BOOK Gatut P, Yustisia Ditya Sari Pendekatan Netnographi

PENDEKATAN NETNOGRAPHI TERHADAP
POLA-POLA KOMUNIKASI SEBAGAI PENENTU
IDENTIFIKASI ORGANISASI DAN
BUDAYA ORGANISASI PADA ORGANISASI
VIRTUAL DI INDONESIA
Oleh :
Gatut Priyowidodo, M.Si., Ph.D, Yustisia Ditya Sari, S.
Sos.,M. I. Kom
Program Studi Ilmu Komunikasi UK Petra, Jalan Siwalankerto 121-131
Surabaya 20236
Email : gatpri@petra.ac.id

Pendahuluan
Demonstrasi sopir taksi konvensional 22 Maret 2016 lalu,
menghentakkan kesadaran kita bersama ternyata eksistensi taksitaksi ride-sharing berbasis online sangat besar pengaruhnya. Bahkan
tidak hanya taksi, ojek pangkalanpun menghadapi masalah yang sama
ketika gojek sudah mulai menjadi moda transportasi alternatif banyak
kalangan. Penghasilan yang mulai menurun, itulah alasan utamanya.
Pertanyaannya, siapa yang menggerakan? Tidak lain adalah
pengelola organisasi virtual atua maya yang sadar aplikasi teknologi
informasi. Pengelola Uber Taxi, Grab Taxi, Gojek dan lain-lain adalah

administrator organisasi yang tidak menempati lahan atau gedung
yang luas, tetapi bisa ’seolah-olah’ memiliki aset aramada yang sangat
banyak dan menerapkan aturan organisasi dengan disiplin yang ketat.
Meskipun dikendalikan dari jauh, para sopir taxi atau pengojek
dengan mudahnya melakukan interaksi dan pola-pola komunikasi
yang teratur melalui aplikasi yang ada di telepon cerdas (smartphone)
mereka. Dalam banyak hal mereka bekerja lebih efesien, efektif dan
terkoordinasi.
Itulah yang menyebabkan bahwa setiap organisasi harus terus
beradaptasi sesuai dengan kekinian. Pola komunikasi selalu berjalan
Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

355

linier dengan perkembangan terbaru dari kemajuan teknologi
informasi. Miller (20011) menyebut teknologi informasi dan organisasi
modern adalah atribut yang saling melengkapi. Bahkan sejak lama
teoritisi komunikasi organisasi menempatkan bahwa perkembangan
media terkini (the new media) memiliki pengaruh besar dalam
organisasi (Culnan & Markus, 1987).

Pola komunikasi bermediasi secara kumputer memang berhasil
menggeser pola komunikasi konvensional. Tetapi, menurut Dat dan
Lengel (1984) dalam teori media richness-nya tetap tidak mampu
mengalahkan komunikasi tatap langsung (face to face). Menurut teori
tersebut komunikasi face to face sebagai medium komunikasi tetap
yang paling kaya di (dalam) hirarki yang diikuti video phone, video
conference, telepon, surat elektronik, dukumen pribadi, memo dan
surat, dukumen formal seperti bulletin dan lyer.
Itu sebabnya, meskipun manusia kini sudah memasuki abad 21
atau disebut abad digital (digital age) dengan ditandai serangkaian
perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, tetap saja
komunikasi tatap muka tidak tergantikan. Kemasan teknologi suara
(audio) dan teks melalui telepon, telex, telegram, short message service
(sms) dan email ternyata tidak cukup. Manusia tetap menginginkan
tampilan lawan bicaranya secara visual. Komunikasi interaktif secara
visual inilah yang dianggap sebagai bentuk lain dari komunikasi face to
face pada era digital ini. Jarak yang jauh tetap memungkinkan siapapun
kita, dapat berinteraksi seolah-olah sedang berhadap-hadapan.
Pesan esensial itulah yang ditangkap, bahwa seberapapun
besar kemajuan dan kemutahiran teknologi informasi, hakekat

berkomunikasi tetaplah sama. Pola-pola komunikasi termodiikasi,
tetapi tidak menghilangkan esensi. Morrreale, Spitzberg dan
Barge (2006) menyebut bahwa komunikasi sebagai transfer pesan
atau informasi, membagi makna pesan, melakukan persuasi dan
menciptakan interaksi berkomunikasi tetap ada.
Intinya interaksi berkomunikasi hanya mengenal tiga level yakni
antar individu, individu dengan kelompok atau organisasi dan antar
organisasi. Ragam level ini mengindikasikan bahwa pada semua
ranah, individu adalah aktor penting dalam memproduksi dan
mendistribasikan pesan. Maka pesan khususnya yang hilir mudik di
356

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

dalam organisasi harus dapat dikelola secara baik. Pengelolaan pesan
yang salah dengan mudah menciptakan distorsi pesan yang bisa
berujung pada situasi yang tidak nyaman dalam organisasi. Terlebih
jika difokuskan pada organisasi virtual dan bukan konvensional.
Pada organisasi virtual menurut Dat & Lewin (1993), hubungan
kerja antara karyawan dan atasan atau pihak manajemen termodiikasi

secara baru. Yang pada gilirannya memproduksi dan membentuk
budaya organisasi yang merupakan hasil interaksi pola-pola
komunikasi antara netizen atau pengguna layanan dan administrator
secara baru pula Disadari atau tidak, Indonesia juga sedang mengalami
proses transformasi pola-pola komunikasi dari konvensional menuju
organisasi virtual tersebut. Bila organisasi baik itu yang bergerak di
sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan
tetap ingin eksis, pilihannya satu harus bertumbuh dan beradaptasi
dengan kemajuan teknologi informasi.
Beberapa penelitian terdahulu terkait pola-pola komunikasi dan
budaya organisasi pada organisasi virtual dengan pendekatan netnograi
belum banyak dilakukan. Penelitian Kozinet (2002) menemukan bahwa
pendekatan netnographi yang diadopsi dari metode etnographi sangat
cocok sebagai teknik riset pemasaran online guna menangkap apa
yang menjadi keinginan konsumen. Penelitian lain dilakukan Jiyao dan
Reynolds (2010) dengan menggunakan netnographi yang menganalisis
pengumpulan informasi dan kegiatan penjualan pada forum online.
Keduanya dikaitkan dengan efektiitas komunikasi, mode persuasi
yang didasarkan pada otoritas, emosi dan logika. Sementara studi
Brodie, Illic, Juric dan Hollebeek (2013) menemukan bahwa melalui

pendekatan netnographi dapat ditelusuri ternyata konsumen dalam
memperkuat pengetahuan tetntang suatu merk dapat tergabung dalam
komunitas maya tentang brand atau merk tertentu. Demikian pula
yang dilakukan Mochazondida (2012) misalnya secara khusus meneliti
tetang pariwisata di dunia maya dengan pendekatan netnographi.
Temuannya menyatakan jika pendekatan baru ini merupakan
pendekatan alternative yang sangat relevan untuk riset pariwista di
internet.
Penelitian di Indonesia dengan menggunakan perspektif
netnographi juga hanya berkisar seputar merek, brand dan persepsi.

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

357

Seperti kajian yang dilakukan Listianingtyas (2013) bahwa karakteristik
audiens sangat mempengaruhi persepsi audiens terhadap merek
Harley Davidson meskipun secara tidak langsung. Demikian pula riset
Saitri (2015) juga terfokus pada strategi permerekan secara personal.
Temuannya menyatakan bahwa tokoh Marlo memaksimalkan

instagram untuk membangun merek personal dirinya melalui cross
collaboration dan efek samping dari buzzer beberapa produk sebelum
menjadi aktor ilm.
Berdasarkan fenomena dan penelusuran hasil penelitian terdahulu
di atas, sangat jelas tergambar bahwa research gap dari penelitian ini
terletak pada tema yang dipilih dan pendekatan yang diambil. Tema
tentang pola-pola komunikasi terkait identiikasi iklim dan budaya
organisasi pada organisasi virtual dengan menggunakan perspektif
netnograi memiliki unsur kebaruan yang sangat signiikan untuk
pengembangan lebih jauh kajian komunikasi organisasi. Adapun
pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana identiikasi dan budaya
organisasi dari netizen terhadap organisasi transportasi berbasis
online dan bagaimana pola komunikasi yang dilakukan diantara
pihak-pihak yang berkepentingan (sopir, kosumen dan administrator)
dalam interaksi kerja mereka. Sementara tujuan penelitiannya adalah
memperoleh diskripsi tentang identiikasi organisasi dan budaya
organisasi dari netizen dalam hal ini adalah user atau konsumen
dari layanan taksi berbasis aplikasi online yakni penumpang taksi
Uber, taksi Grab dan gojek. Sopir taksi dan pengendara gojek serta
administrator pengelola ketiga layanan moda transportasi online

tersebut. Dan kedua, menemukan pola-pola komunikasi terkait relasi
kerja antara pengendara dengan administrator dan interaksi antara
sopir/pengendara dengan konsumen/penumpang taksi Uber, taksi
Grab dan gojek.

TINJAUAN PUSTAKA
Sekurang-kurangnya terdapat empat teori yang dijadikan
prespektif dalam penelitian ini .
Organisasi Virtual atau Organisasi Maya
Organisasi virtual menurut Mowshowitz (2002) merupakan
konsep yang paling mudah dipahami sebagai prinsip manajemen
358

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

yang secara maksimal menggunakan aplikasi sebagai sumber
keuntungan. Beberapa aplikasi awal sebagai sumber inspirasi adalah
aplikasi memori virtual, virtual reality, ruang kelas virtual, tim virtual,
dan kantor virtual. Memori virtual memungkinkan programmer
untuk menulis kode mengacu penyimpanan yang tidak benar-benar

tersedia di komputer. Virtual reality memungkinkan pengguna untuk
memperoleh pengalaman visual, auditori dan sensasi yang tidak ada di
lingkungan manusia normal. Kelas virtual seolah menghadirkan siswa
belajar di kelas seolah-olah benar ada (Hiltz, 1994, dalam Mowshowitz,
2002). Tim virtual memungkinkan manajer untuk memanggil
kelompok karyawan yang tidak memiliki hubungan formal satu sama
lain (Hammer dan Champy, 1993). kantor virtual memungkinkan
karyawan untuk beroperasi di dinamis mengubah lingkungan.
Istilah “organisasi virtual” diperkenalkan pada awal 1980-an
dan sejak saat itu terus berkembang seiring dengan perkembangan
teknologi informasi (Mowshowitz, 1994). Menurut Mowshowitz
(2002), organisasi virtual memiliki sekurangnya lima
kegiatan
dasar yakni (1) menganalisis kebutuhan abstrak; (2) menentukan
kemungkinan memuaskan kebutuhan; (3) pelacakan alokasi pemuas
kebutuhan; (4) mempertahankan Dan memungkinkan revisi prosedur
dan (5) meninjau dan menyesuaikan optimalitas dari kriteria alokasi
prosedur. Sementara motif berdirinya organisasi virtual tersebut
menurut Goldman, Nagel dan Preiss (1995) didasarkan atas tiga hal
yakni : (1) model organisasi maya mencerminkan kebutuhan pesaing

untuk menciptakan dan menggabungkan sumberdaya produksi dengan
sangat cepat. (2) Model organisasi maya mencerminkan kebutuhan
pesaing untuk menciptakan menciptakan dan menggabungkan
sumberdaya produktif baru secara sering dan konkuren, karena
makin menurunnya masa menguntungkan produk dan jasa individu.
(3) Organisasi maya mencerminkan kerumitan produk yang dewasa
ini sangat menguntungkan, yang kerap memerlukan akses pada
kompetisi tingkat dunia dengan pandangan yang lebih luas seperti
riset, pembuatan prototipe, manufaktur, pemasaran, distribusi, jasa
dan dalam masing-masing bidang ini dengan kompetensi yang lebih
khusus.

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

359

Pola Komunikasi
Pola komunikasi, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
bentuk representasi dari hubungan elemen-elemen yang kompleks
dalam berkomunikasi, bentuk ini yang menjelaskan proses komunikasi

terjadi. Sebagaimana rute, memiliki alur yang dapat dijelaskan dan
mewakili dari realitas proses komunikasi. Pola komunikasi, setidaknya
membantu manusia untuk melakukan penafsiran atas makna yang ada
dibalik pesan komunikatif. Pola komunikasi, dibuat secara dinamis,
karena seiring komunikasi manusia yang memang tidak statis.
Mengikuti kebutuhan dan realitas interaksi manusia itu sendiri, tentu,
mengikuti alur zaman.
Mempermudah visualisasi tentang pola komunikasi yang terjadi
diantara elemen komunikasi yang terlibat dalam aktivitas komunikasi
dapat dilihat melalui gambar di bawah ini :

Gambar 2.1. Pola atau Model Komunikasi
Sumber : Cassata & Asante, 1979; Zalabak, 2009

Pola komunikasi di atas mendeskripsikan aliran pesan dari
komunikator ke komunikan yang sangat mengandalkan media. Media
menjadi instrument penting agar pesan diterima utuh dan terjadi
feedback. Distorsi informasi dan komunikasi seringkali terjadi ketika
pesan tidak sepenuhnya dapat diterima sepenuhnya. Masalah ini
menurut Mc Quail (2005) dapat diselesaikan dengan mengoptimalkan

fungsi-fungsi media secara inovatif dan kreatif.

360

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Identiikasi Organisasi
Identiikasi adalah sarana dimana anggota organisasi
mendeinisikan dirinya memiliki keterkaitan dengan organisasi (Turner,
1987 dalam Wiesenfeld, dkk 1999). Dengan demikian, identiikasi
merepresentasikan relasi sosial dan psikologis yang mengikat antara
karyawan atau anggota dengan organisasi, sebuah ikatan yang terus
terhubung sekalipun anggota itu sudah dikeluarkan. Sebuah identitas
organisasi menurut Dutton dan Dukerich (1991) menyediakan jawaban
atas sebuah pertanyaan, apakah sifat alamiah organisasi ? Menurutnya
identitas organisasi memiliki peran untuk membimbing, perasaan,
keyakinan dan perilaku anggota organisasi.
Identiikasi menjadi sangat esensial bagi keberlangsungan
organisasi virtual, ketika organisasi ini menghadapi tantangan khusus
menyusul adanya beberapa faktor penyebab. Seperti (1) adanya
koordinasi dan kontrol dari aktor yang dapat membubarkan organisasi,
(2) kelompok kerja yang dapat berfungsi, (3) penguatan pihak-pihak
yang bisa memberi bantuan dan (4) memiliki karyawan yang berkualitas
baik. Menurut Dutton (1994) seseorang yang memiliki identiikasi
organisasi yang kuat dapat ditilik dari beberpa ciri khusus berikut:
(1) menerima tujuan organisasi sebagai tujuan pribadi, (2) mengikuti
tujuan atasan dan (3) memiliki rasa loyal dan patuh. Identiikasi
organisasi diharapkan berkait erat dengan usaha keras, kemauan ekstra
kuat dan kinerja. Dengan karyawan memiliki identiikasi organisasi
yang baik, perusahaan dapat menekan ongkos produksi barang dan
jasa karena tidak memerlukan supervisi dn monitoring.
Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Schein (1997) adalah pola asumsi
dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok saat memecahkan
masalah-masalah adaptasi ekstern dan integrasi internal yang telah
berfungsi dengan cukup baik untuk bisa dianggap absah dan untuk
bisa diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang benar
untuk menerima sesuatu, berikir dan merasakan dalam hubungan
dengan masalah-masalah tersebut. Sedangkan menurut Harrey dan
Bown (1996 dalam Edwardin, 2006) merumuskan sebagai suatu sistem
nilai dan kepercayaan bersama yang berinteraksi dengan orang-orang,
struktur dan sistem suatu organisasi untuk menghasilkan normanorma
Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

361

dan perilaku. Secara umum budaya organisasi menurut Chek (1996)
dapat dideinisikan sebagai seperangkat norma pesepsi, pola perilaku
yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk
mengatasi asumsi atau pandangan dasar ini yang diyakini karena telah
berjalan baik dalam perusahaan sehingga dianggap bernilai positif dan
pantas diajarkan kepada karyawan baru sebagai cara yang tepat untuk
berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas.
Robbins (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi berawal
dari isiologi pikirnya, sekali budaya terbentuk praktek-praktek dalam
organisasi bertindak untuk mempertahankannya, misalnya praktekpraktek pengelolaan sumber daya manusia. Tiga kekuatan memainkan
bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu
praktek seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi.
Dari deinisi budaya organisasi yang diajukan oleh Schein (1997)
dapat dilihat bahwa perumusan budaya suatu perusahaan didasarkan
pada pengalaman perusahaan tersebut dalam memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya yang kemudian biasanya menjadi gambaran
ideal bagaimana perusahaan menghadapi masalah-masalah pada
waktu yang akan datang. Karena masalah yang dihadapi oleh suatu
perusahaan dengan perusahaan lain berbeda serta berbeda pula
gambaran atau pandangan ideal dari suatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya, maka perumusan budaya antar permasalahan
akan berbeda pula. Hofstede, Geert, Michael Harris Bond, dan ChungLeung (dalam Fuad Mas’ud, 2004) memberikan lima dimensi yang
bisa digunakan sebagai kerangka kerja dalam menggambarkan budaya
organisasi. Lima dimensi tersebut meliputi : 1. Profesionalisme. 2.
Jarak dari manajemen. 3. Percaya pada rekan sekerja 4. Keteraturan. 5.
Integrasi.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan netnographi
dalam ranah kualitatif. Netnography adalah pendekatan hasil kombinasi
kemajuan internet dan ethnography yang fokus pada penelitian budaya.
Pendekatan ini digunakan untuk memberi makna dalam mengungkap
pola-pola komunikasi sebagai penentu identiikasi organisasi dan
budaya organisasi virtual di Indonesia. Teknik pengumpulan data yang
dipilih adalah melalui obeservasi situs (untuk menggali percakapan
362

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

virtual), dan tambahan dengan wawancara mendalam (in-depth
interview) serta telaah kepustakaan.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis situs (site
analysis) dan analisis thematic sesuai tahapan analisis studi netnographi
dengan menggunakan NVIVO sotware sebagai piranti analisis
kualitatif. Tahapan selanjutnya adalah merumuskan dan memunculkan
pola-pola komunikasi sebagai penentu identiikasi organisasi dan
budaya organisasi virtual di Indonesia.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Identiikasi dan budaya organisasi
Tidak seperti organisasi konvensional pada umumnya, organisasiorganisasi berbasis online atau lebih mudahnya disebut organisasi
virtual atau maya memiliki pengidentiikasian yang sangat cair.
Tempat, bentuk/wujud dan waktu bukan elemen penentu serta sesuatu
yang signiikan untuk dipercakapkan ketika proses identiikasi antara
anggota dan manajemen sebagai representasi organisasi dilakukan.
Pengakuan Budi sang sopir yang sudah setahun bergabung dengan
Grab menjelaskan:
“Tidak perlu kami tahu dimana kantornya berada, sebab semua
telah dikomunikasikan dengan kami via email. Bahkan juga
aturan kerja terkait sharing pendapatan yang kami terima semua
diberitahukan kami melalui email”
Sopir yang merupakan ujung tombak pelayanan organisasi
kepada penggunanya (user) melihat bahwa keterikatan pada institusi
dimana ia bergabung, hanya sebatas penggunaan aplikasi. Tidak
ada ikatan seperti sopir taxi konvensional kepada organisasinya. Ia
mengatakan:
“Saya sudah sepuluh tahun menjadi sopir anjem (antar jemput,
pen.). Saya bertahan selama itu, karena kami sopir dan perusahaan
antar jemput memiliki ikatan harus datang dan mengambil mobil
di kantor. Sama dengan sopir taxi Bluebird atau Silver yang
diatur jam setor hasil tarikannya. Berangkat dan pulangnya ke
kantornya. Kalo disini ngak ada urusan setor berapa. Kalo saya
lagi senang yang pagi udah nganter penumpang. Tapi kalo lagi
males yang seharian nggak narik. Yaa..., berarti hari itu nggak
ada pemasukan dari grab. Itu saja..”

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

363

Ikatan kepada organisasi sangat lepas, karena meskipun sebagai
ujung tombak, sopir merasa organisasi yang menaunginya hanya sebatas
kontrak kerja. Tidak ada fasilitas penunjang yang mengidentiikasi
keanggotaan yang kuat diantara mereka. Ini diakui Hadi yang sudah
bergabung 6 bulan dengan organisasi transportasi berbasis online ini.
Lebih jauh ia mengatakan:
“Ikatan tidak ada. Karena saya sopir hanya berpikir naksi online
ini tidak merepotkan. Punya mobil, kemudian ikut training.
Diberi penjelasan mekanisme pembayaran sudah slesai. Nggak
ada jaminan apa-apa. Bahkan kejadian yang tidak mengenakan,
bonus saya tiba-tiba direkening hilang. Saya sudah komplain
yaa... tanggapannya kurang memuaskan. Mungkin saya juga mau
berhenti dulu”
Organisasi transportasi virtual ini, pada intinya menurut para
narasumber dipahami karena ada tiga hal yang melingkupi yakni
nilai, sistem dan kepercayaan. Nilai dalam perspektif sopir dan juga
konsumen diterjemahkan sebagai hal-hal yang mengikat mereka
(meskipun sangat longgar) bahwa roda organisasi bisa terlaksana
bukan karena aturan tertulis semata tapi keterikatan pada nilai-nilai
kepatutan. Kode etik misalnya, tidak seperti yang dirumuskan oleh
organisasi-organisasi konvensional, tetapi ketika ada pelanggaran serta
merta sanksi diturunkan. Bagi mereka, para sopir ketika kehilang
bonus itu berarti ada pelanggaran, yang mungkin saja terlacak oleh
manajemen.
Begitu pula halnya dengan kepercayaan.
Sederhana saja
merumuskan aspek kepercayaan dalam mengudentiikasi organisasi
virtual ini. Ketika sang sopir tidak melakukan manipulasi panggilan,
itu adalah wujud identiikasi yang bisa mereleksikan budaya organisasi
dimana mereka bergabung. Lebih lanjut X sang sopir yang sudah
bergabung satu tahun ini mengatakan:
“Meski pihak menejemen tidak ngawasi kita yang dilapangan,
mereka pasti tahu jika ada sopir nakal membuat panggilan
palsu. Misalnya mengkensel, cepet-cepet bila ada panggilan.
Atau berulang-lang panggilan dari no hp yang sama. Mungkin
maksudnya ngejar bonus, tapi pihak pusat cepet tahu trik ini”.
Lebih lengkap pemahaman identiikasi dan budaya organisasi
anggota dengan organisasi virtualnya, dapat divisualisasi sebagai berikut:
364

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Pola komunikasi dan Interaksi Kerja Pada Organisasi Berbasis Online

Pola komunikasi terjalin melalui dua mekanisme yakni
langsung dan tidak langsung. Bila dibuat perbandingan, tentu
organisasi berbasis virtual ini lebih mengandalkan komunikasi
bermediasi. Itu kekuatan dari segi bisnis tetapi mungkin ada
sedikit kelemahan dari sisi humanistiknya.
Keputusan-keputusan organisasi diikuti dan disampaikan
melalui email sebagai sarana komunikasi. Itu sebabnya, para
sopir selain harus rajin membuka email agar tidak tertinggal
informasi. Budi usia 55 tahunan mengatakan:
“Yaa...., saya tidak tiap hari buka email. Tapi setiap minggu pasti
sebab saya akan tahu berapa besar bonus yang saya terima per
minggunya. Pada saat itu bisa juga kami cek beberapa email yang
masuk”.
Pola komunikasi bermediasi memang dari segi kelancaran cukup
efektif, tetapi ketika ada informasi yang perlu penjelasan tambahan
tidak dengan mudah diperoleh. Namun kekurangjelasan tersebut
dapat diperoleh bila bertemu dengan rekan sesama sopir dalam aplikasi
yang sama.
Harus diakui, bahwa minat sopir non taksi mencoba aplikasi ini
sangat mengejutkan. Minggu pertama setelah tgl 28 Januari 2016, ada
Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

365

8000 pesanan yang harus dilayani oleh para armada Grab. Artinya
meskipun sudah melayani transportasi di lima negara ASEAN yakni
Malaysia,  Singapura,  hailand,  Vietnam dan  Filipina, Grab tetap
berambisi menjadi yang terbesar dijalur transportasi berbasis aplikasi.
Indonesia adalah negara yang sangat prospek digarap oleh aplikasi
karya startup Anthony Tan ini. Tan yang alumni Harvard Business
School untuk Master of Business Administration (MBA) tahun
2011adalah proil anak muda yang berhasil menangkap prospek bisnis
yang selaras dengan kemajuan teknologi digital.
Kehebatan Tan ini diakui pula oleh salah satu sopirnya. Ia sendiri
merasakan manfaat kehadiran transportasi berbasis aplikasi ini. Lebih
lanjut ia berkata:
“Saya sendiri sudah malang melntang jualan properti, toko, rumah,
ruko di Kalimantan. Rasanya koq income juga pas-pasan. Tapi
sejak bergabung dengan Grab ini, tidak kurang bonus saya per
minggu antara 1,850 jt-2.250 jt rupiah. Belum lagi per harinya
bersih saya bawa pulang tidak kurang 200 ribu. Hingga saat ini
tidak masalah, semua lancar dibayarkan ke rekening saya”
Interaksi kerja sopir dengan manajemen organisasi memang
sebatas interaksi pemanfaatan aplikasi. Kesannya memang, tidak ada
komunikasi yang berkarakter humanistik. Pertanyaan apapun cukup
mudah didapat melalui jawaban-jawaban digital. Ini juga sangat
dimaklumi oleh Hadi sang sopir, yang pernah kehilangan bonusnya.
Ia mengatakan:
“Hanya sekali kami berjumpa manajemen ketika register dan
training. Setelah itu, tidak lagi pernah bertemu. Bahkan dengan
sopir yang lainpun juga amat jarang, jika memang sebelumnya
tidak kenal. Ketika ngetem pun, mungkin saling tidak tahu.
Tahu-tahu no hp dan foto muncul di layar”.
Lebih lanjut, analisis tematik dengan NVIVO ini secara jelas
dapat menggambarkan pola komunikasi dan interaksi anggota dengan
manajemen organisasi. Seperti terlihat di bawah ini.

366

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dijelaskan di atas,
sekurangnya ada dua kesimpulan yang bisa diambil. Pertama,
identiikasi dan budaya organisasi yang tergambar sangat
terkait erat dengan jenis dan karakter organisasi. Organisasi
yang berbasis aplikasi digital sangat mengabaikan relasi-relasi
humanistik dan emosional. Efektiitas dan eisiensi menjadi
pertimbangan, karena semua hal yang terkait implementasi kerja
diantara sopir dengan manajemen sudah terselesaikan dengan
perangkat tersebut.
Sementara pola interaksi dan komunikasi, meskipun
terbilang tidak mahal untuk ukuran sekarang, tetap saja ketika
ada kendala teknis perlu bantuan keahlian seseorang. Namun
karena sudah terbiasa bersifat mekanistik maka alur pesan yang
terkirim diantara pengelola dengan pihak sopir bahkan juga user,
cukup terwakili dengan itur-itur yang disediakan dalam aplikasi
tersebut.
Jujur harus diakui, bahwa elaborasi riset ini belum sepenuhnya
tuntas. Itu sebabnya peneliti sangat mengakui keterbatasan dan
kelemahan dalam menyajikan analisis data lapangan. Kedepan, peneliti
menyarankan bahwa ada riset-riset lain yang mengambil tema sejenis
Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

367

namun dengan menggunakan metode yang lain semisal phenomeologi
maupun phenomenography.

DAFTAR PUSTAKA
Brodie, R.J. Ilic, A., Juric, B & Hollebeek, L. (2013). Consumer
engagement in virtual brand community : An exploratory
analysis. Journal of Business Research, 66 (1), 105-114.
Cassata, M.B & dan Asante, M. K. (1979). Mass Communication
Principles and Practices. New York: Marcmillan

Culnan, M.J., & Markus, M.L. (1987). ”Information Technologies”
dalam Jablin, F.M., Putnam,
L.L., Roberts, K.H & Porter, L.W (1987). Handbook of Organizational
Communication, An Interdisciplinary Perspective. California: Sage
Publication Inc.
Dat, R.L. & Lewin, A.Y. (1993). Where are the theories for the new
organization form? An editorial essay. Organization Science, 4 (4)
p. i-vi
Dat, R.L., & Lengel, R.H. (1986). Organizational information
requirements, media richness and structural design. Management
Science, 32, 554-571.
Dutton, J.E., Dukerich, J.M & CV. Harquail (1994). Organization images
and member identiication. Administration Science Quartely, 39
239-263
Dutton, J.E., & Dukerich, J.M (1991). Keeping an eye on the mirror: he
Role of image and identityin organizational adaptation. Academy
of Management Journal, 34, 517-554.
Edwardin, L.T.A.S (2006). Analisis Pengaruh Kompetensi Komunikasi,
Kecerdasan Emosional, Dan Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi Pada PT Pos Indonesia (Persero) Se
Kota Semarang). hesis, Semarang: PPS-Undip

Fuad Mas’ud (2004). Survai Diagnosis Organisasional. Konsep
dan Aplikasi. Badan Penerbit UNDIP, Semarang
Goldman, SL, Nagel, RN, & Preiss, K. (1995). Agile Competitors and
Virtual Organizations: Strategies for Enriching the Customer. New

368

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

York: Van Nostrand Reinhold,
Hammer, M., and J. Champy. (1993). Reengineering the Corporation.
New York: HarperCollins Publishers.
Hiltz, S.R. (1994). he Virtual Classroom: Learning without Limits via
Computer Networks. Norwood, NJ: Ablex.

Hiltz, S.R., and B. Welman. (1997). Asynchronous Learning
Networks as a Virtual Classroom. Communications of the
ACM 40, no. 9: 44–49
Jiyao, X & Reynolds, J. (2010). Applying netnography to market research:
the case of online forum. Journal of Targeting, Measurement and
Analysis for Marketing, 18, 17-31
Kozinets, R.V. (2013). Netnography Doing Etnographic Research Online.
Washington, DC: Sage Publication Ltd
Listianingtyas, B.A (2013). Persepsi Audiens Terhadap tingkatan Merek
(Studi Netnography Pada Anggota Grup Harley-Davidson di
Situs Jejaring Sosial Facebook Periode November 2010-Januari
2011, thesis, http:// e-journal.uajy.ac.id/780

McQuail, D. (2005). McQuail’s mass communication theory
edition: 5. London: SAGE.
Mochazondida, M. (2012). Netnographic Tourist Research: he Internet
as a Virtual Fieldwork Site. Tourism Analysis, 17 (4), 553-555
Morreale, S.P., Spitzberg, B.H & Barge, J.K (2006). Human
Communication Motivation, Knowledge and Skill. Belmont, CA:
homson Higher Education
Mowshowitz , A. (2002). Virtual Organization Toward a heory of
Societal Transformation Stimulated by Information Technology.
Westport, CT : Quorum Books Greenwood Publishing Group,
Inc.
Mowshowitz, A. 1994. “Virtual Organization: A Vision of Management
in the Information Age.” he Information Society 10, no. 4: 267–
288.
Saitri, Y. (2015). Menjadi Selegram Untuk menjadi Aktor: Strategi
Pemerekan Personal Marlo Randy Ernesto. Jurnal Ilmiah
Universitas Bakrie, 3 (3) http://jurnal.bakrie.ac.id/index.php/
jurnal_ilmiah

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

369

Wiesenfeld, B.M., Raghuram, S. & Garud, R. (1999). Communication
Patterns as Determinants of Organizational Identiication in a
Virtual Organization. Organization Science, 10 (6), p.777-790

370

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia