Deteksi tepi citra kanker kulit menggunakan metode laplacian of gaussian

(1)

DETEKSI TEPI CITRA KANKER KULIT

MENGGUNAKAN METODE LAPLACIAN OF GAUSSIAN

CITRA ANNISA

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

DETEKSI TEPI CITRA KANKER KULIT

MENGGUNAKAN METODE LAPLACIAN OF GAUSSIAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Citra Annisa

103094029728

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M / 1431 H


(3)

ii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Deteksi Tepi Citra Kanker Kulit Menggunakan Metode Laplacian of Gaussian yang ditulis oleh Citra Annisa, NIM 103094029728 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Matematika.

Menyetujui :

Penguji 1, Penguji 2,

Ir. Alimudin, MM,MT Yanne Irene, M. Si NIP. 19720417 200812 1 004 NIP. 19741231 200501 2 018

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech Suma’inna, M. Si NIP. 19790530 200604 1 002 NIP. 150 408 699

Mengetahui :

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Matematika,

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Yanne Irene, M.Si NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19741231 200501 2 018


(4)

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Citra Annisa 103094029728


(5)

iv ABSTRAK

Kanker kulit adalah salah satu penyakit yang mematikan dan menjadi salah satu penyakit yang paling banyak diderita. Untuk itu dibutuhkan langkah tepat dalam penanganannya. Deteksi tepi citra kanker kulit merupakan salah satu bentuk awal dari penanganan penyakit tersebut.

Deteksi tepi kanker kulit dilakukan untuk mengindentifikasi area geometris kanker kulit. Salah satu metode deteksi tepi yang dapat digunakan adalah metode Laplacian of Gaussian (LoG). Dalam metode deteksi tepi LoG ada beberapa langkah yang perlu dilakukan yaitu mengubah citra asli (RGB) menjadi citra abu-abu (grayscale) lalu mengubah citra abu-abu menjadi citra biner dan selanjutnya melakukan operasi konvolusi matriks intensitas citra biner dengan penapis LoG. Hasil penelitian menunjukkan deteksi tepi kanker kulit pada citra dengan metode Laplacian of Gaussian menghasilkan tepi yang tajam dan tebal. Tepi kanker kulit ditunjukkan pada citra keluaran melalui titik-titik putih yang saling terhubung membentuk garis.


(6)

v ABSTRACT

Skin cancer was one of the deadliest and most suffered diseases. It needed right treatment to cope with the diseases. Edge detection of cancer was one of early treatment in order to overcome the diseases.

Skin cancer edge detection was done to identify the geometrical area of skin cancer. One of edge detection method was Laplacian of Gaussian(LoG). There were some steps in Laplacian of Gaussian (LoG) edge detection method namely change the original image (RGB) to be grayscale image next change grayscale image to be binary image and then convolution operation matrix binary image intensity with filter LoG.

The research findings showed that skin cancer edge detection in image with Laplacian of Gaussian(LoG) method produced sharp and thick edge. Skin cancer edge was shown by output image through white spots connect each other to form lines.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji serta syukur hanya bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul,

“Deteksi Tepi Citra Kanker Kulit Menggunakan Metode Laplacian of Gaussian.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini, perkenankan penulis menghaturkan ucapan terimakasih kepada:

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Yane Irene, M.Si, Ketua Prodi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ir. Alimudin, MM,MT, Pembimbing I yang telah memberi pengarahan, saran, dan motivasi kepada penulis selama ini serta banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis.

4. Suma’inna, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan nasehat dan semangat kepada penulis.

5. Seluruh dosen Jurusan MIPA Program Studi Matematika yang telah mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama kuliah. 6. Ibuku Nurhidayah dan Bapakku Ahmad Subandi, Adik-adikku Wardah,


(8)

vii

yang tiada henti-hentinya serta selalu mendoakan penulis untuk tetap semangat dan sabar.

7. Bilqis, Retno, Lina, Pandam, Mimi, Dindin dan Dennis untuk semua bantuan, motivasi dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 8. Teman-teman mahasiswa matematika angkatan 2002 s/d 2009, terima

kasih atas kerjasamanya.

9. Wida, Uut, Dwi, Da Sya, Mba Widi, dan semua saudara-saudariku yang tergabung dalam keluarga besar KomDa FaST dan LDK Syahid.

10.Nurul ’Cesy’ Aulia, untuk semua motivasi dan bantuan translatenya. Harapan yang besar bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti, baik bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Semoga kita semua senantiasa diridhoi Allah SWT dan mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya serta selalu berada di jalan yang lurus. Amin.

Jakarta, Juni 2010


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN UJIAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penulisan ... 3

1.5. Manfaat Penulisan ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI . ... 4

2.1. Kanker ... 4

2.2. Kulit ... 5

2.3. Kanker Kulit ... ... 6

2.4. Citra Digital ... ... 7


(10)

ix

2.5.1. Digitalisasi Citra ... 10

2.5.2. Histogram Citra ... 12

2.5.3. Segmentasi Citra ... 14

2.5.4. Konversi Citra Berwarna ... 14

2.5.5. Thresholding ... 15

2.6. Konvolusi ... ... 17

2.7. Deteksi Tepi ... ... 21

2.8 Laplacian of Gaussian ... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Metode Penelitian dan Pengolahan Data... ...29

3.3. Alur Penelitian ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

41. Histogram Citra Kanker Kulit ... 33

4.2. Digitalisasi Citra ... 36

4.3. Citra Grayscale ... ... 38

4.4. Citra Biner ... ... 40

4.5. Konvolusi Dengan Operator Laplacian of Gaussian .. ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

51. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

REFERENSI ... 44


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Citra Digital ... 8

Gambar 2.2: (a). Citra bumi (b). Digitalisasi spasial citra bumi (c). Digitalisasi intensitas citra bumi ... 12

Gambar 2.3: (a). Citra gelap (b). Citra terang (c). Citra normal (d). Normal brightness dan high contrast ... 13

Gambar 2.4: Ilustrasi konvolusi ... 17

Gambar 2.5: Titik model tepi satu dimensi ... 21

Gambar 2.6: Tepi curam ... 22

Gambar 2.7: Tepi Landai ... 22

Gambar 2.8: Tepi curam dengan derau ... 23

Gambar 3.1: Diagram alir proses pendeteksian tepi ... 32

Gambar 4.1: Citra kanker kulit asli ... 33

Gambar 4.2: Histogram untuk komponen merah ... 34

Gambar 4.3: Histogram untuk komponen hijau ... 34

Gambar 4.4: Histogram untuk komponen merah ... 35

Gambar 4.5: (a). Citra kanker kulit asli (b). Citra kanker kulit yang sudah disesuaikan ... 36


(12)

xi

Gambar 4.6.: Citra grayscale kanker kulit ... 39 Gambar 4.7.: Citra biner kanker kulit ... 40 Gambar 4.8.: Citra kanker kulit hasil konvolusi dengan penapis LoG ... 41


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Citra RGB Kanker Kulit ... 42

Lampiran 2 Citra Grayscale Kanker Kulit ... 44

Lampiran 3 Citra Biner Kanker Kulit ... 45

Lampiran 4 Output Konvolusi Citra Biner dengan Mask LoG ... 46

Lampiran 5 Matriks Citra RGB Kanker Kulit 1 ... 47

Lampiran 6 Source code konvolusi dengan Mask LoG ... 48


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Citra (image) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan [1]. Oleh karena itu, citra mampu memberikan informasi yang lebih banyak daripada data teks.

Perkembangan teknologi di bidang kesehatan yang semakin canggih dengan menggunakan alat-alat yang modern serta canggih juga membuktikan bahwa dunia kesehatan mengalami kemajuan. Namun hal ini belum dapat dinikmati oleh semua kalangan, khususnya untuk tipe penyakit yang terbilang sebagai penyakit berat, salah satunya Kanker Kulit.

Kanker Kulit merupakan salah satu jenis kanker yang cukup serius yang belum dapat dikendalikan dengan sempurna, sehingga masih banyak mengakibatkan kematian, menimbulkan cacat dan biaya pengobatannya tinggi. Saat ini, kanker kulit menunjukkan angka kejadian yang tinggi. Pada wanita kanker kulit menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker leher rahim dan kanker payudara. Pada pria kanker kulit menduduki kanker kedua terbanyak setelah kanker paru.

Mendeteksi tepi pada citra kanker kulit merupakan hal yang penting. Dalam proses penanganan kanker kulit, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi garis-garis tepi yang mendasari kanker kulit. Garis-garis tepi yang telah teridentifikasi tersebut dapat menggambarkan bentuk geometris


(15)

2

dari kanker kulit, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut pada penderita penyakit kanker kulit.

Telah banyak metode yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan deteksi tepi, di antaranya adalah Operator Prewitt, Operator Sobel, Operator Roberts, Operator Kompas, Operator turunan kedua (Laplacian) dan Laplacian of Gaussian.

Metode Laplacian of Gaussian dapat mendeteksi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Selain itu, dapat dikatakan lebih akurat karena dapat mengurangi kemunculan tepi palsu, karena citra disaring terlebih dahulu dengan fungsi Gaussian.

Oleh karena itu, penulis mencoba menerapkan metode Laplacian of Gaussian pada pendeteksian tepi kanker kulit sebagai alternatif dalam penyelesaian masalah deteksi tepi kanker kulit. Penelitian ini diberi judul

“Deteksi Tepi Citra Kanker Kulit Dengan Menggunakan Metode Laplacian of Gaussian (LoG)”.

1.2Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mendeteksi tepi kanker kulit dengan metode Lapcian Of Gaussian (LoG)?


(16)

3 1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Melacak tepi citra kanker kulit

2. Meningkatkan kenampakan garis batas dari tepi citra kanker kulit 3. Mengunakan metode deteksi tepi Laplacian Of Gaussian

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeteksi tepi kanker kulit dengan metode Laplacian of Gaussian 2. Identifikasi bentuk tepi kanker kulit dengan metode Laplacian of

Gaussian

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian memberikan pemahaman yang lebih pada mahasiswa dalam menerapkan materi-materi yang didapatkan selama perkuliahan, khususnya dalam hal deteksi tepi citra.


(17)

4 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kanker

Kanker atau tumor ganas ialah suatu penyakit pertumbuhan sel yang terjadi pada sekelompok sel suatu jaringan atau alat tubuh, misalnya payudara, leher rahim, kulit, tulang, dan lain-lain. Sekelompok sel tersebut membelah terus menerus di luar mekanisme pengaturan pembelahan sel secara umum. Hal ini timbul karena onkogen dan anti-onkogen sebagai akibat terjadi mutasi gen, yaitu unit fungsional terkecil kromosom, karena pengaruh faktor yang datang dari luar tubuh atau dari dalam tubuh sendiri [2].

Sel tubuh yang mengalami mutasi gen itu sebagian besar akan dimusnahkan oleh sistem perlindungan atau sistem imunologik tubuh, sedangkan sebagian kecil akan lolos dari pemusnahan dan pembelahannya menghasilkan anak-anak sel yang mangandung gen yang telah berubah, sehingga sel makin tahan terhadap daya pemusnahan tubuh. Sel yang makin terbentuk makin tidak mirip sel asalnya baik bentuk, struktur, maupun fungsinya [2].

Di samping daya pembelahan yang tinggi sel kanker memiliki kemampuan menembus dan merusak jaringan sekitarnya, serta memiliki sifat dapat hidup otonom di luar jaringan asalnya. Sel kanker yang masuk ke dalam aliran tubuh atau aliran limfe dan lolos dari sergapan sistem perlindungan tubuh akan menimbulkan anak sebar pada alat tubuh yang lain


(18)

5

yang jauh dari alat tubuh tempat asal sel kanker tersebut [4]. Dewasa ini penyakit kanker masih merupakan penyakit yang sangat ditakuti karena menimbulkan kematian pada berbagai usia, baik anak-anak, dewasa muda maupun usia lanjut.

2.2 Kulit

Kulit ialah alat tubuh yang paling luas, mempunyai berat kira-kira 15% dari seluruh berat tubuh. Kulit secara anatomis merupakan batas antara tubuh dengan lingkungan [2].

Menurut [2], kulit mempunyai fungsi antara lain sebagai :

1. Pelindung, Kulit yang mempunyai sifat elastis merupakan penutup tubuh yang paling tahan, yang melindungi manusia dalam kehidupannya dari pengaruh lingkungan yang sangat kompleks. Di samping itu kulit mencegah kehilangan air dan elektrolit tubuh yang berlebihan.

2. Pengatur suhu tubuh, dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.

3. Indera rasa, empat indera rasa, yaitu rasa nyeri, suhu (panas, dingin), rabaan, dan tekanan terdapat pada kulit.

4. Ekskresi, mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna melalui kelenjar kulit.

5. Absorpsi, cairan yang mudah menguap atau yang larut dalam lemak lebih mudah diserap oleh kulit.


(19)

6

6. Pembentuk pigmen melanin, ialah pigmen yang mempunyai daya perlindungan bagi kulit.

Oleh karena letak yang khusus dengan fungsi yang luas maka kulit mudah terkena penyakit; penyakit eksim, kusta, kanker atau yang lainnya.

2.3 Kanker Kulit

Kanker kulit secara umum dibagi atas 2 golongan besar, yaitu melanoma (melanoma malignum) dan non-melanoma. Kedua golongan ini dibedakan karena berbagai sifatnya berlainan [2].

Menurut [3], jenis-jenis kanker kulit antara lain :

1. Karsinoma sel basal ialah kanker kulit yang paling sering ditemukan pada orang-orang dengan warma kulit cerah yang sehari-harinya banyak berhubungan dengan sinar matahari. Karsinoma sel basal mempunyai sifat tumbuh lambat dan jarang bermetastasis. Namun karsinoma sel basal dapat menimbulkan kerusakan jaringan setempat yang luas dan lambat laun akan menimbulkan kematian jika tidak diobati atau diobati namun kurang sempurna. Karsinoma sel basal berasal dari sel epitel pluripotensial pada epidermis kulit.

2. Karsinoma sel squamosa pada kulit menduduki peringkat kedua dan berasal dari sel epitel pembentuk keratin pada epidermis. Karsinoma sel squamosa biasanya terjadi pada area yang terkena sinar matahari terutama bagian kepala dan tangan. Karsinoma sel squamosa mempunyai resiko bermetastasis, sehingga dengan demikian mempunyai kecenderungan residif lokal dan bermetastasis.


(20)

7

3. Melanoma malignan adalah kanker kulit yang berasal dari melanosit (sel pembentuk pigmen) pada epidermis. Melanoma malignan merupakan bentuk yang lebih jarang terjadi tetapi menyebar paling cepat dan membutuhkan penanganan yang paling intensif. Melanoma biasanya terdapat pada kulit, tahi lalat atau bercak-baercak sejak lahir, tetapi dapat pula terjadi dimana saja.

Kanker kulit sebetulnya lebih mudah ditegakkan diagnosisnya daripada kanker lain yang terletak pada alat tubuh bagian dalam, karena kanker kulit dapat dilihat dengan mata biasa, sehingga relatif dapat dideteksi pada keadaan dini. Namun ketidaksadaran akan bahaya kanker sering mengakibatkan katerlambatan mendapat pengobatan, sehingga kanker kulit yang derajat keganasannya tinggi dapat menimbulkan kematian.

2.4 Citra Digital

Citra (image) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan. Citra digital merupakan representasi citra dengan suatu larik dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar [1]. Informasi yang terkandung dalam citra digital bersifat diskret.


(21)

8

Gambar 2.1. Citra Digital

Tipe-tipe citra antara lain : 1. Citra berwarna

Citra berwarna yang biasanya merupakan citra RGB disimpan dalam matriks array berukuran yang masing-masing mendefinisikan merah, hijau dan biru untuk setiap pixelnya.

2. Citra Grayscale

Citra Grayscale merupakan citra yang jika skala keabuannya menggunakan 8-bit, setiap pixelnya mempunyai derajat mempunyai derajat keabuan antar 0 untuk warna hitam dan 255 untuk warna putih. Range nilai tersebut dihasilkan dari 2 yaitu 256 nilai keabuan. Angka 8 8 merupakan jumlah bit yang digunakan.

3. Citra biner

Setiap pixel citra biner hanya mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 1 dan 0. Sebuah citra biner dapat dianggap sebagai tipe khusus dari citra intensitas yang hanya berisi hitam dan putih.


(22)

9 2.5 Pengolahan Citra Digital

Menurut [4], Pengolahan citra adalah pemrosesan citra khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Jadi, inputnya merupakan citra dan outputnya juga citra, tetapi output dari pengolahan citra memiliki kualitas yang lebih baik daripada citra input.

Jenis-jenis operasi pengolahan citra diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)

Contoh-contoh operasi perbaikan citra : a. Perbaikan kontras gelap/terang

b. Perbaikan tepi objek (edge enhancement) c. Penajaman (sharpening)

d. Penapisan derau (noise filtering) 2. Pemugaran citra (image restoration)

Contoh-contoh operasi pemugaran citra : a. Penghilangan kesamaran (deblurring) b. Penghilangan derau (noise)

3. Pemampatan citra (image compression) 4. Segmentasi citra (image segmentation) 5. Pengorakan citra (image analysis)

Contoh-contoh operasi pengorakan citra : a. Pendeteksian tepi objek (edge detection) b. Ekstraksi batas (boundary)


(23)

10 c. Representasi daerah (region) 6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)

Jadi, dalam pengolahan citra digital inputnya merupakan citra dan outputnya juga citra. Namun, output dari pengolahan citra memiliki kualitas yang lebih baik daripada citra input.

2.5.1 Digitalisasi Citra

Citra digital diperoleh dari proses digitalisasi. Digitalisasi merupakan representasi dari fungsi malar (kontinu) menjadi nilai-nilai diskrit.

Matriks yang dibentuk oleh citra digital dua dimensi berukuran , dimana M adalah lebarnya dan N adalah tingginya, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi :

Citra digital dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut :

Indeks baris dan indeks kolom menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik


(24)

11 Menurut [4], ada 2 proses digitalisasi yakni:

1. Digitalisasi spasial atau sampling merupakan proses pengambilan nilai diskrit koordinat ruang dengan melewatkan citra melalui grid (celah)

2. Digitalisasi intensitas atau kuantisasi merupakan proses pengelompokkan nilai tingkat keabuan citra kontinu ke dalam beberapa level atau merupakan proses membagi skala keabuan menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer), dinyatakan sebagai , dimana : G = derajat keabuan, m = bilangan bulat positif


(25)

12 (c)

Gambar 2. 2. (a)Citra bumi, (b) Digitalisasi spasial citra bumi, (c) Digitalisasi intensitas citra bumi

2.5.2 Histogram Citra

Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra [4]. Dari sebuah histogram dapat diketahui kemunculan nisbi dari intensitas pada citra tersebut. Selain itu, histogram juga dapat menunjukkan kecerahan (brightness) dan kontras (contrast) dari sebuah gambar.

Menurut [4], histogram citra dapat memberikan informasi penting sebagai berikut :

1. Nilai hi menyatakan peluang (probablity) pixel, P(i), dengan derajat


(26)

13

2. Puncak histogram menunjukkan intensitas pixel yang menonjol. Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari gambar. Citra yang mempunyai kontras terlalu terang (overexposed) atau terlalu gelap (underexposed)memiliki histogram yang sempit. Citra yang baik memiliki histogram yang mengisi derajat keabuan secara penuh dengan distribusi yang yang merata pada setiap nilai intensitas pixel.

Gambar 2. 3. (a)citra gelap, (b) citra terang,

(c) citra normal (normal brightness), (d) normal brightness dan high contrast


(27)

14

Gambar 2.3a menunjukkan histogram yang menumpuk pada bagian kiri karena citra tersebut mengandung banyak nilai intensitas yang dekat dengan 0 (hitam). Gambar 2.3b menunjukkan histogram yang banyak menumpuk pada bagian kanan karena citra tersebut mengandung banyak nilai intensitas yang dekat dengan 255 (putih). Gambar 2.3c menunjukkan histogram yang tersebar di daerah derajat keabuan.

Khusus untuk citra berwarna, histogramnya dibuat untuk setiap komponen RGB (merah, hijau dan biru).

2.5.3 Segmentasi Citra

Untuk menganalisis sebuah citra, adakalanya tidak semua bagian citra akan dianalisa, akan tetapi ada bagian tertentu dari sebuah citra yang menarik untuk dianalisa. Untuk mengambil bagian tertentu dari sebuah citra perlu adanya pembagian citra tersebut menjadi beberapa daerah berdasarkan sifat-sifat tertentu dari citra yang dapat dijadikan pembeda. Proses pembagian ke dalam sub-sub daerah inilah yang disebut dengan segmentasi citra [5].

Segmentasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Diskontinu : membagi suatu berdasarkan perubahan besar nilai intensitas

2. Similaritas : membagi suatu citra berdasarkan similaritas sesuai kriteria tertentu yang sudah didefinisikan.


(28)

15

Citra berwarna umumnya banyak disukai daripada citra grayscale karena citra tersebut menampilkan warna objek seperti warna aslinya. Warna yang diterima oleh mata dari sebuah objek ditentukan oleh warna sinar yang dipantulkan oleh objek sendiri.

Untuk mengektraksi citra berwarna yang disusun oleh warna-warna pokok RGB (Red, Green, Blue) dibutuhkan tiga buah filter yaitu filter R, filter G dan filter B yang masing-masing mempunyai level warna. Dalam pengolahan citra digital yang tidak memerlukan informasi warna, maka ekstraksi tersebut akan memakan banyak memori. Untuk mengurangi kebutuhan memori, maka citra tersebut harus diubah ke citra grayscale.

Untuk mengubah citra berwarna menjadi citra grayscale dilakukan dengan cara mengkonversi komponen RGB yang terdapat pada citra berwarna. Menurut standar ITU-T (International Telecomunication Union-T) nilai intensitas citra grayscale dihasilkan dari komposisi RGB (Red, Green, Blue) sebagai berikut [5]:

Dengan I = citra grayscale R = komponen warna merah G = komponen warna hijau B = komponen warna biru

Persamaan tersebut digunakan oleh Mathlab dalam fungsi rgb2gray(I), dengan I adalah citra berwarna dengan komponen RGB. Fungsi tersebut akan mengubah citra berwarna menjadi citra grayscale.


(29)

16 2.5.5 Thresholding

Untuk mengkonversi citra grayscale ke citra biner dilakukan dengan operasi thresholding. Pada dasarnya opersi ini merupakan operasi untuk memisahkan suatu objek dengan latar belakangnya. Operasi tersebut mengelompokkan nilai derajat keabuan setiap pixel ke dalam dua kelas yaitu 0 dan 1. Pixel-pixel menyatakan nilai 1 (putih) dan pixel-pixel lainnya dinytakan dengan nilai 0 (hitam). Fungsi threshold didefinisikan sebagai :

Dengan g(x,y) = citra biner

f(x,y) = citra grayscale T = citra threshold

Ketika nilai T konstan maka proses threshold tersebut dinamakan global thresholding dan ketika nilai T berubah-ubah maka proses threshold tersebut dinamakan local thresholding.

Salah satu metode dalam global thresholding adalah metode otsu. Metode Otsu adalah metode yang digunakan untuk mencari nilai threshold yang sesuai dengan citra grayscale menggunakan discrete probability density function yang dirumuskan sebagai berikut .

Dengan = discrete probability density function dari rq

q

r = tingkat intensitas warna

q

n = jumlah pixel yang mempunyai tingkat intensitas rq


(30)

17

L = jumlah tingkat intensitas yang mungkin dari citra

2.6 Konvolusi

Operasi yang mendasar dalam pengolahan citra adalah operasi konvolusi [4]. operasi konvolusi didefinisikan sebagai berikut :

a. untuk fungsi malar (kontinue)

) , ( ) , ( ) , ( * ) , ( ) ,

(x y f x y g x y f a b g x a y b

h

b. untuk fungsi diskrit

) , ( ) , ( ) , ( * ) , ( ) ,

(x y f x y g x y f a b g x a y a

h

Fungsi penapis f(x,y) disebut juga filter konvolusi, mask konvolusi, kernel konvolusi, atau template. Dalam ranah diskrit mask konvolusi dinyatakan dalam bentuk matriks (umumnya 3 x 3, namun ada juga yang berukuran 2 x 2 atau 2 x 1 atau 1 x 2). Ukuran matriks biasanya lebih kecil dari ukuran citra. Setiap elemen matriks disebut koefisien konvolusi.


(31)

18

Gambar 2.4. Ilustrasi konvolusi

Operasi konvolusi pada dasarnya dilakukan dengan menggeser mask konvolusi pixel ke pixel, hasil konvolusi disimpan di dalam matriks yang baru.

Contoh Soal :

Misalkan citra f(x,y) yang berukuran 5×5 dan sebuah mask yang berukuran 3×3 masing-masing adalah sebagai berikut :

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 ( , ) 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

f x y

0 1 0

( , ) 1 4 1

0 1 0

g x y

Operasi konvolusi antara citra f(x,y) dengan mask g(x,y), ( , )* ( , )

f x y g x y dapat digambarkan sebagai berkut :

(1) Tempatkan mask pada sudut kiri atas, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0,0) dari mask :

Hasil konvolusi =3. Dengan perhitungan sebagai berikut : 4 4 3 5 4

6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3


(32)

19

(0 4) ( 1 4) (0 3) ( 1 6) (4 6) ( 1 5) (0 5) ( 1 6) (0 6) 3

(2) Geser mask satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0,0) dari mask :

Hasil konvolusi = 0. Dengan perhitungan sebagai berikut :

(0 4) ( 1 3) (0 5) ( 1 6) (4 5) ( 1 5) (0 6) ( 1 6) (0 6) 0

(3) Geser mask satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0,0) dari mask :

Hasil konvolusi = 2. Dengan perhitungan sebagai berikut :

(0 3) ( 1 5) (0 4) ( 1 5) (4 5) ( 1 2) (0 6) ( 1 6) (0 2) 2

(4) Selanjutnya geser mask satu pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan konvolusi dari sisi kiri citra. Setiap kali konvolusi, geser mask satu pixel ke kanan :

(i)

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3 0

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3 0 2

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3 0 2 0


(33)

20

Hasil konvolusi = 0. Dengan perhitungan sebagai berikut :

(0 6) ( 1 6) (0 5) ( 1 5) (4 6) ( 1 6) (0 6) ( 1 7) (0 5) 0

(ii)

Hasil konvolusi = 2. Dengan perhitungan sebagai berikut :

(0 6)´ + - ´( 1 5)+ ´(0 5)+ - ´( 1 6)+ ´(4 6)+ - ´( 1 6)+ ´(0 7)+ - ´( 1 5)+ ´(0 5)= 2

(iii)

Hasil konvolusi = 6. Dengan perhitungan sebagai berikut :

(0 5) ( 1 5) (0 2) ( 1 6) (4 6) ( 1 2) (0 5) ( 1 5) (0 3) 6

Dengan cara yang sama seperti tadi, maka pixel-pixel pada baris ketiga dikonvolusi sehingga menghasilkan :

3 0 2

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3 0 2 0 2

4 4 3 5 4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4 4

3 0 2 0 2 6


(34)

21 2.8 Deteksi Tepi

Tepi (Edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak (besar) dalam jarak yang singkat [4]. Jadi tepi ditandai dengan adanya perubahan intensitas yang besifat lokal dalam citra dan dapat dilacak berdasarkan intensitas lokal ini. Jadi deteksi tepi adalah pelacakan berdasarkan adanya perubahan nilai intensitas local tersebut. Sehingga dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa deteksi tepi adalah pelacakan berdasarkan adanya perubahan nilai intensitas derajat keabuan dalam lokal tersebut.

jarak

perubahan intensitas α

Gambar 2.5. Model tepi satu dimensi

Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakkan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Karena tepi adalah komponen berfrekuensi tinggi, maka pendeteksian tepi dapat

0 2 6 6 0 2


(35)

22

dilakukan dengan penapis lolos tinggi [4]. Idealnya proses deteksi tepi akan menggambarkan bentuk geometris dari suatu objek dan mengidentifikasi garis-garis mendasari objek-objek tersebut.

Menurut [4], ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital yaitu :

1. Tepi curam

Tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar .

0 x Gambar 2. 6. Tepi Curam 2. Tepi Landai

Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat juga dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.

0 x

Gambar 2. 7. Tepi Landai


(36)

23

Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi.

0 x

Gambar 2. 8. Tepi curam dengan derau

2.8.1 Metode-metode dalam Deteksi Tepi

Menurut [4], metode-metode yang digunakan dalam deteksi tepi : 1. Operator gradien pertama (differential gradient)

Perubahan intensitas yang besar dalam jarak yang singkat dipandang sebagai fungsi yang memiliki kemiringan yang besar. Kemiringan fungsi biasanya dilakukan dengan menghitung turunan pertama (gradient) Operator gradien pertama terdiri dari beberapa teknik dalam mendeteksi tepi yaitu :

a. Operator gradien selisih-terpusat (center-difference) b. Operator Sobel

c. Operator Prewitt d. Operator Roberts


(37)

24 2. Operator turunan kedua (Laplacian)

Operator turunan kedua mendeteksi lokasi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol (zero crossing), sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol. Persilangan nol merupakan lokasi tepi yang akurat.

3. Operator Kompas (compass operator)

Operator kompas digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah, dapat menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin : Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, dan Barat Laut.

2.9 Laplacian of Gaussian (LoG) a. Laplacian

Turunan kedua dari tepi berjenis landai adalah sebuah fungsi yang memotong sumbu x pada lokasi tepi. Laplacian adalah kesamaan dua dimensi dari turunan kedua untuk fungsi tersebut [6]. Persamaan Laplacian untuk fungsi f(x,y) adalah :

Turunan kedua sepanjang arah x dan y yang diperkirakan dengan persamaan diferensial adalah :

2 2 2 2 2

y f x

f f


(38)

25 )) , ( ( )) , ( ( 1 )) , ( ( )) , ( ( y x x f G y x f G x y x B G y x B G x x y y x x )) , ( ( )) , ( ( 1 y y x f G y x f G

y y y

} ) , ( ) , ( ) , ( ) , ( { 1 x y x x f y x f y x f y x x f x } ) , ( ) , ( ) , ( ) , ( { 1 y y y x f y x f y x f y y x f y 2 ) ( ) , ( ) , ( 2 ) , ( x y x x f y x f y x x f 2 ) ( ) , ( ) , ( 2 ) , ( y y y x f y x f y y x f

Dengan mengasumsikan x y 1, maka diperoleh : ) , 1 ( ) , ( 2 ) , 1 ( ) , ( 2 y x f y x f y x f y x f ) 1 , ( ) , ( 2 ) 1 ,

(x y f x y f x y f ) 1 , ( ) , 1 ( ) , ( 4 ) , 1 ( ) 1 ,

(x y f x y f x y f x y f x y f

di mana 2f(x,y)merupakan hasil turunan kedua dari f(x,y). Jika

) , ( 2 y x

f dibuat dalam bentuk perkalian vektor, maka

) 1 , 1 ( ) 1 , ( ) 1 , 1 ( ) , 1 ( ) , ( ) , 1 ( ) 1 , 1 ( ) 1 , ( ) 1 , 1 ( 0 1 0 1 4 1 0 1 0 ) , ( 2 y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x f


(39)

26 0 1 0

1 4 1

0 1 0

Kadangakala diinginkan untuk memberikan bobot yang lebih pada pixel tengah di antara pixel tetangganya. Operator Laplace yang digunakan untuk tujuan ini adalah [6] :

Operasi Laplacian memberitahukan keberadaan suatu tepi ketika keluaran dari operator membuat perpotongan dengan sumbu x. Namun bila suatu daerah dalam citra mempunyai nol yang seragam, diabaikan dan tidak dianggap sebagai tepi. Secara prinsip, lokasi titik perpotongan dapat diduga sampai resolusi sub-piksel menggunakan interpolasi linier, tetapi hasilnya mungkin tidak akurat akibat pengaruh noise [6].

b. Filter Gaussian

Filter Gaussian adalah salah satu filter linear dengan nilai pembobotan untuk setiap anggotanya dipilih berdasarkan bentuk fungsi Gaussian. Filter ini digunakan untuk menghilangkan noise yang bersifat sebaran normal [6]. Untuk pengolahan citra digital yang merupakan bidang dua dimensi, dinyatakan dalam persamaan dua variabel bebas yang bersifat diskret sebagai berikut :


(40)

27

Salah satu filter Gaussian berukuran yang umum digunakan untuk proses menghilangkan noise adalah sebagai berikut :

2.9.1 Metode Laplacian of Gaussian

Titik-titik tepi yang dilacak dengan cara menemukan perpotongan dengan sumbu x oleh fungsi turunan kedua dari intensitas citra sangat sensitif terhadap noise. Oleh karena itu, diperlukan suatu filter yang dapat melemahkan noise sebelum penguatan tepi dilakukan [6]. Hal ini dapat dilakukan sekaligus dengan Laplacian of Gaussian, yang merupakan kombinasi dari filter Gaussian dan pelacak tepi Laplacian.

Karakteristik mendasar dari pelacak tepi Laplacian of Gaussian adalah : 1. Filterisasi pengaburnya adalah filter Gaussian

2. Penguatan tepi adalah fungsi turunan kedua

3. Kriteria pelacakan adalah dengan menemukan titik perpotongan dengan sumbu x dalam fungsi turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam suatu fungsi turunan pertama

4. Lokasi dari tepi dapat diduga dengan resolusi subpiksel menggunakan interpolasi linear


(41)

28

Dengan metode ini, citra sebelumnya harus dikonvolusi menggunakan filter Gaussian. Langkah ini akan mengaburkan citra dan melemahkan noise. Titik-titik noise yang terisolasi dan susunan kecil titik noise akan dihilangkan atau dilemahkan. Karena pengaburan berakibat pada pelebaran tepi obyek, pelacak tepi hanya akan menganggap suatu titik adalah milik tepi jika titik tersebut merupakan puncak lokal dalam gradien. Hal ini dapat dicapai dengan menemukan titik perpotongan dari fungsi turunan kedua. Laplacian digunakan sebagai perkiraan dari fungsi turunan kedua dalam dua dimensi karena ia merupakan operator isotropik [6].

Untuk menghindari pelacakan tepi yang tidak berbeda nyata, hanya titik perpotongan dengan sumbu x yang bersesuaian dengan turunan pertama dan bernilai di atas nilai tertentu saja yang dipilih sebagai titik-titik tepi.

Hasil keluaran dari operator Laplacian of Gaussian, h(x, y), didapatkan dari operasi konvolusi.

Menggunakan aturan turunan untuk konvolusi, didapat : , dengan

Bentuk persamaan di atas biasa disebut operator topi Meksiko karena bila nilai di sebelah kiri tanda sama dengan diplotkan terhadap koordinat x dan y akan membentuk lekukan seperti topi Meksiko.


(42)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa sampel citra kanker kulit. Data yang digunakan sebanyak 5 data berupa file citra berekstensi .bmp (Bitmap) dikumpulkan pada bulan Januari 2009.

3.2 Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan metode pengolahan citra digital. Untuk mengolah data citra digital dan deteksi tepi, penulis menggunakan software Mathlab 7.0.

3.3 Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: 1. Pengumpulan Data

Data citra kanker kulit dikumpulkan sebanyak 6 buah. 2. Pengolahan Citra

a. Segmentasi

Proses Segmentasi dalam penelitian ini dilakukan secara manual yaitu dengan cara memotong secara langsung citra digital kanker kulit. b. Resize

Citra hasil digitalisasi dan segmentasi mempunyai ukuran yang berbeda. Agar citra kanker kulit mempunyai ukuran atau dimensi yang sama


(43)

30

c. Konversi citra berwarna

Hasil dari digitalisasi, segmentasi dan resize merupakan citra

berwarna dengan komponen RGB. Karena citra kanker kulit secara visual

relatif tidak memerlukan informasi warna maka citra tersebut diubah menjadi citra grayscale.

d. Thresholding

Lebih lanjut lagi citra kanker kulit tersebut secara visual bahkan

yang diperlukan hanya warna hitam dan putih saja sehingga citra grayscale

pada tahap sebelumnya diubah menjadi citra biner yaitu citra yang hanya mempunyai dua buah warna yaitu hitam dan putih saja.

e. Deteksi tepi dengan metode Laplacian Gaussian

Data citra ini diolah terlebih dahulu untuk menghasilkan citra yang lebih baik dan untuk mempermudah pembacaan data dalam aplikasi.

Langkah-langkah umum dalam melakukan deteksi tepi suatu obyek sebagai berikut :

1. Pengaburan

Operasi pengaburan (smoothing) digunakan untuk meningkatkan kinerja dari sebuah pelacak tepi dalam kaitannya dengan noise. Namun sebenarnya ada pengaruh merugikan terhadap kekuatan sebuah tepi akibat dari usaha mereduksi noise. Semakin kuat pengaruh pengaburan, semakin lemah kekuatan pengaruh noise, dan semakin lemah keadaan suatu tepi. Sehingga dengan kata lain, usaha mengurangi noise akan


(44)

31

berakibat pula pada hilangnya informasi tepi pada beberapa lokasi, terutama yang kondisinya masih lemah.

2. Penguatan

Dalam pelacakan tepi sangat penting untuk menguatkan perubahan intensitas pada lingkungan suatu titik, hal ini diperlukan untuk menciptkan kondisi yang menunjang dalam pelacakan tepi.

3. Pelacakan

Dalam pelacakan tepi, titik-titik yang diinginkan adalah titik-titik dengan informasi tepi yang kuat. Namun, pada kenyataannya akan banyak sekali titik di dalam sebuah citra yang mempunyai nilai gradien yang bukan nol, dan tidak semua titik-titik ini adalah tepi obyek untuk aplikasi tertentu.

Untuk lebih jelasnya alur pendeteksian tepi dapat dilihat pada Gambar 3.1


(45)

32

Gambar 3.1 Diagram alir proses pendeteksian tepi

Perbaikan kualitas citra Mulai

Histogram citra

Analisa histogram

N Y

Digitalisasi citra

Proses keabuan (Grayscale)

Proses biner (thresholding)

Konvolusi citra biner dengan mask LoG

Selesai Citra normal Ambil citra kanker


(46)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Histogram Citra Kanker Kulit

Sebelum melakukan deteksi tepi citra kanker kulit maka hal yang harus dilakukan adalah menguji kualitas citra. Apabila kualitas citra sudah baik maka proses deteksi tepi dapat langsung dilakukan, namun jika kualitas citra tidak baik maka perlu dilakukan proses peningkatan kualitas citra (image enhancement) sebelum melakukan deteksi tepi.

Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II, untuk mengetahui kualitas suatu citra maka diperlukan informasi mengenai citra tersebut. Informasi tersebut bisa kita dapatkan melalui histogram citra.

Gambar 4.1. Citra Kanker kulit asli

Gambar 4.1 merupakan citra berwarna, sehingga memiliki tiga histogram yang dibuat untuk setiap komponen RGB (Red, Green, Blue).


(47)

34

derajat keabuan (i)

0 50 100 150 200 250

0 50 100 150 200 fr ek ue ns i k em un cu la n de ra ja t ke ab ua n (h i)

derajat keabuan (i)

fr ek ue ns i k em un cu la n d er aj at k ea bu an ( hi )

0 50 100 150 200 250

0 100 200 300 400 500 600

Gambar 4.2. Histogram untuk komponen merah


(48)

35

derajat keabuan (i)

0 50 100 150 200 250

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 fr e k u e n s i k e m u n c u la n d e ra ja t k e a b u a n ( h i)

Gambar 4.4. Histogram untuk komponen biru

Gambar 4.2. menunjukkan bahwa komponen R mendominasi di sebelah kanan, sehingga komponen R tergolong terang. Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa komponen G dan komponen B mengalami pelebaran dan renggang, histogramnya tersebar di daerah derajat keabuan, sehingga komponen G tergolong normal. Berdasarkan informasi yang didapat dari histogram menunjukkan bahwa Gambar 4.1. merupakan citra yang memiliki kontras yang tinggi, sehingga tidak perlu dilakukan peningkatan kontras dan dapat langsung dianalisa.


(49)

36

4.2 Digitalisasi Citra

Pada proses digitalisasi citra berwarna akan menghasilkan matriks tiga dimensi. Matriks ini merupakan representasi dari citra untuk menunjukkan tingkat kecerahan atau derajat keabuan citra dalam kisaran nilai 0-255.

Gambar 4.5. (a) Citra kanker kulit asli, (b) citra kanker kulit yang sudah disesuaikan

Proses digitalisasi citra berwarna menghasilkan tiga matriks yang masing-masing merupakan representasi numerik dari RGB. Martiks R menyatakan matriks citra yang hanya berisi piksel warna merah, matriks G menyatakan matriks citra yang hanya berisi piksel warna hijau dan matriks B menyatakan matriks citra yang hanya berisi piksel warna biru. Matriks RGB dapat dilihat pada lampiran.

(a)


(50)

37

Ukuran awal citra berwarna mencapai 150 110 sehingga menampilkan matriks yang terlalu besar. Hal ini akan mempersulit analisa dan pembahasan untuk itu citra harus diperkecil dan diubah pikselnya. Setelah gambar dipotong lalu pikselnya diatur menjadi 15 15 , seperti yang penulis tampilkan pada Gambar 4.5b .

4.3 Citra Grayscale

Proses pendeteksian tepi dimulai dari citra asli yaitu citra berwarna, yang kemudian diproses dengan grayscale menjadi citra grayscale. Citra grayscale yang diteliti akan dipresentasikan ke dalam bentuk matriks yang berisi angka-angka. Angka-ngka tersebut menunjukkan tingkat kecerahan atau derajat keabuan suatu citra yang nilainya berkisar antara 0 – 255. Dalam memperoleh angka-angka tersebut peneliti menggunakan software MATLAB.

Gambar 4.6. Citra Grayscale kanker kulit


(51)

38

Proses mendapatkan citra grayscale dan matriks dapat dilihat pada lampiran.

4.4 Citra Biner

Informasi warna keabuan dari citra grayscale kanker kulit tidak diperlukan dalam deteksi tepi maka citra grayscale tersebut diubah menjadi citra biner melalui proses trhesholding.


(52)

39

Gambar 4.7. Citra Biner kanker kulit

Dan representasi numerik dari gambar 4.7 adalah sebagai berikut :

B =

Citra hasil thresholding merupakan citra biner yang bertipe logical, oleh karena itu sebelum dilakukan proses konvolusi untuk deteksi tepi Laplacian of Gaussian (LoG) citra tersebut diubah dalam tipe numerik (double).

4.5 Konvolusi Dengan Operator Laplacian Gaussian (LoG)

Proses selanjutnya adalah konvolusi citra biner bertipe numerik. Dalam proses konvolusi matriks, penulis melakukan konvolusi matriks citra biner kanker kulit dengan penapis LoG.


(53)

40

Dari hasil konvolusi citra biner dengan penapis LoG diperoleh citra kanker kulit dengan tepi yang sudah terdeteksi.

Gambar 4.8. Citra kanker kulit hasil konvolusi dengan penapis LoG

Representasi numerik dari gambar 4.8 yang merupakan hasil konvolusi citra biner dengan penapis LoG sebagai berikut :


(54)

41

Dari percobaan yang sudah dilakukan, citra hasil deteksi dengan metode LoG menghasilkan keluaran dengan tepi yang terlihat kasar, namun garis tepi kanker kulit terlihat jelas dan saling terhubung.


(55)

53 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa deteksi tepi kanker kulit pada citra dapat dilakukan dengan metode Laplacian of Gaussian (LoG). Proses pendeteksian tepi dengan metode LoG dilakukan melalui beberapa langkah yaitu mengubah citra RGB menjadi citra grayscale, mengubah citra grayscale menjadi citra biner dan kemudian melakukan operasi konvolusi pada matriks citra biner dengan penapis LoG.

Dari hasil konvolusi terlihat keluaran yang menunjukkan tepi kanker kulit yaitu titik-titik putih pada tepi yang saling terhubung membentuk garis. Tepi terlihat kasar, namun jelas dan semua titik-titiknya saling terhubung membentuk garis.

5.2. Saran

Metode Laplacian of Gaussian merupakan salah satu contoh metode dalam deteksi tepi. Masih ada beberapa metode deteksi tepi lainnya. Maka disarankan untuk penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan mencoba metode-metode lainnya. Karena jika hal tersebut dapat dilakukan maka akan banyak memberikan manfaat yang baik.


(56)

44 REFERENSI

[1] Wahyu. Citra dan pengolahan citra, http://wahyusite.blogspot.com/ 2008/02/citra-dan-pengolahan-citra.html

[2] Tjarta, Achmad. Kanker Kulit di Indonesia, Antisipasi peningkatan pada masa mendatang, http://www.digilib.ui.ac.id//file?file=digital/files/disk1 /207/jkptuipp-gdl-publ-1993-achmadtjar-10314-p19931-a.pdf

[3] Munir, Renaldi. Pengolahan citra Digital dengan pendekatan algoritmik. Informatika. Bandung. 2004

[4] Munir, Renaldi. Pengolahan citra Digital dengan pendekatan algoritmik. Informatika. Bandung. 2004

[5] Mukhlisin. Identifikasi Barcode mie instant menggunakan Algoritma Propagation. UIN. Jakarta. 2009

[6] Ahmad, Usman. Pengolahan Citra Digital dan tekhnik pemrogramannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2005.

[7] Wijaya, Marvin Ch. Pengolahan Citra Digital menggunakan Matlab. Informatika. Bandung. 2007.


(57)

LAMPIRAN 1

CITRA KANKER KULIT

(1) (2)

(3) (4)


(58)

LAMPIRAN 2

CITRA GRAYSCALE KANKER KULIT

(1) (2)

(3) (4)


(59)

LAMPIRAN 3

CITRA BINER KANKER KULIT

(1) (2)

(3) (4)


(60)

LAMPIRAN 4

CITRA HASIL KONVOLUSI DENGAN MASK LoG

(1) (2)

(3) (4)


(61)

LAMPIRAN 5

Matriks citra RGB untuk citra kanker kulit yang sudah dipotong dengan ukuran 15×15

R =

G =


(62)

LAMPIRAN 6

Source Code Konvolusi dengan Mask LoG

% ==< Membuat histogram citra RGB >==

x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

red=x1(:,:,1); green=x1(:,:,2); blue=x1(:,:,3);

merahgray2=0.3*red+0.5*green+0.2*blue; imhist(red)

imhist(green) imhist(blue)

% ==< Mengubah citra RGB menjadi citra grayscale >==

x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

I1 = rgb2gray(x1); imshow(I1)

% ==< Mengubah citra grayscale menjadi citra biner >==

x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

I1 = rgb2gray(x1); t=graythresh(I1); b1=im2bw(I1,t); Imshow (b1)

% ===< Konvolusi citra dengan mask LoG >===

x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

I1 = rgb2gray(x1); t=graythresh(I1); b1=im2bw(I1,t); L1 = +b1

M = [0 0 -1 0 0; 0 -1 -2 -1 0; -1 -2 16 -2 -1; 0 -1 -2 -1 0; 0 0 -1 0 0]

LoG = conv2(L1, M); imshow (LoG)


(1)

CITRA KANKER KULIT

(1) (2)


(2)

CITRA GRAYSCALE KANKER KULIT

(1) (2)

(3) (4)


(3)

CITRA BINER KANKER KULIT

(1) (2)


(4)

CITRA HASIL KONVOLUSI DENGAN MASK LoG

(1) (2)

(3) (4)


(5)

Matriks citra RGB untuk citra kanker kulit yang sudah dipotong dengan ukuran 15×15

R =


(6)

Source Code Konvolusi dengan Mask LoG

% ==< Membuat histogram citra RGB >== x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp'); red=x1(:,:,1); green=x1(:,:,2); blue=x1(:,:,3); merahgray2=0.3*red+0.5*green+0.2*blue; imhist(red) imhist(green) imhist(blue)

% ==< Mengubah citra RGB menjadi citra grayscale >== x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

I1 = rgb2gray(x1); imshow(I1)

% ==< Mengubah citra grayscale menjadi citra biner >== x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp');

I1 = rgb2gray(x1); t=graythresh(I1); b1=im2bw(I1,t); Imshow (b1)

% ===< Konvolusi citra dengan mask LoG >=== x1=imread('D:\citra\skincancer\sk1.bmp'); I1 = rgb2gray(x1);

t=graythresh(I1); b1=im2bw(I1,t); L1 = +b1

M = [0 0 -1 0 0; 0 -1 -2 -1 0; -1 -2 16 -2 -1; 0 -1 -2 -1 0; 0 0 -1 0 0]

LoG = conv2(L1, M); imshow (LoG)