Makalah Keragaman Sastra Batak .
KERAGAMAN SASTRA BATAK
KARYA TULIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok
pada Mata Kuliah Sastra Nusantara Semester II
yang Diampu oleh Drs. H. M. Nur Fawzan Ahmad, M. A.
DISUSUN OLEH :
1. ACMAD SAERONI
(13010114130071)
2. DEDI HARTANTO
(13010114130077)
3. DWI PUTRA WIDIANTO
(13010114140100)
4. MUTIA MEGA PRAHARA A.R.
(13010114130084)
5. NISWATUN NUR NAIMAH (13010114130089)
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan barokahNya yang melimpah yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat membuat dan
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Keragaman Sastra Batak” dengan lancar dan
supaya makalah ini dapat diterima dengan baik oleh pembaca.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata pelajaran Sastra Nusantara di Jurusan Sastra Indonesia FIB
Universitas Diponegoro.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Drs.H.M. Fawzan Ahmad, M.A selaku dosen pengampu pada mata kuliah Sastra
Nusantara.
2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Sastra Nusantara.
3. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.
4. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan Makalah “Keragaman Sastra Batak”, yang
tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Semarang, Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah ……………………………………………….
1
1.2.
Rumusan Masalah ……………………………………………………..
1
1.3.
Tujuan ………………………………………………………………….
2
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
2.1. Sejarah Sastra Batak ……………………………………………………….
3
2.2. Tokoh Sastra Batak ………………………………………………………...
4
2.3. Kajian Sastra Batak ………………………………………………………...
9
2.4. Contoh Kajian Sastra Batak ………………………………………………..
9
2.5. Keunikan Sastra Batak ……………………………………………………..
14
2.6. Bentuk Sastra Batak ………………………………………………………..
15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………
17
3.2. Saran ………………………………………………………………………..
17
DAFTAR PUSTAKA
SOAL
KUNCI JAWABAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Orang Batak terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan
keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si
boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara” (artinya,seseorang
harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka
puaslah rasanya dan damai serta selesailah masalkah, semua masalah harus dituntaskan
dengan pembicaraan). Ungkapan ini umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan
dengan itulah maka orang Batak suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan
bayak hal dalam hidup orang Batak. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan
berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di
kalangan masyarakat Batak. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya bagi
kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku bangsa lain.
Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek
moyang
dari
dahulu
hingga
masa
sekarang.
(BudayaBatak.AdamDewi.http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastrabudaya-batak-toba: 14 Maret 2015).
Dikarenakan hal diatas, maka kami dari tim penyusun makalah ini sekiranya ingin
sedikit memaparkan tentang kebudayaan Suku Batak , khususnya dalam didang
kesusastraannya yang memang memiliki banyak sekali keragaman, mulai dari ungkapanungkapan berhikmat, puisi, sampai filsafah yang menandakan keragaman kesusastraan
Suku Batak dalam Kesusastraan Nusantara yang selama ini belum diketahui oleh halayak
umum dikarenakan kurangnya perhatian terhadap kesusastraan daerah di Indonesia ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami dari tim penyusun akan sedikit memaparkan tentang:
Batasan tentang Kesusastraan Batak
Sejarah Sastra Batak
Macam-macam Bentuk dan Jenis Sastra Batak
Keunikan Sastra Batak
Tokoh Sastra Batak
Contoh Kajian bentuk Karya Sastra Batak
Setidaknya itulah yang akan kami jelaskan dengan sebisanya, sekiranya dapat
memberikan sedikit ilmu dan wawasan baru bagi pembaca.
1.3.
Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini tidak lain adalah untuk memnuhi tugas
pembuatan makalah dalam mata kuliah Sastra Nusantara yang ada di semester II ini,
namun diluar tujuan tersbut ada tujuan lain dari penyusun makalah ini yaitu, untuk
membuat teman-teman lebih mengenal lagi keberagaman kesusastraan yang ada di
nusantara ini melalui makalah ini, khususnya tentang Kesusastraan Suku Batak yang
kami rangkum dalam sebuah makalah yang sederhana ini. Sekiranya itulah tujuan dari
kami tim penyusun makalah yang berjudul “Keragaman Sastra Batak”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH SASTRA BATAK
Era sebelum tahun 1920-an, dunia sastra di Sumatera Utara dianggap sebagai tonggak
dasar kesusastran di Tanah Air. Sebab, saat itu sastrawan Sumatera Utara bisa dikatakan sebagai
barometer sastra di tanah air.
Pertama sekali dimulai dengan munculnya nama M. Kasim yang dianggap sebagai
peletak dasar berdirinya cerita pendek di tanah air. Setelah itu muncullah nama Amir Hamzah,
pemuda dari Langkat, yang dikenal sebagai motor puisi Angkatan Pujangga Baru.
Kemudian lahir pula Chairil Anwar yang merupakan orang yang paling populer namanya dalam
wilayah sastra tahun 1945 hingga sekarang. Beliau bahkan masih dianggap sebagai ikon sastra di
Indonesia bersama Amir Hamzah. Jika diadakan survei, tentunya nama merekalah yang
menduduki peringkat pertama sastrawan di Tanah Air yang dikenal masyarakatnya.
Setelah itu, perhelatan sastra di Tanah Air mulai berpindah tangan kepada teman-teman
sastrawan dari Pulau Jawa. Meskipun masih ada, namun nama-nama sastrawan dari Sumatera
Utara mulai tenggelam ditelan zaman. Nama-nama yang masih bertahan hanyalah sebagian saja
seperti Maulana Samsuri, M. Rahim Qahhar, Damiri Mahmud dan beberapa nama lain.
Selebihnya banyak yang tak lagi dikenal di jagad sastra nasional.
Pada saat ini sedikit demi sedikit ada yang berbeda dalam dunia kepengarangan di
Sumatera Utara. Kegelisahan yang selama ini mendera dunia kepengarangan di Sumatera Utara
agaknya telah mulai memperlihatkan kecerahannya. Karya dan penerbitannya mulai mencecah
dunia kreativitas dan produktivitas.
Mengapa tidak? Sekarang dunia kepengarangan di Sumatera Utara mulai mencecahkan
kakinya dalam skala yang lebih luas - hingga pentas nasional. Awalnya, menjelang 2010, dunia
kepengarangan di Sumatera Utara yang "unjuk gigi" hingga pentas nasional terbilang sedikit.
Dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat dihitung dengan jari.
Beberapa nama yang perlu dicatat antara lain T. Sandi Situmorang dengan genre novel
remajanya. Kemudian Maulana Samsuri dengan novel-novelnya yang terus mengalir. Si anak
muda yang enerjik, Hasan Al Banna, yang karyanya boleh dikatakan telah melanglang buana di
seluruh koran-koran di daerah maupun nasional terutama di pusat-pusat penerbitan di Jawa.
2.2. TOKOH SASTRA BATAK
2.2.1. M. Kasim Dalimunthe
Dalam kesusastreraan Indonesia, Muhammad Kasim Dalimunte lebih dikenal dengan
nama panggilan M. Kasim saja. Ia adalah seorang penulis novel dan cerpen pada zaman Balai
Pustaka. Beliau lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, pada tahun 1886. Dengan pendidikan
sekolah guru, ia kemudian menjadi guru sekolah rakyat hingga tahun 1935. Namun sejak tahun
1922, beliau mulai dikenal sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai
Pustaka, yakni Moeda Teroena.
Dua tahun kemudian (1924) Ia memenangkan sayembara menulis buku anak-anak, dan
meraih “hadiah pertama” dari Balai Pustaka berupa Arloji Emas. Karyanya itu kemudian
diterbitkan dengan judul Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak, yang dalam masyarakat luas
lebih dikenal dengan judul Si Samin. Karya-karya sastranya yang lain, yang juga cukup
fenomenal adalah Bertengkar Berbisik (1929), Buah di Kedai Kopi (1930), dan Teman Doedoek
(1936), yang ketiganya diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta.
Kumpulan cerpen Teman Doedoek karya M. Kasim dianggap sebagai kumpulan cerita
pendek pertama dalam kesusastraan Indonesia modern. Novel maupun cerpennya bercerita
tentang penduduk pedesaan di Sumatera dengan gaya bahasa yang sederhana dan penuh humor.
Karya terjemahannya ada dua, yaitu Niki Bahtera (dari In Woelige Dagen karya C.J. Kieviet) dan
Pangeran Hindi (dari De Vorstvan Indie karya Lew Wallace), yang masing-masing dirilis pada
tahun 1920 dan 1931.
M. Kasim yang lahir di Muara Sipongi ini pernah menetap di Kotanopan. Rumahnya
terletak di Sindang Laya, tidak jauh dari Pasanggerahan yang terdapat di Pasar Kotanopan.
Pasanggerahan ini adalah sebuah bangunan tempat peristirahatan residen pada masa penjajahan
kolonial Belanda dahulu. Rumah M. Kasim yang terletak di Sindang Laya tersebut sampai
sekarang masih dihuni oleh keturunannya. Rumah tempat kediaman M. Kasim ini sampai
sekarang masih tetap kelihatan kokoh dan terpelihara dengan baik, serta tampak asri karena
letaknya berada di dataran yang lebih tinggi dan cukup strategis karena tidak jauh dari Pasar
Kotanopan.
2.2.2. Loebis
Loebis dikenal sebagai penulis sajak dan naskah drama. Ia juga aktif dalam kegiatan
kebudayaan, drama/teater. Penulis ini dilahirkan di Balige, Sumatera Utara,tanggal 8 Agustus
1930. Pendidikan yang pernah dijalaninya adalah HIS. Ia aktif organisasi kebudayaan I.P.Budaya
Tifa (1956), menjadi pembimbing Sanggar Deru Tanjung Pura (1968), dan ikut mendirikan
BKPB Kabupaten Langkat (1969). Ia juga pernah bekerja pada Bidang Kesenian Kanwil
Departemen P & K, Provinsi Sumatera Utara. Karyanya dalam bentuk drama antara lain: TanganTangan Berdarah di Bulan Oktober (1972). Ia juga menulis kumpulan sajak yang diterbitkan
tahun 1974 dengan judul Selamat Pagi.
2.2.3. Zaifah
Penulis ini dilahirkan di Medan, tanggal 16 Maret 1940. Ia adalah redaktur harian Bukit
Barisan di Medan. Pendidikan terakhirnya adalah sarjana muda sosial politik Universitas
Sumatera Utara. Sajak dan cerpennya dimuat dalam harian Waspada, Analisa, Bukit Barisan
(Medan), Majalah Sastra dan Horison, juga dimuat dalam antologi Kuala (Kumpulan Sajak,
1976), Temu Sastrawan Sumatera Utara (1977), dan 25 Cerpen (1978)
2.2.4. Achmad Rivai Nasution
Nama pena dari penulis ini adalah Dev Vareyra. Ia dilahirkan di Pematang Siantar,
Sumatera Utara, tanggal 9 Pebruari 1935. Pernah menjadi Pengawas Sekolah Menengah
Teknologi Atas. Sajak-sajaknya dimuat dalam antologi Kande (1982), Dua Kumpulan Puisi
(1982, bersama Bachtiar Adamy), Antologi Penyair Aceh (1986), Tiatian Laut III (Kuala
Lumpur, 1991), Nafas Tanah Rencong (1992), Banda Aceh (1993), Sosok (1993), dan Seulawah:
Sastra Aceh Sekilas Pintas (1995). Kumpulan sajak dan cerpennya yang telah diterbitkan adalah
Melalui Api (1992)
2.2.5. Agam Wispi (1930-2003)
Penulis ini di lahirkan di Pangkalan Susu, Sumatera Utara, tanggal 31 Desember 1930
dan meninggal di Amesterdam di sebuah verpleghuis (rumah jompo), Belanda tanggal 1 Januari
2003.
Agam Wispi pernah menjadi wartawan harian Pendorong (1952) di Medan. Tahun 1957,
Agam pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai redaktur budaya Harian Rakyat. Pada bulan Mei
1965, Agam ke Vietnam untuk meliput perang. Ia sempat mewawancarai Ho Chi Minh.
Selanjutnya ia berkelana ke Cina. Pada saat peristiwa G-30 S/PKI, ia sedang di Cina. Ia sempat
lima tahun di karantina (penjara)di Tiongkok Selatan. Dari Cina, ia ke Moskwa, Jerman Timur,
dan sejak tahun 1988 menetap di Amesterdam sampai akhir hayatnya. Ia tidak pernah lagi
menetap di tanah airnya. Ia memang pernah pulang, tahun 1999 dan 2000 ia berkunjung ke tanah
airnya lagi, setelah sekian tahun berkelana di luar negeri.
Kumpulan sajaknya yang pernah terbit adalah Matinya Seorang Petani (1955), Di Negeri
Orang, Puisi Penyair Indonesia Eksil (Antologi Puisi, 2002). Beberapa penyair seperti Asahan
Alham, Nurdiana, Chalik Hamid, dan Sobron Aidit memuat puisinya dalam antologi ini.
2.2.6. Amir Hamzah (1911-1946)
Amir Hamzah dianggap sebagai Raja Penyair Pujangga Baru dan Pahlawan Nasional
(S.K. Presiden RI No. 106/TK/ Tahun 1975, tertanggal 3 Nopember 1975). Dalam khazanah
Sastra Indonesia ia dianggap sebagai sastrawan angkatan pujangga Baru (1920-AN). Pada tahun
1933, ia bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane menerbitkan Majalah Pujangga
Baru. Karyanya yang terkenal adalah kumpulan sajak Nyanyian Sunyi (1937) dan Buah Rindu
(1941).
Nama aslinya adalah Tengku Amir Hamzah, ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat,
Sumatera Utara tanggal 28 Pebruari 1911. Ia berasal dari keluarga bangsawan dan ada hubungan
darah dengan Sultan Langkat. Ia terbunuh dalam huru-hara yang meletus pada 20 Maret 1946 di
Sumatera Utara, dan ia bukan terbunuh oleh sajak-sajaknya.
Pendidikannya dimulai dari HIS, selanjutnya melanjutkan ke MULO di Medan dan
kemudian pindah ke Jakarta bersekolah AMS-A atau sastra di Solo. Dari AMS ia melanjutkan
pendidikan pada Rechts Hoge School (Sekolah Hukum Tinggi) di Jakarta sampai Sarjana Muda.
Salah seorang temannya di AMS Solo adalah Achdiat Kartamihardja.
Perhatiannya pada pergerakan nasional telah terlihat sewaktu ia belia. Waktu masih
belajar di AMS Solo, ia memasuki Indonesia Muda dan diangkat sebagai ketua. Pernah pula
menjadi Ketua Panitia Kongres Indonesia muda di Solo pada Tahun 1930.
Pada 29 Oktober 1945, ia diangkat menjadi Wakil Pemerintah RI untuk Langkat dan
berkedudukan di Binjai. Ketika itu ia adalah Pangeran Langkat Hulu di Binjai. Ketika Sekutu
datang dan berusaha merebut hati para Sultan, kesadaran rakyat terhadap revolusi
menggelombang. Mereka mendesak agar Sultan Langkat segera mengakui Republik Indonesia.
Lalu revolusi sosial pun pecah pada tanggal 3 Maret 1946. Sasarannya adalah keluarga
bangsawan yang dianggap kurang memihak kepada rakyat, termasuk Amir Hamzah. Pada dini
hari 20 Maret 1946 mereka dihukum pancung. Pada bulan Nopember 1946 kuburannya
dipindahkan ke samping Masjid Azizi, Tanjung Pura. Amir Hamzah memperoleh pengakuan
sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975.
Karyanya yang lain adalah Sastra Melayu dan Raja-Rajanya (1942), Esai dan Prosa
(kumpulan esai dan prosa, 1982), dan Padamu Jua (kumpulan sajak, 2000). Karya terjemahannya
Setanggi Timur (kumpulan sajak penyair Jepang, India, Persia dan lain-lain,1939), Baghawat
Gita (1933), dan Syair Asyar.
Amir Hamzah merupakan salah seorang sastrawan yang mendapatkan perhatian besar.
Studi mengenai Amir Hamzah dilakukan oleh H.B.Jassin, Amir Hamzah: Raja Pujangga Baru
(1962), S. Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah Sebagai Penyair dan Uraian Sajak Nyanyian Sunyi
(1981) dan Siti Utari Nababan A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil
Anwar (Disertasi pada Universitas Cornell, 1966). Nh.Dini menulis kisah hidup Amir Hamzah
dalam bentuk novel biografi yang berjudul Amir Hamzah, Pangeran Dari Seberang.
2.2.7. Armijn Pane (1908-1970)
Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru (1920-an) ini juga aktif dalam bidang pers
dengan mendirikan majalah. Salah satu majalah yang didirikannya adalah Pujangga Baru. Dalam
bidang kesusastraan ia menulis esai sastra, puisi, cerpen, drama, novel/roman. Ia juga pernah
menjadi redaktur Balai Pustaka di tahun 1926.
Ia lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908 dan meninggal di Jakarta
tanggal 16 Pebruari 1970. Ia adalah adik dari Sanusi Pane yang juga sastrawan Angkatan
Pujangga Baru (1920-an). Pendidikan yang di tempuhnya adalah HIS dan ELS (Tanjung Balai,
Sibolga, dan Bukittinggi), STOVIA Jakarta (1923), NIAS Surabaya (1927), dan AMS-A Solo
(1931). Ia pernah menjadi wartawan di Surabaya, guru Taman Siswa di Kediri, Malang dan
Jakarta, Sekretaris dan redaktur Pujangga Baru (1933-1938), redaktur Balai Pustaka (1936),
Ketua Bagian Kesusastraan Pusat Kebudayaan (1942-1945), sekretaris BKMN (1950-1955), dan
redaktur majalah Indonesia (1948-1955).
Novelnya Belenggu (1940), banyak mengundang perdebatan di kalangan pengamat dan
penelaah sastra Indonesia. Karyanya yang lain Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939), Kort
Overzicht va de Moderne Indonesische Literatuur (1949), Mencari Sendi Baru Tata Bahasa
Indonesia (1950), Jalan Sejarah Dunia (1952), Kisah Antara Manusia (kumpulan cerpen, 1953),
Jinak-Jinak Merpati (kumpulan drama, 1953), Sanjak-Sanjak Muda Mr. Muhammad Yamin
(1954), dan Gamelan Jiwa ( kumpulan cerpen, 1960). Terjemahannya Tiongkok Zaman Baru,
Sejarahnya: Abad ke-19 – Sekarang (1953), Membangun Hari Kedua (novel, Ilya Ehrenburg,
1956), dan Habis Gelap Terbitlah Terang (karya R.A.Kartini, 1968). Sadurannya Ratna (drama
Hendrik Ibsen, Nora, 1943).
Karena aktivitasnya dalam bidang sastra dan seni, tahun 1969, Armijn Pane menerima
hadiah tahunan dari Pemerintah Republik Indonesia.
2.2.8. Gayus Siagian (1920-1981)
Penulis cerpen, novel, drama dan skenario ini juga aktif pada bidang pers. Ia dilahirkan di
Balige, Sumatera Utara, tanggal 5 Oktober 1920 dan meninggal di Jakarta tanggal 10 Pebruari
1981. Ia memberi julukan “Paus Sastra Indonesia” untuk H.B.Jassin. julukan ini masih
digunakan masyarakat sampai sekarang. Ia berpendidikan AMS-A Yogyakarta (1941), kemudian
memperdalam pengetahuan mengenai film dan kebudayaan barat di Belanda (1952-1953).
Pernah menjadi Kepala Bagian Skenario Perfini (1950-1956), dosen Universitas Gamaliel,
Jakarta (1956-1957), dan dosen Akademi Sinematografi institut Kesenian jakarta. Pernah pula
menjadi Ketua Harian BMKN, Sekjen LKN (1959), Ketua Umum Pengurus Pusat PKPI (1964),
anggota DPR-GR/MPRS mewakili seniman, Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1970),
dan anggota Badan Sensor Film. Pernah pula menjadi redaktur Warta Indonesia, Patriot, Aneka,
Warta Dunia, Sari Pers, Lembaga Minggu, Suluh Indonesia, di samping membantu Fart Eastern
Film News (Tokyo).
Cerpennya “Perpisahan”, mendapathadiah majalah Kisah tahun 1953; bersama cerpencerpennya yang lain, cerpen-cerpen ini kemudian dihimpun dalam buku Perpisahan (1971).
Karyanya yang lain dalam bentuk drama adalah Di Taman Air Mata (1958) dan Lukisan dan
Wanita Buta (1967). Karya terjemahannya: Ratapan Tanah Air (Novel karya Alan Paton, 1954),
Kembali ke Bataan (novel karya Carlos Romulo, 1954), Sehari dalam Kehidupan Iwan
Denissowitsch (novel karya Alexander Solzhenitsyn, 1976), dan Gerhana (novel karya Arthur
Koestler, 1982).
Gayus Siagian juga banyak menulis skenario film , di antaranya: Enam jam di Yogya,
Krisis, Embun, Terimalah Laguku, dan Een Indonesische Student in Holland.
2.3. Kajian Sastra Masyarakat Batak
2.3.1. Seni Sastra Masyarakat Batak
Orang Batak
terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan
keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si boru puas
si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara (artinya,seseorang harus mengungkapkan
isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai
serta selesailah masalah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan). Ungkapan ini
umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak suka
berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan bayak hal dalam hidup orang Batak . Suku ini
memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll.
Banyak ungkapan bijaksana di kalangan masyarakat . Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan
nilainya bagi kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku
bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek
moyang dari dahulu hingga masa sekarang.
Makna yang terkandung dalam sastra Batak
berkaitan erat dengan kehidupan yang
dialami setiap hari, misalnya: falsafah pengetahuan (Batak:Habisuhon), kesusilaan (Batak:
Hahormaton), tata aturan hidup (Batak: Adat dohotuhum) dan kemasyarakatan (Batak:
Parngoluon siganup ari). Bila diteliti secara seksama, sastra kebijaksanaan suku Batak (yang
disebut umpama), terdiri dari empat bagian. Pembagian itu adalah sebagai berikut:
1. Filsafah (Batak: umpama na marisi habisuhon= pepatah yang berisi pengetahuan atau
kebijaksanaan).
2. Etika kesopanan (Batak : umpama hahormaton).
3. Undang-undang (Batak: umpama na mardomu tu adat dohot uhum).
4. Kemasyarakatan (Batak: umpama na mardomu tu parsaoran si ganup ari, ima na
dipangke di tingki pesta, partamueon, dll.). Arti dan makna umpama (pepatah) dalam
suku Batak sangat luas dan mendalam. Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di
bagi ke dalam empat bagian besar
2.4.
Contoh Kajian Sastra Batak :
2.4.1. Berkaitan dengan Penderitaan Manusia:
Nunga bosur soala ni mangan
Mahap soala ni minum
Bosur ala ni sitaonon
Mahap ala ni sidangolon
Arti harafiah dan leksikal:
Sudah kenyang bukan karena makan
Puas bukan karena minum
Kenyang karena penderitaan
Puas karena kesedihan/dukacita
Sedangkan arti dan makna terdalam:
Syair pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang
berkepanjangan yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai
takdir. Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak ) harus
diterima dengan pasrah saja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan
menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana pendidikan,
yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup, menyingkirkan sifat
sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orang tua, raja, hula-hula
(kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na Bolon.
Jenis pantun ini ialah “pantun andung” (pantun tangisan) pada penderitaan.
Pantun ini diungkapkan pada waktu mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita),
misalnya pada saat kematian orang tua, sahabat dan famili.
1. Berkaitan dengan Nasihat dan Larangan Melakukan Perzinahan:
Silaklak ni dandorung
Tu dangka ni sila-sila
Ndang iba jumonokjonok
Tu na so oroan niba
Arti harafiah dan leksikal:
Kulit kayu dandorung
Ke dahan kayu silasila
Dilarang mendekati perempuan/wanita
Jika tidak istri sendiri
Arti terdalam:
Dua baris terakhir dari syair pantun di atas menasehatkan kepada
semua pria agar tidak mendekati seorang perempuan/wanita yang tidak istrinya.
Nasehat ini merupakan usaha untuk menghindari tindakan perzinaan dan sekaligus
merupakan larangan untuk tidak melakukan perzinaan. Seorang laki-laki yang
mendekati perempuan yang bukan istrinya dan melakukan hubungan seksual disebut
berzina. Orang yang melakukan perzinaan dihukum dan terkutuk hidupnya.
2. Berkaitan dengan Etika Kesopanan (sopan santun):
” Pantun hangoluan, tois hamatean!”
Arti harafiah dan leksikal:
Sikap hormat dan ramah mendatangkan kehidupan dankebaikan; sikap ceroboh
atau sombong (tidak tahu adat) membawa kematian/malapetaka.
Arti terdalam:
Sopan santun, sikap hormat dan ramah tamah akan membuahkan hidup yang
mulia dan bahagia (baik), sedangkan sikap ceroboh dan sombong (angkuh) akan
menyebabkan kematian, penderitaan, malapetaka dalam hidup seseorang. Pada umumnya
orang yang sopan memiliki banyak teman yang setia, ke mana dia pergi selalu mendapat
perlindungan dan sambutan dari orang yang dijumpainya. Sedangkan orang yang ceroboh
dan sombong sulit mendapat teman bahkan sering mendapat lawan dan musuhnya
banyak. Yang seharusnya kawan pun menjadi lawan bagi orang yang seperti ini.
Jenisnya dan digunakan pada kesempatan:
Sastra ini tergolong dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat. Pepatah etika sopan
santun. Biasanya digunakan pada kesempatan memberangkatkan anak, famili atau
sahabat yang hendak pergi ke perantauan. Dan pepatah ini digunakan sebagai nasehat
orang-orang tua kepada anakanaknya.
3. Berkaitan dengan “Janji atau nazar” yang harus ditepati:
Pat ni satua
Tu pat ni lote
Mago ma panguba
Mamora na niose
Arti harafiah dan leksikal:
Kaki tikus
Ke kaki burung puyuh
Lenyap/hilanglah si pengingkar janji
Dan kayalah yang diingkari
Arti terdalam:
Seorang yang mengingkari janji, apalagi sering-sering mengingkari akan hilang
lenyap (mati) karena tindakannya dan orang yang diingkari akan menjadi kaya. Orang
yang mengingkari janji dikutuk dan ditolak oleh masyarakat umum, sedangkan orang yag
diingkari mendapat penghiburan dan pengharapan yang baik dari sang pemberi rahmat.
Dia akan menjadi kaya dalam hidupnya. Padan adalah janji atau perjanjian, ikrar yang
disepakati oleh orang yang berjanji. Akibat dari pelanggaran padan lebih daripada hukum
badan, karena ganjaran atas pelanggaran padan (janji) tidak hanya ditanggung oleh
sipelanggar janji (padan), tetapi juga sampai pada generasi-keturunan berikutnya. Ada
unsur kepercayaan kutukan di dalamnya. Padan bersifat pribadi dan rahasia, diucapkan
tanpa saksi atau dengan saksi. Jika padan diucapkan pada waktu malam maka saksinya
ialah bulan maka disebut padan marbulan. Dan jika diucapkan pada siang hari saksinya
ialah hari dan matahari disebut padan marwari. Nilai menepati janji cukup kuat pada
orang . Ini mungkin ada kaitannya dengan budaya padan yang menyatakan perbuatan
ingkar janji merupakan yang terkutuk.
Jenis pantun dan digunakan pada kesempatan:
Pantun ini tergolong ke dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat kepada orang
yang berjanji (Batak: marpadan).
Pepatah ini digunakan pada kesempatan ketika menasehati orang yang sering
menginkari janji. Pada upacara adat terjadi pembicaraan dan berkaitan dengan pengadaan
perjanjian. Nasehat ini diberikan dan disampaikan oleh orang tua dari kalangan keluarga.
Ini merupakan unsur sosialisasi untuk mendidik orang menjadi orang yang konsekuen
dalam bertindak.
5. Berkaitan dengan Kehidupan Sosial Masyarakat:
Ansimun sada holbung
Pege sangkarimpang
Manimbuk rap tu toru
Mangangkat rap tu ginjang
Arti harafiah dan leksikal:
Mentimun satu kumpulan
Jahe satu rumpun batang
Serentak melompat ke bawah
Serentak melompat ke atas
Arti terdalam:
Umpama ini digunakan untuk kerabat sedarah dan dari satu keluarga (Batak:
dongan sabutuha). Pepatah ini mengisyaratkan kebersamaan untuk menanggung duka dan
derita, suka dan kegembiraan. Sejajar dengan ungkapan:”ringan sama dijingjing, berat
sama dipikul”. Dari ungkapan ini terbersit arti mendalam dari kekerabatan yang dianut
oleh orang Batak . Kekerabatan mencakup hubungan primordial suku, kasih sayang
dipupuk atas dasar hubungan darah.Kerukunan diusahakan atas dasar unsur-unsur
Dalihan Na Tolu. Hubungan antar manusia dalam kehidupan orang Batak diatur dalam
sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Hubungan ini telah disosialisasikan kepada generasi
dari generasi ke generasi berikutnya. Hubungan ini telah ditanamkan kepada anak sejak
dia mulai mengenal lingkungannya yang paling dekat, misalnya dengan orang tua, sanak
saudara dan kepada famili dekat. Pengertian marga dijelaskan dengan baik sesuai dengan
kode etik Dalihan Na Tolu. Tata cara kehidupan, cara bicara, adat-istiadat diatur sesuai
dengan kekerabatan atas dasar Dalihan Na Tolu itu.
Jenis sastra:
Tergolong dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan
pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai
nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan.
2.5. Keunikan Sastra Batak
Keunikan Sastra Batak yaitu:
Sastra Batak lahir dari budaya Batak yang tumbuh berkat relasinya dengan alam,
dunia sekitar dan orang-orang dari suku bangsa lain.
Pepatah atau ungkapan bijak dalam suku ini tidak diperoleh dari hasil pendidikan
formal, tetapi dari pendidikan suatu perkumpulan, misalnya perguruan silat atau
perkumpulan marga dan adat.
Sastra ini pada umumnya diwariskan secara lisan.
Pengarang satra ini tidak diketahui. Waktu penulisan dan tempat mengarang juga
tidak dapat dipastikan.
Pepatah dan pantun dapat diubah-ubah sesuai dengan situasi yang ada. Tetapi
harus selalu diperhatikan dan dipertahankan isi dan makna yang sebenarnya.
Sastra Batak memiliki arti kiasan atau perumpamaan dan arti langsung (harafiah).
Pola sajak yang digunakan umumnya bervariasi, ada ab-ab dan ada yang bebas.
Ada pepatah atau sajak yang bernilai rohani, yang sangat dalam maknanya.
Pepatah umumnya dikuasai oleh sebagian orang saja yang bertugas sebagai
pembicara dalam adat. Orang yang bisa berbicara dengan baik dan mengetahui
banyak pepatah maka dia dapat dihunjuk sebagai pembicara dalam adat. Tetapi
umumnya sastra ini dapat digunakan oleh siapa saja.
Sastra Batak bersifat patrilineal dan memiliki marga tertentu.
Etnisitas Sastra Batak mengandung nilai dan makna
2.5.1. Kelebihan dan kekurangan
- Kelebihan: pepatah bersifat sederhana, mudah dimengerti dan diingat oleh orang, tidak
membosankan, memiliki arti harafiah dan arti terdalam yang juga memiliki kaitan dengan
arti harafiah itu. Umumnya pepatah atau sastra Batak sibuk dengan masa depan.
- Kekurangan: tidak semua tertulis karena itu bisa hilang dan dilupakan oleh generasi
selanjutnya. Sastra ini memiliki bahasa kuno yang terkadang sulit dimengerti orang pada
aman sekarang.
2.6. Bentuk dan Jenis Sastra Batak
Bentuk selalu mengandung isi dan isi itu ada dalam bentuk (Tambunan, 1986:252253). Bentuk sastra Batak dibagi berdasarkan isi cerita antara lain :
1. Hajajadi (kejadian)
Sastra yang menceritakan asal mula sesuatu yang nampak atau yang transenden,
seperti Turi-turian, seperti asal mula manusia, orang Batak percaya berasal dari gunung
Pusuk Buhit di tepi Danau Toba.
2. Parsorion
Artinya takdir, nasib dalam arti celaka, sial, kemalangan (Warneck, 2001:314).
Sastra yang menceritakan suka-duka perjuangan hidup seperti pada turi-turian dan
andung-andung. Vol. 2 No. 3 Desember 2012 ISSN 2089-3973
3. Poda
Artinya pengajaran, amanat, nasihat, saran (Warneck, 2001: 246). Sastra yang
bermuatan mendidik, nasehat dan petunjuk, sering sekali berisi konsekwensikonsekwensi suatu perbuatan yang baik dan yang buruk.
4. Sigeok-geok.
Adalah sastra yang berisi cerita jenaka atau menggelikan (lelucon) yang dapat
disamakan dengan cerita penggeli hati dalam sastra Indonesia. Ini termasuk sastra prosa
Batak Toba yaitu: torsa-torsa.
5. Tarombo.
Jenis sastra yang menceritakan turunan asal mula manusia dan asal usul marga
sampai sekarang. Dalam sastra Indonesia sama dengan tambo, dalam Sastra Batak yaitu :
turi-turian.
6. Pangidoan
Jenis sastra berupa permohonan kepada yang dianggap berkuasa di alam ini, yang
sama dengan doa dan mantera dalam sastra Indonesia. Ini terdapat dalam bentuk puisi
dan prosa liris Batak Toba, yaitu umpasa, tonggo-tonggo dan tabas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Melihat sedikit pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sastra Batak yang
merupakan Sastra Daerah di Indonesia ini juga memiliki begitu banyak keragaman dan
keunikannya sendiri yang membuat semakin kaya kesusastraan Bangsa Indonesia ini dan
menjadi tugas bagi seluruh anak bangsa untuk terus melestarikan sastra-sastra daerah yang ada di
Indonesia.
3.2. Saran
Sastra Batak sebagai salah satu dari sekian banyak kesusastraan yang ada di Indonesia ini
memiliki berbagai keunikan dan juga kelebihan dari pada sastra-sastra lain yang ada di daerahdaerah di Indonesia yang membuat Sastra Batak terus bertahan di tengah perkembangan zaman
ini, akan tetapi sekarang ini banyak dari para siswa-siswa atau bahkan para mahasiswa yang
belum mengetahui tentang kesusastraan Batak ini karena kurangnya mata pelajaran atau mata
kuliah tentang kesusastraan daerah yang ada di Indonesia.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan banyaknya sastra daerah yang ada di Indonesia
yang mulai mengalami kemunduran karena kurangnya perhatian dari generasi muda di Indonesia
yang menyebabkan Sastra-sastra Daerah ini semakin sepi peminat dan juga kurang mendapat
perhatian, seprti Sastra Batak ini yang hanya diperhatikan oleh sebagian orang-orang dari Suku
Batak saja, karena semua orang menganggap bahwa yang patut mempertahankan Sastra Daerah
adalah orang dari daerah itu sendiri sehingga mereka menganggap itu adalah hal yang kurang
penting.
Seperti sebuah kutipan dari salah satu tokoh Bangsa Indonesia ini yang menyatakan
bahwa “keadaan sebuah Bangsa dapat dilihat dari Budayanya”, yang berarti bahwa setiap orang
perlu untuk mempertahankan setiap kebudayaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia baik itu
dari daerahnya sendiri ataupun dari daerah orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja. J. 1994. Folklor Indonesia. Ilmu Gomp Dongeng dan lain-lain. Jakarta : PT.
Pustaka Utama Gafiti.
Kozok U.: Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 1999.
Adonis, Tito; dkk. PERKAWINAN ADAT BATAK DI KOTA BESAR. Jakarta: Depdikbud, 1993.
Batahon, Horas: umpama, umpasa:http://habatakon01.blogspot.com/2011/05/umpasaumpama-falsafah-puisi-jenis.html(14 Maret 2015 )
Sastra Seratus: SASTRA DAERAH : SASTRA BUDAYA BATAK
TOBA:http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-budaya-batak-toba (14 Maret 2015)
SOAL
1. Berikut yang bukan merupakan Sastra Kebijaksanaan Batak adalah :
a. Berkaitan dengan penderitaan manusia
b. Berkaitan dengan kegembiraan manusia
c. Berkaitan dengan nasihat dan larangan melakukan perzinaan
d. Berkaitan dengan etika dan kesopanan
e. Berkaitan dengan janji
2.
Sastra Batak pada umumnya diwariskan secara :
a. Turun-temurun
b. Lisan
c. Tertulis
d. Cetak
e. Digital
3. Sastra Batak berasal dari daerah
a. Kalimantan
b. Sulawesi
c. Sumatra
d. Papua
e. Jawa
4. Suku Batak mencakup 5 suku menurut pendapat beberapa ahli, dibawah ini yang
bukan termasuk Suku Batak adalah:
a. Batak Toba
b. Batak Simalungun
c. Batak Karo
d. Batak Badui
e. Batak Mandailing
5. Berikut ini merupakan jenis Sastra Batak, kecuali
a. Toba
b. Simalungun
c. Umpasa
d. Jawaban a dan b benar
e. Semua salah
6. Sastrawan yang mengawali munculnya Sastra Batak adalah
a. Amir Hamzah
b. Damiri Mahmud
c. M. Kasim
d. Gayus Siagian
e. Maulana Samsuri
7. Dalam Sastra Batak ada istilah Umpasa , apakah maksud dari istilah tersebut
a. Laawan kata
b. Perumpamaan
c. Peribahasa
d. Nama orang
e. Kelakuan
8. Dalam Sastra Batak ada istilah Umpama, apa arti dari istilah tersebut
a. Persamaan
b. Perbedaan
c. Kelainan
d. Pepatah
e. Puisi
9. Sastrawan Batak yang menulis scenario dari film “Enam jam di Yogya” adalah
a. Amir Hamzah
b. Gayus Siahaan
c. Arjmin Pane
d. Maulana Samsuri
e. M. Kasim
10. Sastra Batak yang berisi cerita jenaka atau menggelikan (lelucon) yang dapat disamakan dengan
cerita penggeli hati dalam sastra Indonesia adalah
a. Sigeok-geok
b. Tarumbo
c. Poda
d. Umpama
e. Umpasa
Essai
2. Mengapa era sebelum tahun 1920-an, dunia sastra di Sumatera Utara dianggap
sebagai tonggak dasar kesusastran di Tanah Air..???
KUNCI JAWABAN
1. B
6. C
2. B
7. B
3. C
8. D
4. D
9. B
5. D
10. A
Essai
1. Sebab saat itu sastrawan Sumatera Utara (Batak) bisa dikatakan sebagai
barometer Sastra di Tanah Air
KARYA TULIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok
pada Mata Kuliah Sastra Nusantara Semester II
yang Diampu oleh Drs. H. M. Nur Fawzan Ahmad, M. A.
DISUSUN OLEH :
1. ACMAD SAERONI
(13010114130071)
2. DEDI HARTANTO
(13010114130077)
3. DWI PUTRA WIDIANTO
(13010114140100)
4. MUTIA MEGA PRAHARA A.R.
(13010114130084)
5. NISWATUN NUR NAIMAH (13010114130089)
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan barokahNya yang melimpah yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat membuat dan
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Keragaman Sastra Batak” dengan lancar dan
supaya makalah ini dapat diterima dengan baik oleh pembaca.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata pelajaran Sastra Nusantara di Jurusan Sastra Indonesia FIB
Universitas Diponegoro.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Drs.H.M. Fawzan Ahmad, M.A selaku dosen pengampu pada mata kuliah Sastra
Nusantara.
2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Sastra Nusantara.
3. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.
4. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan Makalah “Keragaman Sastra Batak”, yang
tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Semarang, Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah ……………………………………………….
1
1.2.
Rumusan Masalah ……………………………………………………..
1
1.3.
Tujuan ………………………………………………………………….
2
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
2.1. Sejarah Sastra Batak ……………………………………………………….
3
2.2. Tokoh Sastra Batak ………………………………………………………...
4
2.3. Kajian Sastra Batak ………………………………………………………...
9
2.4. Contoh Kajian Sastra Batak ………………………………………………..
9
2.5. Keunikan Sastra Batak ……………………………………………………..
14
2.6. Bentuk Sastra Batak ………………………………………………………..
15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………
17
3.2. Saran ………………………………………………………………………..
17
DAFTAR PUSTAKA
SOAL
KUNCI JAWABAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Orang Batak terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan
keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si
boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara” (artinya,seseorang
harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka
puaslah rasanya dan damai serta selesailah masalkah, semua masalah harus dituntaskan
dengan pembicaraan). Ungkapan ini umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan
dengan itulah maka orang Batak suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan
bayak hal dalam hidup orang Batak. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan
berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di
kalangan masyarakat Batak. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya bagi
kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku bangsa lain.
Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek
moyang
dari
dahulu
hingga
masa
sekarang.
(BudayaBatak.AdamDewi.http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastrabudaya-batak-toba: 14 Maret 2015).
Dikarenakan hal diatas, maka kami dari tim penyusun makalah ini sekiranya ingin
sedikit memaparkan tentang kebudayaan Suku Batak , khususnya dalam didang
kesusastraannya yang memang memiliki banyak sekali keragaman, mulai dari ungkapanungkapan berhikmat, puisi, sampai filsafah yang menandakan keragaman kesusastraan
Suku Batak dalam Kesusastraan Nusantara yang selama ini belum diketahui oleh halayak
umum dikarenakan kurangnya perhatian terhadap kesusastraan daerah di Indonesia ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami dari tim penyusun akan sedikit memaparkan tentang:
Batasan tentang Kesusastraan Batak
Sejarah Sastra Batak
Macam-macam Bentuk dan Jenis Sastra Batak
Keunikan Sastra Batak
Tokoh Sastra Batak
Contoh Kajian bentuk Karya Sastra Batak
Setidaknya itulah yang akan kami jelaskan dengan sebisanya, sekiranya dapat
memberikan sedikit ilmu dan wawasan baru bagi pembaca.
1.3.
Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini tidak lain adalah untuk memnuhi tugas
pembuatan makalah dalam mata kuliah Sastra Nusantara yang ada di semester II ini,
namun diluar tujuan tersbut ada tujuan lain dari penyusun makalah ini yaitu, untuk
membuat teman-teman lebih mengenal lagi keberagaman kesusastraan yang ada di
nusantara ini melalui makalah ini, khususnya tentang Kesusastraan Suku Batak yang
kami rangkum dalam sebuah makalah yang sederhana ini. Sekiranya itulah tujuan dari
kami tim penyusun makalah yang berjudul “Keragaman Sastra Batak”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH SASTRA BATAK
Era sebelum tahun 1920-an, dunia sastra di Sumatera Utara dianggap sebagai tonggak
dasar kesusastran di Tanah Air. Sebab, saat itu sastrawan Sumatera Utara bisa dikatakan sebagai
barometer sastra di tanah air.
Pertama sekali dimulai dengan munculnya nama M. Kasim yang dianggap sebagai
peletak dasar berdirinya cerita pendek di tanah air. Setelah itu muncullah nama Amir Hamzah,
pemuda dari Langkat, yang dikenal sebagai motor puisi Angkatan Pujangga Baru.
Kemudian lahir pula Chairil Anwar yang merupakan orang yang paling populer namanya dalam
wilayah sastra tahun 1945 hingga sekarang. Beliau bahkan masih dianggap sebagai ikon sastra di
Indonesia bersama Amir Hamzah. Jika diadakan survei, tentunya nama merekalah yang
menduduki peringkat pertama sastrawan di Tanah Air yang dikenal masyarakatnya.
Setelah itu, perhelatan sastra di Tanah Air mulai berpindah tangan kepada teman-teman
sastrawan dari Pulau Jawa. Meskipun masih ada, namun nama-nama sastrawan dari Sumatera
Utara mulai tenggelam ditelan zaman. Nama-nama yang masih bertahan hanyalah sebagian saja
seperti Maulana Samsuri, M. Rahim Qahhar, Damiri Mahmud dan beberapa nama lain.
Selebihnya banyak yang tak lagi dikenal di jagad sastra nasional.
Pada saat ini sedikit demi sedikit ada yang berbeda dalam dunia kepengarangan di
Sumatera Utara. Kegelisahan yang selama ini mendera dunia kepengarangan di Sumatera Utara
agaknya telah mulai memperlihatkan kecerahannya. Karya dan penerbitannya mulai mencecah
dunia kreativitas dan produktivitas.
Mengapa tidak? Sekarang dunia kepengarangan di Sumatera Utara mulai mencecahkan
kakinya dalam skala yang lebih luas - hingga pentas nasional. Awalnya, menjelang 2010, dunia
kepengarangan di Sumatera Utara yang "unjuk gigi" hingga pentas nasional terbilang sedikit.
Dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat dihitung dengan jari.
Beberapa nama yang perlu dicatat antara lain T. Sandi Situmorang dengan genre novel
remajanya. Kemudian Maulana Samsuri dengan novel-novelnya yang terus mengalir. Si anak
muda yang enerjik, Hasan Al Banna, yang karyanya boleh dikatakan telah melanglang buana di
seluruh koran-koran di daerah maupun nasional terutama di pusat-pusat penerbitan di Jawa.
2.2. TOKOH SASTRA BATAK
2.2.1. M. Kasim Dalimunthe
Dalam kesusastreraan Indonesia, Muhammad Kasim Dalimunte lebih dikenal dengan
nama panggilan M. Kasim saja. Ia adalah seorang penulis novel dan cerpen pada zaman Balai
Pustaka. Beliau lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, pada tahun 1886. Dengan pendidikan
sekolah guru, ia kemudian menjadi guru sekolah rakyat hingga tahun 1935. Namun sejak tahun
1922, beliau mulai dikenal sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai
Pustaka, yakni Moeda Teroena.
Dua tahun kemudian (1924) Ia memenangkan sayembara menulis buku anak-anak, dan
meraih “hadiah pertama” dari Balai Pustaka berupa Arloji Emas. Karyanya itu kemudian
diterbitkan dengan judul Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak, yang dalam masyarakat luas
lebih dikenal dengan judul Si Samin. Karya-karya sastranya yang lain, yang juga cukup
fenomenal adalah Bertengkar Berbisik (1929), Buah di Kedai Kopi (1930), dan Teman Doedoek
(1936), yang ketiganya diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta.
Kumpulan cerpen Teman Doedoek karya M. Kasim dianggap sebagai kumpulan cerita
pendek pertama dalam kesusastraan Indonesia modern. Novel maupun cerpennya bercerita
tentang penduduk pedesaan di Sumatera dengan gaya bahasa yang sederhana dan penuh humor.
Karya terjemahannya ada dua, yaitu Niki Bahtera (dari In Woelige Dagen karya C.J. Kieviet) dan
Pangeran Hindi (dari De Vorstvan Indie karya Lew Wallace), yang masing-masing dirilis pada
tahun 1920 dan 1931.
M. Kasim yang lahir di Muara Sipongi ini pernah menetap di Kotanopan. Rumahnya
terletak di Sindang Laya, tidak jauh dari Pasanggerahan yang terdapat di Pasar Kotanopan.
Pasanggerahan ini adalah sebuah bangunan tempat peristirahatan residen pada masa penjajahan
kolonial Belanda dahulu. Rumah M. Kasim yang terletak di Sindang Laya tersebut sampai
sekarang masih dihuni oleh keturunannya. Rumah tempat kediaman M. Kasim ini sampai
sekarang masih tetap kelihatan kokoh dan terpelihara dengan baik, serta tampak asri karena
letaknya berada di dataran yang lebih tinggi dan cukup strategis karena tidak jauh dari Pasar
Kotanopan.
2.2.2. Loebis
Loebis dikenal sebagai penulis sajak dan naskah drama. Ia juga aktif dalam kegiatan
kebudayaan, drama/teater. Penulis ini dilahirkan di Balige, Sumatera Utara,tanggal 8 Agustus
1930. Pendidikan yang pernah dijalaninya adalah HIS. Ia aktif organisasi kebudayaan I.P.Budaya
Tifa (1956), menjadi pembimbing Sanggar Deru Tanjung Pura (1968), dan ikut mendirikan
BKPB Kabupaten Langkat (1969). Ia juga pernah bekerja pada Bidang Kesenian Kanwil
Departemen P & K, Provinsi Sumatera Utara. Karyanya dalam bentuk drama antara lain: TanganTangan Berdarah di Bulan Oktober (1972). Ia juga menulis kumpulan sajak yang diterbitkan
tahun 1974 dengan judul Selamat Pagi.
2.2.3. Zaifah
Penulis ini dilahirkan di Medan, tanggal 16 Maret 1940. Ia adalah redaktur harian Bukit
Barisan di Medan. Pendidikan terakhirnya adalah sarjana muda sosial politik Universitas
Sumatera Utara. Sajak dan cerpennya dimuat dalam harian Waspada, Analisa, Bukit Barisan
(Medan), Majalah Sastra dan Horison, juga dimuat dalam antologi Kuala (Kumpulan Sajak,
1976), Temu Sastrawan Sumatera Utara (1977), dan 25 Cerpen (1978)
2.2.4. Achmad Rivai Nasution
Nama pena dari penulis ini adalah Dev Vareyra. Ia dilahirkan di Pematang Siantar,
Sumatera Utara, tanggal 9 Pebruari 1935. Pernah menjadi Pengawas Sekolah Menengah
Teknologi Atas. Sajak-sajaknya dimuat dalam antologi Kande (1982), Dua Kumpulan Puisi
(1982, bersama Bachtiar Adamy), Antologi Penyair Aceh (1986), Tiatian Laut III (Kuala
Lumpur, 1991), Nafas Tanah Rencong (1992), Banda Aceh (1993), Sosok (1993), dan Seulawah:
Sastra Aceh Sekilas Pintas (1995). Kumpulan sajak dan cerpennya yang telah diterbitkan adalah
Melalui Api (1992)
2.2.5. Agam Wispi (1930-2003)
Penulis ini di lahirkan di Pangkalan Susu, Sumatera Utara, tanggal 31 Desember 1930
dan meninggal di Amesterdam di sebuah verpleghuis (rumah jompo), Belanda tanggal 1 Januari
2003.
Agam Wispi pernah menjadi wartawan harian Pendorong (1952) di Medan. Tahun 1957,
Agam pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai redaktur budaya Harian Rakyat. Pada bulan Mei
1965, Agam ke Vietnam untuk meliput perang. Ia sempat mewawancarai Ho Chi Minh.
Selanjutnya ia berkelana ke Cina. Pada saat peristiwa G-30 S/PKI, ia sedang di Cina. Ia sempat
lima tahun di karantina (penjara)di Tiongkok Selatan. Dari Cina, ia ke Moskwa, Jerman Timur,
dan sejak tahun 1988 menetap di Amesterdam sampai akhir hayatnya. Ia tidak pernah lagi
menetap di tanah airnya. Ia memang pernah pulang, tahun 1999 dan 2000 ia berkunjung ke tanah
airnya lagi, setelah sekian tahun berkelana di luar negeri.
Kumpulan sajaknya yang pernah terbit adalah Matinya Seorang Petani (1955), Di Negeri
Orang, Puisi Penyair Indonesia Eksil (Antologi Puisi, 2002). Beberapa penyair seperti Asahan
Alham, Nurdiana, Chalik Hamid, dan Sobron Aidit memuat puisinya dalam antologi ini.
2.2.6. Amir Hamzah (1911-1946)
Amir Hamzah dianggap sebagai Raja Penyair Pujangga Baru dan Pahlawan Nasional
(S.K. Presiden RI No. 106/TK/ Tahun 1975, tertanggal 3 Nopember 1975). Dalam khazanah
Sastra Indonesia ia dianggap sebagai sastrawan angkatan pujangga Baru (1920-AN). Pada tahun
1933, ia bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane menerbitkan Majalah Pujangga
Baru. Karyanya yang terkenal adalah kumpulan sajak Nyanyian Sunyi (1937) dan Buah Rindu
(1941).
Nama aslinya adalah Tengku Amir Hamzah, ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat,
Sumatera Utara tanggal 28 Pebruari 1911. Ia berasal dari keluarga bangsawan dan ada hubungan
darah dengan Sultan Langkat. Ia terbunuh dalam huru-hara yang meletus pada 20 Maret 1946 di
Sumatera Utara, dan ia bukan terbunuh oleh sajak-sajaknya.
Pendidikannya dimulai dari HIS, selanjutnya melanjutkan ke MULO di Medan dan
kemudian pindah ke Jakarta bersekolah AMS-A atau sastra di Solo. Dari AMS ia melanjutkan
pendidikan pada Rechts Hoge School (Sekolah Hukum Tinggi) di Jakarta sampai Sarjana Muda.
Salah seorang temannya di AMS Solo adalah Achdiat Kartamihardja.
Perhatiannya pada pergerakan nasional telah terlihat sewaktu ia belia. Waktu masih
belajar di AMS Solo, ia memasuki Indonesia Muda dan diangkat sebagai ketua. Pernah pula
menjadi Ketua Panitia Kongres Indonesia muda di Solo pada Tahun 1930.
Pada 29 Oktober 1945, ia diangkat menjadi Wakil Pemerintah RI untuk Langkat dan
berkedudukan di Binjai. Ketika itu ia adalah Pangeran Langkat Hulu di Binjai. Ketika Sekutu
datang dan berusaha merebut hati para Sultan, kesadaran rakyat terhadap revolusi
menggelombang. Mereka mendesak agar Sultan Langkat segera mengakui Republik Indonesia.
Lalu revolusi sosial pun pecah pada tanggal 3 Maret 1946. Sasarannya adalah keluarga
bangsawan yang dianggap kurang memihak kepada rakyat, termasuk Amir Hamzah. Pada dini
hari 20 Maret 1946 mereka dihukum pancung. Pada bulan Nopember 1946 kuburannya
dipindahkan ke samping Masjid Azizi, Tanjung Pura. Amir Hamzah memperoleh pengakuan
sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975.
Karyanya yang lain adalah Sastra Melayu dan Raja-Rajanya (1942), Esai dan Prosa
(kumpulan esai dan prosa, 1982), dan Padamu Jua (kumpulan sajak, 2000). Karya terjemahannya
Setanggi Timur (kumpulan sajak penyair Jepang, India, Persia dan lain-lain,1939), Baghawat
Gita (1933), dan Syair Asyar.
Amir Hamzah merupakan salah seorang sastrawan yang mendapatkan perhatian besar.
Studi mengenai Amir Hamzah dilakukan oleh H.B.Jassin, Amir Hamzah: Raja Pujangga Baru
(1962), S. Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah Sebagai Penyair dan Uraian Sajak Nyanyian Sunyi
(1981) dan Siti Utari Nababan A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil
Anwar (Disertasi pada Universitas Cornell, 1966). Nh.Dini menulis kisah hidup Amir Hamzah
dalam bentuk novel biografi yang berjudul Amir Hamzah, Pangeran Dari Seberang.
2.2.7. Armijn Pane (1908-1970)
Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru (1920-an) ini juga aktif dalam bidang pers
dengan mendirikan majalah. Salah satu majalah yang didirikannya adalah Pujangga Baru. Dalam
bidang kesusastraan ia menulis esai sastra, puisi, cerpen, drama, novel/roman. Ia juga pernah
menjadi redaktur Balai Pustaka di tahun 1926.
Ia lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908 dan meninggal di Jakarta
tanggal 16 Pebruari 1970. Ia adalah adik dari Sanusi Pane yang juga sastrawan Angkatan
Pujangga Baru (1920-an). Pendidikan yang di tempuhnya adalah HIS dan ELS (Tanjung Balai,
Sibolga, dan Bukittinggi), STOVIA Jakarta (1923), NIAS Surabaya (1927), dan AMS-A Solo
(1931). Ia pernah menjadi wartawan di Surabaya, guru Taman Siswa di Kediri, Malang dan
Jakarta, Sekretaris dan redaktur Pujangga Baru (1933-1938), redaktur Balai Pustaka (1936),
Ketua Bagian Kesusastraan Pusat Kebudayaan (1942-1945), sekretaris BKMN (1950-1955), dan
redaktur majalah Indonesia (1948-1955).
Novelnya Belenggu (1940), banyak mengundang perdebatan di kalangan pengamat dan
penelaah sastra Indonesia. Karyanya yang lain Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939), Kort
Overzicht va de Moderne Indonesische Literatuur (1949), Mencari Sendi Baru Tata Bahasa
Indonesia (1950), Jalan Sejarah Dunia (1952), Kisah Antara Manusia (kumpulan cerpen, 1953),
Jinak-Jinak Merpati (kumpulan drama, 1953), Sanjak-Sanjak Muda Mr. Muhammad Yamin
(1954), dan Gamelan Jiwa ( kumpulan cerpen, 1960). Terjemahannya Tiongkok Zaman Baru,
Sejarahnya: Abad ke-19 – Sekarang (1953), Membangun Hari Kedua (novel, Ilya Ehrenburg,
1956), dan Habis Gelap Terbitlah Terang (karya R.A.Kartini, 1968). Sadurannya Ratna (drama
Hendrik Ibsen, Nora, 1943).
Karena aktivitasnya dalam bidang sastra dan seni, tahun 1969, Armijn Pane menerima
hadiah tahunan dari Pemerintah Republik Indonesia.
2.2.8. Gayus Siagian (1920-1981)
Penulis cerpen, novel, drama dan skenario ini juga aktif pada bidang pers. Ia dilahirkan di
Balige, Sumatera Utara, tanggal 5 Oktober 1920 dan meninggal di Jakarta tanggal 10 Pebruari
1981. Ia memberi julukan “Paus Sastra Indonesia” untuk H.B.Jassin. julukan ini masih
digunakan masyarakat sampai sekarang. Ia berpendidikan AMS-A Yogyakarta (1941), kemudian
memperdalam pengetahuan mengenai film dan kebudayaan barat di Belanda (1952-1953).
Pernah menjadi Kepala Bagian Skenario Perfini (1950-1956), dosen Universitas Gamaliel,
Jakarta (1956-1957), dan dosen Akademi Sinematografi institut Kesenian jakarta. Pernah pula
menjadi Ketua Harian BMKN, Sekjen LKN (1959), Ketua Umum Pengurus Pusat PKPI (1964),
anggota DPR-GR/MPRS mewakili seniman, Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1970),
dan anggota Badan Sensor Film. Pernah pula menjadi redaktur Warta Indonesia, Patriot, Aneka,
Warta Dunia, Sari Pers, Lembaga Minggu, Suluh Indonesia, di samping membantu Fart Eastern
Film News (Tokyo).
Cerpennya “Perpisahan”, mendapathadiah majalah Kisah tahun 1953; bersama cerpencerpennya yang lain, cerpen-cerpen ini kemudian dihimpun dalam buku Perpisahan (1971).
Karyanya yang lain dalam bentuk drama adalah Di Taman Air Mata (1958) dan Lukisan dan
Wanita Buta (1967). Karya terjemahannya: Ratapan Tanah Air (Novel karya Alan Paton, 1954),
Kembali ke Bataan (novel karya Carlos Romulo, 1954), Sehari dalam Kehidupan Iwan
Denissowitsch (novel karya Alexander Solzhenitsyn, 1976), dan Gerhana (novel karya Arthur
Koestler, 1982).
Gayus Siagian juga banyak menulis skenario film , di antaranya: Enam jam di Yogya,
Krisis, Embun, Terimalah Laguku, dan Een Indonesische Student in Holland.
2.3. Kajian Sastra Masyarakat Batak
2.3.1. Seni Sastra Masyarakat Batak
Orang Batak
terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan
keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si boru puas
si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara (artinya,seseorang harus mengungkapkan
isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai
serta selesailah masalah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan). Ungkapan ini
umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak suka
berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan bayak hal dalam hidup orang Batak . Suku ini
memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll.
Banyak ungkapan bijaksana di kalangan masyarakat . Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan
nilainya bagi kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku
bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek
moyang dari dahulu hingga masa sekarang.
Makna yang terkandung dalam sastra Batak
berkaitan erat dengan kehidupan yang
dialami setiap hari, misalnya: falsafah pengetahuan (Batak:Habisuhon), kesusilaan (Batak:
Hahormaton), tata aturan hidup (Batak: Adat dohotuhum) dan kemasyarakatan (Batak:
Parngoluon siganup ari). Bila diteliti secara seksama, sastra kebijaksanaan suku Batak (yang
disebut umpama), terdiri dari empat bagian. Pembagian itu adalah sebagai berikut:
1. Filsafah (Batak: umpama na marisi habisuhon= pepatah yang berisi pengetahuan atau
kebijaksanaan).
2. Etika kesopanan (Batak : umpama hahormaton).
3. Undang-undang (Batak: umpama na mardomu tu adat dohot uhum).
4. Kemasyarakatan (Batak: umpama na mardomu tu parsaoran si ganup ari, ima na
dipangke di tingki pesta, partamueon, dll.). Arti dan makna umpama (pepatah) dalam
suku Batak sangat luas dan mendalam. Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di
bagi ke dalam empat bagian besar
2.4.
Contoh Kajian Sastra Batak :
2.4.1. Berkaitan dengan Penderitaan Manusia:
Nunga bosur soala ni mangan
Mahap soala ni minum
Bosur ala ni sitaonon
Mahap ala ni sidangolon
Arti harafiah dan leksikal:
Sudah kenyang bukan karena makan
Puas bukan karena minum
Kenyang karena penderitaan
Puas karena kesedihan/dukacita
Sedangkan arti dan makna terdalam:
Syair pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang
berkepanjangan yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai
takdir. Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak ) harus
diterima dengan pasrah saja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan
menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana pendidikan,
yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup, menyingkirkan sifat
sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orang tua, raja, hula-hula
(kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na Bolon.
Jenis pantun ini ialah “pantun andung” (pantun tangisan) pada penderitaan.
Pantun ini diungkapkan pada waktu mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita),
misalnya pada saat kematian orang tua, sahabat dan famili.
1. Berkaitan dengan Nasihat dan Larangan Melakukan Perzinahan:
Silaklak ni dandorung
Tu dangka ni sila-sila
Ndang iba jumonokjonok
Tu na so oroan niba
Arti harafiah dan leksikal:
Kulit kayu dandorung
Ke dahan kayu silasila
Dilarang mendekati perempuan/wanita
Jika tidak istri sendiri
Arti terdalam:
Dua baris terakhir dari syair pantun di atas menasehatkan kepada
semua pria agar tidak mendekati seorang perempuan/wanita yang tidak istrinya.
Nasehat ini merupakan usaha untuk menghindari tindakan perzinaan dan sekaligus
merupakan larangan untuk tidak melakukan perzinaan. Seorang laki-laki yang
mendekati perempuan yang bukan istrinya dan melakukan hubungan seksual disebut
berzina. Orang yang melakukan perzinaan dihukum dan terkutuk hidupnya.
2. Berkaitan dengan Etika Kesopanan (sopan santun):
” Pantun hangoluan, tois hamatean!”
Arti harafiah dan leksikal:
Sikap hormat dan ramah mendatangkan kehidupan dankebaikan; sikap ceroboh
atau sombong (tidak tahu adat) membawa kematian/malapetaka.
Arti terdalam:
Sopan santun, sikap hormat dan ramah tamah akan membuahkan hidup yang
mulia dan bahagia (baik), sedangkan sikap ceroboh dan sombong (angkuh) akan
menyebabkan kematian, penderitaan, malapetaka dalam hidup seseorang. Pada umumnya
orang yang sopan memiliki banyak teman yang setia, ke mana dia pergi selalu mendapat
perlindungan dan sambutan dari orang yang dijumpainya. Sedangkan orang yang ceroboh
dan sombong sulit mendapat teman bahkan sering mendapat lawan dan musuhnya
banyak. Yang seharusnya kawan pun menjadi lawan bagi orang yang seperti ini.
Jenisnya dan digunakan pada kesempatan:
Sastra ini tergolong dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat. Pepatah etika sopan
santun. Biasanya digunakan pada kesempatan memberangkatkan anak, famili atau
sahabat yang hendak pergi ke perantauan. Dan pepatah ini digunakan sebagai nasehat
orang-orang tua kepada anakanaknya.
3. Berkaitan dengan “Janji atau nazar” yang harus ditepati:
Pat ni satua
Tu pat ni lote
Mago ma panguba
Mamora na niose
Arti harafiah dan leksikal:
Kaki tikus
Ke kaki burung puyuh
Lenyap/hilanglah si pengingkar janji
Dan kayalah yang diingkari
Arti terdalam:
Seorang yang mengingkari janji, apalagi sering-sering mengingkari akan hilang
lenyap (mati) karena tindakannya dan orang yang diingkari akan menjadi kaya. Orang
yang mengingkari janji dikutuk dan ditolak oleh masyarakat umum, sedangkan orang yag
diingkari mendapat penghiburan dan pengharapan yang baik dari sang pemberi rahmat.
Dia akan menjadi kaya dalam hidupnya. Padan adalah janji atau perjanjian, ikrar yang
disepakati oleh orang yang berjanji. Akibat dari pelanggaran padan lebih daripada hukum
badan, karena ganjaran atas pelanggaran padan (janji) tidak hanya ditanggung oleh
sipelanggar janji (padan), tetapi juga sampai pada generasi-keturunan berikutnya. Ada
unsur kepercayaan kutukan di dalamnya. Padan bersifat pribadi dan rahasia, diucapkan
tanpa saksi atau dengan saksi. Jika padan diucapkan pada waktu malam maka saksinya
ialah bulan maka disebut padan marbulan. Dan jika diucapkan pada siang hari saksinya
ialah hari dan matahari disebut padan marwari. Nilai menepati janji cukup kuat pada
orang . Ini mungkin ada kaitannya dengan budaya padan yang menyatakan perbuatan
ingkar janji merupakan yang terkutuk.
Jenis pantun dan digunakan pada kesempatan:
Pantun ini tergolong ke dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat kepada orang
yang berjanji (Batak: marpadan).
Pepatah ini digunakan pada kesempatan ketika menasehati orang yang sering
menginkari janji. Pada upacara adat terjadi pembicaraan dan berkaitan dengan pengadaan
perjanjian. Nasehat ini diberikan dan disampaikan oleh orang tua dari kalangan keluarga.
Ini merupakan unsur sosialisasi untuk mendidik orang menjadi orang yang konsekuen
dalam bertindak.
5. Berkaitan dengan Kehidupan Sosial Masyarakat:
Ansimun sada holbung
Pege sangkarimpang
Manimbuk rap tu toru
Mangangkat rap tu ginjang
Arti harafiah dan leksikal:
Mentimun satu kumpulan
Jahe satu rumpun batang
Serentak melompat ke bawah
Serentak melompat ke atas
Arti terdalam:
Umpama ini digunakan untuk kerabat sedarah dan dari satu keluarga (Batak:
dongan sabutuha). Pepatah ini mengisyaratkan kebersamaan untuk menanggung duka dan
derita, suka dan kegembiraan. Sejajar dengan ungkapan:”ringan sama dijingjing, berat
sama dipikul”. Dari ungkapan ini terbersit arti mendalam dari kekerabatan yang dianut
oleh orang Batak . Kekerabatan mencakup hubungan primordial suku, kasih sayang
dipupuk atas dasar hubungan darah.Kerukunan diusahakan atas dasar unsur-unsur
Dalihan Na Tolu. Hubungan antar manusia dalam kehidupan orang Batak diatur dalam
sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Hubungan ini telah disosialisasikan kepada generasi
dari generasi ke generasi berikutnya. Hubungan ini telah ditanamkan kepada anak sejak
dia mulai mengenal lingkungannya yang paling dekat, misalnya dengan orang tua, sanak
saudara dan kepada famili dekat. Pengertian marga dijelaskan dengan baik sesuai dengan
kode etik Dalihan Na Tolu. Tata cara kehidupan, cara bicara, adat-istiadat diatur sesuai
dengan kekerabatan atas dasar Dalihan Na Tolu itu.
Jenis sastra:
Tergolong dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan
pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai
nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan.
2.5. Keunikan Sastra Batak
Keunikan Sastra Batak yaitu:
Sastra Batak lahir dari budaya Batak yang tumbuh berkat relasinya dengan alam,
dunia sekitar dan orang-orang dari suku bangsa lain.
Pepatah atau ungkapan bijak dalam suku ini tidak diperoleh dari hasil pendidikan
formal, tetapi dari pendidikan suatu perkumpulan, misalnya perguruan silat atau
perkumpulan marga dan adat.
Sastra ini pada umumnya diwariskan secara lisan.
Pengarang satra ini tidak diketahui. Waktu penulisan dan tempat mengarang juga
tidak dapat dipastikan.
Pepatah dan pantun dapat diubah-ubah sesuai dengan situasi yang ada. Tetapi
harus selalu diperhatikan dan dipertahankan isi dan makna yang sebenarnya.
Sastra Batak memiliki arti kiasan atau perumpamaan dan arti langsung (harafiah).
Pola sajak yang digunakan umumnya bervariasi, ada ab-ab dan ada yang bebas.
Ada pepatah atau sajak yang bernilai rohani, yang sangat dalam maknanya.
Pepatah umumnya dikuasai oleh sebagian orang saja yang bertugas sebagai
pembicara dalam adat. Orang yang bisa berbicara dengan baik dan mengetahui
banyak pepatah maka dia dapat dihunjuk sebagai pembicara dalam adat. Tetapi
umumnya sastra ini dapat digunakan oleh siapa saja.
Sastra Batak bersifat patrilineal dan memiliki marga tertentu.
Etnisitas Sastra Batak mengandung nilai dan makna
2.5.1. Kelebihan dan kekurangan
- Kelebihan: pepatah bersifat sederhana, mudah dimengerti dan diingat oleh orang, tidak
membosankan, memiliki arti harafiah dan arti terdalam yang juga memiliki kaitan dengan
arti harafiah itu. Umumnya pepatah atau sastra Batak sibuk dengan masa depan.
- Kekurangan: tidak semua tertulis karena itu bisa hilang dan dilupakan oleh generasi
selanjutnya. Sastra ini memiliki bahasa kuno yang terkadang sulit dimengerti orang pada
aman sekarang.
2.6. Bentuk dan Jenis Sastra Batak
Bentuk selalu mengandung isi dan isi itu ada dalam bentuk (Tambunan, 1986:252253). Bentuk sastra Batak dibagi berdasarkan isi cerita antara lain :
1. Hajajadi (kejadian)
Sastra yang menceritakan asal mula sesuatu yang nampak atau yang transenden,
seperti Turi-turian, seperti asal mula manusia, orang Batak percaya berasal dari gunung
Pusuk Buhit di tepi Danau Toba.
2. Parsorion
Artinya takdir, nasib dalam arti celaka, sial, kemalangan (Warneck, 2001:314).
Sastra yang menceritakan suka-duka perjuangan hidup seperti pada turi-turian dan
andung-andung. Vol. 2 No. 3 Desember 2012 ISSN 2089-3973
3. Poda
Artinya pengajaran, amanat, nasihat, saran (Warneck, 2001: 246). Sastra yang
bermuatan mendidik, nasehat dan petunjuk, sering sekali berisi konsekwensikonsekwensi suatu perbuatan yang baik dan yang buruk.
4. Sigeok-geok.
Adalah sastra yang berisi cerita jenaka atau menggelikan (lelucon) yang dapat
disamakan dengan cerita penggeli hati dalam sastra Indonesia. Ini termasuk sastra prosa
Batak Toba yaitu: torsa-torsa.
5. Tarombo.
Jenis sastra yang menceritakan turunan asal mula manusia dan asal usul marga
sampai sekarang. Dalam sastra Indonesia sama dengan tambo, dalam Sastra Batak yaitu :
turi-turian.
6. Pangidoan
Jenis sastra berupa permohonan kepada yang dianggap berkuasa di alam ini, yang
sama dengan doa dan mantera dalam sastra Indonesia. Ini terdapat dalam bentuk puisi
dan prosa liris Batak Toba, yaitu umpasa, tonggo-tonggo dan tabas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Melihat sedikit pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sastra Batak yang
merupakan Sastra Daerah di Indonesia ini juga memiliki begitu banyak keragaman dan
keunikannya sendiri yang membuat semakin kaya kesusastraan Bangsa Indonesia ini dan
menjadi tugas bagi seluruh anak bangsa untuk terus melestarikan sastra-sastra daerah yang ada di
Indonesia.
3.2. Saran
Sastra Batak sebagai salah satu dari sekian banyak kesusastraan yang ada di Indonesia ini
memiliki berbagai keunikan dan juga kelebihan dari pada sastra-sastra lain yang ada di daerahdaerah di Indonesia yang membuat Sastra Batak terus bertahan di tengah perkembangan zaman
ini, akan tetapi sekarang ini banyak dari para siswa-siswa atau bahkan para mahasiswa yang
belum mengetahui tentang kesusastraan Batak ini karena kurangnya mata pelajaran atau mata
kuliah tentang kesusastraan daerah yang ada di Indonesia.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan banyaknya sastra daerah yang ada di Indonesia
yang mulai mengalami kemunduran karena kurangnya perhatian dari generasi muda di Indonesia
yang menyebabkan Sastra-sastra Daerah ini semakin sepi peminat dan juga kurang mendapat
perhatian, seprti Sastra Batak ini yang hanya diperhatikan oleh sebagian orang-orang dari Suku
Batak saja, karena semua orang menganggap bahwa yang patut mempertahankan Sastra Daerah
adalah orang dari daerah itu sendiri sehingga mereka menganggap itu adalah hal yang kurang
penting.
Seperti sebuah kutipan dari salah satu tokoh Bangsa Indonesia ini yang menyatakan
bahwa “keadaan sebuah Bangsa dapat dilihat dari Budayanya”, yang berarti bahwa setiap orang
perlu untuk mempertahankan setiap kebudayaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia baik itu
dari daerahnya sendiri ataupun dari daerah orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja. J. 1994. Folklor Indonesia. Ilmu Gomp Dongeng dan lain-lain. Jakarta : PT.
Pustaka Utama Gafiti.
Kozok U.: Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 1999.
Adonis, Tito; dkk. PERKAWINAN ADAT BATAK DI KOTA BESAR. Jakarta: Depdikbud, 1993.
Batahon, Horas: umpama, umpasa:http://habatakon01.blogspot.com/2011/05/umpasaumpama-falsafah-puisi-jenis.html(14 Maret 2015 )
Sastra Seratus: SASTRA DAERAH : SASTRA BUDAYA BATAK
TOBA:http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-budaya-batak-toba (14 Maret 2015)
SOAL
1. Berikut yang bukan merupakan Sastra Kebijaksanaan Batak adalah :
a. Berkaitan dengan penderitaan manusia
b. Berkaitan dengan kegembiraan manusia
c. Berkaitan dengan nasihat dan larangan melakukan perzinaan
d. Berkaitan dengan etika dan kesopanan
e. Berkaitan dengan janji
2.
Sastra Batak pada umumnya diwariskan secara :
a. Turun-temurun
b. Lisan
c. Tertulis
d. Cetak
e. Digital
3. Sastra Batak berasal dari daerah
a. Kalimantan
b. Sulawesi
c. Sumatra
d. Papua
e. Jawa
4. Suku Batak mencakup 5 suku menurut pendapat beberapa ahli, dibawah ini yang
bukan termasuk Suku Batak adalah:
a. Batak Toba
b. Batak Simalungun
c. Batak Karo
d. Batak Badui
e. Batak Mandailing
5. Berikut ini merupakan jenis Sastra Batak, kecuali
a. Toba
b. Simalungun
c. Umpasa
d. Jawaban a dan b benar
e. Semua salah
6. Sastrawan yang mengawali munculnya Sastra Batak adalah
a. Amir Hamzah
b. Damiri Mahmud
c. M. Kasim
d. Gayus Siagian
e. Maulana Samsuri
7. Dalam Sastra Batak ada istilah Umpasa , apakah maksud dari istilah tersebut
a. Laawan kata
b. Perumpamaan
c. Peribahasa
d. Nama orang
e. Kelakuan
8. Dalam Sastra Batak ada istilah Umpama, apa arti dari istilah tersebut
a. Persamaan
b. Perbedaan
c. Kelainan
d. Pepatah
e. Puisi
9. Sastrawan Batak yang menulis scenario dari film “Enam jam di Yogya” adalah
a. Amir Hamzah
b. Gayus Siahaan
c. Arjmin Pane
d. Maulana Samsuri
e. M. Kasim
10. Sastra Batak yang berisi cerita jenaka atau menggelikan (lelucon) yang dapat disamakan dengan
cerita penggeli hati dalam sastra Indonesia adalah
a. Sigeok-geok
b. Tarumbo
c. Poda
d. Umpama
e. Umpasa
Essai
2. Mengapa era sebelum tahun 1920-an, dunia sastra di Sumatera Utara dianggap
sebagai tonggak dasar kesusastran di Tanah Air..???
KUNCI JAWABAN
1. B
6. C
2. B
7. B
3. C
8. D
4. D
9. B
5. D
10. A
Essai
1. Sebab saat itu sastrawan Sumatera Utara (Batak) bisa dikatakan sebagai
barometer Sastra di Tanah Air