Perbandingan Hasil Deteksi Tepi Laplacian Of Gaussian Dengan Laplacian Of Gaussian Kombinasi High Boost Filtering
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Citr a
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan.
(Sutoyo, Mulyanto,. 2009)
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N
kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat
(x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila
(x,y) dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit
maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Indeks baris dan kolom
(x,y) dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat.(Kadir,2013)
Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen
multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual.
Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering kali citra yang dimiliki
mengalami penurunan mutu, misalnya mengandung cacat atau noise. Tentu saja citra
semacam ini menjadi lebih sulit untuk diinterpretasikan karena informasi yang
disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang (Wiliyana, 2013).
2.2
Citr a Digital
Citra digital merupakan representasi dari sebuah citra dua dimensi sebagai sebuah
kumpulan nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel adalah satuan
7
terkecil dari citra yang mengandung nilai terkuantisasi yang mewakili kecerahan dari
sebuah warna pada sebuah titik tertentu.
Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y
adalah koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) yang
merupakan tingkat kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra
digital adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik
pada citra tersebut dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau
pixel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Indeks baris dan kolom (x,y)
dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat (integer).
Sebuah pixel merupakan sampel dari pemandangan yang mengandung
intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Untuk menunjukkan lokasi
suatu pixel, koordinat (0,0) digunakan untuk posisi kiri atas dalam bidang citra, dan
koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n
pixel dimana m adalah kolom dan n adalah baris. Untuk menunjukkan tingkat
pencahayaan suatu pixel, seringkali digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit
dengan lebar selang nilai 0-255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih,
dan tingkat abu-abu berada di antara nilai 0 dan 255(Ahmad, 2005).
Warna citra sendiri dibentuk oleh kombinasi citra 2-D incividual . Misalnya
dalam sistem warna Red Green Blue ( RGB) , warna citra terdiri dari tiga komponen
individu warna ( merah, hijau,biru). Asumsikan bahwa citra dicoba sehingga
menghasilkan citra yang mempunyai baris M dan kolom N, sehingga disebut citra
berukuran M x N. Nilai dari koordinat (x.y) adalah kuantitas diskrit. Untuk kejelasan
notasi dan kemudahan maka digunakan nilai integer untuk koordinat ini. Titik awal
citra didefenisikan pada (x,y) =(0,0).Nilai koordinat berikutnya sepanjang baris
pertama citra adalah (x,y)=(0,1). Jadi penting untuk diingat bahwa notasi (0,1)
digunakan untuk menandai contoh kedua sepanjang baris pertama(Prasetyo, 2011).
8
0
0
1
2
3 . . . .
.
. N - 1
1
2
3
. . . .
...
M - 1
f(x ,y )
Gambar 2.1. Sistem koor dinat citr a
Sistem koordinat citra digital pada Gambar 2.1 tersebut dapat ditulis dalam bentuk
matriks sebagai berikut:
( , )=
(0,0)
(1,0)
.
.
( − 1,0)
(0,1)
(1,1)
.
.
( − 1,1 ) .
…
…
…
(0,
(1,
(
− 1)
− 1)
.
.
− 1,
............(1)
− 1)
Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture
elements, image elements, pels ,atau pixels. Namun istilah yang sering digunakan
dalam citra digital adalah pixels. (Sutoyo , 2009).
2.2.1 Jenis Citra Digital
Citra digital memiliki beberapa jenis, yaitu (Sianipar, R,. 2013) :
1. Citra biner : Setiap piksel hitam atau putih. Karena hanya ada dua
kemungkinan nilai pada setiap piksel maka yang diperlukan hanya satu bit per
piksel. Citra seperti ini sangat efisien untuk penyimpanan. Contoh citra biner
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Citra biner
9
2. Citra abu-abu (grayscale) : Setiap piksel merupakan bayangan abu-abu yang
memiliki nilai intensital 0 (hitam) sampai 255 (putih). Rentang ini berarti
bahwa setiap piksel dapat direpresentasikan oleh delapan bit atau satu byte.
Contoh citra abu-abu (grayscale) dapat dilihat di gambar 2.3.
Gambar 2.3. Citra abu-abu (grayscale)
3. Citra warna atau RGB : Setiap piksel memiliki suatu warna khusus, warna
tersebut dideskripsikan oleh jumlah warna merah(R, red), hijau(G, green), dan
biru (B, blue). Citra ini dipandang sebagai penumpukan tiga matriks, yang
berarti bahwa setiap piksel berkaitan dengan tiga nilai. Contoh citra warna atau
RGB dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Citra Warna atau (RGB)
2.3
Citr a Bitmap
Bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Bitmap menyimpan data kode citra
secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per pixel). Bitmap
10
dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan
biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi
warna, tetapi untuk mengubah objek sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukan
kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap
merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan
perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Bitmap biasanya
diperoleh dengan cara Scanner, Camera Digital, Video Capture, dan lain-lain. Contoh
citra bitmap dapat dilihat pada gambar 2.5.(Sutoyo , 2009).
Gambar 2.5. Citra Bitmap (bunga.bmp)
2.4
Pengolahan Citra
Pengolahan citra digital (digital image processing) merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia
maupun mesin (komputer). Dalam pengolahan citra yang menjadi masukan (input)
dan keluaran (output) adalah citra, namun citra keluaran (output) kualitasnya lebih
baik dari citra masukan (input). Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun
seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya
mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur
(blurring), dan sebagainya. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra
menjadi citra lain, yang berarti jika inputannya citra maka outputnya berupa
citra.(Barus,L.2015) Gambar 2.6 menunjukkan diagram alir proses yang terjadi pada
suatu citra mulai dari proses pencitraan sampai pada analisis citra.
Gambar 2.6. Tahapan dalam Pengolahan Citra
11
Beberapa alasan dilakukan pengolahan citra digital adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan citra asli dari citra yang sudah rusak karena pengaruh
noise yang bercampur dengan cira asli dalam suatu proses tertentu. Poses
pengolahan citra bertujuan untuk mendapatkan citra yang mendekati citra
asli.
2. Untuk mendapatkan citra dengan karakteristik tertentu dan cocok secara
visual yang dibutuhkan dalam proses lanjut dalam pemrosesan analisis
citra(Ainun,2014).
2.4.1
Operasi Pengolahan Citra
Secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis
sebagai berikut (Munir, R,. 2007) :
1. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus
yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.
Contoh-contoh operasi perbaikan citra :
a. Perbaikan kontras gelap/terang
b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement)
c. Penajaman (sharpening)
d. Pemberian warna semu (pseudocoloring)
e. Penapis derau (noise filtering)
2. Perbaikan citra (image restoration)
Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan/meminimumkan cacat
pada
citra. Tujuan perbaikan citra hampir sama dengan operasi peningkatan
kualitas citra. Bedanya, pada perbaikan citra penyebab degradasi gambar
diketahui.
Contoh-contoh operasi perbaikan citra :
a. Penghilangan kesamaran (deblurring)
b. Penghilangan derau (noise)
12
3. Pemampatan citra (image compression)
Pemampatan citra atau kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan
kebutuhan memori dalam merepresentasikan citra digital dengan mengurangi
duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan menjadi lebih
sedikit daripada representasi citra semula. Hal yang penting dalam jenis
operasi ini adalah citra yang dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas
gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation)
Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen.
Segmentasi membagi citra ke dalam daerah intensitasnya masing-masing
sehingga bisa membedakan antara objek dan background-nya. Tingkat
keakurasian segmentasi bergantung pada tingkat keberhasilan prosedur
analisis yang dilakukan. Jenis operasi ini berkaitan dengan pengolahan pola.
5. Analisis citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan mengitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.
6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Operasi rekonstuksi citra banyak digunakan dalam bidang
medis.
Operasi-operasi tersebut bertujuan untuk membentuk objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Pada citra digital, dengan tipe bitmap tipe warna pada titik-titik piksel
dibentuk dari sebuah data numerik. Tinggi dan rendahnya keabuan piksel dinyatakan
dalam bentuk intensitas atau derajat keabuan. Satuan lebar intensitas merupakan lebar
memori (bit) citra yang disebut dengan format piksel.
2.5
Pendeteksian Tepi
Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan
tepi-tepi dari objek-objek gambar. Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari
suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangga.
(Apriyana,2013) Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dari citra
13
bersangkutan. Tepian citra dapat merepresentasikan objek-objek yang terkandung
dalam citra tersebut, bentuk, dan ukurannya serta terkadang juga informasi tentang
teksturnya. Tepian citra adalah posisi dimana intensitas piksel dari citra berubah dari
nilai rendah ke nilai tinggi atau sebaliknya. Deteksi tepi umumnya adalah langkah
awal melakukan segmentasi citra. Tujuan dari deteksi tepi adalah untuk menandai
bagian yang menjadi detail citra dan memperbaiki detail dari citra yang kabur akibat
error atau adanya efek dari cahaya(Putra,2010).
Deteksi tepi adalah proses untuk menemukan perubahan intensitas yang
berbeda nyata dalam sebuah bidang citra. Sebuah operator deteksi tepi merupakan
operasi bertetangga, yaitu sebuah operasi yang memodifikasi nilai keabuan sebuah
titik berdasarkan nilai-nilai keabuaan dari titik-titik yang ada di sekitarnya
(tetangganya) yang masing-masing mempunyai bobot tersendiri. Bobot-bobot tersebut
nilainya tergantung pada operasi yang akan dilakukan, sedangkan banyaknya titik
tetangga yang terlibat biasanya adalah 2x2, 3x3, 3x4, 7x7, dan sebagainya.
(Sutoyo,2009)
Kriteria untuk menentukan lokasi terjadinya tingkat perubahan intensitas yang
mendadak ada 2 jenis yaitu:
a. Nilai turunan pertama intensitas adalah lebih besar dari magnitude batas
ambang (threshold) tertentu.
b. Nilai turunan kedua intensitas mempunyai sebuah “zero crossing”.
(Melly,2010)
Secara umum tepi dapat didefinisikan sebagai batas antara dua region (dua
piksel yang saling berdekatan) yang memiliki perbedaan intensitas yang tajam atau
tinggi. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda,
tergantung pada perubahan intensitas. Untuk lebih memahami defenisi tepi, Gambar
2.7 memperlihatkan model tepi dalam ruang satu dimensi (Taurisna,2009).
Gambar 2.7. Model Tepi Satu Dimensi
14
Deteksi tepi sangat penting dalam pengolahan citra karena pendeteksian tepi
merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Dimana, tepi
mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan
identifikasi objek dalam citra. Tujuan operasi pendeteksi tepi adalah untuk
meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam
citra.(Apriyana,2013)
Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital, yaitu (Citra,2010):
1. Tepi curam
Jenis tepi ini terbentuk karena perubahan intensitas yang tajam, berkisar 900.
2. Tepi landai
Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat
juga dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.
3. Tepi yang mengandung noise
Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau.
Perbedaan ketiga macam tepi tersebut, diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. J enis-jenis Tepi
Deteksi tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam
citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses
segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Deteksi tepi pada suatu citra
memiliki tujuan sebagai berikut(Taurisna,2009):
1. Menandai bagian yang menjadi detil citra.
2. Memperbaiki detil citra yang kabur karena error atau efek proses akuisisi.
15
Gambar 2.9 memperlihatkan bagaimana tepi dari suatu citra dapat diperoleh dengan
operasi pendeteksian tepi.
Gambar 2.9. Pr oses Deteksi Tepi Citra
2.5.1 Metode-metode dalam Deteksi Tepi
Menurut Munir (2004), metode-metode yang digunakan dalam deteksi tepi :
1. Operator gradien pertama (differential gradent)
Perubahan intensitas yang besar dalam jarak yan singkat dipandang sebagai fungsi
yang memiliki kemiringan yang besar. Kemiringan fungsi biasanya dilakukan dengan
menghitung turunan pertama(gradient). Operator gradien pertama terdiri dari
beberapa teknik dalam mendeteksi tepi yaitu :
a. Operator gradien selisih-terpusat(center-difference)
b. Operator Sobel
c. Operator Prewitt
d. Operator Roberts
2. Operator turunan kedua (Laplacian)
Operator turunan kedua mendeteksi lokasi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang
curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol(zero
crossing), sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol. Persilangan
nol merupakan lokasi tepi yang akurat.
16
3. Operator Kompas (compass operator)
Operator kompas digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah, dapat
menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin : Utara, Timur Laut, Timur,
Tenggara, Selatan, Barat Daya, dan Barat Laut.
2.5.2
Operator Laplacian of Gaussian (LoG)
Operator laplacian sangat sensitif terhadap noise yang terletak pada titik-titik tepi.
Jadi, sebelum deteksi tepi dilakukan, filter yang dapat melemahkan noise diperlukan.
Operator Laplacian of Gaussian merupakan kombinasi dari operator gaussian dan
operator laplacian.(Ainun,2014)
Operasi laplacian memberitahukan keberadaan suatu tepi ketika keluaran dari
operator membuat perpotongan dengan sumbu x. Namun bila suatu daerah dalam citra
mempunyai nol yang seragam, diabaikan dan tidak dianggap sebagai tepi. Secara
prinsip, lokasi titik perpotongan dapat diduga sampai resolusi sub-piksel
menggunakan interpolasi linier, tetapi hasilnya mungkin tidak akurat akibat pengaruh
noise. Filter Gaussian adalah salah satu filter linear dengan nilai pembobotan untuk
setiap anggotanya dipilih berdasarkan bentuk fungsi Gaussian. Filter ini digunakan
untuk menghilangkan noise yang bersifat sebaran normal.
Titik-titik tepi yang dilacak dengan cara menemukan perpotongan dengan
sumbu x oleh fungsi turunan kedua dari intensitas citra sangat sensitif terhadap noise.
Oleh karena itu, diperlukan suatu filter yang dapat melemahkan noise sebelum
penguatan tepi dilakukan. (Ahmad,2005) Karakteristik mendasar dari pelacak tepi
Laplacian of Gaussian adalah :
1. Filterisasi pengaburnya adalah filter Gaussian.
2. Penguatan tepi adalah fungsi turunan kedua.
3. Kriteria pelacakan adalah dengan menemukan titik perpotongan dengan sumbu x
dalam fungsi turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam suatu fungsi
turunan pertama.
4. Lokasi dari tepi dapat diduga dengan resolusi subpiksel menggunakan interpolasi
linear .(Annisa,2010)
Cara kerja operator ini adalah sebagai berikut : pertama, citra dikonvolusi
dengan operator gaussian bertujuan untuk mengaburkan dan melemahkan noise.
Namun, pengaburan ini mengakibatkan pelebaran tepi objek. Kemudian, operator
17
laplacian diterapkan untuk menemukan titik potong dengan sumbu x dalam fungsi
turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam fungsi turunan pertama.
Kemudian., lokasi tepi diperoleh dari resolusi subpiksel menggunakan interpolasi
linier. (Sutoyo,2009)
Metode ini mendeteksi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Pada
tepi yang curam, turunan keduanya memiliki zero-crossing (persilangan nol) yaitu
titik dimana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua, sedangkan pada tepi yang
landai tidak terdapat persilangan nol (Gonzalez et al,2005). Untuk menghindari
pelacakan tepi yang tidak berbeda nyata, hanya titik perpotongan dengan sumbu x
yang bersesuaian dengan turunan pertama dan bernilai di atas nilai tertentu saja yang
dipilih sebagai titik-titik tepi. Operator LoG merupakan operator turunan kedua yang
dihitung dengan:
∇
Dimana :
( , )=
)
(
)
................(2)
: standar deviasi Gaussian,
x
: nilai piksel dari sumbu x,
y
: nilai piksel dari sumbu y,
: nilai konstanta eksponensial (2,78128...).
Fungsi ∇2g(x,y) merupakan turunan kedua dari fungsi Gauss, kadang-kadang
disebut juga fungsi Laplacian of Gaussian (LoG). Jadi, untuk mendeteksi tepi dari
citra yang mengalami gangguan, kita dapat melakukan salah satu dari dua operasi
ekivalen di bawah ini:
1. Konvolusi citra dengan fungsi Gauss G(x,y), kemudian lakukan operasi
Laplacian terhadap hasilnya, atau
2. Konvolusi citra dengan penapis LoG.(Wibowo,2014)
Bentuk persamaan di atas biasa disebut operator topi Meksiko karena bila nilai
di sebelah kiri tanda sama dengan diplotkan terhadap koordinat x dan y akan
membentuk lekukan seperti topi Meksiko(Annisa,2010).Representasi turunan kedua
dalam bentuk kernel operator Laplacian diperlihatkan seperti yang dibawah.
18
Gambar 2.10 menunjukkan contoh penerapan metode deteksi tepi dengan operator
Laplacian of Gaussian (LOG).
Gambar 2.10. Pr oses deteksi tepi metode LoG (Wibowo,2014)
2.6
Der au (Noise)
Noise merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital yang
diterima oleh alat penerima data gambar yang mana dapat menggangu kualitas citra
atau Noise adalah sebuah gangguan yang terjadi akibat dari kurang sempurnanya
proses capture yang dilakukan sehingga mengakibatkan terjadinya pencahayaan yang
tidak merata. Akibat tidak meratanya pencahayaan mengakibatkan intensitas tidak
seragam, kontras citra terlalu rendah sehingga objek sulit untuk dipisahkan dari latar
belakangnya, atau gangguan yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang menempel
pada citra.(Rifangi,2014)
Beberapa jenis noise, yaitu gaussian noise dan salt and pepper noise.
1. Gaussian noise merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal
standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi. Efek dari noise ini pada gambar
adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan presentase noise.
Fungsi kepadatan probabilitas (probabilty density function) adalah suatu fungsi yang
menyatakan nilai kemungkinan terjadinya kejadian tertentu. Contoh gaussian noise
dapat dilihat pada gambar 2.11(A). Probability Density Function ( PDF) variabel
random Gaussian adalah (Hermawati, 2013) :
( )=
Dimana : z : gray-level,
(
√
) /
...........................(3)
19
: nilai tengah (mean),
: standar deviasi
: nilai konstanta eksponensial (2,78128...).
2. Salt and pepper noise adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik
hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica. Noise ini disebabkan
karena terjadinya error bit dalam pengiriman data, piksel-piksel yang tidak berfungsi
dan kerusakan pada lokasi memori, karakteristik Fungsi Probabilitas Kepadatan
(Probability Density Function).
Probability Density Function (PDF) Salt and Pepper Noise :
( )=
....................(4)
0
Dimana : z : gray-level,
Pa : kemungkinan (probabilitas) level a
Pb : kemungkinan (probabilitas) level b
Jika b > a, intensitas b akan tampak sebagai titik terang pada citra. Sebaliknya,
level a akan tampak seperti titik gelap. Jika selain Pa atau Pb nol, impulse noise disebut
juga unipolar . Jika probability selain nol, dan khususnya diperkirakan sama,nilai
impulse noise akan mirip butiran salt and pepper secara acak yang terdistribusi pada
citra. Karena alasan ini noise bipolar impulse disebut juga noise salt and pepper
(Prasetyo , 2011).Contoh salt and pepper noise dapat dilihat pada gambar 2.11(B).
Gambar 2.11. gaussian noise (A) dan salt and pepper noise (B)
20
2.7
Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)
Peningkatan kualitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi
citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa
dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan
lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra
sehingga citra yang dihgasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi
tertentu. Contoh peningkatan kualitas citra dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Peningkatan kualitas citra
2.7.1 Filter Spasial (Spatial Filter)
Filter spasial adalah operasi yang dilakukan terhadap intensitas piksel dari suatu
image dan bukan terhadap komponen frekuensi dari gambar. Jenis metode yang
digunakan untuk peningkatan kualitas citra (image enhacement) adalah low pass filter
dan high pass filter. Sedangkan bagian-bagian dari low pass filter dan high pass filter
akan membentuk suatu metode yaitu high boost filter.(Barus,L.2015)
2.7.1.1 Filter Pelolos Rendah (Low Pass Filter)
Low pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas
yang halus dan perbedaan intensitas yang tinggi akan dikurangi atau di buang. Ciriciri dari fungsi low pass filter adalah (Barus,L.2015) :
1. Untuk menghaluskan citra
2. Didasarkan pada perata-rataan nilai piksel dengan tetangga
21
3. Bobot filter selalu positif yang totalnya bernilai 1
4. Contoh beberapa filternya adalah :
1/ 9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1/ 6
0
1
0
1
2
1
0
1
0
2.7.1.2 Filter Pelolos Tinggi (High Pass Filter)
High pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas
yang tinggi dan perbedaan intensitas yang rendah akan dikurangi atau dibuang. Agar
itu terjadi, maka digunakan filter pelolos rendah dan filter pelolos semua (allpass
filter) Ciri-ciri fungsi high pass filter adalah (Barus,L.2015):
1. Disebut sebagai sharpening mask, karena mempercepat pergantian batas gelap
dan terang
2. Filter memiliki nilai positif di tengah, negatif di pinggir, dan total keseluruhan
bobot harus 0
3. Hasil high pass filter adalah selisih antara allpass filter dengan low pass filter,
dengan penjelasan berikut :
0
W= 0
0
0
1
0
0
0
0
Matriks diatas disebut sebagai matriks pelolos semua (allpass filter), Artinya :
=
*
.....................................(5)
Maka high pass filter adalah :
=
−
=
=(
*
−
−
*
)*
.................(6)
Sehingga dapat mengidentikkan bahwa :
=
−
...............................(7)
22
Beberapa contoh matiks high pass filter yang berasa dari low pass filter adalah
0
= 0
0
=
0
= 0
0
=
0
1
0
0
0 −
0
−1
−1
−1
−1
8
−1
0
1
0
0
0 −
0
0
−1
0
−1
4
−1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
0
1
0
−1
−1
−1
0
1
0
0
−1
0
2.7.1.3 High Boost Filter
High-Boost merupakan salah satu bagian dari operasi yang dapat dilakukan untuk
melakukan perbaikan citra. High-Boost Filtering bertujuan untuk mempertahankan
(mempertajam) komponen frekuensi tinggi dan menghilangkan (mengurangi)
komponen frekuensi rendah (Rifangi,2014).
High boost filter adalah proses filter yang berasal dari citra dengan dasar
pemrosesannya menggunakan metode low pass filter dan high pass filter. Metode ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jika A = 1, maka high boost filter akan menjadi high pass filter biasa.
2. Hasilnya adalah citra yang lebih tajam pada bagian pinggirnya
3. Memiliki rumus :
High boost = A(asli) – (lowpass)
= A(asli) – ((asli) – (highpass))
= (A-1)(asli) + (highpass)
atau
High boost filter = (A – 1) allpass filter + high pass filter..........(8) (Najarian,
Splinter,. 2012) dan ,bila A > 1 maka citra output merupakan citra high-pass yang
ditambahkan dengan bagian dari citra asli (Putra D , 2010).
23
2.8
Per baikan Citr a (Image Restoration)
Restorasi citra digital adalah suatu teknik yang memperhatikan bagaimana
mengurangi perubahan bentuk dan penurunan kualitas citra yang diawali selama
pembentukan citra tersebut. Restorasi citra berfokus pada penghilangan atau
penekanan degradasi yang terjadi selama proses pengembalian bentuk citra
sebernarnya. Degradasi semacam itu termasuk derau (noise), yang meliputi error pada
nilai-nilai piksel, dan pengaruh optik seperti pengaburan fokus atau karena gerakan
kamera(Barus,L.2015). Perbaikan citra bertujuan meningkatkan tampilan citra untuk
pandangan manusia atau untuk mengkonversi suatu citra agar memiliki format yang
lebih baik sehingga citra tersebut menjadi lebih mudah diolah dengan mesin
(komputer). Adapun contoh dari perbaikan citra dapat dilihat pada gambar 2.13
(Rifangi,2014).
Gambar 2.13. Per baikan citra
2.9
Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PNSR)
Ada beberapa parameter pengukuran kesalahan atau error dalam pemrosesan citra.
Dua parameter yang paling umum digunakan adalah Mean Square Error (MSE) dan
Peak Signal to Noise Ratio (PNSR).
Mean Square Error (MSE) adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai MSE
didapat dengan membandingkan nilai selisih pixel-pixel citra asal dengan citra hasil
pada posisi pixel yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil
24
akan semakin buruk. Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra
hasil akan semakin baik. MSE dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
∑
∑
(
( , )−
( , ) ) ..................(9)
Dimana :
m dan n = ukuran panjang dan lebar citra
f (i,j) = intensitas citra di titik (i,j) sebelum terkena noise
(i,j) = intensitas citra di titik (i,j) setelah noise dihilangkan
Semakin kecil nilai MSE, semakin bagus perbaikan citra yang digunakan.
PSNR merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra
hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise) yang dinyatakan dalam satuan
decibel(db), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan (
MSE ). Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada
tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka semakin buruk pula
hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Secara Matematis, nilai PSNR dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
PSNR = 20 * Log 10 (
255
MSE
)
......................(10)
Tidak seperti MSE, nilai PSNR yang lebih besar mengindikasikan bahwa kualitas
tersebut lebih baik.
LANDASAN TEORI
2.1
Citr a
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan.
(Sutoyo, Mulyanto,. 2009)
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N
kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat
(x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila
(x,y) dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit
maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Indeks baris dan kolom
(x,y) dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat.(Kadir,2013)
Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen
multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual.
Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering kali citra yang dimiliki
mengalami penurunan mutu, misalnya mengandung cacat atau noise. Tentu saja citra
semacam ini menjadi lebih sulit untuk diinterpretasikan karena informasi yang
disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang (Wiliyana, 2013).
2.2
Citr a Digital
Citra digital merupakan representasi dari sebuah citra dua dimensi sebagai sebuah
kumpulan nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel adalah satuan
7
terkecil dari citra yang mengandung nilai terkuantisasi yang mewakili kecerahan dari
sebuah warna pada sebuah titik tertentu.
Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y
adalah koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) yang
merupakan tingkat kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra
digital adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik
pada citra tersebut dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau
pixel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Indeks baris dan kolom (x,y)
dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat (integer).
Sebuah pixel merupakan sampel dari pemandangan yang mengandung
intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Untuk menunjukkan lokasi
suatu pixel, koordinat (0,0) digunakan untuk posisi kiri atas dalam bidang citra, dan
koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n
pixel dimana m adalah kolom dan n adalah baris. Untuk menunjukkan tingkat
pencahayaan suatu pixel, seringkali digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit
dengan lebar selang nilai 0-255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih,
dan tingkat abu-abu berada di antara nilai 0 dan 255(Ahmad, 2005).
Warna citra sendiri dibentuk oleh kombinasi citra 2-D incividual . Misalnya
dalam sistem warna Red Green Blue ( RGB) , warna citra terdiri dari tiga komponen
individu warna ( merah, hijau,biru). Asumsikan bahwa citra dicoba sehingga
menghasilkan citra yang mempunyai baris M dan kolom N, sehingga disebut citra
berukuran M x N. Nilai dari koordinat (x.y) adalah kuantitas diskrit. Untuk kejelasan
notasi dan kemudahan maka digunakan nilai integer untuk koordinat ini. Titik awal
citra didefenisikan pada (x,y) =(0,0).Nilai koordinat berikutnya sepanjang baris
pertama citra adalah (x,y)=(0,1). Jadi penting untuk diingat bahwa notasi (0,1)
digunakan untuk menandai contoh kedua sepanjang baris pertama(Prasetyo, 2011).
8
0
0
1
2
3 . . . .
.
. N - 1
1
2
3
. . . .
...
M - 1
f(x ,y )
Gambar 2.1. Sistem koor dinat citr a
Sistem koordinat citra digital pada Gambar 2.1 tersebut dapat ditulis dalam bentuk
matriks sebagai berikut:
( , )=
(0,0)
(1,0)
.
.
( − 1,0)
(0,1)
(1,1)
.
.
( − 1,1 ) .
…
…
…
(0,
(1,
(
− 1)
− 1)
.
.
− 1,
............(1)
− 1)
Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture
elements, image elements, pels ,atau pixels. Namun istilah yang sering digunakan
dalam citra digital adalah pixels. (Sutoyo , 2009).
2.2.1 Jenis Citra Digital
Citra digital memiliki beberapa jenis, yaitu (Sianipar, R,. 2013) :
1. Citra biner : Setiap piksel hitam atau putih. Karena hanya ada dua
kemungkinan nilai pada setiap piksel maka yang diperlukan hanya satu bit per
piksel. Citra seperti ini sangat efisien untuk penyimpanan. Contoh citra biner
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Citra biner
9
2. Citra abu-abu (grayscale) : Setiap piksel merupakan bayangan abu-abu yang
memiliki nilai intensital 0 (hitam) sampai 255 (putih). Rentang ini berarti
bahwa setiap piksel dapat direpresentasikan oleh delapan bit atau satu byte.
Contoh citra abu-abu (grayscale) dapat dilihat di gambar 2.3.
Gambar 2.3. Citra abu-abu (grayscale)
3. Citra warna atau RGB : Setiap piksel memiliki suatu warna khusus, warna
tersebut dideskripsikan oleh jumlah warna merah(R, red), hijau(G, green), dan
biru (B, blue). Citra ini dipandang sebagai penumpukan tiga matriks, yang
berarti bahwa setiap piksel berkaitan dengan tiga nilai. Contoh citra warna atau
RGB dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Citra Warna atau (RGB)
2.3
Citr a Bitmap
Bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Bitmap menyimpan data kode citra
secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per pixel). Bitmap
10
dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan
biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi
warna, tetapi untuk mengubah objek sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukan
kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap
merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan
perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Bitmap biasanya
diperoleh dengan cara Scanner, Camera Digital, Video Capture, dan lain-lain. Contoh
citra bitmap dapat dilihat pada gambar 2.5.(Sutoyo , 2009).
Gambar 2.5. Citra Bitmap (bunga.bmp)
2.4
Pengolahan Citra
Pengolahan citra digital (digital image processing) merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia
maupun mesin (komputer). Dalam pengolahan citra yang menjadi masukan (input)
dan keluaran (output) adalah citra, namun citra keluaran (output) kualitasnya lebih
baik dari citra masukan (input). Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun
seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya
mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur
(blurring), dan sebagainya. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra
menjadi citra lain, yang berarti jika inputannya citra maka outputnya berupa
citra.(Barus,L.2015) Gambar 2.6 menunjukkan diagram alir proses yang terjadi pada
suatu citra mulai dari proses pencitraan sampai pada analisis citra.
Gambar 2.6. Tahapan dalam Pengolahan Citra
11
Beberapa alasan dilakukan pengolahan citra digital adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan citra asli dari citra yang sudah rusak karena pengaruh
noise yang bercampur dengan cira asli dalam suatu proses tertentu. Poses
pengolahan citra bertujuan untuk mendapatkan citra yang mendekati citra
asli.
2. Untuk mendapatkan citra dengan karakteristik tertentu dan cocok secara
visual yang dibutuhkan dalam proses lanjut dalam pemrosesan analisis
citra(Ainun,2014).
2.4.1
Operasi Pengolahan Citra
Secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis
sebagai berikut (Munir, R,. 2007) :
1. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus
yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.
Contoh-contoh operasi perbaikan citra :
a. Perbaikan kontras gelap/terang
b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement)
c. Penajaman (sharpening)
d. Pemberian warna semu (pseudocoloring)
e. Penapis derau (noise filtering)
2. Perbaikan citra (image restoration)
Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan/meminimumkan cacat
pada
citra. Tujuan perbaikan citra hampir sama dengan operasi peningkatan
kualitas citra. Bedanya, pada perbaikan citra penyebab degradasi gambar
diketahui.
Contoh-contoh operasi perbaikan citra :
a. Penghilangan kesamaran (deblurring)
b. Penghilangan derau (noise)
12
3. Pemampatan citra (image compression)
Pemampatan citra atau kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan
kebutuhan memori dalam merepresentasikan citra digital dengan mengurangi
duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan menjadi lebih
sedikit daripada representasi citra semula. Hal yang penting dalam jenis
operasi ini adalah citra yang dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas
gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation)
Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen.
Segmentasi membagi citra ke dalam daerah intensitasnya masing-masing
sehingga bisa membedakan antara objek dan background-nya. Tingkat
keakurasian segmentasi bergantung pada tingkat keberhasilan prosedur
analisis yang dilakukan. Jenis operasi ini berkaitan dengan pengolahan pola.
5. Analisis citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan mengitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.
6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Operasi rekonstuksi citra banyak digunakan dalam bidang
medis.
Operasi-operasi tersebut bertujuan untuk membentuk objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Pada citra digital, dengan tipe bitmap tipe warna pada titik-titik piksel
dibentuk dari sebuah data numerik. Tinggi dan rendahnya keabuan piksel dinyatakan
dalam bentuk intensitas atau derajat keabuan. Satuan lebar intensitas merupakan lebar
memori (bit) citra yang disebut dengan format piksel.
2.5
Pendeteksian Tepi
Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan
tepi-tepi dari objek-objek gambar. Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari
suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangga.
(Apriyana,2013) Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dari citra
13
bersangkutan. Tepian citra dapat merepresentasikan objek-objek yang terkandung
dalam citra tersebut, bentuk, dan ukurannya serta terkadang juga informasi tentang
teksturnya. Tepian citra adalah posisi dimana intensitas piksel dari citra berubah dari
nilai rendah ke nilai tinggi atau sebaliknya. Deteksi tepi umumnya adalah langkah
awal melakukan segmentasi citra. Tujuan dari deteksi tepi adalah untuk menandai
bagian yang menjadi detail citra dan memperbaiki detail dari citra yang kabur akibat
error atau adanya efek dari cahaya(Putra,2010).
Deteksi tepi adalah proses untuk menemukan perubahan intensitas yang
berbeda nyata dalam sebuah bidang citra. Sebuah operator deteksi tepi merupakan
operasi bertetangga, yaitu sebuah operasi yang memodifikasi nilai keabuan sebuah
titik berdasarkan nilai-nilai keabuaan dari titik-titik yang ada di sekitarnya
(tetangganya) yang masing-masing mempunyai bobot tersendiri. Bobot-bobot tersebut
nilainya tergantung pada operasi yang akan dilakukan, sedangkan banyaknya titik
tetangga yang terlibat biasanya adalah 2x2, 3x3, 3x4, 7x7, dan sebagainya.
(Sutoyo,2009)
Kriteria untuk menentukan lokasi terjadinya tingkat perubahan intensitas yang
mendadak ada 2 jenis yaitu:
a. Nilai turunan pertama intensitas adalah lebih besar dari magnitude batas
ambang (threshold) tertentu.
b. Nilai turunan kedua intensitas mempunyai sebuah “zero crossing”.
(Melly,2010)
Secara umum tepi dapat didefinisikan sebagai batas antara dua region (dua
piksel yang saling berdekatan) yang memiliki perbedaan intensitas yang tajam atau
tinggi. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda,
tergantung pada perubahan intensitas. Untuk lebih memahami defenisi tepi, Gambar
2.7 memperlihatkan model tepi dalam ruang satu dimensi (Taurisna,2009).
Gambar 2.7. Model Tepi Satu Dimensi
14
Deteksi tepi sangat penting dalam pengolahan citra karena pendeteksian tepi
merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Dimana, tepi
mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan
identifikasi objek dalam citra. Tujuan operasi pendeteksi tepi adalah untuk
meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam
citra.(Apriyana,2013)
Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital, yaitu (Citra,2010):
1. Tepi curam
Jenis tepi ini terbentuk karena perubahan intensitas yang tajam, berkisar 900.
2. Tepi landai
Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat
juga dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.
3. Tepi yang mengandung noise
Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau.
Perbedaan ketiga macam tepi tersebut, diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. J enis-jenis Tepi
Deteksi tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam
citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses
segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Deteksi tepi pada suatu citra
memiliki tujuan sebagai berikut(Taurisna,2009):
1. Menandai bagian yang menjadi detil citra.
2. Memperbaiki detil citra yang kabur karena error atau efek proses akuisisi.
15
Gambar 2.9 memperlihatkan bagaimana tepi dari suatu citra dapat diperoleh dengan
operasi pendeteksian tepi.
Gambar 2.9. Pr oses Deteksi Tepi Citra
2.5.1 Metode-metode dalam Deteksi Tepi
Menurut Munir (2004), metode-metode yang digunakan dalam deteksi tepi :
1. Operator gradien pertama (differential gradent)
Perubahan intensitas yang besar dalam jarak yan singkat dipandang sebagai fungsi
yang memiliki kemiringan yang besar. Kemiringan fungsi biasanya dilakukan dengan
menghitung turunan pertama(gradient). Operator gradien pertama terdiri dari
beberapa teknik dalam mendeteksi tepi yaitu :
a. Operator gradien selisih-terpusat(center-difference)
b. Operator Sobel
c. Operator Prewitt
d. Operator Roberts
2. Operator turunan kedua (Laplacian)
Operator turunan kedua mendeteksi lokasi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang
curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol(zero
crossing), sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol. Persilangan
nol merupakan lokasi tepi yang akurat.
16
3. Operator Kompas (compass operator)
Operator kompas digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah, dapat
menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin : Utara, Timur Laut, Timur,
Tenggara, Selatan, Barat Daya, dan Barat Laut.
2.5.2
Operator Laplacian of Gaussian (LoG)
Operator laplacian sangat sensitif terhadap noise yang terletak pada titik-titik tepi.
Jadi, sebelum deteksi tepi dilakukan, filter yang dapat melemahkan noise diperlukan.
Operator Laplacian of Gaussian merupakan kombinasi dari operator gaussian dan
operator laplacian.(Ainun,2014)
Operasi laplacian memberitahukan keberadaan suatu tepi ketika keluaran dari
operator membuat perpotongan dengan sumbu x. Namun bila suatu daerah dalam citra
mempunyai nol yang seragam, diabaikan dan tidak dianggap sebagai tepi. Secara
prinsip, lokasi titik perpotongan dapat diduga sampai resolusi sub-piksel
menggunakan interpolasi linier, tetapi hasilnya mungkin tidak akurat akibat pengaruh
noise. Filter Gaussian adalah salah satu filter linear dengan nilai pembobotan untuk
setiap anggotanya dipilih berdasarkan bentuk fungsi Gaussian. Filter ini digunakan
untuk menghilangkan noise yang bersifat sebaran normal.
Titik-titik tepi yang dilacak dengan cara menemukan perpotongan dengan
sumbu x oleh fungsi turunan kedua dari intensitas citra sangat sensitif terhadap noise.
Oleh karena itu, diperlukan suatu filter yang dapat melemahkan noise sebelum
penguatan tepi dilakukan. (Ahmad,2005) Karakteristik mendasar dari pelacak tepi
Laplacian of Gaussian adalah :
1. Filterisasi pengaburnya adalah filter Gaussian.
2. Penguatan tepi adalah fungsi turunan kedua.
3. Kriteria pelacakan adalah dengan menemukan titik perpotongan dengan sumbu x
dalam fungsi turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam suatu fungsi
turunan pertama.
4. Lokasi dari tepi dapat diduga dengan resolusi subpiksel menggunakan interpolasi
linear .(Annisa,2010)
Cara kerja operator ini adalah sebagai berikut : pertama, citra dikonvolusi
dengan operator gaussian bertujuan untuk mengaburkan dan melemahkan noise.
Namun, pengaburan ini mengakibatkan pelebaran tepi objek. Kemudian, operator
17
laplacian diterapkan untuk menemukan titik potong dengan sumbu x dalam fungsi
turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam fungsi turunan pertama.
Kemudian., lokasi tepi diperoleh dari resolusi subpiksel menggunakan interpolasi
linier. (Sutoyo,2009)
Metode ini mendeteksi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Pada
tepi yang curam, turunan keduanya memiliki zero-crossing (persilangan nol) yaitu
titik dimana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua, sedangkan pada tepi yang
landai tidak terdapat persilangan nol (Gonzalez et al,2005). Untuk menghindari
pelacakan tepi yang tidak berbeda nyata, hanya titik perpotongan dengan sumbu x
yang bersesuaian dengan turunan pertama dan bernilai di atas nilai tertentu saja yang
dipilih sebagai titik-titik tepi. Operator LoG merupakan operator turunan kedua yang
dihitung dengan:
∇
Dimana :
( , )=
)
(
)
................(2)
: standar deviasi Gaussian,
x
: nilai piksel dari sumbu x,
y
: nilai piksel dari sumbu y,
: nilai konstanta eksponensial (2,78128...).
Fungsi ∇2g(x,y) merupakan turunan kedua dari fungsi Gauss, kadang-kadang
disebut juga fungsi Laplacian of Gaussian (LoG). Jadi, untuk mendeteksi tepi dari
citra yang mengalami gangguan, kita dapat melakukan salah satu dari dua operasi
ekivalen di bawah ini:
1. Konvolusi citra dengan fungsi Gauss G(x,y), kemudian lakukan operasi
Laplacian terhadap hasilnya, atau
2. Konvolusi citra dengan penapis LoG.(Wibowo,2014)
Bentuk persamaan di atas biasa disebut operator topi Meksiko karena bila nilai
di sebelah kiri tanda sama dengan diplotkan terhadap koordinat x dan y akan
membentuk lekukan seperti topi Meksiko(Annisa,2010).Representasi turunan kedua
dalam bentuk kernel operator Laplacian diperlihatkan seperti yang dibawah.
18
Gambar 2.10 menunjukkan contoh penerapan metode deteksi tepi dengan operator
Laplacian of Gaussian (LOG).
Gambar 2.10. Pr oses deteksi tepi metode LoG (Wibowo,2014)
2.6
Der au (Noise)
Noise merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital yang
diterima oleh alat penerima data gambar yang mana dapat menggangu kualitas citra
atau Noise adalah sebuah gangguan yang terjadi akibat dari kurang sempurnanya
proses capture yang dilakukan sehingga mengakibatkan terjadinya pencahayaan yang
tidak merata. Akibat tidak meratanya pencahayaan mengakibatkan intensitas tidak
seragam, kontras citra terlalu rendah sehingga objek sulit untuk dipisahkan dari latar
belakangnya, atau gangguan yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang menempel
pada citra.(Rifangi,2014)
Beberapa jenis noise, yaitu gaussian noise dan salt and pepper noise.
1. Gaussian noise merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal
standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi. Efek dari noise ini pada gambar
adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan presentase noise.
Fungsi kepadatan probabilitas (probabilty density function) adalah suatu fungsi yang
menyatakan nilai kemungkinan terjadinya kejadian tertentu. Contoh gaussian noise
dapat dilihat pada gambar 2.11(A). Probability Density Function ( PDF) variabel
random Gaussian adalah (Hermawati, 2013) :
( )=
Dimana : z : gray-level,
(
√
) /
...........................(3)
19
: nilai tengah (mean),
: standar deviasi
: nilai konstanta eksponensial (2,78128...).
2. Salt and pepper noise adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik
hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica. Noise ini disebabkan
karena terjadinya error bit dalam pengiriman data, piksel-piksel yang tidak berfungsi
dan kerusakan pada lokasi memori, karakteristik Fungsi Probabilitas Kepadatan
(Probability Density Function).
Probability Density Function (PDF) Salt and Pepper Noise :
( )=
....................(4)
0
Dimana : z : gray-level,
Pa : kemungkinan (probabilitas) level a
Pb : kemungkinan (probabilitas) level b
Jika b > a, intensitas b akan tampak sebagai titik terang pada citra. Sebaliknya,
level a akan tampak seperti titik gelap. Jika selain Pa atau Pb nol, impulse noise disebut
juga unipolar . Jika probability selain nol, dan khususnya diperkirakan sama,nilai
impulse noise akan mirip butiran salt and pepper secara acak yang terdistribusi pada
citra. Karena alasan ini noise bipolar impulse disebut juga noise salt and pepper
(Prasetyo , 2011).Contoh salt and pepper noise dapat dilihat pada gambar 2.11(B).
Gambar 2.11. gaussian noise (A) dan salt and pepper noise (B)
20
2.7
Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)
Peningkatan kualitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi
citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa
dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan
lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra
sehingga citra yang dihgasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi
tertentu. Contoh peningkatan kualitas citra dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Peningkatan kualitas citra
2.7.1 Filter Spasial (Spatial Filter)
Filter spasial adalah operasi yang dilakukan terhadap intensitas piksel dari suatu
image dan bukan terhadap komponen frekuensi dari gambar. Jenis metode yang
digunakan untuk peningkatan kualitas citra (image enhacement) adalah low pass filter
dan high pass filter. Sedangkan bagian-bagian dari low pass filter dan high pass filter
akan membentuk suatu metode yaitu high boost filter.(Barus,L.2015)
2.7.1.1 Filter Pelolos Rendah (Low Pass Filter)
Low pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas
yang halus dan perbedaan intensitas yang tinggi akan dikurangi atau di buang. Ciriciri dari fungsi low pass filter adalah (Barus,L.2015) :
1. Untuk menghaluskan citra
2. Didasarkan pada perata-rataan nilai piksel dengan tetangga
21
3. Bobot filter selalu positif yang totalnya bernilai 1
4. Contoh beberapa filternya adalah :
1/ 9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1/ 6
0
1
0
1
2
1
0
1
0
2.7.1.2 Filter Pelolos Tinggi (High Pass Filter)
High pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas
yang tinggi dan perbedaan intensitas yang rendah akan dikurangi atau dibuang. Agar
itu terjadi, maka digunakan filter pelolos rendah dan filter pelolos semua (allpass
filter) Ciri-ciri fungsi high pass filter adalah (Barus,L.2015):
1. Disebut sebagai sharpening mask, karena mempercepat pergantian batas gelap
dan terang
2. Filter memiliki nilai positif di tengah, negatif di pinggir, dan total keseluruhan
bobot harus 0
3. Hasil high pass filter adalah selisih antara allpass filter dengan low pass filter,
dengan penjelasan berikut :
0
W= 0
0
0
1
0
0
0
0
Matriks diatas disebut sebagai matriks pelolos semua (allpass filter), Artinya :
=
*
.....................................(5)
Maka high pass filter adalah :
=
−
=
=(
*
−
−
*
)*
.................(6)
Sehingga dapat mengidentikkan bahwa :
=
−
...............................(7)
22
Beberapa contoh matiks high pass filter yang berasa dari low pass filter adalah
0
= 0
0
=
0
= 0
0
=
0
1
0
0
0 −
0
−1
−1
−1
−1
8
−1
0
1
0
0
0 −
0
0
−1
0
−1
4
−1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
0
1
0
−1
−1
−1
0
1
0
0
−1
0
2.7.1.3 High Boost Filter
High-Boost merupakan salah satu bagian dari operasi yang dapat dilakukan untuk
melakukan perbaikan citra. High-Boost Filtering bertujuan untuk mempertahankan
(mempertajam) komponen frekuensi tinggi dan menghilangkan (mengurangi)
komponen frekuensi rendah (Rifangi,2014).
High boost filter adalah proses filter yang berasal dari citra dengan dasar
pemrosesannya menggunakan metode low pass filter dan high pass filter. Metode ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jika A = 1, maka high boost filter akan menjadi high pass filter biasa.
2. Hasilnya adalah citra yang lebih tajam pada bagian pinggirnya
3. Memiliki rumus :
High boost = A(asli) – (lowpass)
= A(asli) – ((asli) – (highpass))
= (A-1)(asli) + (highpass)
atau
High boost filter = (A – 1) allpass filter + high pass filter..........(8) (Najarian,
Splinter,. 2012) dan ,bila A > 1 maka citra output merupakan citra high-pass yang
ditambahkan dengan bagian dari citra asli (Putra D , 2010).
23
2.8
Per baikan Citr a (Image Restoration)
Restorasi citra digital adalah suatu teknik yang memperhatikan bagaimana
mengurangi perubahan bentuk dan penurunan kualitas citra yang diawali selama
pembentukan citra tersebut. Restorasi citra berfokus pada penghilangan atau
penekanan degradasi yang terjadi selama proses pengembalian bentuk citra
sebernarnya. Degradasi semacam itu termasuk derau (noise), yang meliputi error pada
nilai-nilai piksel, dan pengaruh optik seperti pengaburan fokus atau karena gerakan
kamera(Barus,L.2015). Perbaikan citra bertujuan meningkatkan tampilan citra untuk
pandangan manusia atau untuk mengkonversi suatu citra agar memiliki format yang
lebih baik sehingga citra tersebut menjadi lebih mudah diolah dengan mesin
(komputer). Adapun contoh dari perbaikan citra dapat dilihat pada gambar 2.13
(Rifangi,2014).
Gambar 2.13. Per baikan citra
2.9
Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PNSR)
Ada beberapa parameter pengukuran kesalahan atau error dalam pemrosesan citra.
Dua parameter yang paling umum digunakan adalah Mean Square Error (MSE) dan
Peak Signal to Noise Ratio (PNSR).
Mean Square Error (MSE) adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai MSE
didapat dengan membandingkan nilai selisih pixel-pixel citra asal dengan citra hasil
pada posisi pixel yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil
24
akan semakin buruk. Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra
hasil akan semakin baik. MSE dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
∑
∑
(
( , )−
( , ) ) ..................(9)
Dimana :
m dan n = ukuran panjang dan lebar citra
f (i,j) = intensitas citra di titik (i,j) sebelum terkena noise
(i,j) = intensitas citra di titik (i,j) setelah noise dihilangkan
Semakin kecil nilai MSE, semakin bagus perbaikan citra yang digunakan.
PSNR merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra
hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise) yang dinyatakan dalam satuan
decibel(db), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan (
MSE ). Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada
tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka semakin buruk pula
hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Secara Matematis, nilai PSNR dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
PSNR = 20 * Log 10 (
255
MSE
)
......................(10)
Tidak seperti MSE, nilai PSNR yang lebih besar mengindikasikan bahwa kualitas
tersebut lebih baik.