Pengaruh Beberapa Insektisida Terhadap Populasi Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Kalianta Riau

4

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi negara produsen kelapa sawit
terluas dan terbesar di dunia. Berdasarkan data statistik perkebunan Indonesia,
luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 11.300.370 ha dari luas perkebunan
Indonesia. Luas Tanaman Menghasilkan (TM) sebesar 7,8 juta ha dan total
produksi mencapai 29.278.189 ton pada tahun 2014, dan mengalami peningkatan
di tahun 2015 sebesar 31.284.306 ton CPO. Sementara negara produsen terbesar
kedua berdasarkan data dari Oil World adalah

Malaysia dengan tanaman

menghasilkan (TM) seluas 4,4 juta ha dan produksi sebesar 19,2 Juta ton CPO
(BPS, 2015; Dirjenbun, 2016).
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak
makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Untuk
meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal
pertanaman,


rehabilitasi

kebun

yang

sudah

ada

dan

intensifikasi

(B2P2TP, 2008). Tanaman ini merupakan tanaman monokotil yang berasal dari
famili: Palmae, Sub-Famili: Cocroideae dan Genus: Elaeis. Tanaman ini juga
dapat tumbuh dan menghasilkan buah yang optimal di bawah umur 20 tahun dan
pada umur 20-30 tahun tanaman akan sulit berbuah karena telah mengalami
penurunan fungsi tanaman (Appiah dan Aqyei, 2013).
Minyak nabati ini juga banyak digunakan untuk memasak di negaranegara berkembang dan produk industri makanan, serta untuk sabun, deterjen,

pelumas, dan kosmetik. Baru-baru ini juga telah dikembangkan sebagai bahan
baku untuk bahan bakar bio-diesel (Saxon dan Roquemore, 2011).

Universitas Sumatera Utara

5

Tanaman kelapa sawit memiliki bunga jantan dan betina yang berada
pada pohon yang sama, tetapi jarang ditemukan pada pohon yang sama bunga
jantan dan bunga betina muncul dan mekar secara bersama-sama . Urutan dan
proporsi bunga jantan dan betina yang muncul sangat bervariasi dan bahkan untuk
beberapa bulan kelapa sawit dapat menghasilkan bunga dari satu jenis kelamin
saja yaitu bunga jantan atau bunga betina saja (Free, 2015).
Serangga Penyerbuk E. kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae)
Elaeidobius kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk bunga kelapa
sawit yang digunakan di Indonesia sejak tahun 1983 (Anggriani dan Permana,
2010). Aminah (2011) menyatakan E. kamerunicus merupakan kumbang
penyerbuk yang efektif pada tanaman kelapa sawit. Keberadaan kumbang
penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam meningkatkan
pembentukan buah untuk menjamin kelangsungan penyerbukan pada kelapa

sawit. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus menentukan penyerbukan
pada kelapa sawit.
E. kamerunicus merupakan salah satu dari 100.000 spesies serangga,
burung dan mamalia yang dapat menyerbuki sebagian besar tanaman berbunga di
dunia, termasuk lebih dari dua-pertiga dari tanaman pangan melalui penyerbukan.
Sampai sekarang, sebagian besar petani menganggap penyerbukan sebagai salah
satu "layanan gratis" dari alam, sehingga disimpulkan bahwa petani tidak berpikir
hal itu sebagai "masukan untuk pertanian" atau bahkan sebagai subjek dalam hal
ilmu pertanian (FAO, 2006). Prasetyo et al. (2014) melaporkan bahwa telah
terjadi penurunan populasi E. kamerunicus di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir.

Universitas Sumatera Utara

6

Biologi E. kamerunicus
Telur
Telur berwarna kuning bening, berbentuk lonjong dengan cangkangnya
licin. Ukuran panjang telur sekitar 0,65 mm dan lebar 0,4 mm. Telur diletakkan

dengan ovipositor (alat/organ peletak telur serangga yang terletak di bagian
belakang tubuhnya) ke dalam lubang pada bagian luar tangkai sari bunga jantan
yang anthesis (Simatupang, 2015).
Daur hidup E. kamerunicus (masa perkembangan telur sampai menjadi
imago) berkisar antara 20 – 25 hari (rata – rata 22.3 +1,56 hari), masa inkubasi
telur berkisar antara 2 – 3 hari (rata – rata 2.4 +0,5 hari). Rata – rata periode
prapeneluran 2.5 +0,5 hari. Periode peneluran sekitar 16 – 19 hari (rata – rata 17.3
+1,05 hari). Periode pasca peneluran selama 3 – 5 hari (rata – rata 3.8 +0,7 hari).
Rata – rata fertilitas telur yaitu 97.8 +1,19 %. Rata – rata panjang dan lebar telur
berturut – turut 0.65 +0,05 mm dan 0.39 +0,06 mm (Meliala, 2008).
Larva
Stadia larva berkembang dalam tiga instar. Larva instar pertama
berwarna putih-kekuningan, berada di sekitar tempat peneluran. Larva instar
pertama berlansgung dalam 1-2 hari, kemudian menjadi larva instar kedua dan
memulai perpindahan ke pangkal bunga. Larva memakan jaringan bagian pangkal
bunga yang lunak, sebelum semua bagian bunga habis dimakan (sekitar 1-2 hari),
larva instar dua berubah menjadi larva instar ketiga yang lalu memakan pangkal
tangkai sari sehingga tersisa bagian atasnya saja (5-9 hari) (Simatupang, 2015).
Bagian yang tertinggal tersebut kemudian mengering, dan selanjutnya
larva instar ketiga membuat sebuah lubang melalui periantium bunga jantan


Universitas Sumatera Utara

7

menuju ketangkai sari bunga di sebelahnya. Larva instar ketiga, berwarna kuning
terang, dapat memakan 5 - 6 bunga jantan. Ukuran rata-rata kepala larva berturutturut mulai larva instar pertama sampai dengan instar ketiga dengan panjang
berturut-turut 0,29; 0,46 dan 0,72 serta lebar 0,31; 0,44 dan 0,56 mm
(Simatupang, 2015).
Meliala (2008) juga mengungkapkan rata – rata panjang dan lebar larva
berturut – turut mulai dari instar I yaitu 2.45 +0,39 mm dan 1.16 +0,13 mm, larva
instar II yaitu 4.5 +0,5 mm dan 1.75 +0,25 mm, dan larva instar III yaitu 6.45
+0,51 mm dan 2.27 +0,25 mm. Mortalitas larva sebesar 0.6 % lama stadium
seluruhnya berkisar antara 9 – 13 hari (rata – rata 10.95 +1,28 hari).
Pupa
Satu hari sebelum menjadi kepompong, larva instar tiga memasuki masa
inaktif terlebih dahulu. Kepompong berwarna kuning terang dengan bentuk
morfologi yang sudah mirip kumbang dengan calon sayap berwarna putih.
Kepompong ini biasanya terletak di dalam bunga jantan yang terakhir
dimakannya. Larva instar ketiga yang akan memasuki masa inaktif terlebih dahulu

menggigit bagian ujung bunga jantan hingga lepas dan membentuk lubang. Hal
tersebut dilakukan untuk persiapan perubahan stadia dari kepompong menjadi
dewasa. Lubang yang terbentuk akan dijadikan jalan keluar saat serangga telah
dewasa (kumbang). Periode kepompong berlangsung dalam waktu 2-6 hari
(Simatupang, 2015). Rata – rata panjang dan lebar pupa berturut – turut sebesar
6.35 +0,74 mm dan 2.65 +0,46 mm, dengan mortalitas pupa sebesar 0.3 %
(Meliala, 2008).

Universitas Sumatera Utara

8

Imago
Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks,
dan abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasang sayap depan
yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membranous). Kumbang
jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya betina memiliki
ukuran tubuh yang lebih kecil (2-3 mm), moncong panjang, dan terdapat rambutrambut halus. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih panjang (3-4 mm),
moncong lebih pendek, terdapat rambut-rambut halus yang lebih banyak di bagian
abdomen dari kumbang betina, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra

(Harumi, 2011).
Serangga dewasa penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus dengan alat
mulut berbentuk moncong (weevil) dan sayap depan mengeras, sedangkan sayap
belakang pipih transparan. Selama hidupnya, dewasa E. kamerunicus memakan
tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar. Kopulasi terjadi pada siang hari,
antara 2-3 hari sesudah kumbang menjadi dewasa, tetapi ada juga yang
berkopulasi lebih awal (Simatupang, 2015). Lama hidup imago jantan 19,73
hari sedangkan

betina 17,47 hari, siklus hidup 13,58 hari, dan imago betina

mampu menghasilkan 32,77 butir telur semasa hidupnya (Firmansyah, 2012).
Peran
Manfaat atas kehadiran serangga E. kamerunicus adalah membantu
penyerbukan kelapa sawit, meningkatkan produksi tandan buah dan sangat
signifikan dalam meningkatkan nilai fruit set tandan kelapa sawit. Hal ini
disebabkan karena serangga penyerbuk ini mampu menjangkau buah bagian
dalam, sehingga proses penyerbukan bunga pada tandan sebelah dalam dapat

Universitas Sumatera Utara


9

terjadi. Jadi hubungan mereka sangat penting bagi kehidupan satu sama lain,
serangga mendapatkan nutrisi dari buah sawitnya, sedangkan tanaman kelapa
sawit sendiri dibantu penyerbukannya. Cara alami tersebut menggantikan cara
penyerbukan buatan ‘assisted pollination’ yang selama ini kurang efektif dan
mahal (Simatupang, 2015).
Perilaku
Kehidupan kumbang ini bergantung pada bunga jantan kelapa sawit.
Pada saat E. kamerunicus berada di bunga jantan dan merayap pada janjangan
bunga jantan (spikelet), butiran polen yang melekat pada tubuhnya akan jatuh
pada stigma disaat kumbang mengunjungi bunga betina untuk mengambil nektar.
Adanya E. kamerunicus pada perkebunan sawit dapat memberikan keuntungan
bagi produktivitas kelapa sawit, diantaranya dapat meningkatkan produksi minyak
dan kuantitas pembentukan buah (nilai fruit set). Nilai fruit set yang baik pada
kelapa sawit adalah di atas 75%. Nilai ini dapat dicapai dengan adanya populasi
kumbang E. kamerunicus minimum sekitar 20.000 ekor/ha (Simatupang, 2015).
Kumbang betina dapat menyelesaikan proses penelurannya di hari
pertama, yang diletakkan pada bunga jantan dan mati pada hari ke-9 setelah

bertelur. Perbandingan jenis kelamin hampir didominasi oleh betina dengan
53,6%, dan rata-rata telur yang dihasilkan oleh kumbang betina sebesar 7,2 butir
telur (Herlinda et al., 2006).
Adaigbe et al. (2011) mengatakan bahwa kumbang penyerbuk
E. kamerunicus sangat menyukai bunga jantan kelapa sawit dibandingkan dengan
bunga jantan kelapa untuk peletakkan telur. Hal ini disebabkan oleh aroma dari
serbuk sari yang dapat merangsang penciuman serangga.

Universitas Sumatera Utara

10

Penyerbukan pada Kelapa Sawit
Penyerbukan merupakan proses berpindahnya serbuk sari dari bunga
jantan ke bagian bunga betina, yang merupakan bagian tanaman mampu tumbuh
bunga, biji dan buah-buahan. Umumnya vitamin dan mineral yang ada dalam
makanan manusia berasal dari buah-buahan dan sayuran yang tentunya
memerlukan penyerbukan dari serangga atau binatang. Nilai pengeluaran untuk
penyerbukan telah diperkirakan antara $120 miliar sampai $200.000.000.000 per
tahun (Gemmill-Herren et al., 2007).

Penyerbukan pada kelapa sawit umumnya dilakukan oleh serangga.
Serangga yang paling efektif untuk penyerbukan tanaman kelapa sawit adalah
Elaeidobius kamerunicus dan E. plagiatus. Penurunan populasi dari serangga
penyerbuk ini terutama di perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab
rendahnya hasil produksi kelapa sawit (Tuo et al., 2011).
Dampak Penggunaan Insektisida
Pestisida dalam arti yang luas mencangkup berbagai senyawa termasuk
insektisida, fungisida, herbisida, rodentisida, moluskisida, nematisida, regulator
pertumbuhan tanaman dan lainnya. Di antaranya yaitu, insektisida organoklorin
(OC), yang berhasil digunakan dalam mengendalikan sejumlah penyakit, seperti
malaria dan tifus, tetapi bahan ini dilarang atau dibatasi pada tahun 1960 di
sebagian besar negara-negara berteknologi maju (Aktar et al., 2009).
Pengenalan insektisida sintetis seperti organo fosfat (OP) pada tahun
1960, karbamat di 1970 dan piretroid di tahun 1980-an, serta herbisida dan
fungisida diperkenalkan pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an, memberikan
kontribusi besar terhadap pengendalian hama dan hasil pertanian. Idealnya

Universitas Sumatera Utara

11


pestisida bertujuan untuk mematikan hama sasaran, tetapi tidak untuk spesies nontarget, termasuk manusia. Sayangnya, hal ini tidak bisa dihindari, sehingga
kontroversi penggunaan dan penyalahgunaan pestisida telah muncul dan ini
menyebabkan

merajalelanya

penggunaan

bahan

kimia

tersebut

(Aktar et al., 2009).
Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka waktu yang
panjang dan mampu membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil.
Pada kasus unggas dalam hal ini burung di Amerika Serikat diprediksi telah
terbunuh sebanyak 72 juta karena pestisida setiap tahunnya. Pestisida juga dapat
membunuh lebah dan berakibat buruk terhadap proses penyerbukan tumbuhan,
hilangnya spesies tumbuhan yang bergantung pada lebah dalam penyerbukannya,
dan keruntuhan koloni lebah. Penerapan pestisida pada tanaman yang sedang
berbunga dapat membunuh lebah madu yang akan hinggap di atasnya
(Hernayanti, 2015).
Asefat
Asefat adalah insektisida organofosfat. Insektisida ini dapat digunakan pada
tanaman pangan, pohon jeruk, sebagai perlakuan benih, pada lapangan golf, dan
komersial atau fasilitas institusional. Dahulu asefat umumnya digunakan pada
perumahan, tapi sekarang tidak lagi diperbolehkan (NPIC, 2011).
Metabolit asefat ini sangat lemah teradsorbsi dalam tanah. Senyawa ini
mudah tercuci tapi cepat pula terdegradasi dalam tanah, tidak menguap dalam
jumlah yang signifikan untuk menyebabkan pencemaran udara. Degradasi yang
cepat oleh asefat ini membuatnya tergolong insektisida yang tidak mengancam
pencemaran air tanah maupun air permukaan (Downing, 2000).

Universitas Sumatera Utara

12

Asefat dapat membunuh serangga sasaran ketika mereka menyentuh atau
memakannya.

Ketika

serangga

memakan

racun

asefat,

tubuh

mereka

mengubahnya menjadi bahan kimia yang disebut metamidofos, dapat dikatakan
sebagai insektisida yang kuat. Asefat kurang beracun pada mamalia karena tubuh
mamalia tidak mengubahnya menjadi metamidofos. Manusia dan hewan dapat
menyerap Asefat ke dalam tubuh dengan cepat ketika memakan, menghirup, atau
kontak langsung pada kulit. Pada hewan, Asefat dapat diserap ke dalam darah ke
kulit, hati, ginjal, dan jantung (NPIC, 2011).
Hasil penelitian tentang kadar racun dan tingkat endapan racun
insektisida pada spesies menguntungkan di jeruk, ditemukan bahwa Asefat
memiliki aktivitas racun terpanjang untuk jenis Aphytis melinus, dan bahwa
kematian dengan perlakuan bahan aktif Dimethoate terjadi untuk jangka waktu
yang lebih singkat dibandingkan dengan perlakuan Asefat.
Studi yang sama menunjukkan bahwa tingkat endapan racun dari Asefat
menyebabkan kematian lebih besar selama periode waktu yang lebih lama untuk
A. melinus dibandingkan bahan diuji lainnya.
Deltametrin
Deltametrin merupakan jenis insektisida yang memiliki spektrum luas.
Kadar racunnya menyerang dengan cara merusak sistem saraf pada hewan dan
pada manusia. Efek pada manusia merupakan keracunan yang disengaja dan
mencoba bunuh diri. Banyak potensi ataupun risiko yang disebabkan pestisida ini
mulai

dari

makanan,

pekerjaan,

sampai

kondisi

lingkungan

(Frank dan Kellner, 2000).

Universitas Sumatera Utara

13

Deltametrin adalah pestisida piretroid sintetik yang membunuh serangga
melalui kontak kulit dan pencernaan. Bahan aktif ini diaplikasikan untuk berbagai
tanaman komersial dan perawatan tanaman, dan sering dipakai untuk
mengendalikan berbagai hama. Tapi studi tentang efek racun dari Deltametrin
sangat jarang diteliti. Jadi diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki
efek racun Deltametrin dan Piretroid dalam hal dampaknya terhadap paparan.
Deltametrin digunakan untuk mengedalikan ngengat buah, ulat, kutu daun (apel,
plum, hop), ngengat musim dingin (apel dan plum). Mengendalikan kutu daun,
kutu putih, serangga skala, dan kebul di mentimun rumah kaca, tomat, paprika,
tanaman dalam pot, dan hiasan. Formulasi yang tersedia dalam bentuk cair, bubuk
basah dan butiran (Bhanu et al., 2011; Rehman et al., 2014).
Lambda cyhalothrin
Lambda cyhalotrin adalah insektisida piretroid sintetis dan akarisida yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Lambda cyhalotrin tersedia
dalam berbagai bentuk konsentrat emulsi, bubuk basah atau ULV cair, dan
umumnya

dicampur

dengan

Buprofezin,

Pirimicarb,

Dimethoate

atau

Tetramethrin. Bahan aktif ini dapat dicampur dengan sebagian besar insektisida
lain dan fungisida (NPIC, 2011).
Bahan aktif ini dapat merusak saluran ion dalam sel-sel saraf (neuron)
mengganggu fungsi sel-sel dari kedua sistem saraf perifer dan pusat. Pada dosis
yang lebih rendah, ini mungkin mengalami bentuk yang stabil, tetapi dosis tinggi
dapat mengakibatkan penetralan keadaan polar sel saraf dan penyumbatan
konduksi. Efek ini dapat mengakibatkan gejala seperti: kesemutan, terbakar atau
sensasi mati rasa (terutama pada titik kontak kulit), guncangan, tidak selarasnya

Universitas Sumatera Utara

14

gerakan, kelumpuhan atau terganggunya fungsi motor lain, dan kebingungan atau
kehilangan kesadaran (NPIC, 2011).
Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah mikroba alami yang ditemukan di
dalam tanah. Bt dapaat membuat protein yang beracun untuk larva maupun
dewasa. Ada banyak jenis Bt untuk setiap target kelompok serangga yang
berbeda. serangga yang termasuk target yaitu kumbang, nyamuk, lalat hitam, ulat,
dan ngengat (NPIC, 2015).
Gejala yang ditimbulkan terhadap larva uji yang terinfeksi Bt yaitu larva
berubah perilakunya. Larva menjadi lamban dan akhirnya berhenti bergerak.
Kadang-kadang larva mengeluarkan cairan berwarna hijau dari mulutnya,
kemudian kotorannya menjadi berair (diare), dan akhirnya akan mati. Larva yang
mati menjadi gelap atau hitam kecoklatan dan tubuhnya menjadi lembek. Bangkai
larva uji yang mati tersebut berbau busuk dan semakin hari semakin mengecil
khas sebagai bangkai larva yang terserang bakteri (Khaeruni et al., 2012). Larva
yang yang hampir menjadi pupa dan terinfeksi oleh Bt ukuran tubuh semakin
menyusut sebagian dari tubuhnya membentuk pupa tetapi sebagian lagi mengering
dan lama kelamaan menghitam kemudian mati sebelum memasuki masa pupa
(Adam et al., 2014).

Proses infeksi Bt dari kristal protein yang termakan oleh serangga akan
menghasilkan protein yang dicerna oleh enzim kemudian menempel pada sel
epitel usus dan terdapat pori (Tampubolon, 2015).
Meningkatnya kebutuhan hasil tani, mengakibatkan petani dan pestisida
menjadi dua bagian yang sulit untuk dipisahkan. Peningkatan hasil produk

Universitas Sumatera Utara

15

pertanian merupakan harapan petani. Pestisida merupakan bahan kimia yang
digunakan untuk memberantas hama sehingga dapat meningkatkan hasil tanam
petani. Penggunaan pestisida oleh petani semakin hari kian meningkat, namun
tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman petani dalam menggunakan
pestisida. Dampak dari pemakaian pestisida adalah pencemaran air, tanah, udara
serta berdampak pada kesehatan petani, keluarga petani serta konsumen
(Yuantari et al., 2013).
Hasil penelitian oleh Tuo et al. (2011) menunjukkan bahwa populasi
serangga

dari

semua

spesies

di

bunga

betina

(E.

kamerunicus,

E. plagiatus, E. subvittatus, E. bilineatus, E. singularis, Microporum congolense,
M. dispar, Prosoestus kecil, P.sculptilis dan Atheta Burgeoni) secara signifikan
dipengaruhi oleh penyemprotan Evisect, sementara keberadaan serangga ini pada
bunga jantan yang sensitif terhadap pestisida ternyata keberadaan serangga itu
sendiri sesuai dengan tahapan bunga mekar. Selain tiga dari empat penyerbuk
utama kelapa sawit (E. kamerunicus, E. subvittatus, E. plagiatus dan
E. singularis) yang peka terhadap bahan kimia dengan Evisect, penggunaan
thiocyclam oksalat hidrogen untuk melawan hama kelapa sawit juga dapat
mengurangi penyerbukan populasi serangga dan dapat juga merugikan
produktivitas yang baik.

Universitas Sumatera Utara