Pengaruh Variasi Perbandingan Bahan Bakar Solar-Biodiesel (Minyak Jelantah) Terhadap Unjuk Kerja Pada Motor Diesel

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motor Diesel
Diesel berasal dari nama seorang insinyur dari Jerman yang menemukan
mesin ini pada tahun 1893, yaitu Dr. Rudolf Diesel. Ia mendapatkan paten
(RP67207)

berjudul

'Arbeitsverfahren

und

für

Ausführungsart

Verbrennungsmaschinen'. Pada waktu itu mesin tersebut tergantung pada panas

yang dihasilkan ketika kompresi untuk menyalakan bahan bakar. Bahan bakar ini
diteruskan ke silinder oleh tekanan udara pada akhir kompresi.
Pada tahun 1924, Robert Bosch, seorang insinyur dari Jerman, mencoba
mengembangkan pompa injeksi daripada menggunakan metode tekanan udara
yang akhirnya berhasil menyempurnakan ide dari Rudolf Diesel. Keberhasilan
Robert Bosch dengan mesin dieselnya tersebut sampai saat ini digunakan oleh
masyarakat.

2.1.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel
Mesin/motor diesel (diesel engine) merupakan salah satu bentuk motor
pembakaran dalam (internal combustion engine) di samping motor bensin dan
turbin gas. Motor diesel disebut dengan motor penyalaan kompresi (compression
ignition engine) karena penyalaan bahan bakarnya diakibatkan oleh suhu
kompresi udara dalam ruang bakar. Dilain pihak motor bensin disebut motor
penyalaan busi (spark ignition engine) karena penyalaan bahan bakar diakibatkan
oleh percikan bunga api listrik dari busi.
Cara pembakaran dan pengatomisasian (atomizing) bahan bakar pada
motor diesel tidak sama dengan motor bensin. Pada motor bensin campuran bahan
bakar dan udara melelui karburator dimasukkan ke dalam silinder dan dibakar
oleh nyala listrik dari busi. Pada motor diesel yang diisap oleh torak dan

dimasukkan ke dalam ruang bakar hanya udara, yang selanjutnya udara tersebut
dikompresikan sampai mencapai suhu dan tekanan yang tinggi. Beberapa saat
sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA) bahan bakar solar diinjeksikan ke
dalam ruang bakar. Dengan suhu dan tekanan udara dalam silinder yang cukup

Universitas Sumatera Utara

6

tinggi maka partikel-partikel bahan bakar akan menyala dengan sendirinya
sehingga membentuk proses pembakaran. Agar bahan bakar solar dapat terbakar
sendiri, maka diperlukan rasio kompresi 15-22 dan suhu udara kompresi kira-kira
600ºC.
Meskipun untuk motor diesel tidak diperlukan sistem pengapian seperti
halnya pada motor bensin, namun dalam motor diesel diperlukan sistem injeksi
bahan bakar yang berupa pompa injeksi (injection pump) dan pengabut (injector)
serta perlengkapan bantu lain. Bahan bakar yang disemprotkan harus mempunyai
sifat dapat terbakar sendiri (self ignition). (Sumber: Lit. 11)

2.1.2 Perbedaan Utama Mesin Diesel Dan Mesin Bensin

Motor diesel dan motor bensin mempunyai beberapa perbedaan utama,
bila ditinjau dari beberapa item di bawah ini, yaitu (Tabel 2.1):

Tabel 2.1 Perbedaan utama motor diesel dan motor bensin
Item

Motor Diesel

Motor Bensin

1. Siklus Pembakaran

Siklus Diesel

Siklus Otto

2. Rasio Kompresi

15-22


6-12

3. Ruang Bakar

Rumit

Sederhana

4. Pencampuran Bahan

Diinjeksikan pada Akhir

Dicampur dalam

Langkah

Karburoator

5. Metode Penyalaan


Terbakar Sendiri

Percikan Api Busi

6. Bahan Bakar

Solar

Bensin

7. Getaran Suara

Besar

Kecil

Bakar

(Sumber: Lit. 7)


Motor diesel juga mempunyai keuntungan dibanding motor bensin, yaitu:
1.

Pemakaian bahan bakar lebih hemat, karena efisiensi panas lebih baik, biaya
operasi lebih hemat karena solar lebih murah.

2.

Daya tahan lebih lama dan gangguan lebih sedikit, karena tidak menggunakan
sistem pengapian.

Universitas Sumatera Utara

7

3.

Jenis bahan bakar yang digunakan lebih banyak

4.


Operasi lebih mudah dan cocok untuk kendaraan besar, karena variasi momen
yang terjadi pada perubahan tingkat kecepatan lebih kecil.

Adapun proses yang terjadi pada motor diesel 4 tak adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Silinder
(Sumber: Lit. 7)
Keterangan gambar:
1.

Katup hisap

5. Piston

2.

Katup buang

6. Connecting rod


3.

Injection Nozzle

7. Crankshaft (poros engkol)

4.

Ruang bakar

a.

Langkah Hisap
Pada langkah ini katup hisap membuka dan katup buang menutup. Piston

bergerak dari TMA ke TMB, sehingga langkah piston tersebut dapat menghisap
hanya udara ke dalam silinder. Bedanya dengan mesin Otto pada saat langkah ini
yang dihisap campuran udara dan bahan bakar.


Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 2.2 Langkah Hisap
(Sumber: Lit. 7)
b.

Langkah Kompresi
Pada Saat langkah ini katup hisap dan katup buang menutup. Piston

bergerak dari TMB ke TMA sehingga udara yang terhisap saat langkah hisap akan
dikompresikan yang akan mnegakibatkan temperatur dan tekanannya tinggi.
Nilai kompresi mesin diesel

= 15 - 22 (kg/cm2)

Tempertaur ruang pembakaran

= 500 - 800 (oC)


(Sumber: Lit. 7)

Gambar 2.3 Langkah Kompresi
(Sumber: Lit. 7)
c.

Langkah Kerja/Pembakaran
Pada saat langkah ini katup hisap dan katup buang menutup. Piston

bergerak dari TMA ke TMB karena adanya usaha pembakaran di dalam ruang
bakar. Pembakaran tersebut terjadi, karena saat piston hampir mencapai TMA
pada langkah kompresi, Nozzle Injeksi (Injector) menginjeksikan bahan bakar

Universitas Sumatera Utara

9

bertekanan tinggi ke dalam udara yang telah mencapai tekanan dan temperatur
tinggi. Temperatur tinggi udara menyebabkan bahan bakar terbakar dengan

sendirinya.

Gambar 2.4 Langkah Kerja/Pembakaran
(Sumber: Lit. 7)
d.

Langkah Buang
Pada saat langkah ini katup hisap menutup dan katup buang membuka.

Piston bergerak dari TMB ke TMA yang akan membuang gas sisa hasil
pembakaran pada saat langkah usaha/pembakaran.

Gambar 2.5 Langkah Buang
(Sumber: Lit. 7)

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.6 Diagram P-V Udara Tekanan Konstan
(Sumber: Lit. 1 hal.16)

Idealisasi yang dilakukan:
1.

Fluida kerja dianggap gas ideal

2.

Langkah isap (0 → 1) merupakan proses tekanan konstan.

3.

Langkah kompresi (1 → 2) merupakan proses isentropik

4.

Proses pembakaran pada tekanan konstan (2 → 3) adalah proses pemasukan
kalor.

5.

Langkah kerja (3 → 4) merupakan proses isentropik

6.

Proses pengeluaran kalor (4 → 1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor
pada volume konstan.

7.

Langkah buang (1 → 0) terjadi pada tekanan konstan

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran
2.2.1 Bahan Bakar Diesel
Pada tahap pertama perkembangan motor diesel, dipakai serbuk batu bara
sebagai bahan bakarnya, tetapi oleh karena ternyata tidak berhasil dengan baik
dan tidak praktis maka batu bara tidak lagi dipergunakan untuk bahan bakar motor
diesel. Maka sampai pada saat ini minyak bakar (bahan bakar cair) merupakan

Universitas Sumatera Utara

11

jenis bahan bakar yang banyak dipergunakan. Namun ditempat-tempat dimana
banyak terdapat gas bakar (bahan bakar gas), motor diesel dapat bekerja dengan
dua macam bahan bakar. Dalam hal tersebut gas bakar dimasukkan ke dalam
silinder bersama-sama dengan udara segar, sedangkan menjelang akhir langkah
kompresi minyak bakar disemprotkan ke dalam silinder sehingga terjadi
pembakaran. Minyak bakar dapat merupakan minyak berat atau minyak ringan.
Bahan bakar tersebut terakhir ini biasanya dipakai untuk motor diesel putaran
tinggi. Bahan bakar cair ini umumnya diproleh dari penyulingan (destilasi)
minyak bumi atau minyak mentah. (Lit. 2 Hal. 12).
Mesin diesel kecepatan rendah dapat beroperasi dengan hampir setiap
bahan bakar cair, dari minyak tanah (kerosene) sampai minyak bunker C, namun
mesin diesel kecepatan tinggi (High Speed Diesel/HSD) modern memerlukan
minyak bahan bakar yang lebih khusus dan lebih ringan dikarenakan singkatnya
selang waktu yang tersedia untuk pembakaran pada tiap siklus.
Kinerja dari suatu jenis bahan bakar diesel dapat diketahui dari
karakteristiknya antara lain:
1.

Viskositas, merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam
pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, umumnya dinyatakan dalam waktu yang
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas tinggi, maka
tahanan

untuk

mengalir

akan

semakin

tinggi.

Viskositas

sangat

mempengaruhi kinerja injektor bahan bakar pada proses atomisasi
(atomizing). Viskositas yang tinggi akan mengakibatkan bahan bakar tidak
teratomisasi dengan sempurna melainkan dalam bentuk tetesan-tetesan yang
besar dengan momentum tinggi serta memiliki kecendrungan untuk
bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini dapat
mengakibatkan pemadaman nyala (flame) dan peningkatan defosit serta emisi
gas buang. Sebaliknya, bahan bakar yang memiliki viskositas yang rendah
menghasilkan pengabutan (spray) yang terlalu halus dan tidak dapat masuk
lebih jauh ke dalam silinder pembakaran sehingga membentuk “daerah kaya
bahan bakar”

(fuel rich zone) yang mempunyai kecendrungan untuk

membentuk jelaga.

Universitas Sumatera Utara

12

2.

Bilangan Setana, merupakan bilangan yang menunjukkan pada kualitas dan
cepat atau lambatnya suatu bahan bakar untuk menyala. Bilangan setana
didasarkan pada persen volume dari setana (C16H34) dalam campuran setana
dengan alfametil-naftalen (C10H7CH3). Semakin tinggi bilangan setana suatu
bahan bakar, maka kualitas bilangan penyalaannya semakin baik. Ini berarti
bahan bakar tersebut akan menyala ketika diinjeksikan ke dalam silinder
mesin diesel dengan waktu penundaan penyalaan lebih singkat, demikian
sebaliknya. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai bilangan
setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan
bakar diinjeksikan ke dalam silinder, bahan bakar akan segera terbakar dan
tidak terakumulasi. Bilangan setana untuk motor diesel putaran tinggi
berkisar 40 sampai 60. (Sumber: Lit 14)

3.

Titik tuang (pour point), adalah suhu terendah dimana produk minyak bumi
masih dapat mengalir apabila didinginkan pada kondisi tertentu. Sedangkan
Cloud point adalah suhu tertinggi dimana awan kristal parafin terlihat pada
dasar tabung penguji jika minyak didinginkan pada kondisi tertentu. Untuk
Indonesia yang memiliki suhu relatif tinggi sepanjang tahun, maka ditetapkan
titik tuang bahan bakar diesel maksimum 65°F (18°C). Titik ini dipengaruhi
oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium). Semakin tinggi ketidakjenuhan,
maka titik tuang akan semakin rendah. Selain itu titik tuang juga dipengaruhi
oleh panjang rantai karbon. Semakin panjang rantai karbon, semakin tinggi
titik tuangnya.
SNI menetapkan titik kabut FAME (fatty acid methyl ester) maksimum 18°C,
sehingga relatif aman karena biosolar mensyaratkan titik tuang maksimum
18°C. Berdasarkan ketentuan ini, maka FAME ex minyak sawit (BMS:
biodiesel minyak sawit atau POME: palm oil methyl ester) dapat digunakan
dengan baik di sebagian besar daerah tropis karena memiliki titik kabut 1214°C. FAME ex minyak jarak dapat digunakan didaerah subtropis dan
dataran tinggi di daerah tropis karena titik kabutnya dapat mencapai 3°C.

4.

Volatilitas, merupakan kecendrungan suatu jenis bahan bakar untuk berubah
fasa dari cair menjadi uap. Tekanan uap yang tinggi Derajat kecepatan
menguap bahan bakar diesel dinyatakan dengan suhu dimana 90% bahan

Universitas Sumatera Utara

13

bakar telah mengembun atau tersuling. Lebih rendah titik penguapan ini,
maka lebih tinggi kecepatan menguapnya. Pada motor diesel kecil kecepatan
penguapan yang dibutuhkan lebih tinggi daripada motor diesel besar.
5.

Kadar residu karbon (carbon residu), Apabila semua bagian yang ringan telah
diuapkan dengan pemanasan (di dalam suatu tabung tertutup) tanpa
pemasukan udara, maka tinggalah sisanya yaitu residu karbon. Pengukuran
ini dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana kecenderungan bahan bakar
untuk membentuk kerak atau endapan karbon pada bagian-bagian motor.
Tingkatan residu karbon tergantung pada jumlah asam lemak bebas, jumlah
gliserida dan jumlah logam alkali sebagai katalis yang sudah berbentuk
sabun. Kadar residu karbon harus kecil karena fraksi hidrokarbon ini akan
menyebabkan penumpukan residu karbon dalam ruang bakar, sehingga
menyebabkan kinerja mesin jadi berkurang. Pada temperatur tinggi, deposit
karbon dapat membara sehingga akan menaikkan temperatur ruang
pembakaran. Jumlah residu karbon yang diperoleh tergantung pada besarnya
ukuran dan kecepatan motor. Pada motor besar kira-kira 0,2 % sedangkan
motor kecil kira-kira 0,1 %. Residu karbon ini sering terlihat melekat pada
ujung lubang-lubang nozel penyemprot.

6.

Kadar air dan sedimen, menunjukkan persentase kandungan air dan sedimen
yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air
yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal dan menyumbat
aliran bahan bakar. Disamping itu, keberadaan air juga dapat menyebabkan
korosi dan pertumbuhan mikroorganisme. Demikian juga halnya dengan
keberadaan sedimen yang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan
pada mesin.

7.

Titik embun (cloud point), merupakan temperatur dimana mulai terlihatnya
cahaya yang berwarna suram relatif terhadap cahaya sekitarnya pada
permukaan minyak ketika didinginkan.

8.

Kadar sulfur, merupakan persentase yang menunjukkan jumlah sulfur yang
terkandung dalam suatu bahan bakar. Ketika pembakaran berlangsung, sulfur
yang terkandung didalam bahan bakar juga akan ikut terbakar dan
menghasilkan gas yang bersifat sangat korosif. Selain akan merusak peralatan

Universitas Sumatera Utara

14

mesin yang terbuat dari logam, keberadaan oksida belerang (SO2 dan SO3)
bila dilepas ke udara berpotensi untuk menimbulkan hujan asam.
9. Titik nyala (flash point), merupakan temperatur terendah dimana suatu bahan
bakar dapat terbakar dengan sendirinya (autocombust) akibat tekanan. Titik
nyala yang terlalu rendah dapat menyebabkan kegagalan pada injektor bahan
bakar, pembakaran yang kurang sempurna bahkan ledakan. Penentuan titik
nyala ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan
bahan bakar. Titik nyala bahan bakar diesel adalah 65,5°C atau 150°F.

Berdasarkan jenis putaran mesinnya, bahan bakar diesel dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
1.

Automotive Diesel Oil (ADO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk
mesin dengan kecepatan putaran mesin >1000 rpm (rotation per minute).
Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel. Biasanya
digunakan untuk kendaraan bermotor.

2.

Industrial Diesel Oil (IDO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesinmesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm,
biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut
minyak diesel.

Di Indonesia, bahan bakar untuk kenderaan bermotor jenis diesel umunya
menggunakan minyak solar yang diproduksi oleh PT. Pertamina dengan
karakteristik seperti pada tabel 2.2 berikut:

Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 2.2 Data karakteristik mutu solar
NO

PROPERTIES
o

1. Specific Grafity 60/60 C
2. Color astm

LIMITS

TEST METHODS

Min
0.82

Max
0.87

-

3.0

D-1500

45
48

-

D-613

5.8
45

D-88

3.

Centane Number or
Alternatively calculated Centane Index

4.

Viscosity Khinenatic at 100 0 C cST 1.6
or Viscosity SSU at 100 0C secs
35

IP

ASTM
D-1298

5. Pour Point 0C

-

65

D-97

6. Sulphur strip %wt

-

0.5

D-1551/1552

7. Copper strip (3hrs/100 0C)

-

No.1

D-130

8. Condradson Carbon Residue %wt

-

0.1

D-189

9. Water Content % wt

-

0.01

D-482

10. Sediment %wt

-

No.0.01

D-473

11. Ash Content %wt

-

0.01

D-482

Neutralization Value :
12. - Strong Acid Number mgKOH/gr
- Total Acid Number mgKOH/gr

-

Nil
0.6

150

-

D-93

40

-

D-86

13. Falsh Point P.M.c.c 0F
Distillation :
- Recovery at 300 0C % vol
(Sumber: Lit. 13)

14.

Spesifikasi tersebut menurut PERATURAN DIREKTUR JENDRAL MINYAK
DAN GAS BUMI No. 002/P/DM/Migas/1979 Tanggal 25 Mei 1979, tentang
spesifikasi Bahan Bakar Minyak.

2.2.2 Pembakaran Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir
cairan yang halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah
bertemperatur dan bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap.
Penguapan butir bahan bakar ini dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu
bagian terpanas. Uap bahan bakar yang terjadi ini selanjutnya bercampur dengan
udara yang ada disekitarnya. Proses penguapan ini berlangsung terus selama
temperatur sekitarnya mencukupi. Jadi, proses penguapan juga terjadi secara

Universitas Sumatera Utara

16

berangsur-angsur. Demikian juga dengan proses pencampurannya dengan udara.
Maka pada suatu saat dimana terjadi campuran bahan bakar udara yang sebaikbaiknya, proses penyalaan bahan bakar dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan proses pembakaran di dalam silinder juga terjadi secara berangsurangsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada temperatur yang relatif
rendah dan laju pembakarannya pun akan bertambah cepat. Hal ini disebabkan
karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur lebih tinggi.
Setiap bahan bakar mengalami proses tersebut di atas. Hal itu juga
menunjukkan bahwa proses penyalaan bahan bakar di dalam motor diesel terjadi
pada banyak tempat, yaitu ditempat-tempat dimana terdapat campuran bahan
bakar udara yang sebaik-baiknya untuk penyalaan. Sekali penyalaan dapat
dilakukan, dimana pun juga, baik temperatur maupun tekanannya akan naik
sehingga pembakaran dilanjutkan dengan lebih cepat ke semua arah. (Lit. 2 Hal.
12)
2.3 Biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester)
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing
Material (ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan
yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas
melalui esterifikasi dengan alcohol/metanol. Biodiesel dapat digunakan tanpa
modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang
menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100% monoalkil ester. Biodiesel
campuran ditandai dengan ”BXX”, yang mana ”XX” menyatakan persentase
komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel
20% dan minyak solar 80%. (Sumber: Lit. 8)
Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan,
biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui. Pada
dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan
bahan baku alternatif yang dapat dikembangkan secara luas sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal minyak sawit, minyak jelantah, minyak
jarak, dan minyak kedelai. Namun terjadi perdebatan karena bahan bakar ini

Universitas Sumatera Utara

17

terutama minyak kedelai termasuk dalam pangan sehingga hal ini tidak wajar
mengingat semakin meningkatnya populasi manusia.

Tabel 2.3 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia
Nama latin

Nama Indonesia

Nama lain (daerah)

Elaeis guineensis

Kelapa Sawit

Sawit, Kelapa Sawit

Ricinus communis

Jarak (Kastroli)

Kaliki, Jarag (Lampung)

Jatropha curcas

Jarak Pagar

-

Ceiba pentandra

Kapok

Randu (Sunda, Jawa)

Chalopyllum inophyllum

Nyamplung

Nyamplung

Ximena americana

Bidaro

Bidaro

(Sumber: Lit. 6)

Tabel 2.4 Struktur kimia asam lemak pada biodiesel
Jenis Asam
Lemak

Jumlah Atom
karbon dan
Ikatan Rangkap

Bentuk Metil Ester

Capriylic

C8

CH3(CH2)6COOH

Capric

C10

CH3(CH2)8COOH

Lauric

C12

CH3(CH2)10COOH

Myristic

C14

CH3(CH2)12COOH

Palmitic

C16 : 0

CH3(CH2)14COOH

Palmitoleic

C16 : 1

Stearic

C18 : 0

CH3(CH2)16COOH

Oleic

C18 : 1

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH

Linoleic

C18 : 2

CH3(CH2)4CH=CHCH2CH= CH(CH2)7COOH

Linolenic

C18 : 3

CH3(CH2)2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH

Arachidic

C20 : 0

CH3(CH2)18COOH

CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH

Universitas Sumatera Utara

18

Eicosenic

C20 : 1

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH

Behenic

C22 : 0

CH3(CH2)20COOH

Euric

C22 : 1

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH

(Sumber: Lit. 10)

Cara

memproduksi

biodiesel

dapat

dilakukan

melalui

proses

transesterifikasi minyak nabati dengan metanol atau esterifikasi langsung asam
lemak hasil hidrolis dengan metanol. Namun, transesterifikasi lebih intensif
dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.

2.3.1 Karakteristik Biodiesel
Biodiesel memiliki gravitasi spesifik (specific gravity) kira – kira 0,88
lebih berat dibandingkan gravitasi spesifik solar yaitu sekitar 0,82 – 0,87. Oleh
karena ini dianjurkan untuk menuangkan biodiesel diatas solar dan bukan
sebaliknya ketika akan dilakukan pencampuran secara mekanik seperti
pengadukkan sebagainya. Biodiesel tidak mengandung nitrogen dan senyawa
aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm sulfur. Biodiesel
mengandung seikitar 11% oksigen dalam persen berat yang keberadaan
mengakibatkan berkurangnya monoksida, partikulat, hidroksida dan jelaga.
Biodiesel

memiliki

sifat

melarutkan

(solvency).

Hal

ini

dapat

menimbulkan permasalahan, dimana jika digunakan pada mesian diesel yang telah
lama menggunakan solar dan dalam tangkinya terbentuk sedimen dan kerak, maka
biodiesel akan melarutkan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan
saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada
tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan
biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan
biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang
mengandung campuran biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan
berkurangnya kadar biodiesel di dalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa
campuran antara solar dan biodiesel dengan komposisi 80% : 20% (B20)
mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil sehingga dapat ditoleransi.

Universitas Sumatera Utara

19

Biodiesel murni memiliki sifat pelumas yang sangat baik, bahkan
campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah
masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik. Seperti halnya bahan bakar
diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi “gel” pada temperatur yang
rendah. Biodiesel memiliki temperatur titik tuang (pour point) yang lebih tinggi
yaitu sekitar -15oC – 10oC dibandingkan solar, -35oC sampai -10oC sehingga
pemakaian biodiesel murni pada daerah

yang bertemperatur rendah kurang

dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat dilakukan
dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran,
maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. (Sumber: Lit.9)

2.3.2 Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah)
Pemanfaatan jelantah sebagai bahan baku biodiesel telah dilakukan
dibeberapa negara, seperti Jepang, Jerman, Austria dan Hawai. Bahan ini
diperoleh dari restauran-restauran fast food , seperti McDonald’s, KFC dan lain
sebagainya. Apabila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses
penggorengan. Senyawa karsinogenik ini berbahaya bagi kesehatan manusia,
karena dapat menyebabkan terjadinya penyakit kanker dan juga mengurangi
kecerdasan generasi. Ketersediaan yang relatif banyak serta harga yang murah
memungkinkan bahan ini dijadikan biodiesel.
Jika dibandingkan dengan bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa
keunggulan, yaitu:
1.

Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui.

2.

Biodiesel memiliki nilai cetane yang tinggi, volatilitas rendah dan bebas
sulfur.

3.

Menurunkan keausan ruang piston, karena sifat pelumasan bahan bakar yang
bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan bakar).

4.

Aman dalam penyimpanan dan transportasi, karena tidak mengandung racun.

5.

Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia.

6.

Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil, sehingga dapat diproduksi di
pedesaan.

Universitas Sumatera Utara

20

7.

Biodegradable : lebih mudah terurai oleh microorganisme dibanding minyak
mineral.

Tabel 2.5 Sifat-sifat fisik biodiesel metil ester dan solar
Sifat-Sifat

Bio Jelantah

Solar

Nilai Kalor LHV (kJ/kg)

37.114,13

40.297,32

Spesific Gravity (gr/cm3)

0,87

0,857

Viskositas Kinematik (cSt)

6,72

5,16

60

45

Bilangan Cetana
(Sumber: Lit. 16)

2.3.3 Proses Produksi Biodiesel dari Bahan Baku Minyak Goreng Bekas
Proses pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas adalah melalui
proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pemisahan dan terakhir
pemurnian.
1.

Reaksi transesterifikasi, bahan baku tambahan berupa katalis basa dan
metanol dimasukkan ke dalam reaktor. Kondisi reaktor dipertahankan pada
temperatur 55oC. Katalis yang digunakan adalah NaOH karena lebih murah
dibandingkan dengan KOH. Volume katalis ditentukan berdasarkan metoda
titrasi yang kisarannya 1,3-1,5 % dari volume minyak. Campuran diaduk
(mixing) dengan batang pengaduk secara perlahan hingga NaOH larut dalam
methanol, lamanya waktu operasi ± 30-60 menit.

2.

Setelah proses mixing selesai, pindahkan campuran ke tempat kering. Lalu
diamkan selama 12-24 jam, sampai terbentuk endapan gliserin.

3.

Setelah didiamkan selama 12-24 jam, maka akan terbentuk dua lapisan
lapisan atas berupa biodiesel dan lapisan bawah terdapat endapan titik-titik
putih gliserin. Pisahkan biodiesel dari gliserin yang berada di bawah. Setelah
itu, panaskan biodiesel selama ± 5 menit dengan suhu >70
˚C untuk
menguapkan methanol yang terdapat dalam biodiesel.

4.

Proses pencucuian, bertujuan untuk membuang sabun yang terbentuk dan
melarutkan metanol sisa reaksi dengan cara mencampurkan biodiesel dan air
yang sudah mengandung asam ke dalam corong pemisah, kocok secara

Universitas Sumatera Utara

21

perlahan agar biodiesel tercampur dengan air hingga warna larutan berubah
menjadi kuning susu. Setelah warna berubah, letakan corong pemisah dan
diamakan selama 30-60 menit Hal ini dilakukan agar pada tahap akhir
pemurnian biodiesel tidak ditemukan bahan pengotor (impurities) yang dapat
menurunkan kualitas biodiesel.
5.

Proses pemisahan, setelah menunggu 30-60 menit, tahap berikutnya adalah
proses pemisahan biodiesel dari air washing. biodiesel terletak pada bagian
atas berwarna kuning keruh, sedangkan bagian bawah adalah air washing
yang berwarna putih pekat seperti susu. Proses pemisahan dilakukan dengan
membuka tutup corong bawah pemisah secara perlahan, sehingga air bekas
washing akan keluar dan berpisah dengan biodiesel. Pada proses washing
yang pertama, akan diperoleh air washing yang sangat pekat dan bersifat
basa, dikarenakan air washing itu mengandung sabun dan gliserin. Lakukan
proses ini berulang kali hingga air washing bening dan memiliki pH 7.

6.

Proses pemurnian, panaskan biodiesel sampai suhu 120 derajat celcius dan
tahan selama kurang lebih 5 menit untuk memastikan air tidak terdapat di
dalam Biodiesel.

Gambar 2.7 Reaksi transesterifikasi
(Sumber: Lit. 5)

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 2.8 Bagan alir proses pembuatan biodiesel
(Sumber: Lit. 15)
Beberapa negara telah menetapkan standar biodiesel yang disesuaikan
dengan iklim dan kondisi masing-masing negara. Berikut adalah standar mutu
biodiesel Indonesia.
Tabel 2.6 Standar mutu biodiesel Indonesia
No
1
2
3
4
5
6
7

Parameter
Densitas (40oC)
Viskositas (40oC)
Cetane Number
Flash Point (close up)
Cloud point
Copper Strip Corrosion
(3 jam, 50oC)
Carbon residu
- sample
- 10% dist. residu

8

Air dan sedimen

9

Temperatur
destilasi,
90% recovered

Unit
gr/cm3
mm2/s (cSt)

Nilai
0,85 – 0,89
2,3 – 6,0
Min. 51

Metoda
ASTM D 1298
ASTM D 445
ASTM D 613

Max. No 3

ASTM D 130

% mass

Max. 0,05
(Max. 0,3)

ASTM D 4530

% vol

Max. 0,05*

ASTM D 2709 atau
ASTM D1160

o

C
C

o

o

C

Max. 360

ASTM D 1160

Universitas Sumatera Utara

23

10

Sulfated ash

11

% mass

Max. 0,02

Sulfur

Ppm (mg/kg)

Max. 100

12

Phosphorous content

Ppm (mg/kg)

Max. 10

13

Bilangan asam (NA)

Mg-KOH/g

Max. 0,8

14

Free Gliserin

% mass

Max. 0,02

15

Total Gliserin (Gttl)

% mass

Max. 0,24

16

Kandungan ester

Min. 96,5

17

Bilangan iod

% mass
% mass
(gI2/100g)

ASTM D 874
ASTM D 5453
ASTM D1266
AOCS Ca 12-55
AOCS Cd 3-36
ASTM D 664
AOCS Ca 14-56
ASTM D6584
AOCS Ca 14-56
ASTM D6584
Dihitung **

Max. 115

AOCS Cd 1-25

Negative

AOCS Cd 1-25

18 Halphen test
(Sumber: Lit. 12)

2.4 Beberapa Definisi Prestasi Mesin
Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.
Karakteristik utama dari motor diesel yang membedakannya dari motor bakar
yang lain terletak pada merode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel
bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.
Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat
sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan
udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan
alat penyala lain. Karena alasan ini motor diesel juga disebut mesin penyalaan
kompresi (compression ignition engines).
Motor diesel mempunyai perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1,
jauh lebih tinggi di bandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1
hingga 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (±25%)
dibanding mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi
menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.

2.4.1 Torsi dan daya
Torsi suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang
dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena itu sifat dynamometer bertindak
seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan
poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).

Universitas Sumatera Utara

atau

atau
atau
atau

24

PB =

2 .π .n
60

T . . . . . . . . . . (2.1)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-9

Dimana:
PB

= Daya keluaran (output) (Watt)

n

= Putaran mesin (rpm)

T

= Torsi (N.m)

2.4.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Spesific Fuel Consumption, SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.
Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam
satuan kg/jam, maka:

Sfc =

mf . 10 3
PB

. . . . . . . . . . (2.2)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-20

Dimana:
Sfc

= Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)

mf

= Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bakar (mf) dihitung dengan persamaan berikut:

�� =

Sg f . V f.10 3
tf

x 3600 . . . . . . . . . . (2.3)

. . . . . Lit. 3 Hal. 2-7

Dimana:
Sgf

= Spesific gravity

Vf

= Volume bahan bakar yang diuji

tf

= Waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Universitas Sumatera Utara

25

2.4.3 Perbandingan Udara Terhadap Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Untuk memproleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur
dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan bahan bakar ini disebut
Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut:

mf =

ma
AFR

. . . . . . . . . (2.4)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-11

Dimana:
ma

= Laju aliran massa udara (kg/jam)

mf

= Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan
membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter
calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara
1013 mb dan temperatur 20oC, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang
diproleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut:

Cf = 3564 . Pa .

T a + 114
T a 2,5

. . . . . . . . . . (2.5)

. . . . . Lit. 3 Hal. 2-9

Dimana:
Pa

= Tekanan udara (Pa)

Ta

= Temperatur udara (K)

2.4.4 Efisiensi Volumetris (Volumetric Efficiency)
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi
isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka
itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan
sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari
perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)
pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika
memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik (ηv) dirumuskan dengan persamaan
berikut:

Universitas Sumatera Utara

26

�� =

����� ����� ����� ���� ���� ���

����� ����� �������� ������ ������ ℎ �����

Berat udara segar yang terisap

=

��
60

. . . . . . . (2.6) . . . . . Lit. 3 Hal. 3-13

2

. � . . . . . (2.7)

Berat udara sebanyak langkah torak = ρa . Vs . . . . (2.8)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-13
. . . . . Lit. 3 Hal. 3-

10

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya efisiensi volumetris:

�� =

2 . ��
60 . �

.�

1


. ��

. . . . . . . . . . (2.9)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-13

Dimana:
ρa

= Kerapatan udara (kg/m3)

Vs

= Volume langkah torak 230 x 10-6 (m3) [spesifikasi mesin]

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diproleh
dari persamaan berikut:

�� =

��

� . ��

. . . . . . . . . (2.10)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-12

Dimana:
R

= Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.K)

2.4.5 Efisiensi Thermal Brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil daripada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi
mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja
maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar.
Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal
efficiency, ηb).

Universitas Sumatera Utara

27

�� =

���� �������� ������

���� ����� ���� �����

. . . . . . . . . . (2.11)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-19

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Q = mf . CV . . . . . . . . . . (2.12)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-17

Diama:
CV

= Panas jenis Bom Kalorimeter (kJ/kg)

Jika daya keluaran (Pb) dalam satuan (kW), laju aliran bahan bakar (mf) dalam
satuan (kg/jam), maka:
�� =

��

� � . ��

. 3600 . . . . . . . . . . (2.13)

. . . . . Lit. 3 Hal. 3-20

2.4.6 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang
diproleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
berikut:
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 (kJ/kg) . . . . (2.14)

. . . . . . . Lit. 4 Hal. 12

Dimana:
HHV = Nilai Kalor Atas (High Heating Value)

Universitas Sumatera Utara

28

T1

= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2

= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

Cv

= Panas jenis Bom Kalorimeter (73529,6 J/gr oC)

Tkp

= Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (≈ 0,05 oC)
Umumnya kandungan hidrogen di dalam bahan bakar cair adalah berkisar

15 %, maka setiap kilogram bahan bakar akan mengandung 0,15 kg hidrogen. Air
yang dihasilkan dalam pembakaran adalah ½ kali jumlah mol hidrogen dalam
kandungan bahan bakar. Misalnya untuk bahan bakar iso-oktan C8H18, maka
jumlah air yang akan terbentuk setiap pembakaran 1 kg bahan bakar adalah 9 x
0,15 = 1,35 kg. Panas laten pengkondensasian yang terjadi dari uap dengan
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg. Maka panas laten pengkondensasian uap yang terjadi dari
hasil pembakaran setiap 1 kg bahan bakar adalah 2400 x 1,35 = 3240 kJ.
Tekanan parsial 20 kN/m2 yang diambil adalah merupakan hal yang biasa terjadi
pada knalpot motor bakar. Kesalahan yang mungkin terjadi dengan asumsi ini
cukup kecil, karena tabel uap terlihat pada tekanan parsial rendah perubahan
panas laten pengkondensasian cukup rendah, sebagaimana halnya pada knalpot
motor, maka:
LHV = HHV – 3240 (kJ/kg). . . . . . . . . (2.14)

. . . . . . . Lit. 4 Hal. 12

Dimana:
LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical
Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan
SAE (Society of Aotumotive Engineers) menentukan penggunann nilai kalor
bawah (LHV).

Universitas Sumatera Utara