Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak-Dampak Terjadinya Perceraian di Kota Medan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap orang senantiasa mendambakan suasana lingkungan yang kondusif,
penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan
dimana mereka bertempat tinggal. Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup
dalam lingkungan yang homogen diciptakan oleh Tuhan untuk hidup berpasangpasangan, saling mengisi, dan bekerja sama antara satu dan lainnya yang
diwujudkan dalam pernikahan.
Perkawinan dipandang sebagai sebuah gerbang untuk membentuk
keluarga bahagia. Kelangsungan hidup suatu perkawinan ditentukan oleh berbagai
faktor, salah satu faktor yang mendukung adalah keberhasilan mencapai tujuan
perkawinan. Setiap kegiatan manusia itu pasti punya tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan pernikahan secara umum adalah mendapatkan keturunan serta menjaga
diri dari yang haram.
Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti oleh perubahan gaya
hidup dan pergeseran nilai moral dalam masyarakat saat ini, bahwasanya suatu
keluarga yang dibina oleh pasangan yang sudah berikrar dan berjanji hidup
bersama-sama selamanya dan berkomitmen untuk mencapai tujuan perkawinan,
yaitu kesempurnaan hidup, pada kenyataannya tidak dapat mempertahankan
mahligai rumah tangganya dengan berbagai alasan. Dari kondisi yang demikian

maka, dapat dinilai bahwa suatu perkawinan yang seharusnya merupakan tempat
kebahagiaan dan kedamaian pasangan hidup pada kenyataannya tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

menjamin kelanggengan rumah tangga itu sendiri dengan berbagai alasan untuk
mengakhiri mahligai rumah tangga.
Seperti halnya perkawinan, perceraian merupakan suatu proses yang di
dalamnya menyangkut banyak aspek seperti emosi, ekonomi,sosial, dan
pengakuan secara

resmioleh

masyarakat

melalui

hukum yang

berlaku


merupakanbagian dari pintu darurat yang tidak perlu digunakan kecuali dalam
keadaan terpaksa untuk mengatasi perceraian.Perceraian tanpa kecuali akan
merugikan bukan saja kepada kedua belah pihak tetapi juga dapat mengorbankan
anak-anak dan masyarakat pada umumnya.
Fenomena perceraian yang terjadi ditengah masyarakat kita akhir-akhir ini
sungguh sangat memprihatinkan. Angka perceraian selalu meningkat dari waktu
kewaktu. Ini merupakan indikator bahwa masyarakat kita tidak hidup bahagia.
Oleh karena itu segala upaya perlu dilakukan untuk menghindarkan perceraian
dan mengembalikan keharmonisan rumah tangga.
Setiap kehidupan rumah tangga pasti terdapat masalah-masalah yang akan
timbul. Jika suami istri dalam rumah tangga tersebut tidak mampu untuk
menyikapi atau mengendalikan diri masing-masing, tidak menutup kemungkinan
akan terjadi percecokan dan keretakan dalam rumah tangga. Apabila percecokan
dan keretakan dalam rumah tangga sudah tidak mungkin didamaikan, maka jalan
terakhir yaitu perceraian. Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat
ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah
mengadakan perdamaian atau mediasi secara maksimal tetapi, tidak membuahkan
hasil.


Universitas Sumatera Utara

Jumlah perceraian semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perceraian
terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama
merasakan ketidakcocokan dalam menjalin bahtera rumah tangga. Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak memberikan definisi
mengenai perceraian secara khusus. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta
penjelasannya secara jelas menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila
sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan.
Pada tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat perceraian di Indonesia
sudah menempati urutan tertinggi se Asia Pasifik, sampai di tahun-tahun
berikutnya jumlah perceraian tetap semakin meningkat. Melihat data pernikahan
dan perceraian di Indonesia yang dirilis oleh Kementrian Agama RI, tampak
pernikahan relatif tetap di angka dua juta dua ratus ribu setiap tahun, sementara
perceraian selalu meningkat hingga tembus di atas tigaratus ribu kejadian setiap
tahunnya. Hal ini merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan bagi
masyarakat Indonesia.
Data pada tahun 2010 jumlah pasangan yang menikah di Indonesia
sebayak 2.207.364 kejadian dan terjadi perceraian sebanyak 285.184 kejadian.
Selanjutnya pada tahun 2011 tercatat pasangan menikah mencapai 2.319.821
kejadian sementaraangka perceraian sebanyak 258.119 kejadian. Kemudian di

tahun 2012 jumlah pasangan yang menikah sebanyak 2.291.265 kejadian dan
angkaperceraian meningkat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 372.577
kejadian. Pada tahun 2013 tercatat angkapasangan yang menikah menurun
menjadi 2.218.130 kejadian dan angka perceraian juga menurun dari tahun
sebelumnya, yaitu 324.527 kejadian (Kompasiana, 2015, diakses pada

Universitas Sumatera Utara

10/10/2016). Akan tetapi, jumlah perceraian kembali meningkat pada tahun 2014
sebanyak 382.211 kasus perceraian di Indonesia (Kompas, 2015, diakses pada
10/10/2016).
Sebagai contoh kita ambil data dua tahun terakhir di 2013 dan 2014 saja.
Jika diambil tengahnya, angka perceraian di dua tahun itu sekitar 354.000 kasus
perceraian. Berarti dalam satu hari rata-rata terjadi 970 kasus per hari atau sekitar
40 perceraian setiap jam. Di Indonesia terjadi 40 kasus perceraian setiap jamnya.
Jumlah perceraian di Sumatera Utara juga terus-menerus meningkat. Data
pada tahun 2014, tercatat sebanyak 10.429 perkara perceraian yang telah
diselesaikan di 20 Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama
Medan. Jumlah ini meningkat pada tahun 2015, yakni tercatat sebanyak 10.834
perkara yang diselesaikan. Untuk tahun 2016 hingga bulan Agustus, tercatat

sebanyak 6.653 perkara perceraian yang diputus di seluruh Pengadilan Agama
Wilayah Sumatera Utara (Republik, 2016, diakses pada 30/11/2016).
Pengadilan Agama Medan Kelas I-A sebagai tempat dilakukannya
penelitian, sebagaimana pengadilan agama yang lain merupakan salah satu
lingkungan peradilan dalam kekuasaan kehakiman yang menangani perkara
perceraian. Dari data yang penulis peroleh dari Pengadilan Agama Medan Kelas IA selama 4 (empat) tahun terakhir menunjukkan bahwa perceraian meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 1810 perkara perceraian yang
diputuskan Pengadilan Agama Medan. Kemudian di tahun 2013 meningkat
menjadi 1993 perkara perceraian. Jumlah perceraian kembali meningkat pada
tahun 2014, yakni sebanyak 2183 perkara perceraian yang diputuskan dan pada
tahun 2015 jumlah perceraian mencapai angka 2372 kasus perkara yang

Universitas Sumatera Utara

diputuskan Pengadilan Agama Medan (Data Pengadilan Agama Medan Kelas I-A,
2016).
Berdasarkan data Pengadilan Agama Medan 2016, jumlah perceraian yang
terjadi di Kota Medan putusan Pengadilan Agama Medan menunjukkan
peningkatan yang begitu signifikan. Hal ini terlihat dari data setiap tahunnya yang
menunjukkan pada tahun 2015 jumlah perkara perceraian sebanyak 2372 kasus

yang terjadi di Kota Medan.Terjadi peningkatan sebesar 24% daritahuntahunsebelumnya. Dari data tersebut, jika pasangan suamiistri memiliki 2 orang
anak saja maka akan ada 4744 anak yang menjadi korban dalam perceraian yang
terjadi.
Hasil dari analisis data penelitian Ayescha Ajrina, menarik kesimpulan
bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian adalah karena terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi yang rendah, ketidaksamaan tujuan,
serta kegagalan dalam adaptasi antara suami istri karena salah satu pihak tidak
siap menerima perubahan yang terjadi pada pasangannya. Adapun dampak yang
ditimbulkan dari terjadinya perceraian adalah anak dapat berperilaku tidak
terkontrol, frustasi, kurang mendapat kasih sayang kedua orang tua, serta tidak
mampu berfikir dan bersikap realistik/rasional atas kehidupannya (Ajrina,
2015:1).
Penelitian Widi Tri Estuti, menyimpulkan bahwa dampak yang
ditimbulkan dari terjadinya perceraian adalah anak suka membuat keributan di
sekolah, daya kontrol emosi kurang baik, tidak memiliki semangat belajar, serta
anak bersikap pasif sehingga sulit bersosialisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

terjadinya pertukaran sosial yang tidak baik terhadap tumbuh kembang anak itu

sendiri (Tri, 2013:100).
Penelitian Putri Rosalia Ningrum bertujuan untuk mengetahui bagaimana
penyesuaian diri remaja terhadap lingkungannya dan dampak psikologis apa yang
akan dialami anak yang orang tuanya bercerai. Adapun dampak yang ditimbulkan
dari perceraian yaitu berakibat buruk pada mental anak, anak–anak hasil
perceraian mengalami trauma, memperlihatkan gejala–gejala depresi ringan dan
anti sosial dan juga berpengaruh pada cara anak berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa subjek mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan karena subjek mampu menerima kenyataan
dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi dengan kontrol
emosi yang baik, percaya diri, terbuka, memiliki tujuan, dan bertanggung jawab
juga dapat menjalin hubungan dengan cara yang berkualitas (Ningrum, 2013:69).
Penelitian Mayangsari meneliti pada kondisi kesehatan yang dapat dilihat
bagaimana kondisi anak setelah orang tua mereka bercerai dan menurut hasil
temuan di lapangan, anak yang orang tuanya bercerai cenderung memiliki
gangguan pada kesehatannya, seperti infeksi saluran kencing dan asma. Untuk
kondisi psikologis, dapat dilihat bagaimana anak yang menjadi korban perceraian
orang tuanya cenderung menjadi anak yang sulit untuk mengungkapkan
perasaannya dan hanya dapat melampiaskannya dengan tangisan. Selain itu
terdapat anak yang mengalami gangguan kejiwaan yaitu pannic attacks pasca

orang tuanya bercerai. Dalam kondisi sosial dapat dilihat bagaimana seorang anak
mengaplikasikan budaya atau kebiasaan-kebiasaan yang dibuat oleh orang tua
sehingga menjadi nilai yang diyakini pada dirinya. Ternyata anak yang orang

Universitas Sumatera Utara

tuanya bercerai memiliki kesulitan dalam menjalin relasi dengan orang lain, selain
itu mereka juga dituntut untuk bisa hidup mandiri, berkualitas dan kuat dalam
menjalani hidup mereka karena mereka dibesarkan dalam keluarga yang tidak
lengkap. Dampak yang terjadi terhadap orangtua ialah, biaya pemenuhan
kebutuhan ditanggung salah satu pihak, pengendalian emosi orangtua yang buruk,
serta sosok ayah tidak terlibat dalam pengasuhan anak. Penyebab terjadinya
perceraian itu sendiri yaitu kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan,
pendidikan, dan usia (Mayangsari, 2015:136).
Permasalahan dalam rumah tangga sulit untuk dipecahkan dan kadangkadang berakibat pada hubungan ikatan perkawinan suami istri. Faktor penyebab
retaknya hubungan suami istri sangat beragam diantaranya yakni, faktor ekonomi,
kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, faktor usia, pendidikan, sering
terjadi tolak belakang pemikiran pasangan suami istri dan faktor-faktor sosial
lainnya.
Apabila dilihat dari dampak terjadinya perceraian tersebut, seharusnya

perceraian itu dihindari karena dampak dari perceraian tersebut bukan hanya
berdampak bagi pasangan suami istri yang bercerai tersebut, tetapi juga malah
berdampak buruk terhadap psikologi anak apalagi kalau anak tersebut masih
dibawah umur. Hubungan keluarga kedua belah pihak menjadi jauh apalagi kalau
perceraian tersebut disebabkan oleh campur tangan orang tua atau pihak ketiga.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik dan
merangkumnya dalam penelitian sebuah kayra ilmiah berbentuk skripsi dengan
judul “ Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak-Dampak Terjadinya Perceraian di
Kota Medan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A)”.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka
penulis merumuskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di Kota Medan (Studi
Kasus di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A)?
2. Apakah dampak-dampak yang ditimbulkan dari terjadinya perceraian?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dan
dampak-dampak terjadinya perceraian di Kota Medan (Studi Kasus di Pengadilan
Agama Medan Kelas I-A).
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi
pihak-pihak yang terkait di dalam penelitian, khususnya untuk kajian yang
berhubungan dengan penyebab perceraian sekaligus menjadi acuan untuk
peneliti berikutnya.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang jelas
dan terperinci tentang faktor penyebab terjadinya perceraian sekaligus memberi
masukan kepada masyarakat untuk lebih selektif dalam memutuskan tindakan
ke jenjang pernikahan.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung
dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan ini secara

garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latarbelakang masalah, perumusan masalah,
tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan
definisi operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV

: GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan subjek
yang akan diteliti.

BAB V

: ANALISIS DATA
Berisikan uraian yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI

: PENUTUP
Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang
perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dengan hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara