahim keturunan,
yaitu ishak dan Ya’kub, dan masing-masing mereka
Allah angkat menjadi nabi, bagi umatnya.
Inilah bukti kesuksesan Ibrahim mampu menghantarkan putranya Ishak dan Ya‟kub menjadi Nabi. Tentu
yang sering kita kenal adalah Ismail sebagai putera
Ibrahim, Ismail pun adalah putra, hanya bedanya Ishaq
dan Ya‟kub adalah lahir dari buah perkawinan baginda
Ibrahim dengan Siti Sarah, sementara Ismail lahir dari siti
7
Hajar, dan inipun bisa kita lihat dalam surat ash-shafat
ayat 101, Allah menyatakan:
Maka kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan
datangnya seorang anak yang amat sabar, yang dimaksud
dengan “Gulamin Halim” adalah Ismail as, yang lahir dari
buah perkawinan Ibrahim dengan siti Hajar, ra.
Tingkat kesabaran Ismail digambarkan oleh Allah
dalam surat Ash-Shaffat ayat 102, yang bunyinya:
Kata Allah dalam firman-Nya, maka tatkala sampai
Ismail
usia
dewasa,
menyampaikan
maka
Ibrahim
keinginannya
kewajibannya,
dengan
sesungguhnya
aku
yang
kata-kata:
bermimpi
sebagai
merupakan
Wahai
pada
bapak
saat
Anakku,
tidurku
bahwasanya aku diperintahkan untuk menyembelihmu.
Ini merupakan pelajaran buat kita, bahwa Ibrahim
baru mau menyampaikan perintah tuhannya setelah
puteranya dewasa, dan setelah ia sampaikan perintah
tersebutpun
ia
mempersilahkan
puteranya
dengan
kalimat “fandzur madza taro” maka fikirkan oleh engkau
dan apa pendapat engkau. Ini dialog yang luar biasa
Ibrahim seorang bapak mendapat perintah dari tuhannya
tapi tetap didialogkan kepada puteranya. Tentu pesan ini
menjadi pesan moral buat kita, seorang bapa tidak
8
berkenan memperlakukan sewenang-wenang terhadap
anak tanpa mendialogkan hatta perintah yang datangnya
dari tuhan, Ibrahim tetap mendialogkan, member ruang
kepada anaknya untuk berfikir dan sekaligus dipersilahkan untuk berpendapat.
Karena
bijak
Ibrahim
menghadapi
puteranya,
akhirnya puteranyapun Ismail menjawab:”Yaa Abatif’al
maa tu’mar satajiduni insyaallahu mina shabiriin”. Wahai
ayahanda tercinta kerjakan akan yang diperintahkan oleh
Allah, maka insyaallah engkau akan mendapatkanku
penuh kesabaran. Karena orang tua bijak, maka mampu
melahirkan putra yang bijak. Ini tentu menjadi pesan
khusus buat para orang tua. Jika ingin menghasilkan
putera yang sholeh, tentu kita harus sholeh, jika ingin
menghasilkan putra yang bijak, tentu kita pun harus
bijak, dan ini terjadi pada keluarga Ibrahim.
Karena
kebijakan
Ibrahim,
akhirnya
apa
yang
menjadi kehendak Ibrahim dikabulkan sepenuhnya oleh
putera
kesayangannya
Ismail
as.
Sehingga
Ibrahim
bermaksud untuk menyembelih puteranya, berangkat
kelembah yang ada di Mina dengan mudah ia bisa
kerjakan. Sehingga diceritakan, sampailah Ibrahim di
Mina, Ismail berada dalam pangkuan Ibrahim, dan
Ibrahim memegang sebilah pisau yang tajam untuk
menyembelihnya.
Ia
mengucapkan
kalimat
syahadat
sambil bibir bergetar ia tempelkan pisau yang tajam itu
keleher putera kesayangannya dan ia sembelihkan, ia
menganggap bahwa seolah-olah putera kesayangannya
9
telah
terpisah
mengucurkan
antara
air
kepala
mata.
dan
badannya.
Seolah-olah
darah
Ia
sudah
berlumuran ditubuhnya. Namun apa yang terjadi ketika
Ibrahim
membukakan
matanya,
ternyata
yang
ia
sembelih, bukan putera kesayangannya Ismail, melainkan
seekor binatang yang besar, yang Allah gantikan. Allah
nyatakan dalam Firmannya:
Artinya: ...dan kami Tebus anak itu, kata Allah,
dengan seekor sembelihan kibas yang besar. Q.S.
Ash-shaffatt, ayat 107.
Apa yang kita ambil pelajaran dari kasus ini?, yang
kita bisa ambil pelajaran dari kasus ini adalah ketika
iman
taqwa
bercampur
dengan
keikhlasan
dan
kesabaran, maka disitu kuasa Allah akan muncul. Karena
Ibrahim dan Ismail iman taqwanya hebat dibalut dengan
keihklasan dan kesabaran, maka yang seharusnya Ismail
menjadi Qurban. Akhirnya Allah tukar dengan seekor
kibas yang besar. Ini artinya ketika iman, taqwa, ikhlas
dan penuh kesabaran ada pada kita, maka kuasa Allah
akan muncul pada saat yang kita butuhkan.
Itulah sosok Ibrahim sebagai orang tua yang berhasil
dalam
mendidik
anaknya,
dan
sosok
ismail
yang
merupakan tipe anak yang dirindukan oleh setiap orang
tua. Maka, untuk mendapatkannya tentu saja kita orang
tua harus meneladani akhlak Ibrahim as. Sebab tidak
10
akan pernah mungkin ketika air dari hilir tidak jernih itu,
akan mengocor kehulunya jernih.
Jadi
jernih
dan
kotornya
air
di
hilir,
sangat
ditentukan dari hulu. Artinya anak soleh dan tidaknya
akan sangat ditentukan oleh orangtuanya. Kalau saat ini
kita melihat generasi kita belum menjadi generasi yang
memuaskan. Kalau saat ini kita melihat pemuda kita
belum berakhlak mulia tentu harus menjadi bahan
evaluasi kita orang tuanya. Karena kata Rasul:
َ .َفأبواهَهودانهَأوَينرانهَأوَمجسانه. لَمولودَيودَعىَالفطر
Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci,
maka kedua orangtuanyalah akan membuat dia jadi
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.
Jadi, Yahudi atau Majusinya anak kita akan sangat
ditentukan oleh langkah kita sebagai orang tua. Terlebih
ibunda tercinta. Karena rasul bersabda:
اجن َح َأقدامَالها
Artinya: Surga dibawah telapak kaki ibu
Sering hadits di atas, dijadikan alat bahwa, untuk
itu anak harus hormat kepada orang tua, iya tidak salah
karena surga ada dibawah telapak kaki ibu, bahwa
seorang anak harus hormat sama ibu, iya. Tetapi mafhum
mukhalafah dari hadits ini adalah bahwa seorang anak
tahu jalan ke sorga atau tidaknya akan sangat ditentukan
oleh langkah ibunya. Jadi disatu pihak ada hak untuk
ibu untuk dihormati tetapi dipihak lain ada kewajiban
11
yang
berat
untuk
ibu,
bahwa
langkah
itu
sangat
menentukan anaknya.
Dalam
kontek
kebangsaan,
nabiyallah
Ibrahim
merupakan tauladan terbaik bagi para pemimpin bangsa,
karena
beliau
berorientasi
merupakan
pada
sosok
kesejahteraan
pemimpin
rakyatnya
yang
diatas
kesejahteraan diri, keluarga, dan kelompoknya. Hal ini
tercermin diuntaian doa yang sering beliau sanjungkan
kepada Allah yang diabadikan dalam al-Quan surat AlBaqarah, ayat 126, yang bunyinya:
Artinya: “ketika Ibrahim berdoa, Tuhan jadikanlah
negeri kami negeri yang aman sentosa, dan
limpahkanlah rezeki kami rezeki bagi penduduk dari
ragam buah-buahan terhadap mereka yang beriman
kepada Allah dan hari akhir.
Inilah tifikal doa pemimpin umat yang ideal, sebelum
ia berdoa untuk keselamatan jabatan sendiri, keluarga,
dan komunitasnya, terlebih dahulu ia berdoa demi
keselamatan rakyatnya dan negaranya.
Kita berharap dengan barokah peristiwa idul adha
saat ini, akan muncul di negeri yang kita cintai, adanya
tokoh-tokoh seperti Ibrahim muda, tokoh-tokoh seperti
Ibrahim sebagai orang tua, dan tokoh-tokoh seperti
Ibrahim pada saat memimpin umatnya dan juga tokohtokoh seperti perempuan Siti Hajar. Jika sebuah negeri
12
dipenuhi oleh tokoh-tokoh seperti tersebut di atas, tentu
saja baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan menjadi
kenyataan, untuk itu di akhir khutbah ini, mari kita
sama-sama panjatkan doa, mudah-mudahan dengan
barokah dan karomah Idul Adha pada tahun ini, yang
bersamaan dengan situasi inipun banyak dipenjuru
negeri kita yang sedang berusaha untuk melahirkan
pemuda-pemuda yang ideal, orang tua-orang tua yang
sempurna dan pemimpin-pemimpin yang luar biasa.
13
MELALUI KETELADANAN NABI IBRAHIM ALAIHISSALAM
Oleh: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si.
(Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat, Indonesia)
Beberapa hari kebelakang kita berkumpul dalam
rangka memperingati satu peristiwa hari raya yang amat
istimewa, yang oleh kita ummat disebut dengan berbagai
macam sebutan, ada yang menyebutnya dengan Idul
Adha, ada yang menyebutnya dengan Idul Qurban, dan
ada juga yang menyebutnya dengan hari raya haji atau
lebaran
haji.
Sebutan-sebutan
tersebut
tentu
saja
memiliki latar belakang. Idul Adha karena memang hari
raya ini kita diperintahkan untuk menyembelih, Idul
Qurban karena memang pada hari raya
diperintahkan
untuk
berkurban
bagi
ini umat
yang
mampu.
Bahkan, bagi yang mampu dan tidak mau berkurban
rasul kita memberikan ancaman:
َ اَلَي ا ْق ا برانََ ُم اصلناا
Artinya: “Tidak boleh dekat kepada tempat shalat
kami bagi orang yang mampu berqurban tidak mau
berqurban”.
Dikatakan lebaran haji, karena memang pada hari
ini saudara-saudara kita yang menunaikan rukun Islam
kelima, sedang melaksanakan jumrah Aqabah yang
dilanjutkan dengan tawaf wada atau tawaf Ifadah. Jadi
apapun sebutan hari raya ini tentu tidak menjadi
persoalan, yang jelas hari raya ini apapun sebutannya
1
adalah hari raya yang istimewa yang patut oleh kita
dicermati pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
Karena
ketika
peristiwa
Idul
Adha,
Idul
Qurban,
dilaksanakan disitu ada banyak unsur-unsur nilai-nilai
ke-Tuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan yang harus kita
imani, yang harus kita fahami, yang juga harus kita
implementasikan
Karena,
pada
dalam
kedua
kehidupan
nilai
kita
tersebut
sehari-hari.
kita
akan
mendapatkan upaya membangun kesalehan individual
dan sekaligus upaya membangun kesalehan sosial. Kita
bisa lihat kesalehan individual yang sekaligus kesalehan
sosial terjadi pada saat kita melaksanakan Qurban.
Keikhlasan,
keimanan,
dan
ketaqwaan
adalah
representasi kesalehan individual dan pendistribusian
daging qurban adalah cermin kesalehan sosial, karena
memang pada hakikatnya qurban adalah ujian ketaqwaan
seorang hamba kehadirat Allah SWT. Karena itu Allah
mengingatkan melalui firmannya dalam surat Al-Hajj,
ayat 37. Allah menyatakan:
َ ََََ
َََََََََ
Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah, daging
qurban dan tidak pula sampai darahnya teapi yang
akan sampai kepada Allah adalah kualitas
Ketaqwaan dari kamu sekalian”.
Jadi yang akan sampai kepada Allah adalah kualitas
ketaqwaan bukan daginggnya dan bukan darahnya. Oleh
karena itu, hadirin jamaah rohimakumullah, mari terus
kita pelihara ketaqwaan kita kehadirat-Nya.
2
Kesalehan individual dan kesalehan sosial yang ada
pada pelaksanaan ibadah haji, inipun tercermin dari
serangkaian tangga ritualitas yang harus ditempuh oleh
jamaah haji dari mulai masuk tanah haram sampai
meninggalkannya,
berjamaah,
dan
secara
itu
semua
bersama-sama.
dilakukan
secara
Bersatu
antara
kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Semua itu dilakukan dalam rangka beribadah hanya
kepada Allah SWT, sebagaimana Allah-pun mengingatkan
kepada kita dalam surat Quraisy, ayat 3 dan 4, yang
bunyinya:
Artinya: “Hendaklah kalian beribadah, mengabdi
kepada Tuhan sang pemilik ini rumah, yang
dimaksud adalah Ka’bah”.
Ayat di atas, tentu mengingatkan kita bahwa Ka‟bah
bukan Tuhan dan Hajar Aswad bukan simbol Tuhan.
Jadi, yang kita sembah bukan Ka‟bah dan bukan Hajar
Aswad, tetapi sang pemilik Ka‟bah yang oleh ayat
berikutnya dijelaskan lebih lengkap:
Artinya: yang telah memberi makan kepada mereka
untuk menghilangkan rasa lapar dan yang memberi
keamanan dari orang yang merasa ketakutan.
Jadi, yang kita sembah sang pemilik Ka‟bah dan
yang memberi makan dan yang memberi keamanan
kepada kita, yaitu Allah Azzawajalla.
3
Oleh karena itu, hadirin jamaah rohiimakumullah,
kita tidak boleh salah memahami bahwa ketika kita
berkunjung ke Ka‟bah, bukan kita menyembah Ka‟bah,
ketika kita mencium Hajar Aswad bukan kita menyembah
Hajar Aswad. Tetapi yang kita sembah adalah sang
pemilik
memberi
Ka‟bah
dan
kita
makan
Hajar
dan
Aswad
yang
memberi
senantiasa
kita
jaminan
keamanan, yaitu Allah Azzawajalla.
Untuk memaknai hari raya „Id yang hari ini kita
rayakan agar lebih utuh dan menyeluruh kita bisa
melihat yang dinukil oleh imam Asy-Syaukani dalam
kitab “Nailul Authar”. ketika seorang sahabat bertanya
kepada rasul. “Yaa Rasulallah. Maa Haadzihil Udhiya”?.
Wahai Rasululah apakah yang dimaksud Adhiyah itu?.
Kemudian rasul menjawab: “Sunnatu Abiikum Ibrahim”,
yaitu adalah tradisi ayahanda kalian Ibrahim a.s
Jadi, ketika sahabat bertanya apa yang dimaksud
“Udhiyah” idul Adha, kemudian rasul menjawab: bahwa
yang dimaksud udhiyah itu adalah tradisi ayahanda
kalian Ibrahim alaihissalam. Oleh karena itu, hadirin
jamaah rohimakumullah. Ketika kita memperingati dan
merayakan hari raya penyembelihan, kita tidak bisa lepas
dari mengenang sejarah nabiyallah Ibrahim alaihissalam.
Mudah-mudahan dengan mengenang nabiyallah Ibrahim,
kita kelak bisa menjadikan Ibrahim sebagai teladan unuk
kehidupan kita saat ini dan saat-saat yang akan datang.
Kalau kita mencoba melihat Ibrahim secara fakta
sejarah kita akan menemukan bahwa Ibrahim adalah
4
sosok manusia yang betul-betul patut menjadi uswah dan
qudwah dalam konteks kepribadian. Kita bisa melihat
Ibrahim sebagai pemuda yang ideal, pada saat ia menjadi
pemuda, dan kita bisa melihat Ibrahim sebagai bapak
yang sempurna ketika ia tampil sebagai orangtua dan kita
bisa melihat Ibrahim sebagai pemimpin yang luar biasa
pada saat ia memimpin umatnya.
Oleh karena itu, mari kita lihat satu persatu posisi
Ibrahim ketika menjadi pemuda, Ibrahim ketika menjadi
orangtua, dan Ibrahim ketika ia memimpin umatnya.
Ketika Ibrahim sebagai generasi muda, Ibrahim tampil
sebagai pemuda yang kritis dan dinamis, yang ia mampu
memaksimalkan tiga kecerdasan secara simultan dalam
menegakan kebenaran, ia sebagai pemuda yang memiliki
kecerdasan intelektual, seluruh waktunya ia habiskan
untuk mencari Allah dan mengkritisi realitas segala
kemusyrikan disekelilingnya, secara tegas, keras, tetapi
etis. Kecerdasannya ia gunakan untuk mencari Allah. Kita
sering mendengar dalam al-Quran peristiwa Ibrahim
mencari tuhannya. Ketika datang matahari, ia anggap
matahari Tuhan-Nya setelah ia kritisi ternyata matahari
lenyap sehingga ia tidak mau menerima kalau yang
dikatakan
tuhan
itu
matahari
dan
seterusnya.
Kecerdasannya ia gunakan untuk mengkritisi, tetapi
dalam kontek kekritisannya ia pun tetap etis, dan kita
nanti bisa melihat bagaimana Ibrahim begitu etis ketika
ia berhadapan dengan orangtuanya.
5
Sebagai pemuda Ibrahim juga memiliki kecerdasan
emosional, Ibrahim cerdik dalam menghadapi kedzaliman
raja Namrud sebagai tantangan dakwahnya. Demikian
pula ketika Ibrahim yang memiliki kecerdasan spiritual ia
gunakan
seluruh
hidupnya
untuk
mengabdi
dan
mencintai Allah, sehingga ia mendapat anugerah gelar
kehormatan dari Allah sebagai “Khalilullah” kekasih Allah.
Kecerdasan
intelektual,
kecerdasan
spiritual
kecerdasan
yang
dimiliki
emosional,
seorang
dan
pemuda
Ibrahim ia gunakan sepenuhnya untuk mengabdi kepada
Allah. Sehingga ia mendapatkan gelar sebagai kekasih
Allah.
Oleh karena itu, untuk para pemuda sepatutnyalah
Ibrahim kita jadikan top model dalam kehidupan, yaitu
menjadi seorang pemuda yang bersikap dinamis, berfikir
akademis, dan bermental kritis jika menghadapi berbagai
persoalan
yang
ada
dihadapannya.
Tetapi
kritis,
akademis, dan dinamis tetap berlandasan pada etis.
Kita melihat bagaimana Ibrahim ketika diminta oleh
orangtuanya untuk memasarkan patung yang dibuat oleh
ayahandanya, Ibrahim dengan etika yang santun ia tidak
menolak permintaan orangtuanya, tetapi ia pun tidak
memasarkan apa yang ia anggap sebagai kemusyrikan,
dan inilah yang dilakukan oleh pemuda Ibrahim ketika
berhadapan dengan sesuatu yang menurutnya tidak
sesuai
ajaran.
rohimakumullah.
Oleh
karena
Pemuda
di
itu,
negeri
hadirin
manapun
jamaah
patut
memiliki mental seperti Ibrahim muda yang pandai
6
mencapai apa yang menjadi tujuan tanpa membuat
kegaduhan. Dalam al-Quran dikenal menolak dengan
cara yang baik ()ادَفعَبلىَيَاحسن.
Selanjutnya,
jika
kita
mencermati
nabiyallah
Ibrahim sebagai contoh sempurna sebagai orang tua kita
dapat melihat bagaimana kesuksesan Ibrahim dalam
mendidik puteranya, hampir seluruh putranya menjadi
putra yang sholeh, bahkan bukan Cuma sekedar sholeh,
ia mampu mengantarkan putranya menjadi nabi bagi
kaumnya. Bisa lihat dari beberapa uraian dalam AlQuran, salah satunya surat maryam ayat 49. Allah
berfirman:
Artinya: “Ketika Ibrahim berpisah dengan kaumnya
yang menyembah selain Allah, yang menyembah
berhala dan beliau berada di tanah suci, kemudian
Allah menganugerahkan kepada Ibrahim keturunan,
yaitu ishak dan Ya’kub, dan masing-masing mereka
Allah angkat menjadi nabi, bagi umatnya.
Inilah bukti kesuksesan Ibrahim mampu menghantarkan putranya Ishak dan Ya‟kub menjadi Nabi. Tentu
yang sering kita kenal adalah Ismail sebagai putera
Ibrahim, Ismail pun adalah putra, hanya bedanya Ishaq
dan Ya‟kub adalah lahir dari buah perkawinan baginda
Ibrahim dengan Siti Sarah, sementara Ismail lahir dari siti
7
Hajar, dan inipun bisa kita lihat dalam surat ash-shafat
ayat 101, Allah menyatakan:
Maka kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan
datangnya seorang anak yang amat sabar, yang dimaksud
dengan “Gulamin Halim” adalah Ismail as, yang lahir dari
buah perkawinan Ibrahim dengan siti Hajar, ra.
Tingkat kesabaran Ismail digambarkan oleh Allah
dalam surat Ash-Shaffat ayat 102, yang bunyinya:
Kata Allah dalam firman-Nya, maka tatkala sampai
Ismail
usia
dewasa,
menyampaikan
maka
Ibrahim
keinginannya
kewajibannya,
dengan
sesungguhnya
aku
yang
kata-kata:
bermimpi
sebagai
merupakan
Wahai
pada
bapak
saat
Anakku,
tidurku
bahwasanya aku diperintahkan untuk menyembelihmu.
Ini merupakan pelajaran buat kita, bahwa Ibrahim
baru mau menyampaikan perintah tuhannya setelah
puteranya dewasa, dan setelah ia sampaikan perintah
tersebutpun
ia
mempersilahkan
puteranya
dengan
kalimat “fandzur madza taro” maka fikirkan oleh engkau
dan apa pendapat engkau. Ini dialog yang luar biasa
Ibrahim seorang bapak mendapat perintah dari tuhannya
tapi tetap didialogkan kepada puteranya. Tentu pesan ini
menjadi pesan moral buat kita, seorang bapa tidak
8
berkenan memperlakukan sewenang-wenang terhadap
anak tanpa mendialogkan hatta perintah yang datangnya
dari tuhan, Ibrahim tetap mendialogkan, member ruang
kepada anaknya untuk berfikir dan sekaligus dipersilahkan untuk berpendapat.
Karena
bijak
Ibrahim
menghadapi
puteranya,
akhirnya puteranyapun Ismail menjawab:”Yaa Abatif’al
maa tu’mar satajiduni insyaallahu mina shabiriin”. Wahai
ayahanda tercinta kerjakan akan yang diperintahkan oleh
Allah, maka insyaallah engkau akan mendapatkanku
penuh kesabaran. Karena orang tua bijak, maka mampu
melahirkan putra yang bijak. Ini tentu menjadi pesan
khusus buat para orang tua. Jika ingin menghasilkan
putera yang sholeh, tentu kita harus sholeh, jika ingin
menghasilkan putra yang bijak, tentu kita pun harus
bijak, dan ini terjadi pada keluarga Ibrahim.
Karena
kebijakan
Ibrahim,
akhirnya
apa
yang
menjadi kehendak Ibrahim dikabulkan sepenuhnya oleh
putera
kesayangannya
Ismail
as.
Sehingga
Ibrahim
bermaksud untuk menyembelih puteranya, berangkat
kelembah yang ada di Mina dengan mudah ia bisa
kerjakan. Sehingga diceritakan, sampailah Ibrahim di
Mina, Ismail berada dalam pangkuan Ibrahim, dan
Ibrahim memegang sebilah pisau yang tajam untuk
menyembelihnya.
Ia
mengucapkan
kalimat
syahadat
sambil bibir bergetar ia tempelkan pisau yang tajam itu
keleher putera kesayangannya dan ia sembelihkan, ia
menganggap bahwa seolah-olah putera kesayangannya
9
telah
terpisah
mengucurkan
antara
air
kepala
mata.
dan
badannya.
Seolah-olah
darah
Ia
sudah
berlumuran ditubuhnya. Namun apa yang terjadi ketika
Ibrahim
membukakan
matanya,
ternyata
yang
ia
sembelih, bukan putera kesayangannya Ismail, melainkan
seekor binatang yang besar, yang Allah gantikan. Allah
nyatakan dalam Firmannya:
Artinya: ...dan kami Tebus anak itu, kata Allah,
dengan seekor sembelihan kibas yang besar. Q.S.
Ash-shaffatt, ayat 107.
Apa yang kita ambil pelajaran dari kasus ini?, yang
kita bisa ambil pelajaran dari kasus ini adalah ketika
iman
taqwa
bercampur
dengan
keikhlasan
dan
kesabaran, maka disitu kuasa Allah akan muncul. Karena
Ibrahim dan Ismail iman taqwanya hebat dibalut dengan
keihklasan dan kesabaran, maka yang seharusnya Ismail
menjadi Qurban. Akhirnya Allah tukar dengan seekor
kibas yang besar. Ini artinya ketika iman, taqwa, ikhlas
dan penuh kesabaran ada pada kita, maka kuasa Allah
akan muncul pada saat yang kita butuhkan.
Itulah sosok Ibrahim sebagai orang tua yang berhasil
dalam
mendidik
anaknya,
dan
sosok
ismail
yang
merupakan tipe anak yang dirindukan oleh setiap orang
tua. Maka, untuk mendapatkannya tentu saja kita orang
tua harus meneladani akhlak Ibrahim as. Sebab tidak
10
akan pernah mungkin ketika air dari hilir tidak jernih itu,
akan mengocor kehulunya jernih.
Jadi
jernih
dan
kotornya
air
di
hilir,
sangat
ditentukan dari hulu. Artinya anak soleh dan tidaknya
akan sangat ditentukan oleh orangtuanya. Kalau saat ini
kita melihat generasi kita belum menjadi generasi yang
memuaskan. Kalau saat ini kita melihat pemuda kita
belum berakhlak mulia tentu harus menjadi bahan
evaluasi kita orang tuanya. Karena kata Rasul:
َ .َفأبواهَهودانهَأوَينرانهَأوَمجسانه. لَمولودَيودَعىَالفطر
Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci,
maka kedua orangtuanyalah akan membuat dia jadi
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.
Jadi, Yahudi atau Majusinya anak kita akan sangat
ditentukan oleh langkah kita sebagai orang tua. Terlebih
ibunda tercinta. Karena rasul bersabda:
اجن َح َأقدامَالها
Artinya: Surga dibawah telapak kaki ibu
Sering hadits di atas, dijadikan alat bahwa, untuk
itu anak harus hormat kepada orang tua, iya tidak salah
karena surga ada dibawah telapak kaki ibu, bahwa
seorang anak harus hormat sama ibu, iya. Tetapi mafhum
mukhalafah dari hadits ini adalah bahwa seorang anak
tahu jalan ke sorga atau tidaknya akan sangat ditentukan
oleh langkah ibunya. Jadi disatu pihak ada hak untuk
ibu untuk dihormati tetapi dipihak lain ada kewajiban
11
yang
berat
untuk
ibu,
bahwa
langkah
itu
sangat
menentukan anaknya.
Dalam
kontek
kebangsaan,
nabiyallah
Ibrahim
merupakan tauladan terbaik bagi para pemimpin bangsa,
karena
beliau
berorientasi
merupakan
pada
sosok
kesejahteraan
pemimpin
rakyatnya
yang
diatas
kesejahteraan diri, keluarga, dan kelompoknya. Hal ini
tercermin diuntaian doa yang sering beliau sanjungkan
kepada Allah yang diabadikan dalam al-Quan surat AlBaqarah, ayat 126, yang bunyinya:
Artinya: “ketika Ibrahim berdoa, Tuhan jadikanlah
negeri kami negeri yang aman sentosa, dan
limpahkanlah rezeki kami rezeki bagi penduduk dari
ragam buah-buahan terhadap mereka yang beriman
kepada Allah dan hari akhir.
Inilah tifikal doa pemimpin umat yang ideal, sebelum
ia berdoa untuk keselamatan jabatan sendiri, keluarga,
dan komunitasnya, terlebih dahulu ia berdoa demi
keselamatan rakyatnya dan negaranya.
Kita berharap dengan barokah peristiwa idul adha
saat ini, akan muncul di negeri yang kita cintai, adanya
tokoh-tokoh seperti Ibrahim muda, tokoh-tokoh seperti
Ibrahim sebagai orang tua, dan tokoh-tokoh seperti
Ibrahim pada saat memimpin umatnya dan juga tokohtokoh seperti perempuan Siti Hajar. Jika sebuah negeri
12
dipenuhi oleh tokoh-tokoh seperti tersebut di atas, tentu
saja baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan menjadi
kenyataan, untuk itu di akhir khutbah ini, mari kita
sama-sama panjatkan doa, mudah-mudahan dengan
barokah dan karomah Idul Adha pada tahun ini, yang
bersamaan dengan situasi inipun banyak dipenjuru
negeri kita yang sedang berusaha untuk melahirkan
pemuda-pemuda yang ideal, orang tua-orang tua yang
sempurna dan pemimpin-pemimpin yang luar biasa.
13