TUGAS MAKALAH POLITIK HUKUM PERTANAHAN - Desi Yolanda (E1032161041)

  

TUGAS MAKALAH

POLITIK HUKUM PERTANAHAN

DISUSUN OLEH :

DESI YOLANDA

  

(E1032161041)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

  

2017 Puji syukur saya panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat

pada waktunya dengan selasai dan ketentuan yang diberikan Dosen kepada saya.

  Penulisanm makalah yang berjudul “Politik Hukum Pertanahan” ini,

bertujuan untuk mengetahui Politik Hukum Pertanahan di Indonesia pada

umumnya.

  Pada saat ini saya menyampaikan apa bila ada kesalahan yang kurang baik

dalam menyelesaikan makalah ini saya minta maaf. saya menyadari dalam

menyelesaikan makalah ini, masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah

ini dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas untuk itu saya sangat

mengharapkan arahan, bimbingan dan saran dari Bapak/Ibu Dosen sebagai bahan

bagi saya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dikemudian hari.

  Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua narasumber yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.

  Pontianak, April 2018 Desi Yolanda

DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

  BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………... B. Rumusan masalah……………………………………………………….. C. Tujuan penulisan……………………………………………………………….... BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Politik…………………………………………..………............ B. Pengertian Polirik Hukum……………….………………………………… C. Konsepsi Hukum Tanah Nasiolisme………………………………………

D. Hak Penguasa Atas Tanah Sebagai Objek Hukum Tanah

Nasional.....................................................................................................

E. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Nomor Ix Tahun2001…………………………………………………

F. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun

2003 Tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan………………..

G. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun

2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional………………………………..

H. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang

Norma Dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah

BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Berdasarkan beberapa pengertian atau definisi di atas, maka dapat

  dikemukakan pengertian atau definisi politik hukum tanah atau agraria adalah legal policy atau garis(kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara dalam bidang pertanahan atau agraria.

  Politik agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh negara dalammemelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat,mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingankesejahteraan rakyat dan negara, yang bagi negara Indonesia berdasarkan Pancasila danUndang-undang Dasar (UUD) 1945.

  Berlakunya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok – pokok agraria pada tanggal 24 September 1960 merupakan tonggak sejarah perkembangan agraria / pertanahan di Indonesia dan hukum pertanahan pada khusunya.

  Hukum tanah merupakan cabang hukum yang mandiri dalam tata hukum nasional yang substansinya merupakan suatu kumpulan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga - lembaga hukum dan sebagai hubungan – hubungan hukum konkret beraspek

  

publik dan perdata yang dapat disusun dan dipelajarai secara sistematik hingga

secara keseluruhan menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu sistem.

  Politik hukum tanah Indonesia bertitik tolak dari keberadaan Pasal 33

UUD 1945 yanng mengamanatkan penguasaan bumi, air, dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya oleh negara digunakan sebesar – besarnya kemakmuran

rakyat. Sehingga arah kebijakan pembangunan petanahan Indonesia kepada

pendayagunaan potensi dalam negeri demi kepentingan rakyat. Yahya Harahap

berpendapat hukum mengendalikan keadilan. Keadilan yang dikehendaki hukum

harus mencapai nilai : persamaan hak azazi individu, kebenaran, kepatutan dan

melindungi masyrakat. Selain itu juga menurut beliau hukum tidaklah sesuatu

yang berdiri sendiri ia tidak dapat dipisahkan dari budaya, sejarah dan waktu

dimana kita sedang berada. Setiap perkembangan sejarah dan sosial akan didikuti

dengan perkembangan hukum, karena setiap perubahan sosial akan

mempengaruhi perkembangan hukum.

  Dengan demikian hukum terbentuk dan berkembang sebagai produk yang

sekaligus mempengaruhi, dan karena itu mencerminkan dinamika proses interaksi

yang berlangsung terus menerus antara berbagai kenyataan kemasyarakatan satu

dengan lainnya yang berkonfrontasi dengan kesadaran dan penghayatan manusia

terhadapkenyatan kemasyarakatan tersebut yang berakar dalam pandangan hidup

yang di anut serta kepentingan kebutuhan nyata manusia. Berdasarkan konsep

pemikiran diatas maka akan dibahas mengenai bagaimana dinamika perubahan

karakter produk hukum tanah diindonesia dari masa kemasa.

B. Rumusan Masalah

  a) Apakah yang dimaksud dengan Hukum Politik Pertanahan?

  b) Apa saja Hukum Politik Pertanahan?Tujuan

C. Tujuan Masalah a) Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Hukum Politik Pertanahan.

b) Untuk mengetahui apa saja Hukum Politik Pertanahan.

BAB II PEMBAHASAN

PENGERTIAN POLITIK A.

  Pengertian Politik Menurut Para Ahli, di antaranya sebagai berikut :

  1. Wilbur White (White’s Political Dictionary, 1947) mengatakan bahwa Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari negara dan pemerintahan; ilmu politik adalah sebuah studi yang berhubungan dengan tata letak, bentuk-bentuk, dan proses dari sebuah negara dan pemerintahan.

  2. David Easton (1965) menjelaskan bahwa politik adalah satu bentuk tertentu dari tindakan sosial,yakni bentuk tindakan yang menjamin pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan, serta definisi atas bidang penerapannya (Antropologi Politik, George Balandier).

  3. Rober A. Dahl menyatakan bahwa politik bisa dilihat dari sisi penekannyan pada individu. Bagi Dahl, politik adalah pola-pola menetap dari relasi manusia yang berkepentingan dengan masalah kekuasaan,, hukum (pemerintah, kaidah, adat) dan kekuasaan.

  4. Black Colitic mengatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan dan administrasi pemerintah negara dan bangsa/ penyelenggara fungsi-fungsi/ penyelenggara mengatur urusan pemerintah.

  5. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Badudu,Zaine mengatakan bahwa politik adalah dengan segala macam ketatanegaraan yang menyangkut pemerintahan yang didalamnya ada sistem kebijakan serta siasat menyikapi urusan dalam maupun luar negeri.

PENGERTIAN POLITIK HUKUM B.

  Pengertian Politik Hukum adalah yang berhubungan dengan kebijaksanaan untuk menentukan kaidah – kaidah hukum sesuai dengan ideologi penguasa.

  Menurut Rahardjo Kaidah/Tujuannya dalam penegak hukum adalah mencapai tujuan, cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut dan cara mana untuk mencapai tujuan tersebut, mengapa politik itu di ubah dan apa dampaknya, bagaimanakah cara perubahan itu sebaiknya dilakukan.

  Politik Hukum Pertanahan adalah Kebijakan pemerintah dibidang pertanahan yang ditujukan untuk peruntukan dan penggunaan penguasa atau pemilik tanah, peruntukan penggunaan tanah untuk menjamin perlindungan huku dan meningkatkan kesejateraan serta mendorong kegiatan ekonomi melalui pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Peraturan Pelaksanaannya.

  Hukum Tanah Nasional adalah hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyrakat hukum adat tertentu dengan tanah ulayatnya. Konsepsi hukum tanah adalah konsepsi asli Indonesia yang tertitik tolak dari keseimbangan antara kepentingan bersama dan kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat juga disebut sebagai konsepsi pancasila karena memosisikan manusia dan masyarakatnya dalam posisi yang selaras, serasi, danseimbang dan tidak adapertentangan antara masyarakat dan individu.

KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL C.

  Sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat. Hal ini tercermin dari rumusan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyatakan bahwa: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia, serta dengan peraturan-peraturan yang tercermin dalam undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

  Sifat komunalistik dalam konsepsi hukum tanah nasional tercermin dalam rumusan Pasal 1 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Sementara itu, sifat religius konsepsi hukum tanah nasional terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh bumi,air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan lam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

  HAK PENGUASA ATAS TANAH SEBAGAI OBJEK HUKUM D.

  Hak Bangsa Indonesia 1. Hak bangsa Indonesia mengandung dua unsur, yaitu sebagai berikut.

  Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan a. berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA) Pernyataan ini menunjukkan . sifat komunalistik dari konsepsi Hukum Tanah Nasional. Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan politik untuk melaksanakannya tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat.

  Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan b. memimpin penguasa dan penggunaan tanah yang dipunyai bersama tersebut. Aspek publik ini tercermin dari adanya kewenanganan negara untuk mengatur tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasa 1945.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Hak Menguasai Negara 2.

  Dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia membentuk negara Republik Indonesia untuk melindungii segenap tanah air Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat 3.

  Berdasarkan Pasal 3 UUPA terhadap hak ulayat yang masih ada diakui eksistensinya oleh UUPA sepanjang hak ulayat itu masih hidup.

  Sementara itu, pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan- ketentuan UUPA serta kepentingan pembangunan yang diselenggarakan dewasa ini. Hak – hak Perorangan Atas Tanah 4.

  Hak – hak Atas Tanah a. Hak atas tanah adalah hak yang memberikkan wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk memenuhi dua jenis kebutuhan, yaitu untuk diusahakn dan tempat membangun sesuatu.

  Hak-hak atas tanah dalam hukum tanah nasional, pada dasarnya meliputi sebagai berikut.

  Hak-hak atas tanah yang primer, yaitu hak-hak atas tanah yang

  1)

  diberikan oleh negara dan bersumber langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah. Jenis hak atas tanahnya antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

  Hak-hak atas tanah yang sekunder, yaitu hak-hak atas tanah

  2)

  yang diberikan oleh pemilik tanah dan bersumber secara tidak langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah.

  Hak Atas Tanah Wakaf b.

  Hak atas tanah wakaf adalah hak penguasaan atas satu bidang tanah tertentu (semula hak milik dengan terlebih dahulu diubah statusnya menjadi tanah wakaf) yang oleh pemiliknya telah dipisahkan dari harta kekayaan dan melembagakannya selama- lamanya untuk kepentingan peribadatab atau keperluan umum lainnya seperti pesantren atau sekolah berdasarkan agama sesuai dengan ajaran hukum islam. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah atay kesejahteraan umum menurut syariah.

  Hak Jaminan Atas Tanah c. Hak Jaminan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah hak tanggungan menggantikan Hypotheek dan Credietverband sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yang lama. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 25,33,39 UUPA, dan hak milik atas satuan rumah susun menurut

  Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda – benda yang berkaitan dengan Tanah, objek hak tanggungan ditambah hak pakai atas tanah negara.

  Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun d. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi: hak pemilikan perseoranagn atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun, hak bersama atas benda-benda, hak bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.

  Hak Pengelolaan e.

  Hak pengelolaan untuk kali pertama disebut dan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konveksi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang kebijakan selanjutnya juncto Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaraan hak Pakai dan Hak Pengelolaan dan dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara, yaitu dalam menegaskan pelaksanaan konveksi hak-hak penguasaan yang ada pada departemen-departemen dan daerahdaerah swatantra berdasarkan peraturan menteri tersebut. Ketentuan hak Pengelolaan dalam Peraaturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahn 1965 diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan –Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan juncto Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

  Hak pengelolaan juga diatur dalam UndangUndang Nomor

  16 Tahun 1985 tetang Rumah Susun; Peraturan Pemerintah Nomor

  24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri

  Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Menurut Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, Hak pengelolaan dapat diberikan kepada: instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, PT persero, badan otorita, badan-badan hukum lainnya yang ditunjuk pemerintah.

  E. KEBIJAKAN PERTANAHAN BERDASARKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT NOMOR IX TAHUN 2001

  Ketetapan Majelis Permusyawarakatan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditetapkan pada Sidang MPR pada tanggal 9 November 2001. Kedudukan TAP MPR hanya merupakan tuntunan bagi penetapan arah dan kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

  F. KEBIJAKAN PERTANAHAN BERDASARKAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN

Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di BidangPertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten. Kewenangan tersebut antara lain : 1. Pemberian ijin lokasi

  Penyelenggaranaan pengadaan tanah untuk kepentingan 2. pembangunan; Penyelesaian sengketa tanah garapan; 3.

  Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk 4. pembangunan; Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti 5. kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; 6. dan penyelesaian tanah kosong; 7.

  Pemeberian izin membuka tanah; 8. Perencanaan pengunaan tanah wilayah kabupaten/kota.

9. Kebijakan pertanahan diarahkan kepada upaya menjalankan 10.

  TAP MPR Nomor IX / 2001 tentang pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal5 ayat 1.

  KEBIJAKAN PERTANAHAN BERDASARKAN PERATURAN G. PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

  Eksistensi Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban di bidang pertanhan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu di atur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor

  10 Tahun 2006 tentang Komite Pertanahan. Komite Pertanahan ini bertujuanuntuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak – pihak yang berkepentingan dengan bidang pertanahan dan dalamrangka perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, adapun tugas Komite Pertanahan yaitu memerikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam perumusan kebijakan nasional dibidang pertanahan.

  Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

  Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangana pemerintah pusat dan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

  

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

H.

NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG NORMA DAN STANDAR

MEKANISME KETATALAKSANAAN KEWENANGAN

PEMERINTAH DI BIDANG PERTANAHAN YANG

DILAKSANAKAN OLEH PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN

  Ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

  2 Tahun 2003 tentang norma dan standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten. Sebagai tindak lanjut dari keputusan Presiden

  Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan menyebutkan tentang pembagian kewenangan pemerintah dibidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut, diharapkan

  permasalahan yang terkait dengan sengketa kewenangan bidang pertanahan dapat diatasi. Hal ini sesuai dengan konsep kewenangan pertanahan yang pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan tersebut meliputi perencanaan peruntukan tanah, penguasaan dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukumnya pada asasnya selalu dilakukan dalam rangka dekonsentrasi kepada pejabat- pejabat pemerintah daerah dalam rangka medebewind, bukan otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA