Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir Qs. Ash-Shaffat Ayat 100-110)

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh :

Nurul Utami Bahri (108011000047)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PNMBIMBING

NILAI-NILAI PENDTDIKAI{ TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM

(Kaiian Tdsir Surat As-Shaffit ayat 100-1ru)

skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan tslarn (S.Pd't; Oleh:

Nurul Utami BahEi 10801 1000047

Di Bawah Bimbingan:

DR. H. Ansqri. LAL. MA NIP: 150 2714726

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

I.J}TIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARTF IIIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul; "Nilai-nilai Pendidilmn Tauhid Dolam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir Q.S Ash-Shaffat ayat 100-110)" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islarn Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 03 Mei 2013 di hadapan para penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta. 27 Mei2013

PAITITIA UJIAN MT]NAQASAH

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal TandaTangan

Bahrissalim. MA.

NIP: 19680307199803 I 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. Sapiudin Shidiq. M.Ag.

NIP: 19670328200003 100 I Penguji I

Drs. H. M. Elman Sadri NIP:150 203 320 Penguji II

Dr. $uryrin. M.Ag

NIP: 1966091 199503 1001

t9/ -t3


(4)

SURAT PERI{YATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

NIM

Tempa#Tgl Lahir Jurusan

Judul Skripsi

Nurul Utami Bahri 10801 1000047 Jakarta 16 April 1990

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Nilai-Nilai P endidiknn Tauhid D alam Ki s ah Nab i lbrahim

(Kajian Tafsir Surat As-Shaffat ayat 100'l1A) Dosen Pembimbing : DR. H. Ansori, LAL, MA

Dengan ini menyatakan, bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan saya bertanggungiawab secara akademis atas apa yang saya tulis dalam skripsi ini.

Jakarta t0 April 2013


(5)

TAFSIR SURAT ASH-SHAFFAT AYAT 100-110).

Kata Kunci : Pendidikan Tauhid-Nabi Ibrahim

Pendidikan pada dasarnya mendidik manusia agar menjadi manusia seutuhnya, mempersiapkan diri untuk menjadi sosok manusia yang mandiri dan dapat menopang dirinya kelak. Pendidikan sejatinya diberikan untuk membekali dirinya karena pada dasarnya anak adalah kertas putih, dengan pendidikan anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik dengan berlandaskan al-Qur’an.

Pendidikan tauhid merupakan proses pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Tauhid merupakan bagian utama dan pertama yang harus ditanam secara utuh dan integral dalam diri manusia, sebab dari konsep tauhid inilah kita akan memulai perumusan hakikat dan tujuan pendidikan Islam, sebagaimana yang diinginkan Al-Qur’an agar manusia mengabdi kepada Allah dengan cara menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Bila dihubungkan masalah tauhid dengan al-Qur’an maka akan banyak ayat yang berhubungan dengan tauhid, karena al-Qur’an adalah kitab tauhid terbesar dan terlengkap umat Islam. Dan jika difokuskan masalah tauhid dengan bapak tauhid yakni Nabi Ibrahim dapat dilihat dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110. Sosoknya yang luar biasa yang dapat mendidik anak-anaknya menjadi jiwa-jiwa teguh terhadap agama Allah dapat kita tiru dan ambil pelajaran dari kejadian tersebut. Dalam dalam ayat tersebut dapat direnungkan betapa besar perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah.

Dalam tulisan ini akan diuraikan seperti apa para ulama memaknai ayat yang disebutkan di atas. Pendapat-pendapat para ahli tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam ayat. Pentingnya pendidikan tauhid bagi orang tua adalah karena orang tua merupakan panutan dalam keluarga dan mempunyai tanggungjawab atas anak-anaknya. Orang tua yang dapat memberikan pendidikan tauhid kepada anaknya akan dapat membentuk karakter anak menjadi anak yang bukan hanya taat pada dirinya namun kepada Allah Swt.


(6)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (SUATU KAJIAN TAFSIR QS. ASH-SHAFFAT AYAT 100-110).

Sholawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para istri, dan para sahabatnya. Dari usaha beliaulah Islam berkembang luas di seluruh belahan dunia, dan berkat beliau pulalah manusia dapat menemukan jalan kebenaran yang dihiasi dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. DR. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

2. Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bahrissalim, MA.

3. Sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Sapiudin Sidiq, M.Ag.

4. Bapak DR. H. Ansori, LAL, MA sebagai dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, dimana telah banyak memberikan saran dan kritik guna menyelesaikan tulisan ini. Semoga penulis dapat mengamalkan ilmu yang diberikan serta dapat menjadi orang yang berguna dalam masyarakat.

5. Semua dosen UIN Syarif Hidayatullah, yang telah menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI).


(7)

7. Ayahanda Saeful Bahri dan Ibu Munawaroh tercinta, satu dari harapan kalian telah ananda penuhi. Semoga harapan-harapan yang lain dapat ananda wujudkan. Tiada kata yang pantas lagi ucapkan selain ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala pengorbanan kasih sayang dan dukungan serta kesabaran yang tak terhingga.

8. Adik-adiku tersayang Zahra Septiani Bahri dan Fahrul Rozi yang membuat penulis semangat.

9. Kepada suamiku tercinta “Mas Haryanto” terimakasih atas kasih sayang, perhatian, menunggungu dengan sabar hingga penulisan ini dapat selesai. 10.Teman-teman seperjuangan PAI B angkatan 2008 terlebih khusus

Fatimatuzzahra, Neneng Khoirunnisa serta Linda Purnamasari yang selalu memberikan motivasi, pengalaman, pengetahuan, dan dukungan pada penulis. 11.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu yang

telah ikhlas memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan, sehingga penyusunan tulisan ini dapat diselesaikan tanpa mengalami rintangan yang banyak dan berarti.

Akhirnya atas jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril maupun materil penulis panjatkan doa semoga Allah Swt memberikan balasan yang berlipat ganda dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan pembaca. Amin.

Jakarta, 10 April 2013


(8)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ……….... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ………..….. iii

ABSTRAK ………...….… iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ………...…… vi

BAB I PENDAHULUAN ……….………...……… 1

A. Latar Belakang Masalah ..……….….……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 7

D. Tujuan Penelitian ……… 8

E. Manfaat Penelitian ……… 8

F. Metodologi Penelitian ……… 8

G. Metode Pengumpulan Data ……… 9

H. Metode Analisis Data ……… 10

BAB II KAJIAN TEORI ……… 12

A. Nilai Pendidikan ………...…...…… 12

1.Pengertian Nilai ……... 12

2.Pengertian Pendidikan Islam …………...……… 13

3.Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam ... 15

a. Dasar Pokok ... 16

b. Dasar Tambahan ... 17

4.Tujuan Pendidikan Islam ... 17

B. Tauhid ... 19

1.Ilahiyat ………... 20

2.Nubuwat ………... 20


(9)

1.Pengertian dan Macam-macam Kisah ... 33

2.Hikmah Kisah ... 35

3.Kisah Nabi Ibrahim ... 35

BAB III TAFSIR QS. ASH-SHAFFAT AYAT: 100-110 …..…...… 38

A. Ayat dan Terjemahan QS. Ash-Shaffat: 100-110 ……... 39

B. Arti Kosa Kata ……….... 40

C. Pendapat Para Mufassir QS. Ash-Shaffat: 100-110 ……... 41

D. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110 ………... 46

1. Tauhid membebaskan jiwa dari penyembahan dan tunduk Pada selain Allah ……….... 46

2. Tauhid membentuk pribadi manusia yang tangguh …. 47

3. Tauhid merupakan sumber keamanan bagi manusia …. 47 BAB IV HASIL PENELITIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM QS. ASH-SHAFFAT AYAT 100-110 ... 49

A. Pendidikan Keimanan ... 51

1. Iman Kepada Allah ... 51

2. Iman Kepada Para Malaikat ... 53

3. Iman Kepada Para Rasul ... 55

4. Iman kepada Hari Akhir ... 58

5. Iman Kepada Takdir (Qadar) ... 60

BAB V PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah dan secara kodrati merupakan makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi Muhammad Saw sebagai berikut:

ا د ولوم نم ام

ع دل ويا

وب ٲف ةرطفلا يل

ا

ٲ ݑن ا د وݓي ݐ

رصݏي ݔ

ݑن اسجمي ݔ ٲ ݑن

)ملسم ݐݔر(

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang

menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R. Muslim)

Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut:















)

۱ ﺬﻟ ا

ڔ

ﺎﻳ /ت ١۱ : ١٥ )

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku .(Q.S. Adz-Dzariyat/51: 56)


(11)

Pada dasarnya, menurut tabiat dan bentuk kejadiannya, manusia diberi bekal kebaikan dan keburukan, serta petunjuk dan kesesatan. Ia mampu membedakan kebaikan dan keburukan, serta mampu mengarahkan diri pada kebaikan dan keburukan. Sebenarnya kemampuan ini secara kodrati secara potensial telah ada pada dirinya. Melalui bimbingan-bimbingan dan berbagai faktor lain, bekal tersebut dibangkitkan dan terbentuk. Ia adalah ciptaan yang fitri.1

Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai kemampuan untuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai tolak ukur atau rujukan prilakunya.

Manusia memang bukan malaikat, yang selamanya istiqomah dalam kebenaran, tetapi juga bukan setan yang selamanya dalam kebathilan, kekufuran kemaksiatan dan senantiasa mengajak manusia ke jalan yang dilarang Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang netral, kepribadiannya itu bisa berkembang seperti malaikat, bisa juga seperti setan. Hal ini amat bergantung pada pilihannya tadi, apakah manusia mengisi jiwa atau kalbunya dengan ketakwaan atau dengan kesesatan. Apabila yang dipilihnya itu ketakwaan, maka kolbu (fungsi rohaniah sebagai perpaduan antara akal dan rasa) akan menggerakkannya untuk berperilaku yang bermakna (beramal sholeh), dan berpribadi mulia. Tetapi apabila yang dipilihnya kesesatan, maka dia akan berpribadi mufsid (pembuat keonaran dimuka bumi).2

Untuk itu betapa pentingnya pendidikan Islam dan pendidikan agama yang terdiri dari tauhid, fiqih, dan akhlak terutama bagi anak, “Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah, anak mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangkan. Ia juga mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang.”3

Disamping itu, ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan pemeliharaan jasmani; makan, minum, dan pakaian. Kebutuhan akan kesempatan

1

Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2011) h. 29

2

Syamsu Yusuf LN & A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011) h.213

3

Hamdani Ihsan & A. Fuad Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001) h.119


(12)

berkembang, bermain-main, berolah raga dan sebagainya. Selain itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah, seperti kebutuhan akan ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan. Kebutuhan akan kasih sayang dan lain-lain. Pendidikan Islam harus membimbing, menuntun, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut diatas.

Pendidikan tauhid seyogyanya diajarkan di lingkungan keluarga masing-masing oleh orang tua, di lingkungan sekolah oleh ibu/bapak guru, di lingkungan masyarakat oleh masyarakat sekitar. Pendidikan tauhid disini sama-sama bertujuan menanamkan nilai pendidikan agama kepada anak difokuskan menjadi perilaku sehari-hari dalam kehidupan. Tetapi terkadang orang-orang dilingkungan rumah maupun masyarakat tidak mendukung pembentukan nilai-nilai pendidikan agama Islam ini diperparah dengan masuknya budaya luar dan teknologi yang semakin cangih, untuk itu keluarga sebagai lembaga pendidikan semestinya menjadi pusat pembentukan tauhid melalui al-Qur’an.

Dalam al-Qur’an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia. tidak ada rujukan yang begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur’an yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat tidak tidak akan pernah habis digali dan dipelajari.

Dalam buku Abudin Nata yang berjudul al-Qur’an dan hadits terdapat beberapa istilah para ahli mengenai definisi al-Qur’an yakni sebagai berikut: 1. Menurut Manna’ al-Qathan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan

kepada Muhammad SAW dan membacanya adalah Ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah al-Qur’an perkataan yang berasal selain dari Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat.

2. Definisi lain mengenai al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani sebagai berikut: al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Naas.

3. Abdul Wahab Khallaf memberikan definisi: al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui


(13)

al-Ruhul Amin (Jibril As) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.4

Al-Qur’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhanan (tauhid). Kepatuhan dan loyalitas kepada Allah sangat diperlukan manusia untuk meneguhkan keyakinan dan memusatkan seluruh pengabdian kepada satu penguasa tunggal. Tanpa ada kepatuhan yang disertai pengakuan kepada satu „pusat hidup’, keberadaan manusia menjadi hampa moral dan spiritual.

Telah diyakini bahwa al-Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran -ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berupa informasi, perintah, larangan dan ada yang dimodifikasi dalam bentuk kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan kisah-kisah al-Qur’an. Al-Qur’an datang membawa kisah-kisah yang berguna bagi pembinaan rohani manusia. Ia diungkapkan dengan susunan bahasa dan kata-kata yang indah, lebih dari itu al-Qur’an mengandung arti yang sangat dalam dan sempurna. Dan al -Qur’an telah menerangkan betapa pentingnya cerita atau kisah bagi pendidikan, salah satunya adalah pendidikan tauhid.

Menurut Misri A Muchsin bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap sejarah. “Al-Qur’an yang merupakan sumber inspirasi, pedoman hidup dan sumber tata nilai bagi umat Islam. Sekitar dua pertiga dari keseluruhan ayat al-Qur’an yang terdiri atas 6660 ayat lebih itu, memiliki nilai-nilai atau norma sejarah.”5

Selain itu pula dalam sebuah cerita atau kisah-kisah mengandung unsur hiburan dan manusia membutuhkan hiburan untuk meringankan kehidupan sehari-hari, selain itu dalam cerita atau kisah juga terdapat unsur tertentu yang dapat menjadi model dan teladan bagi pembentukan watak seseorang.

4

Abudin Nata, Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Rajawali Press, 1992) h.54-56

5

Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002) Cet.1 h.23


(14)

Didalam al-Quran itu sendiri terdapat kisah-kisah umat terdahulu salah satu yang dapat diambil ibrah yakni kisah dari bapak tauhid kita Nabi Ibrahim as dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-110. Sifatnya yang sabar, teguh pada pendirian, taqwa dapat di contoh, terutama untuk mendidik anak untuk menjadi anak yang sholeh.

Nabi Ibrahim berhasil mencetak anak yang patuh, tunduk, sholeh, sabar bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan kepada Allah. Anaknya (Ismail) rela menyerahkan nyawanya sekalipun untuk mematuhi perintah Allah melalui mimpi Ayahnya.

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah dari umat terdahulu yang dapat kita ambil pelajaran didalamnya. Namun saya disni lebih tertarik untuk mengungkap kisah Nabi Ibrahim sebagai bapak tauhid dan didalam al-Qur’an dijelaskan pula terdapat dua orang Nabi yang dapat dijadikan suri teladan yang pertama yaitu Nabi Muhammad dan yang kedua yakni Nabi Ibrahim. Seperti firman Allah yang berbunyi:



















. . .



)

/حݏحتمملا ٦٦

: ٤

(

Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia. (QS. Al-Mumtahanah/60: 4)

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam dalam kisah Nabi Ibrahim (kajian tafsir Q.S ash-Shaffat: 100-110) belum penulis temukan secara khusus. Namun yang menggunakan istilah nilai-nilai pendidikan hanya ada sebuah skripsi saudari Moh. Hanafi (2009), Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Ibrahim AS dengan Puteranya Ismail AS dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam (kajian Tafsir Q.S Ash-Shaffat: 100-110” , saudara Hanafi tidak menyinggung mengenai


(15)

tauhid. Dia menjelaskan bahwa pendidikan keimanan mendidik manusia agar senantiasa beribadah kepada Allah, pendidikan akhlak mendidik manusia untuk selalu bersikap kasih sayang dan saling menghormati serta membahas tentang pendidikan komunikasi dan tawadhu yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

Skripsi saudara Muhammad Nizar (2006), Fakultas Usuludin dan Filsafat, jurusan Tafsir Hadis, yang berjudul “Wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub

terhadap anak-anaknya dalam Al-Qur’an (Analisa atas Penafsiran Sayyid Quthb dalam Surat al-Baqarah ayat 132-133”. Dia menjelaskan sedikit tentang tauhid. Saudara M. Nizar mengungkapkan orang tua adalah faktor yang paling penting dalam pembentukan tauhid anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub yang merupakan satu silsilah keturunan memerankan adegan wasiat aqidah kepada anaknya karena orang tua memiliki tanggung jawab untuk terus memelihara kelangsungan dan keutuhan akidah anak sampai akhir hayat.

Kemudian skripsi berjudul “Tauhid dan Nilai-Nilai kemanusiaan dalam Pandangan Nurkholis Majid” yang ditulis oleh Anwar Sodik (2008), Fakultas Usuludin dan Filsafat, jurusan Aqidah Filsafat. Sedikit menyinggung tentang tauhid dan nilai-nilai kemanusiaan disebutkan bahwa tauhid dan nilai disini berdasarkan pendapat Nurkholis Majid yang beranggapan seseorang tidaklah dikatakan tauhid kecuali jika disertai dengan sikap pasrah dan keimanan yang murni.

Skripsi saudari Lia Angraeni (2011), Fakultas Usuludin, jurusan Tafsir Hadis, menulis “Mimpi menurut Al-Qur’an : Studi Historis Mimpi Nabi Ibrahim As”. Membahas tentang hakikat mimpi, macam-macamnya serta analisa tentang mimpi yang dimana mimpi itu berkaitan dengan mimpi Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya (Qurban) Ismail.

Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada nilai-nilai pendidikan tauhid yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.


(16)

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diutarakan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun dan mengkaji guna memahami lebih jauh lagi tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-110 kedalam sebuah skripsi, dengan mengangkat judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (Suatu Kajian Tafsir QS. Ash-Shaffat ayat 100-110).”

B. Identifikasi Masalah

Seperti yang dipaparkan dalam latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian kali ini adalah:

1. Fitrah manusia sebagai hamba Allah dimuka bumi.

2. Tauhid merupakan komponen yang penting untuk pembentukan karakter anak. 3. Faktor-faktor penghambat dan pendukung penanaman nilai-nilai tauhid

4. Penafsiran para ulama tentang QS. Ash-Shaffat ayat 100-110.

5. Penjelasan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim pada QS. Ash-Shaffat ayat 100-110.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memberikan kejelasan dan karena terbatasnya waktu dalam membahas ini, maka penulis membatasi permasalahan dalam judul skripsi ini, yaitu Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim Yang Terdapat Dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-110.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan yang dapat dirumuskan dalam beberapa poin yaitu:

1. Pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun pembentukan tauhid kepada ummat manusia.

2. Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Yang Terkandung Dalam Q.S Ash-Shaffat ayat 100-110?


(17)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim QS. Ash-Shaffat ayat 100-110”.

E. Manfaat

Setelah mengetahui tujuan tersebut diatas, maka diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dan diamalkan. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Memberikan khazanah pemikiran atau wawasan bagi ilmu pendidikan Islam pada umumnya dan terutama mengenai Nilai-Nilai Pendidikan tauhid yang terkandung dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-110.

2. Bagi pendidik khususnya guru dapat mencontoh cara mendidik yang baik yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.

3. Bagi orang tua sebagai bekal pengetahuan untuk menerapkan nilai-nilai tauhid pada anak sejak dini sebagaimana yang telah terlebih dahulu dipraktekan Nabi Ibrahim kepada putranya Ismail.

4. Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi bahan intropeksi kepada diri sendiri khususnya, bahwa memberikan pendidikan kepada anak merupakan kewajiban bagi umat Islam.

F. Metodologi Penelitian

1. Dokumentasi

Dalam penelitian kualitatif peneliti hendaknya mengemukakan data yang dikumpulkan berupa deskripsi, uraian detail.6 Berdasarkan tujuan penelitian,

6

Annur, Jurnal Studi Islam, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an An-Nur, 2004), vol.II, h.177.


(18)

jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research), menggunakan data atau informasi yang bersifat literature kepustakaan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penulisan karya ilmiah ini terbagi menjadi dua sumber, yaitu data primer dan data skunder.

a. Sumber Data Primer

Dengan mengacu pada metode penelitian, sumber pokok yang menjadi acuan utama sebagai data penelitian karya ilmiah ini adalah tasfir al-Qur’an diantaranya sebagai berikut:

1) Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab

2) Tafsir Al-Azhar Karya Abdul Malik Abdul Karim Amrullah 3) Tafsir Al-Qurthubi karya Imam Al-Qurthubi

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer, adapun data skunder dalam penulisan skipsi ini yaitu:

1. Studi-studi Ilmu Al-Qur’ankarya Manna’ Khalil al-Qathan,

2. Buku Induk Kisah-Kisah Alqur’an karya M. Ahmad Jadul Mawla & M. Abu al-Fadl Ibrahim,

3. Ilmu Tauhid karya M. Yusran Asmuni,

4. Kuliah Akidah Islam karya Ahmad Daudy.

Semua data diatas masih bersifat sementara dan masih terus memungkinkan untuk ditambah dari sumber-sumber data lain yang mengandung keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

G. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan metode tafsrir tahlili yakni menyoroti ayat-ayat alqur’an dengan memaparkan segala makna yang terkandung di dalamnya. 7

7


(19)

Tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtunan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalamnya. 8 Kemudian, penulis juga menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan atau memaparkan secara umum nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Ash-Shaffat ayat 100-110.

H. Metode Analisa Data

Data yang dikendaki dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Oleh karena itu dalam menganalis data tersebut menggunakan metode analisis data atau

content analysis, yaitu teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dikalikan secara objektif dan sistematis. Karena content analysis merupakan bagian metode penelitian dokumen.

Analisis data menurut Meloeng (1989: 103) sebagaimana dikutip oleh Adang Rukhiyat adalah proses mengorgnisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data bermaksud mengorganisasikan data, diantaranya mengatur, mengelompokkan, memberi kode dan mengkatagorikannya.

Penorganisasian dan pengelompokkan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.9 Setelah itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut guna mengkaji secara sistematis dan ojektif, untuk mendukung hal itu, maka peneliti menggunakan metode:

1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah membahas objek penelitian secara apa adanya berdasarkan data-data yang diperoleh. Adapun teknik deskriptif yang digunakan adalah analisa kualitatif. Dengan analisa ini akan diperoleh

8

Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadits, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.4

9

Adang Rukhiyat, dkk, Panduan Penelitian Bagi Siswa, (Jakarta: Uhamka Press, 2002), h. 103


(20)

gambaran sistematik mengenai suatu dokumen. Dokumen tersebut diteliti isinya kemudian diklasifikasikan menurut kriteria tertentu. Yang akan dicapai dalam analisa ini adalah menjelaskan tentang pokok-pokok penting dalam sebuah manuskrip.

2. Metode Interprestasi

Metode interprestasi adalah suatu upaya untuk mengungkapkan atau membuka suatu pesan yang terkandung dalam teks yang akan dikaji, menerangkan pemikiran tokoh yang erat menjadi objek penelitian dengan memasuskkan faktor luar yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.


(21)

BAB II KAJIAN TEORI A. Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau suatu sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan masyarakat.

Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai Agama Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.

Istilah nilai dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer “berarti hal-hal atau sifat-sifat yang bermanfaat atau penting untuk kemanusian”.1

1

Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2005), h.103.


(22)

Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusian, sesuatu yang penting atau berguna bagi kemanusian, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya”.2

Sedangkan menurut Mohammad Noor Syam mendefinisikan nilai ialah “suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.”3

“Nilai adalah suatu pola normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi dari bagian-bagiannya.”4

Secara filosofis nilai sangat terkait dengan masalah etika, etika juga sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika bisa merupakan hasil pemikiran, adat-istiadat, tradisi, atau ideologi bahkan dari agama.

“Dalam konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Saw, yang kemudian dikembangkan dengan hasil ijtihad para ulama.”5

Berdasarkan pada pendapat diatas, maka penulis dapat menyimpulkan nilai adalah merupakan suatu hal yang bersifat penting dan bermanfaat bagi kehidupan manusia sebagai tindakan yang menjadi norma yang akan membimbing dan membina manusia supaya lebih baik.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak dikemukakan oleh para ahli meskipun demikian perlu dicermati dalam rangka

2

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. II, h. 783.

3

Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h.133.

4

Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet.V, h.128.

5

Said Agil Husin Al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, (Ciputat: Press, 2005), h.3.


(23)

melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna maupun dalam kerangka tujuan, fungsi dan proses kependidikan Islam yang dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang. Sebelum lebih lanjut menjelaskan tentang pengertian pendidikan Islam penulis akan mengungkap pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6

HM Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah dalam bukunya Pendidikan Islam menyatakan, istilah pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai “usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat dan bangsa. Dengan demikian maka makna pendidikan Islam dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiaanya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.”7 Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran Islam. Acuan ini didasarkan pada sejumlah istilah yang umum dikenal dan digunakan para pakar dengan istilah al-Tarbiyah, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Baik al-Tarbiyah, al-Ta’lim maupun al-Ta’dib, merujuk kepada Allah.

Tarbiyah yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb ( ) atau

Rabba ( ﺑ ) mengacu kepada Allah sebagai Rabb al-alamin. Sedangkan ta’lim yang berasal dari kata ‘allama, juga merujuk kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha „Alim. Selanjutnya ta’dib seperti termuat dalam pernyataan Rasulullah SAW. “Addabany Rabby faahsana_ta’diby” menjelaskan bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah.8

6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

7 HM Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam “Menggali

Tradisi Mengukuhkan Eksistensi”, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.1 8


(24)

Jadi dapat disimpulkan pendidikan Islam adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah kepribadian peserta didik menjadi lebih baik, baik dari segi agama, moral, akhlak, kecerdasan dan spiritual.

3. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam

Dibawah ini akan dijabarkan beberapa pengertian dasar-dasar pokok pendidikan Islam beserta komponen-komponenya dari beberapa para ahli.

Samsul Nizar & Zaenal Efendi Hasibuan dalam bukunya hadis tarbawi mendefinisikan, “dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan kokoh.dasar berguna sebagai tempat berpijak, akar kekuatan, sesuatu yang fundamental dalam menentukan warna dan karakteristik isi pendidikan.”9

Dalam buku tafsir pendidikan karangan Ahmad Izzan dan Saehudin dijelaskan bahwa “dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberi arah kepada tujuan yang hendak dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.”10

Selanjutnya menurut Prof. Abudin Nata yang dimaksud “dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena pandangan hidup (teologi) seorang muslim disasarkan pada al-Qur’an dan al -Sunnah, maka yang menjadi dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan al -Sunnah tersebut.”11

Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar pendidikan adalah suatu landasan sebagai dasar pokok berdirinya sesuatu yang memiliki kekuatan yang fundamental dalam menentukan warna dan karakteristik mengenai seluruh aktivitas pendidikan yang berorientasi pada al-Qur’an dan sunnah.

9

Samsul Nizar & Zaenal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h.1

10

Ahmad Izzan & Saehudin, Tafsir Pendidikan; Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan,

(Pamulang: Pustaka Aufa Media, 2012), Cet.1, h.19

11

Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Ciputat: UIN Jakarta Press,


(25)

Pada zaman Rasul paling tidak ada dua kategori utama yang dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam yaitu dasar pokok dan dasar tambahan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Dasar Pokok

1) Al-Qur’an

Kata Al-Qur’an berasal dari kata ﺃ ﻗ yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca. “Dan makna yang dapat diungkap adalah ﻗإ yang merupakan proses membaca. Tentunya dalam proses membaca ini melibatkan proses mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), daya kreasi (creatifity) dan proses

physiology.”12

“Adapun menurut terminologi al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang disampaikan melalui perantara Malaikat Jibril, diawali dengan surat Al-Fatihah diakhiri dengan surah An-Nass.”13

Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam disamping sunnah beliau sendiri. Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an itu sendiri.

2) Sunnah

“Sunnah secara bahasa adalah suatu perjalanan yang diikuti, baik dinilai perjalanan baik atau buruk. Makna lain sunnah adalah tradisi yang kontinu. adapun definisi sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi berbentuk apapun baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat.”14

12

Djunaidatul Munawaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam dan Umum), (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003), Cet-1, h.113

13

Izzan, op. cit., h.13

14


(26)

Sunnah atau hadis dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam karena sunnah menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.

b. Dasar Tambahan

1) Perbuatan dan Sikap Sahabat

Pada masa al-Khulafa al-Rasyidin sumber pendidikan Islam sudah mengalami perkembangan. Selain Al-Qur’an dan sunnah juga terdapat perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka dapat dijadikan pegangan. Seperti Abu Bakar, Umar Bin Khotob, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.

2) Ijtihad

Ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan dan kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengeluarkan dari al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata sangat dibutuhkan, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja. Sementara itu jika dilihat dari segi materi, ijtihad terdiri dari:

a) Qiyas (perbandingan) b) Ijma’ (kesepakatan) c) Istihsan (kebaikan)

d) Maslahah mursalah (kemaslahatan umat) e) „Urf (nilai-nilai dan adat istiadat masyarakat).15

4. Tujuan Pendidikan Islam

Setiap perbuatan pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk menuju ke suatu tujuan.

15


(27)

Dikatakan oleh Syaibany yang dikutip oleh Abudin Nata dalam buku filsafat pendidikan Islam, dijelaskan bahwa “tujuan merupakan akhir dari suatu usaha yang disengaja, teratur dan tersusun.”16

Tujuan pendidikan Islam adalah apa yang ingin dicapai melalui proses pendidikan itu. Dengan kata lain, profil manusia yang bagaimana yang ingin dibentuk melalui pendidikan Islam itu. Adapun formulasi atau rumusan tujuan pendidikan Islam itu adalah pencerminan dari cita-cita agama untuk membentuk kepribadian manusia dari hasil proses kependidikan baik yang dilaksanakan oleh lembaga keluarga, pemerintah maupun masyarakat.17

Menurut Al-Ghazali di dalam bukunya HM Djumranjah tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai ialah “Pertama, kesempurnaan manusia yang dekatnya kepada Allah. Kedua, kesempatan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu berusaha mengajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan tadi.”18

Bila mengacu kepada dimensi tauhid, maka tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian pendidikan ditujukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar menjadi hamba Allah yang takwa, karena sifat ketakwaan mencerminkan ketauhidan secara menyeluruh yaitu memenuhi sepenuhnya perintah Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa.19

Ditekankan pula oleh Khoiron Rosyadi “pendidikan Islam itu suatu ikhtiar menanamkan nilai-nilai Islami yang tidak terlepas dari landasan organik (al-Qur’an dan al-Sunnah) yang sebagai tujuan akhirnya (ultimate goal)adalah manusia taqwa.”20

Dari beberapa definisi tujuan pendidikan tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan manusia ideal

16

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet.1, h. 100

17

HM Djumransjah, Op. cit., h. 71

18

Ibid., h. 73

19

Jalaluddin. Op. cit., h. 94

20

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) , Cet. 1, h.


(28)

berdasarkan pada ajaran Islam sebagai sumber utamanya. Yang tujuan akhirnya adalah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang sekaligus bertakwa kepada Allah.

B. Tauhid

Sebelum beranjak mengungkap pengertian pendidikan tauhid, maka penulis akan mengungkapkan terlebih dahulu ruang lingkup tentang tauhid.

Menurut Djafar Shabran dalam bukunya risalah tauhid, arti kata tauhid adalah meng-Esakan, berasal dari kata wahid artinya Esa, satu atau tunggal. Yang dimaksud dengan meng-Esakan Allah SWT, dzat-Nya, sifat-Nya, asma’-Nya dan af’al-Nya.21

Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :

1. Iman. Menurut Asy „ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada dengan ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah ‘itiqad. Sedangkan amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf di antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i, iman adalah “Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”22

2. Aqidah. “Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati, mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat mendatangkan ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan keragu-raguan.”23 Penyusun cenderung kepada pendapat “Yunahar Ilyas yang mengidentikkan

21Dja’far Sabran

, Risalah Tauhid, (Ciputat: Mitra Fajar Indonesia, 2006), Cet-2, h. 1 22

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1995), Cet-3, h.4

23


(29)

antara tauhid, iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema sentral aqidah dan iman.”24

Diantara pengertian tauhid tersebut, ruang lingkup pembagian tauhidnya adalah sebagai berikut:

1. Ilahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan lain-lain.

2. Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.

3. Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.

4. Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.25

Telah dipaparkan ruang lingkup pembagaian tauhid, berikut ini adalah penjelasan dari keempat materi diatas:

a. Iman Kepada Allah SWT

"Allah adalah nama dzat yang Maha Sempurna dan yang Maha Agung dan untuk nama “Allah” juga disebut ism al-jalalah. Dzat-Nya adalah tunggal, tidak terdiri dari unsur-unsur dan bagian-bagan dan tidak ada suatu apa pun yang serupa dengannya.”26 Dan karena itu manusia dilarang berpikir tentang dzat Allah karena tidak dapat mengetahuinya. Manusia dipanggil untuk menggunakan akalnya bagi memikirkan alam ini dan segala isinya, tidak memikirkan dzat Alah yang ghaib itu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. “Esensi iman kepada Allah Swt adalah Tauhid yaitu mengesakan-Nya, baik dalam zat, asma’was-shiffaat, maupun af’al (perbuatan)-Nya.”27

Allah Swt berfirman:

24

Ibid., h. 5

25

Ibid., h. 6

26

Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet.1, h. 70-71

27


(30)































 ) ا ﻻ ۷يۻݐ / ١٢ : ١٢ )

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al Anbiya/21: 25) b. Iman Kepada Malaikat

Secara etimologis kata Malaikah (dalam bahasa Indonesia disebut Malaikat) adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari mashdar al-alukah

artinya ar-risalah (missi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan disebut

ar-rasul (utusan). Dalam beberapa ayat al-Qur’an Malaikat juga disebut degan

rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 49, berbunyi:

















( دوھ / ٢٢ : ٩٤ )

Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang”.(QS. Hud/11: 49) Bentuk jamak lain dari Malak adalah Mala-ik. Malaikat diciptakan oleh Allah Swt dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw:

ت݁݉خ

۽݉݅ئ۷݉ݍلْا

ْݏ݌

رْوݐ

,

و

ܿ݉خ

ݎ۷جلْا

ْݏ݌

جر۷݌

ْݏ݌

۷ݐ

ر

,

ܿ݉خو

݊دأ

۷َݍ݌

فصو

ْ݋݅ل

Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin dicitakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua. (HR. Muslim)

“Malaikat lebih dahulu diciptakan dari manusia pertama (Adam As).”28 Iman kepada para malaikat merupakan bagian dari akidah kita. Al-Qur’an

28


(31)

mengabarkan kepada kita bahwa sebahagian malaikat ditugaskan untuk menjaga dan memelihara manusia. Sebagiannya lagi untuk mencatat amal perbuatan mereka, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:









( /ܾر۷طلا ٦٨ : ٩ )

Tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.(QS. Ath-Thariq/86: 4)

















( ܾ / ٢٥ : ٢٦ )

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf/50: 18)

“Para malaikat ditugaskan untuk menjadi penjaga manusia, mencatat dan menghitung amalan. Catatan amalan itu kemudian diserahkan kepada Allah, Robb sekalian alam.”29

Jumlah Malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Sesama mereka juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan baik dalam kejadian maupun dalam tugas, pangkat dan kedudukan. Di antara nama-nama dan tugas-tugas Malaikat adalah sebagai berikut:

1) Malaikat Jibril ‘alaihis salam, bertugas menyampikan wahyu kepada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul. Dalam firman Allah Swt:





































( /ۼر݁ۻلا ١ : ٤٩ )

Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.(QS. Al-Baqarah/2: 97)

29

Abdullah Azzam, Aqidah: Landasan Pokok Membina Ummat, Terj. Al-Aqidah, wa Atstaruhaa fii binaa il-jali, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Cet-3, h. 23-24


(32)

Nama lain dari malaikat jibril adalah Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin

dan An-Namus (sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah SAW pada permulaan kalinya menerima wahyu. 2) Malaikat, Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan

alam seperti melepaskan angin, menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Nama Mikail disebut dalam surat Al-Baqarah ayat 98:





















( /ۼر݁ۻلا ١ : ٤٦ )

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah/2: 98)

3) Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari kebangkitan nanti. Tentang tiupan terompet itu Al-Qur’an menyebutkan:

                                                  (ا ﻻ /݊۷عݐ ٨ : ٩٧ )

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (Al-An’am/6: 73)

4) Malaikat Maut (Malakul Maut), Malaikat Maut Biasa disebut juga dengan nama Izrail, bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam firman Allah Swt:


(33)



























( ۼدجسلا / ٧١ : ٢٢ )

Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan." (QS. As-Sajdah/32: 11)

5) Malaikat Raqib dan ‘Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia.











































( ܾ / ٢٥ : ٢٦ -٢٩ )

(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf/50: 17-18)

Disamping Raqib dan „Atid, ada lagi Malaikat Kiraman Katibin yang bertugas menuliskan amal perbuatan manusia:

























(ا ﻻ ر۷طܽݐ / ٦١ : ٢١ -٢٥ )

Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar 82: 10-12)

6) “Malaikat Munkar dan Nakir, bertugas menanyai mayat dalam alam kubur tentang siapa Tuhannya, apa agamanya dan siapa Nabinya. Nama Munkar dan Nakir, dalam suatu hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa Al-Qaulu As-Tsabit dalam surat Ibrahim ayat 27


(34)

adalah jawaban Orang Islam terhadap pertanyaan Malaikat di dalam alam kubur. Sabda beliau.”30

7) “Malaikat Ridwan, bertugas menjaga pintu sorga dan memimpin para Malaikat pelayan sorga.”31 Tentang Malaikat-Malaikat penjaga sorga (Khazanah) Allah berfirman:











































/ر݌زلا( ٧٤ : ٩٧ )

Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya". (QS. Az-Zumar 39: 73)

8) Malaikat Malik, bertugas menjaga pintu neraka dan memimpin para malaikat menyiksa penghuni neraka. Allah berfirman tentang ucapan penghuni neraka kepada Malaikat Malik:























( فرخزلا / ٩٧ : ٩٩ )

Mereka berseru: "Hai Malik Biarlah Tuhanmu membunuh Kami saja". Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini). (QS. Az-Zukhruf 43:77)

9) “Malaikat yang bertugas memikul „Arasy.”32 Dalam firman Allah:























( /ݏ݌وݍلا ٩٥ : ٩ ) 30

Ilyas, Op. cit., h. 85

31

Ilyas, Op. cit., h. 85

32


(35)

(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya...” (Al-Mukmin 40:7)

10) “Para malaikat yang bertugas meminta ampun kepada Allah bagi orang-orang yang beriman dan berdoa bagi kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.”33 Allah berfirman:































(ا ﻻ /۸ازح ٧٧ : ٩٧ )

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ahzab/33: 43)

c. Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Secara etimologis kata kitab adalah bentuk mashdar dari kata ka-ta-ba

yang berarti menulis. Setelah jadi mashdar berarti tulisan, atau yang ditulis. Bentuk jama’ dari kitab adalah kutub dalam bahasa Indonesia, kitab berarti buku.

“Secara terminologis yang dmaksud dengan kitab (Al-Kitab, Kitab Allah,

Al-Kutub, Kitab-Kitab Allah) adalah kitab Suci yang diturunkan oleh Alah Swt kepada Nabi dan Rasul-Nya.”34 Di dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan tiga kitb suci yang lain yaitu Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Kitab Zabur yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud, dan Kitab Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa AS., dan dua shuhuf, yaitu shuhuf Ibrahim dan shuhuf Musa yang semuanya ini wajib diimani oleh setiap mukmin. Dan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Allah berfirman tentang Kitab Taurat dan Injil:

33

Daudy, Op. cit., h. 101

34


(36)

























( ݎارݍع ݆آ / ٧ : ٧ )

Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. (QS. Ali-Imran 3: 3)

Tentang Kitab Zabur, Allah berfirman:





...







( / ۷سݑلا ٩:٢٨٧ )

Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisa/4: 163) Tentang dua shuhuf, Allah berfirman:



















 (ا ﻻ /ى݉ع ٦٩ : ٢٤ -٢٦ )

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu, Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa. (Al-A’la 87: 18-19)

d. Iman Kepada Nabi dan Rasul

Secara etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah dibentuk menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang Rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).

Secara terminologis menurut Al-jazairy yang dikutip oleh Yunahar Ilyas bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah Swt untuk menerima wahyu. Apabila tidak diringi dengan kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut Nabi (saja). Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau


(37)

membawa misi (ar-risalah) tertentu maka dia disebut (juga) dengan Rasul. Jadi setiap Rasul juga Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul.35

Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup secara kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, menikah, punya anak, merasa sakit, senang, kuat, lemah, mati dan sifat-sifat manusiawi lainnya. Dalam hal ini Allah Swt berfirman:

                                    



( ݎ۷݀رܽلا / ١٢ : ١٥ )

Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat. (QS. Al-Furqon/25:20) e. Iman Kepada Hari Akhir

Beriman kepada hari akhir merupakan salah satu rukun iman, dan salah satu bagian dari akidah. Bahkan ia merupakan unsur penting setelah beriman kepada Allah secara langsung.

“Hal ini karena beriman kepada Allah akan mewujudkan ma’rifat (pengenalan) kepada sumber pertama yang darinya alam semesta ini berasal, yakni Allah. Sedangkan beriman kepada hari akhir akan mewujudkan ma’rifat (pengenalan) kepada tempat kembali yang kepadanya alam wujud ini akan berakhir.”36

Yang dimaksud dengan Hari Akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dari peristiwa yang terjadi pada hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah), kebangkitan seluruh umat manusia dari alam kubur (Ba’ats), dikumpulkannya seluruh umat

35

Ilyas, Op. cit., h. 129

36

Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, Terj. Ali Mahmudi, (Jakarta: Robbani Press, 2006), Cet. 1, h. 429.


(38)

manusia di padang Mahsyar (Hasyr), perhitungan seluruh amal perbuatan tersebut untuk mengetahui perbandingan amal buruk (Wazn), sampai kepada pembalasan dengan surga atau neraka (Jaza’).

“Akan tetapi pembahasan tertang hari akhir dimulai dari pembahasan tentang alam kubur karena peristiwa kematian sebenarnya sudah merupakan kiamat kecil ( Al-Qiyamah As-Sughra).”37 Mengenai datangnya hari kiamat atau terjadinya hari akhir itu termasuk sesuatu yang hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah tidak memperlihatkan kepada siapa pun dari makhluk-makhluk-Nya, baik kepada Nabi-Nya yang diutus, maupun malaikat-Nya yang terdekat.38

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:





























( ݎ۷ݍ݁ل / ٧٢ : ٧٩ )

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. (Q.S. Luqman/31: 34)

f. Iman Kepada Taqdir Allah

Yang dimaksud dengan istilah taqdir, secara etimologi Qadha’ adalah

bentuk mashdar dari kata kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini Qadha’ adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah Swt terhadap segala sesuatu.

Sedangkan Qadar secara etimologis adalah bentuk mashdar dari qadara

yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini Qadar adalah ukuran atau ketentuan Allah Swt terhadap segala sesuatu.

Secara terminologis ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, dan ada pula yang membedakannya. Yang membedakan, mendefinisikan Qadar sebagai: “Ilmu Allah Swt tentang apa-apa yang terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang”.

37

Ilyas, Op. cit., h. 153

38


(39)

Dan Qadha’ adalah: “Penciptaan segala sesuatu oleh Allah Swt sesuai dengan Ilmu dan Iradah-Nya”. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa kedua istilah itu sama adalah sebagai berikut: “Segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah Swt untuk segala yang ada (Maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi.39

Didalam al-Qur’anul-Karim terdapat penyebutan qadar atau takdir berkali-kali. Diantaranya firman-firman Allah sebagai berikut ini:































( دعرلا / ٢٧ : ٦ )

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Q.S. ar-Rad/13: 8)













 ( رݍ݁لا / ٢٩ : ١٢ )

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Q.S. al-Qamar/54: 21)

“Pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan ayat-ayat diatas adalah bahwa yang dimaksudkan dengan qadar adalah tatanan yang pasti yang telah dibuat oleh Allah untuk alam semesta ini, undang-undang umum, dan hukum-hukum yang dipergunakan oleh Allah untuk mengikat antara sebab-sebab terjadinya musababnya.”40

39

Ilyas, Op. cit., h. 177-178

40


(1)

Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (QS. Ash-Shaffat/37: 102)

Disini menunjukan ketidak gentaran Nabi Ismail dalam menghadapi maut. Nabi Ismail melawan rasa takut tersebut dengan mengatakan kepada ayahnya Insya Allah ia sabar dalam menghadapi ini semua, mengesankan ia rela bahwa semua ketentuan ini merupakan takdir yang datangnya dari Allah.

Dapat dilihat keberhasilan seorang ayah dalam mendidik keluarganya menjadi keluarga yang patuh dan taat. Sebagai anak, Isma’il bukan hanya telah berbakti kepada orang tua, tetapi juga seorang yang memiliki iman yang kuat dan tangguh kepada Allah. Kesediaan Isma’il untuk dikorbankan oleh ayahnya menunjukkan betapa tingginya kualitas iman yang dimilikinya. Semua itu adalah berkat hasil didikkan dari orang tua yang bijaksana. Hanya orang tua yang memiliki kualitas jiwa yang tinggi pula yang dapat melahirkan anak-anak dengan kualitas yang tahan uji. Perhatikanlah bagaimana Isma’il menanggapi berita penyembelihan dirinya. Ia bukan saja dapat menerima dengan tabah, tetapi juga turut menghilangkan kebimbangan bapaknya jika memang ada. Ia yakinkan bapaknya bahwa ia akan sabar menerima keputusan dari Allah.


(2)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-tauhid yang terkandung dalam QS. Ash-Shaffat ayat 100-110 yaitu:

1. Pandangan mufassir tentang surat Ash-Shaffat ayat 100-110 pada umumnya berpendapat sama dalam menafsirkan ayat tersebut. Di dalam ayat tersebut Allah Swt memberikan ujian kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan anak kandung-Nya sendiri yakni Ismail, pada kejadian itu Nabi Ismail pun menyetujui pendapat ayah-Nya karena perintah tersebut datangnya dari Allah Swt. Dengan kejadian tersebut keluarga Ibrahim diangkat derajatnya oleh Allah Swt dan dijadikan pelajaran untuk umat-umat setelahnya bahwa kecintaan kepada Allah Swt tidak boleh melebihi kecintaan kepada makhluk. 2. Surat Ash-Shaffat ayat 100-110 ini mempunyai tema yang mengacu pada

nilai-nilai pendidikan tauhid yaitu, pendidikan keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari akhir serta keimanan kepada qadha dan qadhar. Adapun maksud dari pendidikan keimanan ini merupakan cikal bakal pendidikan tauhid yang akan ditanamkan kepada anak.


(3)

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim (kajian tafsir surat Ash-Shaffat ayat 100-110), penulis akan memberikan saran dan masukan yang ditujukan kepada pendidik terutama orang tua dalam bidang pendidikan tauhid, khususnya bagi penulis sendiri.

Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya orang tua sudah menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak sejak ia lahir yakni dengan mendengungkan azan ditelinga kanan serta mendengungkan qamat disebelah kiri telinga sang anak.

2. Anak yang baik dan patuh, tunduk kepada Allah berasal dari orang tua yang kuat imannya pula, oleh karena itu orang tua diharapkan bisa menjadi manusia yang taat untuk mencetak anak yang taat pula.

3. Orang tua harus senantiasa menanamkan kesabaran dan keikhlasan dalam dirinya, agar permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dimanapun ia berada dapat diatasi dengan baik dan benar.

4. Orang tua semestinya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak dengan memasukan ke lembaga pendidikan yang berlandaskan Islam. Dengan pendidikan yang seperti itu diharapkan dapat menjadi bekal kehidupannya. 5. Yang paling terpenting orang tua harus mengiringi setiap langkah anak dengan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalidy, Shalah, Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Terdahulu jilid-1, Jakarta: Gema Insani, 1999, Cet.3.

Al-Mahal’li, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Sayuti, Tafsir Jalalaen Jilid III, Ter. Dari Tafsir Al-Jalalain oleh Badrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maragi Juzz XXIII, Ter. Dari Tafsir Al-Maragi oleh Badrun Abu Bakar dkk, Semarang: Toha Putra, 1993, Cet. 2. Al-Munawwar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem

Pendidikan Islam, Ciputat: Press, 2005.

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi-Stud iIlmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2010, Cet. 13.

Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi jilid 15, Ter. Dari Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an oleh Muhyidin Mas Rida dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Annur, Jurnal Studi Islam, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an An-Nur, 2004, vol. 2.

Asmuni,Yusran, IlmuTauhid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 4. Azzam, Abdullah, Aqidah: Landasan Pokok Membina Ummat, Terj. Al-Aqidah,

wa Atstaruhaa fii binaa il-jali, Jakarta: Gema Insani Press, 1993, Cet. 3.

Bin Sumaith, Habib Zain bin Ibrahim, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu, Bandung: Al-Bayan, 1998.

Daudy, Ahmad, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid VIII, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. 2.


(5)

Djumransjah, HM dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam

“Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi”, Malang: UIN Malang Press,

2007.

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzz.XXIII, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994.

Hasan, Hamka, Metodologi Penelitian Tafsir Hadits, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

http://drsaprizaldi.blogspot.com/2010_02_01_archive.html http:www.dakwatuna.com/2009/pendidikan-ala-nabi-ibrahim.

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, Cet-2.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akidah Islam, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1995, Cet.3.

Izzan, Ahmad dan Saehudin, Tafsir Pendidikan; Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, Pamulang: Pustaka Aufa Media, 2012, Cet.1.

Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet.3 h.73

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. 2.

Mawla, M. Ahmad Jadul dan M. Abu al-Fadl Ibrahim, Kisah-Kisah Al-Qur’an, Jakarta: Zaman, 2009.

Muchsin, Misri A, Filsafat Sejarah dalam Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002, Cet.1.

Munawaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (Perspektif Islam dan Umum), Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, Cet. 1.

Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, Cet.V. Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996. ___________, Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta: Rajawali Press, 1992.


(6)

___________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet.1, 2005.

___________, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005.

Nawawi, Rif’at Syauqi, Kepribadian Qur’an, Jakarta: Amzah, 2011.

Nizar, Samsul dan Zaenal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.

Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, Cet. 1.

Rukhiyat, Adang, dkk, Panduan Penelitian Bagi Siswa, Jakarta: Uhamka Press, 2002.

Sabiq, Sayyid, Aqidah Islamiyah, Terj. Ali Mahmudi, Jakarta: Robbani Press, 2006, Cet. 1.

Sabran, Dja’far, Risalah Tauhid, Ciputat: Mitra Fajar Indonesia, 2006, Cet-2. Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:

Modern English Press, 2005.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997, Cet 15. ________________, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran

volume 12, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VIII.

Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Yusuf LN, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.


Dokumen yang terkait

KONSEP INTERNALISASI NILAI-NILAI TAUHID PADA KISAH NABI IBRAHIM AS DI DALAM AL-QUR�AN

1 56 31

Aktualisasi Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Nabi Ibrahim As (Suatu Kajian Tafsir Berdasarkan Qs. Ibrahim : 37, Qs. As Shofaat : 102 Dan Qs. Al Baqarah : 132)

1 6 94

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN (Kajian tentang ayat-ayat kisah Maryam)

0 3 169

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKIDAH DALAM DOA NABI IBRAHIM Nilai-nilai Pendidikan Akidah dalam Doa Nabi Ibrahim (Telaah Tafsir Ar-Rāzī dan At-Ṭabarī pada Surat Ibrahim Ayat 35-41).

0 4 15

STRATEGI KEBERHASILAN NABI IBRAHIM BAGI PENDIDIKAN ANAK DAN RELEVANSINYA DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN Strategi Keberhasilan Nabi Ibrahim Bagi Pendidikan Anak Dan Relevansinya Dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Telaah atas Tafsir Surat ash-Shaffat ayat

0 4 16

PENDAHULUAN Strategi Keberhasilan Nabi Ibrahim Bagi Pendidikan Anak Dan Relevansinya Dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Telaah atas Tafsir Surat ash-Shaffat ayat 99-113).

0 2 27

NILAI –NILAI PENDIDIKAN YANG TERDAPAT DALAM KISAH-KISAH BINATANG (TELAAH QS. AN-NAML AYAT 17-19) Nilai–Nilai Pendidikan Yang Terdapat Dalam Kisah-Kisah Binatang (Telaah Qs. An-Naml Ayat 17-19).

0 2 16

NILAI –NILAI PENDIDIKAN YANG TERDAPAT DALAM KISAH-KISAH BINATANG (TELAAH QS. AN-NAML AYAT 17-19) Nilai–Nilai Pendidikan Yang Terdapat Dalam Kisah-Kisah Binatang (Telaah Qs. An-Naml Ayat 17-19).

0 10 17

POLA PEMBINAAN TAUHID KEPADA ANAK (ANALISIS KISAH NABI IBRAHIM AS DAN ISMA’IL AS DALAM TAFSIR AL-IBRIZ KARYA BISRI MUSTAFA QS. ASH-SHAFFAT: 100-110) - STAIN Kudus Repository

0 0 7

POLA PEMBINAAN TAUHID KEPADA ANAK (ANALISIS KISAH NABI IBRAHIM AS DAN ISMA’IL AS DALAM TAFSIR AL-IBRIZ KARYA BISRI MUSTAFA QS. ASH-SHAFFAT: 100-110) - STAIN Kudus Repository

0 1 27