Pengaruh Beberapa Insektisida Terhadap Populasi Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Kalianta Riau Chapter III VI

13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
kebun Kalianta, Provinsi Riau (± 50 m di atas permukaan laut) mulai bulan
Agustus sampai September 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit
varietas Tenera (DxP), Deltametrin (Decis 2,5 EC) dosis 100-150 ml/ha Asefat
(Orthene 75 SP) dosis 650 g/ha, Lambda Cyhalothrin (Matador 25 EC) dosis 100150 ml/ha, Bacillus thuringiensis (Bactospiene 16.000 IU/mg WP) dosis 500 g/ha,
air, serangga penyerbuk E. kamerunicus, bunga jantan dan betina kelapa sawit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack, , anemometer,
thermo-hygrometer, ombrometer, dan lain-lain.
Metode Penelitian
Metode percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
non faktorial dengan perlakuan pestisida (P) yaitu :
P0

: Tanpa insektisida (kontrol)


P1

: Insektisida berbahan aktif Deltametrin 2,5 EC

P2

: Insektisida berbahan aktif Asefat 75 SP

P3

: Insektisida berbahan aktif Lambda Cyhalothrin 25 EC

P4

: Insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis 16.000 IU/mg WP

Jumlah ulangan

: 5 (lima)


Jumlah bunga/unit perlakuan : 2 bunga
Jumlah bunga seluruhnya

: 50 bunga

Universitas Sumatera Utara

14

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model
linier aditif sebagai berikut:
Yij = µ + αi +βj+ Ԑij
i = 1,2,3,4,5

j=1,2,3,4,5

Dimana :
Yij

: Hasil pengamatan pada taraf perlakuan ke-i dan kelompok ke-j


µ

: Nilai tengah

αi

: Efek perlakuan pada taraf ke-i

βj

: Efek kelompok pada taraf ke-j

Ԑij

: Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan

dengan uji jarak berganda duncan (DMRT) dengan taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Lahan
Blok kebun kelapa sawit yang digunakan untuk pengamatan kumbang
E. kamerunicus dipilih dengan kriteria banyaknya bunga jantan dan betina yang
baru terbentuk, varietas Tenera (DxP), dan tahun tanam yang sama. Total luas
blok kebun kelapa sawit yang digunakan berukuran 8,78 ha.
Survei Bunga Kelapa Sawit di Lapangan
Kegiatan ini dilakukan langsung di lapangan, dengan pengamatan per
pohon kelapa sawit, dihitung jumlah bunga jantan anthesis, dan bunga betina
reseptif .

Universitas Sumatera Utara

15

Penetapan Peta Kerja
Penetapan peta kerja bertujuan untuk memudahkan pengamatan di
lapangan, sehingga ada acuan pohon yang akan diamati pada peta blok
perkebunan. Pembuatan peta kerja ini dilihat berdasarkan bunga jantan dan betina
yang muncul dalam lahan yang digunakan kemudian diberi tanda dalam peta
perkebunan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam aplikasi insektisida.

Perangkap Perekat Kuning (yellow sticky trap)
Perangkap ini sudah tersedia dan siap pakai dengan ukuran 16 x 40 cm,
kemudian dipotong dengan ukuran 3,5 x 40 cm. Perangkap yang akan digunakan
dibalikkan terlebih dahulu, bagian luar menjadi bagian dalam begitu sebaliknya
hal ini disebabkan bagian dalam yang memiliki perekat.
Pengamatan E. kamerunicus
Pengamatan dilakukan pada pagi hari (24 jam setelah aplikasi insektisida),
saat E. kamerunicus aktif melakukan penyerbukan, yaitu pada rentang jam 08.0010.00 WIB (Aminah, 2011). Pengamatan dilakukan dengan cara memotong 3
spikelet bunga jantan yang masing-masing berjumlah 1 berada di atas, tengah, dan
bawah tandan bunga kelapa sawit dengan gunting tanaman, setelah itu
dipindahkan ke dalam plastik transparan, diikat dan diberi label. Pengamatan
dilakukan sebanyak 4 kali pengamatan berturut-turut pada bunga jantan. Hal ini
dikarenakan bunga jantan kelapa sawit hanya mekar dalam 4 hari saja.
Pengamatan pada bunga betina dengan mengambil perangkap perekat
kuning (yellow sticky trap) dengan ukuran 3,5 x 40 cm yang sudah diletakkan di
bunga betina sebelumnya selama 24 jam. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali

Universitas Sumatera Utara

16


berturut-turut pada bunga betina setelah aplikasi pestisida. Hal ini dikarenakan
bunga betina kelapa sawit hanya mekar dalam 2 hari saja.
Peubah Amatan
Peubah amatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Populasi E. kamerunicus pada Bunga Jantan
Aktivitas E. kamerunicus diamati dari banyaknya jumlah E. kamerunicus
yang mengunjungi bunga jantan kelapa sawit. Pengamatan dilakukan dengan cara
kumbang E. kamerunicus berkunjung pada satu spikelet ditangkap secara
langsung menggunakan botol plastik, lalu di potong spikelet tersebut, lalu
dipindahkan ke plastik tranparan kemudian dimasukkan kapas yang sudah diberi
etil alkohol 95% lalu diikat, setelah semuanya terbius dihitung jumlah E.
kamerunicus yang tertangkap.
Pengambilan sample spikelet pada bunga jantan menggunakan metode
statified random sampling, yaitu dengan mengambil 1 spikelet pada bagian atas,
tengah, dan bawah bunga jantan, sehingga pengambilan spikelet sebanyak 3
spikelet/bunga jantan yang dilakukan pukul 08.00-10.00 WIB.
2. Populasi E. kamerunicus pada Bunga Betina
Aktivitas E. kamerunicus dilihat dari banyaknya jumlah E. kamerunicus
yang mengunjungi bunga betina kelapa sawit yang diamati. Pada bunga betina,

dipasang perangkap berperekat kuning (yellow sticky trap) dengan ukuran
3,5 x 40 cm selama 24 jam. Selanjutnya dihitung jumlah E. kamerunicus yang
tertangkap pada perangkap kuning berperekat.

Universitas Sumatera Utara

17

3. Kemunculan Kumbang E. kamerunicus Baru
Kemunculan kumbang baru dapat diketahui dengan cara memotong spikelet
yang sudah 3 hari lewat mekar (anthesis) pada pohon yang telah diaplikasikan.
Spikelet yang dipotong berada di atas, tengah, dan bawah bagian bunga jantan
sebanyak 1 spikelet per bagian dan memasukkannya ke dalam kain kassa
berukuran 15 x 4 E. kamerunicus Baru 0 cm, kemudian ujungnya diikat lalu
digantung dalam ruang dan diamati selama 21 hari agar kumbang baru terlihat.
Setelah 21 hari kumbang baru yang muncul dihitung.
4.

Identifikasi Serangga
Kehadiran serangga yang berada disekitar pohon sample ditangkap


menggunakan jaring, dimasukkan ke botol koleksi yang telah diberi label. Setelah
serangga pingsan diberi alkohol lalu diidentifikasi. Identifikasi dilakukan pada
bulan Oktober 2016 di Laboratorium Kultur Jaringan PPKS unit usaha Marihat.
Buku yang digunakan yaitu: Manual of Neartic Diptera Vol. 1; Manual of
Neartic Diptera Vol. 2; Hymenoptera of the World: An Indentification Guide to
Families; Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI.
Data Pendukung:
1. Kelembaban dan Suhu Udara
Penghitungan suhu diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer pada
saat pengamatan E. kamerunicus di lapangan.
2. Kecepatan Angin
Penghitungan kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer
pada saat pengamatan E. kamerunicus di lapangan.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Curah Hujan

Penghitungan curah hujan diukur dengan menggunakan ombrometer yang
diletakkan di pekarangan kantor perkebunan. Data curah hujan didapatkan dari
kantor besar perkebunan Kalianta Riau.

Universitas Sumatera Utara

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi E. kamerunicus pada Bunga Betina Kelapa Sawit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan populasi dan nisbah
kelamin E. kamerunicus pada bunga betina setelah diaplikasi dengan berbagai
insektisida. Perlakuan aplikasi P4 (Bacilllus thuringiensis) tidak berpengaruh nyata
terhadap perlakuan P0 (kontrol), tetapi perlakuan P1 (Delthametrin), P2 (Asefat),
dan P3 (Lambda Cyhalothrin) berpengaruh nyata terhadap perlakuan perlakuan P0
(kontrol) (Tabel 1).
Tabel 1. Populasi E. kamerunicus sebelum aplikasi pada bunga betina
Jenis Kelamin
Perlakuan Aplikasi
Total

Rataan
Jantan
Betina
P0
H0
349,50
620,00 969,50
193,90
P1
H0
459,50
677,00 1136,50
227,30
P2
H0
497,00
868,00 1365,00
273,00
P3
H0

482,00
923,00 1405,00
281,00
P4
H0
369,00
721,00 1090,00
218,00
Total
2157,00 3809,00 5966,00
Rataan
431,40
761,80
238,64
Hasil pengamatan terhadap bunga betina kelapa sawit dari 5 perlakuan yang
dilakukan pada kelapa sawit milik PPKS Kebun Kalianta Riau menunjukkan
bahwa total seluruh populasi E. kamerunicus mengalami penurunan setelah
diaplikasi dengan insektisida. Hal ini disebabkan sifat dari insektisida dapat
mengusir bahkan membunuh serangga target maupun non target. Total seluruh
populasi kumbang menunjukkan sebesar 238,64 ekor/tandan pada awal
pengamatan bunga reseptif (Tabel 1), dan sebesar 159,50 ekor/tandan pada
pengamatan kedua setelah aplikasi insektisida pada saat bunga reseptif penuh
(Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Hasibuan et al. (2002) yang
menyatakan bahwa penggunaan insektisida di perkebunan secara konsisten dapat

Universitas Sumatera Utara

19

menurunkan populasi ulat api, tetapi insektisida juga tidak hanya membunuh ulat
api tetapi juga dapat menurunkan populasi kumbang penyerbuk kelapa sawit
(E. kamerunicus).
Nisbah kelamin yang didapatkan sebelum aplikasi dan sesudah aplikasi
insektisida di lapangan menunjukkan bahwa populasi kumbang betina (6341,50
ekor) lebih dominan dibandingkan dengan populasi kumbang jantan (3612,00
ekor). Hasil penelitian ini menunjukkan pada pengamatan pertama atau sebelum
aplikasi, populasi kumbang betina sebesar 3809,00 ekor/perangkap dan kumbang
jantan sebesar 2157,00 ekor/perangkap (Tabel 1), sedangkan data menunjukkan
pada pengamatan kedua atau setelah aplikasi, populasi kumbang betina sebesar
2532,50 ekor/perangkap dan kumbang jantan sebesar 1455,00 ekor/perangkap
(Tabel 2). Dari perbandingan tersebut diketahui bahwasa populasi kumbang betina
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi jantan pada bunga betina. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Kahono et al. (2012) yang menyatakan bahwa
E. kamerunicus betina adalah serangga yang palling aktif mengunjungi bunga
betina dibandingkan jantan, oleh sebab itu populasi E. kamerunicus betina akan
lebih tinggi pula pada bunga betina.
Populasi E. kamerunicus jantan tertinggi sebesar 497,00 ekor/5 ulangan
bunga betina, total kumbang jantan tertinggi sebesar 2157,00 ekor/5 perlakuan
bunga betina (rata-rata 431,40 ekor/tandan) pada perlakuan kontrol (P0) (Tabel 1).
Populasi E. kamerunicus betina tertinggi sebesar 923,00 ekor/5 ulangan bunga
betina, total kumbang betina tertinggi sebesar 3809,00 ekor/5 perlakuan bunga
betina (rata-rata 761,80 ekor/perlakuan) pada perlakuan kontrol (P0) (Tabel 1) .
Hal ini sesuai dengan penelitian Meliala (2008) yang menyatakan bahwa lama

Universitas Sumatera Utara

20

hidup imago betina E. kamerunicus lebih panjang yaitu 55-60 hari dibanding
dengan imago 33-43 hari.
Tabel 2. Populasi E. kamerunicus setelah aplikasi pada bunga betina
Jenis Kelamin
Perlakuan Aplikasi
Total
Rataan
Jantan
Betina
P0
H1
443,00
883,50 1326,50
265,30a
P1
H1
279,50
276,00
555,50
111,10c
P2
H1
175,00
280,00
455,00
91,00c
P3
H1
218,50
387,00
605,50
121,10c
P4
H1
339,00
706,00 1045,00
209,00ab
Total
1455,00 2532,50 3987,50
Rataan
291,00
506,50
159,50
Ketetangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan P4 (Bacillus thuringiensis) tidak
berbeda nyata terhadap P0 (kontrol), tetapi perlakuan P1 (Delthametrin), P2
(Asefat), dan P3 (Lambda Cyhalotrin) berbeda nyata terhadap P0 (kontrol). Jumlah
rata-rata populasi tertinggi kumbang E. kamerunicus pada bunga betina diperoleh
pada perlakuan P0 (tanpa insektisida) sebesar 265,30 ekor/perlakuan bunga betina.
Perlakuan tanpa insektisida (P0) menunjukkan populasi kumbang yang lebih
tinggi (265,30 ekor/perlakuan), hal ini disebabkan pada pohon bunga betina tidak
diaplikasikan apapun. Penurunan populasi serangga penyerbuk terjadi pada saat
adanya aplikasi insektisida yang dilakukan. Penurunan ini dapat disebabkan oleh
racun yang terpapar saat pengaplikasian insektisida. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hasibuan et al. (2002) yang menyatakan bahwa penggunaan insektisida
di perkebunan secara konsisten dapat menurunkan populasi ulat api, tetapi
insektisida juga tidak hanya membunuh ulat api tetapi juga dapat menurunkan
populasi kumbang penyerbuk kelapa sawit (E. kamerunicus).

Universitas Sumatera Utara

21

Perlakuan P1 (Delthametrin) berpengaruh nyata terhadap perlakuan P0
(Kontrol). Pada perlakuan P1 (Delthametrin) populasi kumbang E. kamerunicus
sebesar 555,50 ekor/5 ulangan (rata-rata 111,10 ekor/ulangan), sedangkan pada
perlakuan P0 (Kontrol) populasi E. kamerunicus sebanyak 1326,50 ekor/5 ulangan
(rata-rata 265,30 ekor/ulangan) (Tabel 2.). Hal ini disebabkan adanya aplikasi dan
paparan bahan aktif Delthametrin yang menyebabkan E. kamerunicus enggan
untuk mengunjungi bunga betina. Delthametrin sendiri merupakan insektisida
sintetik yang memiliki sifat racun yang menyerang dengan cara merusak sistem
saraf. Hal ini sesuai dengan penelitian Frank & Kellner (2000) yang menyatakan
bahwa Deltametrin merupakan jenis insektisida yang memiliki spektrum luas.
Racunnya bekerja dengan cara menyerang dan merusak sistem saraf pada hewan
dan pada manusia.
Perlakuan P2 (Asefat) menunjukkan bahwa populasi kumbang paling rendah
secara signifikan sebesar 455,00 ekor/5 ulangan dengan rata-rata sebesar 91,00
ekor/ulangan (Tabel 2). Hal ini terjadi karena Asefat merupakan insektisida yang
bersifat mengendap dengan jangka waktu yang panjang sehingga E. kamerunicus
enggan untuk menghampiri bunga betina. Hal ini sesuai dengan peryataan NPIC
(2011) yang menyatakan bahwa Asefat memiliki aktivitas racun yang panjang,
dan endapan racun dari Asefat menyebabkan kematian lebih besar selama periode
waktu yang lebih lama.
Perlakuan P3 (Lambda Cyhalotrin) berpengaruh nyata terhadap perlakuan P 0
(Kontrol). Pada perlakuan P3 (Lambda Cyhalotrin) populasi kumbang E.
kamerunicus sebesar 605,50 ekor/5 ulangan (rata-rata 121,10 ekor/ulangan),
sedangkan pada perlakuan P0 (Kontrol) populasi E. kamerunicus sebanyak

Universitas Sumatera Utara

22

1326,50 ekor/5 ulangan (rata-rata 265,30 ekor/ulangan) (Tabel 2.). Hal ini
disebabkan adanya paparan dari bahan aktif Lambda cyhalotrin yang
menyebabkan E. kamerunicus enggan untuk mengunjungi bunga betina. Lambda
cyhalotrin merupakan insektisida piretroid sintetis yang memiliki sifat racun yang
menyerang dengan cara merusak sistem saraf. Hal ini sesuai dengan pernyataan
NPIC (2011) yang menyatakan bahwa Lambda cyhalotrin merupakan insektisida
pretroid sintetis yang merusak saluran ion dalam sel-sel saraf (neuron) dan
mengganggu fungsi sel-sel dari kedua sistem saraf perifer dan pusat.
Perlakuan P4 (Bacillus thuringiensis) tidak berpengaruh nyata terhadap
perlakuan P0 (Kontrol). Pada perlakuan P4 (Bacillus thuringiensis) populasi
kumbang E. kamerunicus sebesar 1045,00 ekor/5 ulangan (rata-rata 209,00
ekor/ulangan), sedangkan pada perlakuan P0 (Kontrol) populasi E. kamerunicus
sebanyak 1326,50 ekor/5 ulangan (rata-rata 265,30 ekor/ulangan) (Tabel 2.). Hal
ini disebabkan Bacillus thuringiensis merupakan insektisida berlabel hijau yang
ramah lingkungan dan tidak memiliki bau yang menyengat sehingga
E. kamerunicus masih mengunjungi bunga betina. Bt merupakan mikroba alami
yang ditemukan di dalam tanah, tetapi memiliki jenis yang banyak untuk setiap
target serangga yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan NPIC (2015) yang
menyatakan bahwa Bt merupakan mikroba alami yang ditemukan dari dalam
tanah. Bt dapat membuat protein yang beracun untuk larva maupun imago, tetapi
ada banyak jenis Bt untuk setiap target kelompok serangga yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

23

Populasi E. kamerunicus pada Bunga Jantan Kelapa Sawit
Dari hasil pengamatan E. kamerunicus pada bunga jantan setelah diaplikasi
dengan berbagai insektisida diketahui bahwa semua perlakuan yaitu perlakuan P1
(Delthametrin), P2 (Asefat), P3 (Lambda Cyhalotrin), dan P4 (Bacillus
thuringiensis) berpengaruh nyata terhadap perlakuan P0 (kontrol).
Tabel 3. Populasi E. kamerunicus sebelum aplikasi pada bunga jantan
Perlakuan

Aplikasi

P0
P1
P2
P3
P4

H0
H0
H0
H0
H0
Total
Rataan

Jenis Kelamin
Jantan
Betina
453,50
677,00
452,00
697,50
384,00
622,50
416,50
669,50
489,00
728,00
2195,00
3394,50
439,00
678,90

Total

Rataan

1130,50
1149,50
1006,50
1086,00
1217,00
5589,50

226,10
229,90
201,30
217,20
243,40
223,58

Tabel 4. Populasi E. kamerunicus hari 1 setelah aplikasi pada bunga jantan
Perlakuan

Aplikasi

P0
P1
P2
P3
P4

H1
H1
H1
H1
H1
Total
Rataan

Jenis Kelamin
Jantan
Betina
808,00
1295,50
288,00
417,50
410,00
669,50
284,50
432,00
499,50
729,50
2290,00
3544,00
458,00
708,80

Total

Rataan

2103,50
705,50
1079,50
716,50
1229,00
5834,00

420,70a
141,10d
215,90bc
143,30d
245,80ab
233,36

Ketetangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan pada bunga jantan kelapa sawit dari 5
perlakuan diperoleh bahwa total seluruh populasi E. kamerunicus mengalami
pertambahan setelah diaplikasikan insektisida (Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5). Hal
ini dikarenakan bunga jantan memiliki kandungan senyawa volatil yang tinggi.
Data total populasi menunjukkan sebesar 5589,50 ekor/5 perlakuan (rata-rata
223,58 ekor/perlakuan) pada awal pengamatan 50% bunga anthesis (Tabel 3),

Universitas Sumatera Utara

24

sebesar 5834,00 ekor/5 perlakuan (rata-rata 233,36 ekor/perlakuan) pada
pengamatan kedua atau hari pertama setelah aplikasi insektisida pada saat bunga
jantan anthesis 75% (Tabel 4), dan sebesar 6548,50 ekor/5 perlakuan (rata-rata
261,94 ekor/perlakuan) pada pengamatan ketiga atau hari kedua setelah aplikasi
insektisida pada saat bunga jantan anthesis 100% atau penuh (Tabel 5). Hal ini
sesuai dengan penelitian Hasibuan et al. (2002) yang menyatakan bahwa
penggunaan insektisida di perkebunan secara konsisten dapat menurunkan
populasi ulat api, tetapi insektisida juga tidak hanya membunuh ulat api tetapi
juga

dapat

menurunkan

populasi

kumbang

penyerbuk

kelapa

sawit

(E. kamerunicus).
Tabel 5. Populasi E. kamerunicus hari 2 setelah aplikasi pada bunga jantan
Perlakuan

Aplikasi

P0
P1
P2
P3
P4

H2
H2
H2
H2
H2
Total
Rataan

Jenis Kelamin
Jantan
Betina
644,50
1021,50
397,50
632,50
486,00
723,50
415,50
655,00
665,00
907,50
2608,50
3940,00
521,70
788,00

Total

Rataan

1666,00
1030,00
1209,50
1070,50
1572,50
6548,50

333,20a
206,00c
241,90c
214,10c
314,50ab
261,94

Ketetangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Nisbah kelamin yang didapatkan sebelum aplikasi dan sesudah aplikasi
insektisida di bunga jantan menunjukkan bahwa populasi kumbang betina lebih
dominan dibandingkan dengan populasi kumbang jantan. Hasil penelitian ini
menunjukkan pada pengamatan pertama atau sebelum aplikasi, populasi kumbang
betina sebesar 3394,50 ekor/5 perlakuan (Tabel 3) dan kumbang jantan sebesar
2195,00 ekor/5 perlakuan (Tabel 3) sedangkan data pada pengamatan kedua atau
1 hari setelah aplikasi menunjukkan populasi kumbang betina sebesar 3544,00

Universitas Sumatera Utara

25

ekor/5 perlakuan (Tabel 4) dan kumbang jantan sebesar 2290,00 ekor/5 perlakuan
(Tabel 4) dan sedangkan data pada pengamatan ketiga atau 2 hari setelah aplikasi
menunjukkan populasi kumbang betina sebesar 3940,00 ekor/5 perlakuan
(Tabel 5) dan kumbang jantan sebesar 2608,50 ekor/5 perlakuan (Tabel 5). Hal
ini sesuai dengan penelitian Prasetyo dan Susanto (2012) yang menyatakan bahwa
perbandingan jumlah kumbang jantan dan betina di lapangan adalah 1:2. Hal ini
disebabkan oleh lamanya hidup kumbang betina yang dapat mencapai 65 hari dan
kumbang jantan lama hidupnya hanya 46 hari sehingga membantu meningkatkan
populasi.
Populasi E. kamerunicus pada bunga jantan lebih tinggi dibandingkan
dengan Populasi E. kamerunicus pada bunga betina. Populasi E. kamerunicus
setelah aplikasi insektisida pada bunga jantan total kumbang seluruhnya mencapai
6548,50 ekor (Tabel 9.), sedangkan populasi E. kamerunicus setelah aplikasi
insektisida pada bunga betina sebesar 3987,50 ekor (Tabel 2). Hal ini disebabkan
E. kamerunicus lebih banyak beraktivitas di bunga jantan untuk mencari sumber
pakan, berkopulasi, meletakkan telur, maupun untuk perkembangan larva menjadi
imago dibandingkan dengan bunga betina, dan pada bunga jantan memiliki
kandungan senyawa volatil yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga betina.
Hal ini sesuai dengan penelitian Prasetyo & Susanto (2012) yang menyatakan
bahwa senyawa volatil berfungsi untuk menarik serangga untuk berkunjung dan
melakukan penyerbukan pada bunga kelapa sawit lebih banyak dikeluarkan oleh
bunga jantan dibandingkan dengan bunga betina pada kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara

26

Kemunculan Kumbang E. kamerunicus Baru
Hasil munculnya E. kamerunicus baru pada bunga jantan setelah di aplikasi
dengan berbagai insektisida diketahui bahwa semua perlakuan yaitu perlakuan
P1 (Delthametrin), P2 (Asefat), P3 (Lambda Cyhalotrin), dan P4 (Bacillus
thuringiensis) tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan P0 (kontrol).
Kemunculan kumbang baru yang tertinggi pada perlakuan P 0 (Kontrol)
dengan total kemunculan sebesar 813,00 ekor/5 ulangan dengan rata-rata
kumbang baru yang muncul sebanyak 162,60 ekor/ulangan (Tabel 6). Perlakuan
P0 (Kontrol) menunjukkan jumlah kumbang baru yang muncul lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan P0
(kontrol) tidak ada perlakuan insektisida, sehingga bunga jantan tempat
E. kamerunicus meletakkan telur dapat berkembang biak dengan normal dan tidak
terpapar oleh bahan aktif yang terkandung oleh masing-masing insektisida. Hal
serupa juga ditulis dalam penelitian Hernayanti (2015) yang menyatakan bahwa
pestisida dapat membunuh lebah dan berakibat buruk terhadap proses
penyerbukan tumbuhan, hilangnya spesies tumbuhan yang bergantung pada lebah
dalam penyerbukannya, dan keruntuhan koloni lebah. Penerapan pestisida pada
tanaman yang sedang berbunga dapat membunuh lebah madu yang akan hinggap
diatasnya.
Kemunculan kumbang baru yang terendah pada perlakuan P1 (Delthametrin)
dengan total kemunculan sebesar 543,50 ekor/5 perlakuan dengan rata-rata
kumbang baru yang muncul sebanyak 108,70 ekor/perlakuan (Tabel 6). Hal ini
disebabkan adanya aplikasi dan paparan bahan aktif Delthametrin yang
menyebabkan E. kamerunicus betina kurang tertarik untuk mengunjungi bunga

Universitas Sumatera Utara

27

jantan dan meletakkan telurnya pada bunga jantan tersebut. Delthametrin sendiri
merupakan insektisida sintetik yang memiliki sifat racun yang menyerang dengan
cara merusak sistem saraf. Hal ini sesuai dengan penelitian Frank & Kellner
(2000) yang menyatakan bahwa Deltametrin merupakan jenis insektisida yang
memiliki spektrum luas. Racunnya bekerja dengan cara menyerang dan merusak
sistem saraf pada hewan dan pada manusia.
Tabel 6. Kemunculan kumbang E. kamerunicus baru dari 3 spikelet
Jenis Kelamin
Perlakuan
Total
Rataan
Jantan
Betina
P0
204,00
609,00
813,00 162,60a
P1
214,50
329,00
543,50 108,70a
P2
310,50
504,50
815,00 163,00a
P3
251,50
374,50
626,00 125,20a
P4
259,00
355,00
614,00 122,80a
Total
1239,50 2172,00 3411,50
Rataan
247,90
434,40
136,46
Ketetangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Nisbah kelamin kumbang E. kamerunicus jantan dan betina yang muncul
setelah spikelet dipelihara selama 21 hari adalah sebesar 1:2, dengan nilai total
kemunculan kumbang jantan seluruhnya sebesar 1239,50 ekor/5 perlakuan dan
kumbang betina seluruhnya sebesar 2172,00 ekor/5 perlakuan dan nilai rata-rata
keduanya sebesar 247,90 ekor/perlakuan pada jantan dan 434,40 ekor/perlakuan
pada betina (Tabel 6).

Universitas Sumatera Utara

28

Identifikasi Serangga
Hasil yang didapatkan dari identifikasi serangga setelah aplikasi diketahui
bahwa perlakuan P0 (Kontrol) berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan, yaitu
perlakuan P1 (Delthametrin), P2 (Asefat), P3 (Lambda Cyhalotrin), dan P4
(Bacillus thuringiensis). Hal ini dapat ditunjukkan dari data yang signifikan dalam
hal jumlah serangga (Tabel 19). Pada perlakuan P0 (Kontrol), total serangga yang
tertangkap sebanyak 113,00 ekor/5 ulangan, dengan rata-rata sebesar 22, 60
ekor/ulangan,

dan

banyaknya

famili/perlakuan. Pada perlakuan

famili

yang

tertangkap

sebesar

20,00

P1 (Delthametrin), total serangga yang

tertangkap sebanyak 33,00 ekor/5 ulangan dengan rata-rata sebesar 6,60
ekor/ulangan, dengan banyaknya famili yang tertangkap sebesar 13 famili/5
ulangan. Pada perlakuan P2 (Asefat), total serangga yang tertangkap sebanyak
37,00 ekor/perlakuan, dengan rata-rata 7,40 ekor/perlakuan dengan banyaknya
famili yang tertangkap sebesar 17 famili/perlakuan. Pada perlakuan P3 (Lambda
Cyhalotrin),

total serangga yang tertangkap sebanyak 21,00 ekor/perlakuan,

dengan rata-rata 4,20 ekor/perlakuan dengan banyaknya famili yang tertangkap
sebesar 14 famili/5 ulangan dan merupakan perlakuan yang memiliki jumlah dan
rata-rata serangga yang terendah dibandingkan dengan yang lainnya. Pada
perlakuan P4 (Bacillus thuringiensis), total serangga yang tertangkap sebanyak
43,00 ekor/perlakuan, dengan rata-rata 8,60 ekor/perlakuan dengan banyaknya
famili yang tertangkap sebesar 11 famili/perlakuan.
Serangga yang tertangkap dan diidentifikasi dengan jumlah spesies atau
populasi yang tertinggi adalah dengan perlakuan P0 (Kontrol) dengan total 113,00
ekor/5 ulangan (rata-rata 22,60 ekor/ulangan) (Tabel 7). Hal ini dapat terjadi

Universitas Sumatera Utara

29

karena pada perlakuan P0 (Kontrol), pohon kelapa sawit tidak dilakukan aplikasi
insektisida, sehingga pohon tidak terpapar oleh racun yang terkandung dalam
insektisida kimia. Hal ini sesuai dengan penelitian Suheriyanto (2001) yang
menyatakan bahwa jumlah fauna yang ditangkap di lahan yang tidak diaplikasikan
pestisida lebih tinggi dibandingkan lahan yang diaplikasi pestisida.
Serangga yang tertangkap dan diidentifikasi dengan jumlah yang paling
sedikit adalah perlakuan P3 (Lambda Cyhalotrin) dengan total 21,00 ekor/5
ulangan (rata-rata 4,20 ekor/ulangan) (Tabel 7). Hal ini disebabkan sifat dan cara
kerja dari insektisida berbahan berbahan aktif Lambda Cyhalotrin dapat merusak
sel-sel saraf dan mengganggu fungsinya. NPIC (2001) menyatakan bahwa
insektisida berbahan aktif Lambda Cyhalotrin dapat merusak saluran ion dalam
sel-sel saraf (neuron) mengganggu fungsi sel-sel dari kedua sistem saraf perifer
dan pusat.
Tabel 7. Jumlah serangga yang tertangkap setelah aplikasi insektisida
Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
I
II
III
IV
V
P0
19,00
19,00
41,00
5,00
29,00 113,00 22,60a
P1
3,00
6,00
5,00
14,00
5,00
33,00 6,60bc
P2
6,00
6,00
5,00
12,00
8,00
37,00 7,40bc
P3
3,00
2,00
6,00
2,00
8,00
21,00 4,20bc
P4
4,00
14,00
7,00
9,00
9,00
43,00 8,60b
Total
35,00
47,00
64,00
42,00
59,00 247,00
Rataan
7,00
9,40
12,80
8,40
11,80
9,88
Ketetangan: Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Tabel 8 menunjukkan bahwa serangga yang paling banyak tertangkap
adalah serangga yang berasal dari famili; Curculionidae dengan jumlah
seluruhnya sebesar 87 ekor. Hal ini dikarenakan serangga E. kamerunicus dari
famili Curculionidae merupakan serangga penyerbuk utama kelapa sawit. Hal ini
sesuai dengan penelitian Pratama (2014) yang menyatakan bahwa serangga

Universitas Sumatera Utara

30

pengunjung yang ditemukan di bunga jantan dan bunga betina adalah Araneae,
Chelisochidae,

Curculionidae,

Forficulidae,

Nabidae,

Staphylinidae,

Stratiomydae, dan Thripidae. Secara umum, serangga yang ditemukan berperan
sebagai predator (Araneae, Nabidae, dan Staphylinidae), hama (Pygidicranidae),
fitofag (Stratiomydae), saprofag (Forficulidae) dan penyerbuk (Curculionidae dan
Thripidae).

Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 20. Identifikasi serangga yang tertangkap setelah aplikasi
Hasil Identifikasi
Perlakuan
Ordo
Famili
Jumlah
Acrididae :
Orthoptera
cyrtacarthacridinae
2
Diptera
Lonchaeidae
1
Coleoptera
Chrysomelidae
4
Hemiptera
Alydidae
2
P0 U1
Homoptera
Ciccanellidae
2
Coleoptera
Coccinellidae
1
Coleoptera
Curculionidae
5
Diptera
Bombyliidae
1
Coleoptera
Carabidae
1
Coleoptera
Chrysomelidae
1
Hymenoptera Haltticidae
1
Diptera
Tachinidae
1
Homoptera
Derbidae
5
Diptera
Micropezidae
1
Formicidae:
P0 U2
Hymenoptera formicinae
1
Orthoptera
Blattidae
1
Coleoptera
Mycetophagidae
1
Coleoptera
Curculionidae
5
Diptera
Tephritidae
2
Formicidae:
Hymenoptera pseudomyrmecinae
2
Coleoptera
Mycetophagidae
3
P0 U3
Coleoptera
Curculionidae
33
Coleoptera
Lampiridae
1
Coleoptera
Chrysomelidae
2
Homoptera
Derbidae
2
Diptera
Lonchaeidae
1
P0 U4
Homoptera
Ciccanellidae
2
Eurytomidae:
Hymenoptera eumeninae
1
Coleoptera
Curculionidae
24
P0 U5
Hemiptera
Alydidae
2
Homoptera
Miridae
1
Homoptera
Ciccanellidae
1
Braconidae:
Hymenoptera microgastrinae
1
P1 U1
Diptera
Tephritidae
1
Hemiptera
Reduviidae
1

Foto
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 3
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 7
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 16
Gambar 7
Gambar 19
Gambar 3
Gambar 12
Gambar 2
Gambar 5
Gambar 20
Gambar 7
Gambar 4
Gambar 21
Gambar 5
Gambar 22
Gambar 17
Gambar 23

Universitas Sumatera Utara

32

Diptera
Homoptera
Hymenoptera
P1 U2
Hymenoptera

P1 U3

P1 U4

P1 U5

P2 U1

P2 U2

P2 U3

P2 U4

P2 U5

Diptera
Diptera
Homoptera
Coleoptera
Coleoptera
Homoptera
Diptera
Hymenoptera
Lepidoptera
Homoptera
Diptera
Coleoptera
Hemiptera
Hemiptera
Homoptera
Diptera
Diptera
Hymenoptera
Diptera
Coleoptera
Lepidoptera
Coleoptera
Homoptera
Coleoptera
Hymenoptera
Hymenoptera
Homoptera
Coleoptera
Homoptera
Coleoptera
Diptera
Coleoptera
Coleoptera
Diptera
Homoptera
Coleoptera

Tephritidae
Derbidae
Formicidae:
dolichoderinae
Formicidae:
formicinae
Milichiidae
Tipulidae
Derbidae
Mycetophagidae
Bruchidae
Derbidae
Tephritidae
Tiphiidae
Tineidae
Derbidae
Tephritidae
Mycetophagidae
Delphacidae
Delphacidae
Derbidae
Lonchaeidae
Tephritidae
Mutiliidae:
sphaeroptthalminae
Tephritidae
Curculionidae
Tineidae
Coccinellidae
Derbidae
Curculionidae
Tiphiidae
Mutiliidae:
sphaeroptthalminae
Ciccanellidae
Chrysomelidae
Derbidae
Lampiridae
Otitidaee
Curculionidae
Carabidae
Lonchaeidae
Derbidae
Mycetophagidae

1
1

Gambar 17
Gambar 12

1

Gambar 24

1
1
1
3
1
1
1
1
1
11
2
1
1
1
2
1
1
1

Gambar 14
Gambar 25
Gambar 26
Gambar 12
Gambar 16
Gambar 27
Gambar 12
Gambar 17
Gambar 28
Gambar 29
Gambar 12
Gambar 17
Gambar 16
Gambar 30
Gambar 30
Gambar 12
Gambar 2
Gambar 17

1
1
2
3
1
1
1
1

Gambar 31
Gambar 17
Gambar 7
Gambar 29
Gambar 6
Gambar 12
Gambar 7
Gambar 28

1
2
1
3
1
1
2
2
2
3
1

Gambar 31
Gambar 5
Gambar 3
Gambar 12
Gambar 19
Gambar 32
Gambar 7
Gambar 9
Gambar 2
Gambar 12
Gambar 16

Universitas Sumatera Utara

33

P2 U5
P3 U1
P3 U2

P3 U3

P3 U4

P3 U5

P4 U1

P4 U2

P4 U3

P4 U4

P4 U5

Diptera
Hymenoptera
Lepidoptera
Diptera
Coleoptera
Homoptera
Lepidoptera
Coleoptera
Coleoptera
Hymenoptera
Orthoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Hymenoptera
Lepidoptera
Homoptera
Diptera
Diptera
Hymenoptera
Coleptera
Diptera
Lepidoptera
Hemiptera
Coleoptera
Coleoptera
Diptera
Hemiptera
Homoptera
Hymenoptera
Hymenoptera
Lepidoptera
Hymenoptera
Diptera
Coleoptera
Homoptera
Homoptera

Hymenoptera
Orthoptera
Keterangan: Gambar terlampir

Dolichoppodidae
Plumariidae
Arctiidaee
Tephritidae
Tenebrionidae
Derbidae
Arctiidaee
Curculionidae
Chrysomelidae
Halticidae
Acrididae :
cyrtacarthacridinae
Tenebrionidae
Curculionidae
Ciccanellidae
Formicidae:
formicinae
Tineidae
Derbidae
Lonchaeidae
Milichiidae
Halticidae
Curculionidae
Tephritidae
Arctiidaee
Delphacidae
Curculionidae
Chrysomelidae
Milichiidae
Delphacidae
Derbidae
Halticidae
Formicidae:
formicinae
Arctiidaee
Halticidae
Tephritidae
Chrysomelidae
Derbidae
Derbidae
Formicidae:
formicinae
Gyllidae

1
1
1
1
1
1
1
2
1
1

Gambar 33
Gambar 34
Gambar 35
Gambar 17
Gambar 36
Gambar 12
Gambar 35
Gambar 7
Gambar 3
Gambar 10

1
1
1
1

Gambar 1
Gambar 36
Gambar 7
Gambar 5

1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
10
1
1
1
3
2

Gambar 14
Gambar 29
Gambar 12
Gambar 2
Gambar 25
Gambar 10
Gambar 7
Gambar 17
Gambar 35
Gambar 30
Gambar 7
Gambar 3
Gambar 25
Gambar 30
Gambar 12
Gambar 10

1
2
1
3
1
2
7

Gambar 14
Gambar 35
Gambar 10
Gambar 17
Gambar 3
Gambar 12
Gambar 12

1
1

Gambar 14
Gambar 37

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Total populasi tertinggi kumbang Elaeidobius kamerunicus yang tertangkap
pada bunga jantan diperoleh pada perlakuan P0 (tanpa insektisida) sebanyak
2608,50 ekor/5 perlakuan (rata-rata 521,70 ekor/perlakuan).
2. Nisbah kelamin kumbang E. kamerunicus yang terperangkap pada bunga
jantan dan betina adalah 1:2,
3. Total populasi tertinggi kumbang E. kamerunicus yang tertangkap pada bunga
betina diperoleh pada perlakuan P0 (tanpa insektisida) sebesar 3940,00 ekor/5
perlakuan (rata-rata 788,00 ekor/perlakuan).
4. Total kemunculan kumbang baru E. kamerunicus tertinggi diperoleh pada
perlakuan P0 (tanpa insektisida) sebanyak 813,00 ekor/5 ulangan (rata-rata
162,60 ekor/ulangan)
5. Perlakuan insektisida dengan bahan aktif Asefat dapat menurunkan populasi
kumbang lebih besar dibandingkan dengan bahan aktif Delthametrin, Lambda
Cyhalotrin, dan Bacillus thuringiensis.
Saran
Saat aplikasi insektisida di areal perkebunan kelapa sawit sebaiknya
dilakukan dengan bijaksana dan hati-hati agar tidak menurunkan populasi
organisme non target khususnya serangga penyerbuk kelapa sawit yang
bermanfaat untuk proses penyerbukan.

Universitas Sumatera Utara