BAB I PENDAHULUAN - BAB I kONSEP, PRINSIP, PROSEDUR PENYUSUNAN DESAIN INSTRUKSIONAL.doc

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan menjadi terbelakang. Dengan pendidikan manusia dapat diarahkan menjadi lebih baik dan

  berkualitas. Pendidikan akan terus dilakukan karena pendidikan tidak mengenal waktu dan merupakan proses yang terus berjalan sepanjang hidup manusia.

  Penyelenggaraan pendidikan dapat dikelola secara dinamis dan professional apabila pendidikan tersebut bertumpu pada konsep pertumbuhan, pengembangan dan pembaruan. Pembangunan pendidikan harus senantiasa di gelorakan dari tingkat paling rendah (seperti play group dan pendidikan dasar) sampai perguruan tinggi. Pelaksanaan pendidikan dapat dilakukan melaui jalan formal dan uniformal.

  Desain instruksional atau seringkali dikatakan instructional design, mempunyai makna kegiatan untuk merancang, membuat/megontstruksi sebuah kegiatan instruksional (proses belajar-mengajar) untuk mencapai tujuan dan sasaran yang di inginkan oleh pendidik atau pengajar dan peserta didik. Kegiatan instruksional sebelum di implementasikan harus dilakukan desain instruksional terlebih dahulu. Dengan tujuan, pertama untuk mengidentifikasi outcomes dari sebuah proses pembelajaran yang ingin dilakukan (mengidentifikasi kompetensi). Kedua untuk memberikan arah bagi pengembangan materi atau content pembelajaran (memberikan batasan dan urutan materi yang sesuai dengan outcomes yang ingin di capai) dan ketiga untuk menentukan bagaimana kegiatan instruksional dapat berlangsung dengan efektif.

  Manusia memperoleh sebagian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi- kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu: pertama ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.

  Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain instruksional menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.

  Makalah ini akan diuraikan tentang konsep, prinsip dan prosedur penyusunan desain instruksional dalam pembelajaran.

  B. Pembatasan Masalah Disebabkan keterbatasan teori, waktu dan tenaga maka yang menjadi batasan masalah dalam makalah ini adalah :

  1. Konsep disain instruksional

  2. Prinsip disain instruksional

  3. Prosedur penyusunan disain instruksional

  C. Rumusan Masalah

  Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

  1. Bagaimana konsep disain instruksional ?

  disain instruksional ?

  2. Bagaimana prinsip

  3. Bagaimana prosedur disain instruksional ?

  4. Bagaimana kaitan konsep, prinsip dan prosedur disain instruksional ?

  D. Tujuan Pembahasan

  Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :

  1. Untuk mengetahui konsep disain instruksional ?

  2. Untuk mengetahui prinsip disain instruksional ?

  3. Untuk mengetahui prosedur disain instruksional ?

  4. Untuk mengetahui kaitan konsep, prinsip dan prosedur disain

  instruksional ?

E. Manfaat Pembahasan

  1. Administrator atau pengelola program memerlukan bukti tentang proses belajar yang efektif dan efisien dalam batas biaya yang wajar atau dapat diterima

  2. Perancangan pengajaran membutuhkan bukti bahwa program yang dirancangnya memuaskan. Indikator terbaik adalah pencapaian semua tujuan program oleh siswa dalam batas waktu yang tepat.

  3. Guru ingin melihat siswanya memperoleh semua kemampuan yang diharapkan dan juga ingin secara pribadi membina hubungan positif dengan siswa.

  4. Siswa ingin berhasil dan juga ingin mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memuaskan.

BAB II INSTRUKSIONAL A. Sejarah Disain Instruksional Banyak dasar dari bidang desain pembelajaran yang diletakkan saat Perang Dunia II, saat militer Amerika Serikat merasakan adanya kebutuhan

  untuk melatih dengan cepat sejumlah besar orang untuk melakukan tugas teknis yang rumit dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan penelitian dan teori daritentang operant conditioning, program pelatihan difokuskan pada perilaku yang tampak. Tugas-tugas dibagi menjadi bagian-bagian, dan setiap bagian tugas diperlakukan sebagai tujuan belajar terpisah. Pelatihan dirancang untuk memberikan ganjaran bagi tampilan yang benar dan melakukan remedial bagi tamilan yang salah. Diasumsikan bahwa semua siswa akan bisa memperoleh penguasaan kemampuan bila diberi kesempatan untuk melakukan pengulangan yang cukup dan umpan balik yang memadai. Setelah perang usai, keberhasilan model pelatihan saat perang diulang kembali dalam pelatihan bisnis dan industri, dalam jumlah yang lebih kecil di ruang kelas primer dan sekunder.

  Di tahunyang ia sebut sebagai tiga kawasan tujuan belajar: Kognitif (apa yang kita tahu atau yang kita miliki), dan Psikomotor (apa yang kita lakukan). ini masih berpengaruh terhadap desain pembelajaran.

  Dalam pertengahan kedua di gital. Dalam tahun banyak pembuat teori mulai mengadopsi pendekatan "pemrosesan informasi" dalam desain pembelajaran. David Merrill berkonsentrasi pada cara mempresentasikan materi pembelajaran (teknik presentasi).

  Kemudian di tahun teori muatan kognitif mulai menemukan dukungan empiris untuk beragam teknik presentasi.

B. Pengertian Disain Instruksional

  Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren- cana pendahuluan". Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).

  Disain pembelajaran adalah suatu proses menganalisis kebutuhan dan

  tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajaran untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang terus berkembang, menurut RBI -

  online.

  Dan di dalam disain instruksional, ada pengembangan sistem instruksional, dan hal ini sering dianggap sama, namun dalam pemakaian tidak dibedakan secara tegas, karena fungsinya hampir sama.

  Menurut Carey, 1977. Pengembangan sistem Instruksional adalah

  suatu proses yang menentukan dan menciptkan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan dalam tingkah lakunya.

  Namun di dalam pengembangan disain instruksional, meliputi proses monitoring, yaitu interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu desain dan ini di dasarkan kepada pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah sesuai dengan sistematis prosedur yang ada.

  Dari definisi dan pengertian diatas, kita bisa lebih membayangkan dan mengerti apa itu disain instruksional atau disain pembelajaran. Desain

  instruksional adalah suatu model yang masih berupa sketsa, atau rencana kritis, dan terencana. Di mana di dalamnya terdapat kisi-kisi maupun poin- poin penting, yang dirancang guna untuk acuan kemajuan dan keberhasilan dari suatu pembelajaran, agar menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang aktif, bermutu, bernilai tinggi dan menghasilkan feedback yang seimbang dari pendidikan secara baik dalam kegiatan belajar, dengan tidak melupakan segala aspek luar maupun aspek dalam. Karakteristik desain instruksional :

  1. Berorientasi kepada peserta didik (student centered)

  2. Berorientasi kepada tujuan (goal oriented)

  3. Fokus pada kinerja yang dapat diukur secara valid dan reliable

  4. Biasanya dikerjakan dalam bentuk tim Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer secara efektif antara dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.

  Menurut Gagne, Briggs & Wager (dalam Prawiradilaga, 2007) desain pembelajaran membantu proses belajar seseorang, dimana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Mereka percaya proses belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi belajar, internal maupun eksternal. Tapi menurut Kemp, Morrison, & Ross (dalam Prawiradilaga, 2007) esensi disain pembelajaran mengacu pada keempat komponen inti, yaitu siswa, tujuan pembelajaran, metode, dan penilaian.

C. Konsep Disain Instruksional

c. 1. Kegiatan Instruksional Sebagai Suatu Sistem

  Istilah sistem telah digunakan secara luas. Secara umum sistem berarti bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian tersebut secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. sistem bila memenuhi empat kriteria secara serentak, yaitu: 1. Dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

  2. Setiap bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri.

  3. Seluruh bagian itu melakukan fungsi secara bersama.

  4. Fungsi bersama yang dilakukannya mempunyai suatu tujuan tertentu.

  Suatu sistem lebih dari sekedar gabungan dari bagian-bagian. Sistem mempunyai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai oleh fungsi dari satu atau beberapa bagian darinya. Lebih kecil dari sistem disebut subsistem. Sedangkan lebih luas dari sistem disebut suprasistem.

  Misalnya : sepeda, mesin tik, lemari es, pesawat televisi, bumi, proses peredaran darah, program latihan kesegaran jasmani, administrasi kepegawaian, upacarakeagamaan, pemberian kredit oleh bank, dan pengelolahan darmawisata mahasiswa suatu sekolah.

  Contoh diatas disebut sistem karena tergantung kepada tempat kedudukan seseorang memandangnya. Setiap sistem menerima masukan dari suprasistem berupa bahan mentah, tenaga, atau sumber daya. Masukan itu diolah dalam sistem dan kemudian menghasilkan keluaran yang dikembalikan lagi kepada suprasistem berupa produk atau pelayanan. Karena itu, bila suatu sistem tidak berfungsi, misalnya disebabkan tidak mendapat masukkan dari suprasistem atau tidak dapat mengolah masukan tersebut sehingga tidak menghasilkan keluaran seperti yang diinginkan, sistem itu diganti atau diperbaiki. Filbeck (1974) melukiskan model sistem secara umum dalam diagram yang tampak dalam gambar :

  

Komponen,

  Suprasistem Suprasistem

  Bagian, Subsist Subsist Subsist Subsist

  Keluaran Keluaran

em em

em em

  Masukan : Masukan :

  Produk, Produk,

  Subsiste A C Subsiste A C

  Energi, Energi, m m pelayana pelayana

  Sumber, Sumber, n n

  E E Bahan

  Bahan Subsist

  Subsist Subsist dasar

  Subsist dasar em em em em

  D D B B

  Gambar 1: Model Sistem Secara Umum Filbeck melukiskan system sebagai lingkaran besar yang berada ditengah.

  Di dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran kecil sebagai subsistem yang saling berhubungan atau berintegrasi dalam menjalankan fungsinya.

  Hubungan antara dua subsistem mungkin berbeda dengan hubungan antara dua subsistem yang lain. Subsistem B dan D yang dilukiskan dengan dua anak panah timbal balik, misalnya terjadi antara bagian administrasi dan perpustakaan. Bagian administrasi memberi biaya dan tenaga kerja, sedangkan bagian perpustakaan memberikan data tentang daftar buku yang diperlukan, kebutuhan tenaga kerja dan ruangan perpustakaan kepada bidang administrasi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

  Hubungan antara subsistem A dan C dilukiskan dengan satu anak panah. kepada subsistem C, misalnya bagian produksi media, untuk dijadikan dasar dalam mengembangkan media yang tepat guna.

  Masukan yang diterima dari suprasistem dilukiskan dengan anak panah besar disisi kiri dan keluaran yang dikembalikan kepada suprasistem dilukiskan Dari konsep sistem berkembang beberapa terminology yang berkaitan, yaitu pandangan sistem (system view). Pendekatan sistem (system approach), analisis sistem (system analysis) dan sintesa sistem (system synthesis). Pandangan sistem adalah kebiasaan memandang benda atau peristiwa dalam hidup sebagai suatu sistem. Bila pandangan sistem diterapkan dalam memecahkan masalah, proses pemecahan masalah itu disebut pendekatan sistem. Dalam proses tersebut terlibat kegiatan memecah suatu system menjadi beberapa subsistem dan mengidentifikasi hubungan dari setiap subsistem dengan subsistem yang lain. Kegiatan seperti ini disebut analisis system. Dengan analisis system tidak saja dapat mengidentifikasi subsistem yang ada dalam suatu system, tetapi juga mengidentifikasi fungsi masing-masing serta kaitan fungsi subsistem yang satu dengan yang lain dalam menjalankan fungsi bersama.dengan analisis system dapat pula diidentifikasi subsistem mana yang tidak berfungsi dengan baik sehingga perlu diganti atau diperbaiki.

  Disamping analisis system dalam pendekatan sistem terlibat pula sintesis sistem yang merupakan kegiatan memadukan, menambahkan, atau mengkombinasikan subsistem baru kepada subsistem yang telah ada sehingga menimbulkan sistem baru. Filbeck mengambarkan dalam bentuk bagan kaitan antara konsep sistem, pandangan sistem, pendekatan sistem, analisis sistem, dan sintesis sistem seperti pada gambar diatas.

  Hasil penerapan pendekan system dalam memecahkan masalah instruksional adalah sistem instruksional yang efektif dan efisien. Demikian pula penerapannya dalam proses pengembangan instruksional dapat menghasilkan suatu sistem instruksional. Bentuk nyata dari system instruksional adalah satu set bahan dan strategi instruksional yang telah teruji secara efektif dan efisien dilapangan.

  Gagne (1979) mengatakan bahwa sistem instruksional adalah suatu set peristiwa yang mempengaruhi mahasiswa sehingga terjadi proses belajar. Suatu set peristiwa itu mungkin digerakan oleh pengajar sehingga disebut pengajaran, mungkin pula digerakan oleh mahasiswa sendiri dengan menggunakan buku, guru maupun digerakan oleh mahasiswa sendiri, kegiatan itu haruslah terencana secara sistematik untuk dapat disebut kegiatan instruksional. Jadi, pengajaran adalah salah satu bentu kegiatan instruksional.

  Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari tanpa perencanaan sebelumnya disebut pengalaman bukan kegiatan instruksional walapun kegiatan itu menyebabkan perubahan pada perilaku mahasiswa.

  Kegatan instruksional merupakan komposisi bagian-bagian dan fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Apabila salah satu bagian didalamnya tidak berfungsi dengan baik, tujuan instruksional yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai dengan baik pula. Karena itu, kegiatan intruksional disebut system.

  

MENUJU

MENUJU

STUDI TERHADAP

  MULAI DENGAN

  SISTEM YANG PENGEMBANGAN ADA KONSEP SISTEM YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI TERHADAP MENJADI MENJADI PANDANGAN SISTEM YANG DENGAN MELALUI PENERAPAN SECARA MENJADI MENJADI TERAMPIL KE KE ANALISIS PEMECAHAN

  PENDEKATAN SISTEM

  SISTEM MASALAH PENGEMBANGAN DAN SINTESIS PEMECAHAN SISTEM MASALAH

  Gambar 2: Pengembangan Ketrampilan Sistem Untuk mengembangkan sistem instruksional yang sesuai bagi mata pelajaran, program pendidikan, dan mahasiswa tertentu telah berkembang suatu teknologi yang disebut pengembangan instruksional, ia merupakan bagian dari teknologi instruksional. Pada dasarnya pengembangan instruksional merupakan fungsi dan setiap subsistem yang satu dengan yang lain, mengembangkan setiap subsistem, mensintesis semua subsistem yang ada di dalamnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian mengevaluasi funsinya sebagai suatu system keseluruhan.

  Dalam bentuk bagan sederhana, pendekatan sistem akan tampak sebagai berikut :

  Mengidentif Mengemban Mengevaluas i

kas gkan i

Merevisi

  Gambar 3 : Bagan Sederhana Pendekatan Sistem Pendekatan sistem di dalam dunia pendidikan sebenarnya merupakan difusi pendekatan sistem yang semula digunakan oleh pengembangan sistem persenjataan pada angkatan bersenjata. Dari sana pendekatan sistem menjalar ke bidang untuk memproduksi komoditi mereka sebelum menyebar ke bidang- bidang lain.

  Penerapan pendekatan sistem dalam dunia pendidikan dapat diarahkan kepada berbagai tujuan tergantung kepada masalah yang akan dipecahkan. Hasil penerapan pendekatan sistem itu dapat berupa pelayanan administrasi, registrasi, atau pengadahan bahan computer. Untuk kegiatan instruksional, hasil pendekatan sistem terarah kepada peningkatan kualitas belajar mahasiswa.

  Bagan pendekatan sistem yang sederhana seperti yang telah digambarkan diatas akan berkembang lebih kompleks apabila digunakan untuk pemecahan masalah, tergantung kepada kompleksitas masalah dan besar-kecilnya lembaga pendidikan. Walapun demikan, prinsip yang digunakan untuk menyusun sistem instruksional tersebut sama.

  

Tahap mengidentifikasi yang terdapat dalam bagan sederhana telah diuraikan

  1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional, menulis tujuan instruksional umum;

  2. Melakukan analisis instruksional; 3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa.

  

Tahap mengembangkan telah diuraikan menjadi empat langkah sebagai berikut:

  1. Menulis tujuan instruksional khusus;

  2. Menulis tes acuan patokan 3. Menyusun strategi instruksional.

  4. Mengembangkan bahan instruksional.

  Tahap mengevaulasi dan merevisi dinyatakan sebagai berikut :

  1. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk di dalam kegiatan merevisi.

  Sebagai dasar memahami proses pengembangan instruksional akan dikemukanan prinsip-prinsip kegiatan instruksional. Dengan Model Pengembangan Instruksional (MPI).

  Model tersebut menunjukkan urutan kegiatan yang ditempuh orang dalam mendesain system instruksional. Langkah pertama adalah menentukan kebutuhan instruksional dan merumuskan tujuan instruksional umum. Langkah kedua melakukan analisis instruksional. Langkah ketiga mengidentifikasi perilaku dan karakteristis awal mahasiswa. Langkah keempat merusmuskan tujuan instruksional khusus. Langkah kelima menulis tes acuan patokan. Langkah keenam menyusun strategi instruksional. Langkah ketujuh mengembangakan bahan instruksional.

  Langkah kedelapan mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. Langkah kesembilan mendapatkan system instruksional.

  Kegiatan pokok disain instruksional meliputi:

  1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).

  2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar. belajar mengajar bagi para siswa.

  4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.

  5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.

  6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.

  7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.

  8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu 9. Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.

  10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.

D. Prinsip-Prinsip Instruksional

  Setiap teknologi baru tampak kompleks atau merepotkan sehingga kalau tidak karena memahami manfaatnya orang enggan menggunakannya dan kembali menggunakan teknologi yang lama. Untuk membuat tutup botol kecap, misalnya, telah biasa digunakan orang pinggir meja atau paku yang tertancap pada tiang. Menggapa kita harus menggunakan alat khusus yang masih harus dipelajari cara menggunakannya? Bukankan mempelajari penggunaan alat itu memerlukan waktu? Apabila kita berpikir kemungkinan atau gagal pada percobaan pertama karena kita belum terampil menggunakannya. Alat baru yang telah kompleks itu akan mengguntungkan pemakai sedikitnya dalam tiga hal sebagai berikut : Pertama, peningkatan kualitas, karena bibir botol tidak ada atau sedikit kemungkinan pecah. Kedua, lebih aman, karena tidak ada atausedikit kemungkinan menimbulkan bahaya akibat tutup botol meleset dan mengenai mata kita, Ketiga, lebih efisien, karena lebih cepat berhasil.

  Bidang pekerjaan kecil seperti membuka tutup botol bila dilakukan terus menerus dan terulang kali tentu dapat dihitung nilai ekonomis dan psikologisnya.

  Bagaimana dengan penggunaan teknologi instruksional? Berapa nilai peningkatan kualitas instruksionol yang digunakan oleh seorang pengajar untuk sekian ribu mahasiswa yang diajarnya selama bertahun-tahun setelah ia memperbaiki system instruksionalnya memulai proses pengembangan instruksional? Bila ada yang dapat menghitungnya dengan cermatnya tentu nilainya akan lebih besar dari yang diperkirakan.

  Meningkatkan kualitas instruksional dengan menggunakan teknologi instruksional tidaklah sederhana, tetapi tidak perlu kompleks untuk dipelajari pengajar atau pengelola program pendidikan, manakala cukup keinginan untuk meningkatkan keprofesionalannya.

  Setiap teknologi dibangun atas dasar teori tertentu. Demikian pula dengan teknologi instruksional, dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan instruksional (instruksional). Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan instruksional dapat dikelompokkan menjadi dua belas macam (Filbeck, 1974). Berikut ini diuraikan secara singkat setiap prinsip tersebut dan diikuti dengan implikasinya dalam setiap instruksional. Prinsip dan implikasi ini kemudian diterapkan dalam proses pengembangan instruksional :

  Prinsip Pertama

  Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon tersebut. Bila respon itu berakibat menyenangkan, mahasiswa (learner) cenderung untuk mengulangi respon tersebut karena ingin memelihara akibat yang menyenangkan. Bila akibat respon itu kurang menyenangkan, mahasiswa cenderung mencari jalan yang dapat mengurangi rasa tidak menyenangkan tersebut dengan tidak cara menghindari respon yang sama atau melakukan perilaku (behavior) lain. Agar efektif, akibat dari suatu respon harus jelas terasa bagi mahasiswa, segera setelah itu membuat respon. Setelah akibat yang segera itu diberi beberapa kali secara berturut-turut, mahasiswa akan tetap memelihara respon tersebut walaupun kemudian akibat itu diberikan setiap lima kali. Sepuluh kali, bahkan lebih jarang lagi. adalah:

  1. Perlunya pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respon yang benar dari mahasiswa pada babak permulaan umpan balik yang menyenangkan tersebut harus sering kali diberikan. Tetapi tahap berikutnya dapat diberikan lebih jarang secara random.

  2. Mahasiswa harus aktif membuat respon. Bukan duduk diam dengarkan saja.

  Akibat yang menyenangkan atau yang kurang menyenangkan hanya diberikan bila mahasiswa aktif membuat respon.

  Dalam proses pengembangan instruksional, prinsip ini diterapkan dalam bentuk pemberian latihan (exercise) dan tes untuk dikerjakan mahasiswa serta pemberian umpan balik segera terhadap hasilnya.

  Prinsip Kedua

  Prilaku tidah hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang terdapat dalam lingkungan mahasiswa. Kondisi atau tanda-tanda tersebut berbentuk tulisan, gambar, komunikasi verbal, keteladanan guru atau prilaku 15irri15 mahasiswa.

  Tulisan dilarang merokok, gambar sebatang rokok yang diberi tanda silang merah, misalnya adalah kondisi yang diciptakan agar orang tidak merokok. Nasehat orang tua untuk mendorong anaknya bersembahyang atau kebiasaan keluarga untuk sembahyang bersama merupakan salah satu kondisi untuk menciptakan prilaku seluruh anggota keluarganya untuk taat kepada ajaran agama. Demikian pula kerjasama yang baik diantara mahasiswa dalam suatu kelompok belajar merupakan kondisi untuk menciptakan prilaku rajin belajar bagi setiap anggota kelompok belajar tersebut.

  Implikasi prinsip kedua ini pada teknologi instruksional adalah perlunya

  menyatakan tujuan instruksional secara jelas kepada mahasiswa sebelum pelajaran dimulai agar mahasiswa bersedia belajar lebih giat. Tujuan instruksional itu berisi pengetahuan, keterampilan, atau setiap prilaku yang dapat dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan pelajaran. Apabila mahasiswa melihat pentingnya sesuatu yang akan dikuasainya tersebut bagi hidupnya nanti menguasai pengetahuan keterampilan atau sikap yang tercantum dalam tujuan tersebut. Penjelasan tentang tujuan instruksional tersebut adalah kondisi untuk menciptakan prilaku belajar mahasiswa.

  Agar tujuan instruksional jelas bagi mahasiswa, maka perumusanannya menggunakan tekenik kata kerja yang operasioanal yaitu perilaku mahasiswaa yang tampak oleh mata dan dapat diukur.

  Disamping itu implikasi prinsip kedua ini pada teknologi intrusksional adalah penggunaan berbagai metode dan media agar dapat mendorong keaktifan mahasiswa dalam proses belajarnya. Penggunaan metode diskusi, simulasi dan bermain peran penggunaan media flim bingkai (slide), kaset studio, kondisi yang diciptikan untuk membuat belajar dengan aktif.

  Prinsip Ketiga

  Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya tidak diperkuat dengan pemberian akibat yang menyenangkan. Karena itu pengetahuan dan keterampilan baru yang telah dikuasai mahasiswa harus sering dimunculkan dan diberi akibat yang menyenangkan agar keterampilan baru itu selalu digunakan mahasiswa.

  Implikasi prinsip ketiga itu terhadap teknologi instruksional adalah

  pemberian isi pelajaran yang berguna pada mahasiswa di dunai agar ruangan kelas dan memberikan umpan balik terhadap dan penghargaan terhadap keberhasilan mahasiswa.

  Dalam proses pengembangan instruksional, penentuan apa yang akan diajarkan kepada mahasiswa didasarkan kepada hasil langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional sehingga yang dipelajari mahasiswa adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memang belum dikuasai tetapi dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Selanjutnya mahasiswa sering diberi latihan tes agar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang yang baru dikuasainya sering dimunculkan pula. Bila mahasiswa dapat melakukan latihan dan mampu mencapai hasil tes dengan baik, maka guru harus memberikan umpan balik yang berupa pemberian nilai, pujian Dengan demikian mahasiswa akan selalu berusaha melakukan hal yang sama manakala ia menghadapi latihan, tes atau masalah yang sama. Umpan balik atau hasil belajar mahasiswa dan penghargaan atas kemajuannya akan mempercepat tercapainya tujuan belajar mahasiswa.

  Prinsip Keempat

  Belajar yang berbentuk respon terhadap bentuk-bentuk yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.

  Implikasi prinsip keempat kepada teknologi instruksional adalah

  pemberian kegiatan belajar kepada mahasiswa yang melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi dunia nyata, yaitu lingkungan hidup mahasiswa. Disamping itu, penyajian isi pelajaran tersebut perlu menggunakan berbagai alat simulasi, gambar, diagram, flim, kaset audio, model dramatisasi, serta berbagai metode dan media instruksional yang lain. Dengan memberikan gambaran variasi penerapan isi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari, mahasiswa dapat diharapkan mampu mentransfer pengetahuan, keterampilan, atau sikap dicapainya dalam memecahkan masalah hidup yang juga pernah dengan variasi.

  Prinsip Kelima

  Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti memecahkan masalah. Karena itu, dalam pengembangan instruksional perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif, melainkan juga yang negatif. Uraian materi pelajaran perlu diperjelas dengan contoh yang positif. Untuk itu menjelaskan perilaku yang baik menurut norma yang berlaku, guru harus pula memberikan contoh-contoh yang bertentangan dengan norma tersebut. Untuk menjelaskan bilangan genap misalnya, guru perlu memberikan contoh bilangan genap dan contoh bilangan ganjil. Agar murid tahu benar apa yang disebut benda konkret, guru harus pula menjelaskan apa benda yang tidak termasuk benda konkret atau abstrak.

  Status mental mahasiswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan mahasiswa selama proses belajar.

  Implikasi prinsip keenam ini dalam teknologi instruksional adalah

  pentingnya menarik perhatian mahasiswa untuk mempelajari isi pelajaran. Dosen harus melakukan langkah pertama dalam proses instruksional, yaitu menunjukkan kepada mahasiswa hal-hal sebagai berikut :

  1. Apa yang dikuasai mahasiswa setelah selesai proses belajar ini. Ini harus dosen menjelaskan tujuan instruksional kepada mahasiswa

  2. Bagaimana mahasiswa menggunakan apa yang dikuasainya dalam kehidupan sehari-hari

  3. Bagaimana sesuatu yang dikuasainya itu dapat melengkapi, menambah atau berintergrasi dengan apa yang telah dikuasai sebelumnya. Penjelasan ini penting artinya karena mahasiswa akan belajar lebih cepat dan mudah bila ia dapat mengintergrasikan sesuatu yang baru dipelajarinya dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki sebelumnya

  4. Bagaimana prosedur yang harus diikuti atau kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa agar ia mencapai tujuan instruksional

  5. Bagaimana cara penilaian yang akan diberikan kepada mahasiswa dalam pelajaran tersebut atau apa keuntungan mahasiswa bila ia mencapai tujuan instruksional tersebut

  Dalam proses pengembangan instruksional, dirumuskan strategi instruksional yang di dalamnya terdapat bagian pendahuluan sebelum menginjak ke bagian penyajian atau presentasi. Pada bagian pendahuluan tersebut terdapat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pengajar untuk mempersiapkan mental mahasiswa sebelum mempelajari materi pelajaran yang menjadi inti kegiatan instruksional.

  Kelima hal di atas merupakan pokok-pokok penjelasan yang harus dirumuskan pengembang instruksional pada bagian pendahuluan.

  Prinsip Ketujuh

  disertai umpan balik untuk penyelesaian setiap langkah akan membantu sebagaian besar mahasiswa.

  Implikasi dalam instruksional adalah :

  1. Penggunaan buku teks terpogram (programed texts atau programmed instructions)

  2. Pengajar harus menganalisis pengalaman belajar mahasiswa menjadi kegiatan-kegiatan, kecil dan setiap kegiatan kecil tersebut disertai latihan dan umpan balik terhadap hasilnya

  Dari sinilah munculnya ide pemecahan materi pelajaran menjadi modul- modul. Materi pelajaran yang luas dan kompleks, yang akan diajarkan kepada mahasiswa selama satu semester, atau satu periode tertentu dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian itu merupakan bagian tersendiri, karena isinya telah utuh dan bulat. Ia disebut modul instruksional atau modul. Dengan demikian, mahasiswa dapat mempelajari materi pelajaran tersebut secara bertahap, sedikit demi sedikit .

  Prinsip Kedelapan

  Kebutuhan memecah materi belajar yang kompleks menjadi kegiatan- kegiatan kecil yang dapat dikurangi bila materi belajar yang kompleks itu dapat diujudkan dalam suatu model.

  Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah penggunaan media dan

  metode instruksional yang dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada mahasiswa seperti, model, realita, film, program video, drama, demonstrasi.

  Dalam proses pengembangan instruksional isi pelajaran dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Setiap bagian itu tidak perlu sama besarnya antara satu dengan yang lain. Bagian yang mengandung isi pelajaran yang kompleks dapat lebih kecil dari pada yang lain yang perlu didukung dengan penggunaan model, media lain, dan berbagai metode instruksional.

  Untuk mengajarkan sopan santun yang diterima oleh masyarakat sekitar atau mengajarkan watak Pancasilais tidak cukup atau mungkin tidak dapat dengan Pancasilais. Pengembangan instruksional perlu menggunakan film, metode simulasi atau bermain peran yang dapat menggambarkan konsep sopan santun atau watak Pancasila tersebut.

  Prinsip Kesembilan

  Keterampilan tingkat tinggi seperti keterampilan memecahan masalah adalah perilaku kompleks yang terbentuk dari komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana.

  Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah :

  1. Tujuan instruksional umum harus dirumuskan adalah bentuk hasil belajar yang operasional agar dapat dianalisis menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus

  2. Demonstrasi atau model yang digunakan harus didesain sejalan dengan hasil analisis tersebut di atas agar dapat menggambarkan secara jelas komponen- komponen yang termasuk dalam perilaku yang kompleks tersebut

  Dalam pengembangan instruksional digunakan analisis instruksional untuk memecah perilaku yang dapat dalam TIU menjadi perilaku yang lebih khusus. Tanpa pemecahan perilaku yang kompleks menjadi perilaku yang lebih sederhana itu, kegiatan instruksional tidak dapat dilakukan secara sistematik atau bertahap atau berurutan.

  Prinsip Kesepuluh

  Belajar cenderung menjadi cepat dan efisien serta menyenangkan bila mahsiswa diberi informasi bahwa ia menjadi lebih mampu dalam keterampilan memecahkan masalah. Orang cenderung harus belajar lebih cepat bila diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan bagaimana cara meningkatkannya lebih baik.

  Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah :

  1. Urutan pelajaran harus dimulai dari yang sederhana dan secara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks agar keberhasilan mahasiswa dalam menguasai pelajaran yang akan datang (yang lebih kompleks).

  2. Kemajuan mahasiswa dalam menyelesaikan pelajaran harus diinformasikan kepadanya agar keyakinan kepada kemampuan dirinya lebih besar untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks pada waktu yang akan datang

  Dalam proses pengembangan instruksional terdapat tes formatif dan umpan balik atas hasilnya pada akhir setiap bagian pelajaran. Selanjutnya, mahasiswa diberi petunjuk pula untuk melakukan kegiatan lanjutan atas dasar hasil tes formatif yang diperolehnya. Tes formatif, umpan balik, dan tindak lanjut ini merupakan kunci utama untuk membangkitkan dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar lebih giat. Karena itu, pengembang instruksional harus mengembangkan kegiatan komponen tersebut pada akhir setiap bagian pelajaran, kewajiban untuk mengontrol pelaksanaan pendidikan mempunyai kewajiban untuk mengontrol pelaksanaan ketiga komponen tersebut oleh mahasiswa. Suatu sistem instruksional yang tidak disertai pelaksanaan ketiga komponen tersebut oleh mahasiswa akan cenderung membuat proses belajar lebih lambat, tidak efisien dan tidak menyenangkan bahkan dapat mengakibatkan frustasi pada mahasiswa.

  Prinsip Kesebelas

  Perkembangan dan kecepatan belajar mahasiswa bervariasi, ada yang maju dengan cepat, ada yang lebih lambat. Di samping itu, perkembangan dan kecepatan belajar seseorang mahasiswa tidak stabil dari suatu hari ke hari yang lain dan tidak sama dari suatu mata pelajaran ke mata pelajaran yang lain. Variasi dalam kecapatan belajar itu tidak selalu dapat diramalkan. Hasil tes intelegensi, gaya kognitif, dan minat atau sikap untuk belajar untuk belajar tidak mempunyai hubungan yang lebih berarti terhadap variasi tersebut.

  Implikasi prinsip ini terhadap teknologi instruksional adalah :

  1. Pentingnya penguasaan mahasiswa dalam materi pelajaran prasyarat sebelum mempelajari materi pelajaran selanjutnya. Penggunaan cara belajar tuntas (mastery learning) sangat penting bagi materi pelajaran terutama yang tersusun secara hirakikal pengembangan instruksional, penguasaan mahasiswa terhadap pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang menjadi prasyarat harus mencapai tingkat 80% atau lebih mendalam meneruskan ke bagian selanjutnya.

  Bagi yang mengembangkan bahan belajar mandiri, bahan tersebut harus didesain sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat maju menurut kecapatan masing-masing. Bahan tersebut harus lengkap memuat isi pelajaran yang dipelajari mahasiswa tanpa mengacu kepada bahan pelajar yang lain tidak diketahui secara pasti bahwa dimiliki mahasiswa. Di samping itu, bahan tersebut harus dilengkapi dengan tes formatif dan kuncinya serta petunjuk tentang tidak lanjut yang harus dilakukan mahasiswa setelah mengalami hasil tes formatinya.

  Bagi para dosen yang biasa mengajar di dalam kelas biasa, perlu selalu diingat bahwa perbedaan kecepatan mahasiswa menuntut bersama dapat mengikuti pelajaran yang diberikannya. Perbedaan-perbedaan tersebut mungkin berupa bimbingan dalam kelas, pemberian tugas, dan penggunaan metode instruksional yang cepat, yang dapat membantu mahasiswa yang lambat, tetapi tidak merugikan mahasiswa yang cepat.

  Prinsip Kedua belas

  Dengan persiapan, mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang besar.

  Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah pemberian

  kemungkinan bagi mahasiswa untuk memilih waktu, cara dan sumber-sumber lain, disamping itu yang telah ditetapkan dalam sistem instruksional agar dapat membuat dirinya mencapai tujuan instruksional.

  Dalam proses pengembangan instruksional dilakukan penyusunan panduan mahasiswa yang berisi petunjuk tentang tugas-tugas yang diharapkan dilakukan mahasiswa selama terutama yang telah matang, diharapkan dapat menyusun persiapan dan melakukan kegiatan sendiri yang mengarah kepada penyelesaian tugas tersebut tanpa menunggu mahasiswa yang lain tanpa harus tergantung sepenuhnya kepada kegiatan instruksional yang dipimpin oleh dosen di dalam

  Melihat kedua belas prinsip yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa penerapan desain instruksional merupakan pekerjaan yang tidak sederhana tapi kompleks. Namun pekerjaan yang kompleks itu harus dilakukan dengan seksama bila kita mengharapkan terjadinya kegiatan instruksional yang efektif dan efisien.

  Dalam waktu dua puluh tahun terakhir ini teknologi instruksional telah berkembang dengan pesat dengan menggambil empat ciri utama yaitu :

  1. Menerapkan pendekatan sistem

  2. Menggunakan metode belajar seluas mungkin

  3. Bertujuan meningkatkan kualitas belajar manusia

  4. Berorientasi kepada kegiatan instruksional individual Fokus dari teknologi instruksional bukan pada proses psikologis bagaimana mahasiswa belajar, melainkan pada proses bagaimana teknologi perangkat lunak ciri khas digunakan mengkomunikasikan pengetahuan, keterampilan, atau sikap kepada mahasiswa sehingga mengalami perubahan perilaku seperti yang diharapkan.

  Dengan empat ciri utama tersebut teknologi instruksional semakin memperluas dan mempertajam kemampuannya dalam memecahkan masalah belajar.

E. Prosedur Penyusunan Disain Instruksional

e. 1. Komponen Pengembangan

  Komponen pengembangan terdiri dari 8 komponen yaitu: Need analysis, Adoption, Design, Production, Prototyping, Installation, Operation, dan Evaluation.

1. Analisis kebutuhan (Need analysis)

  Proses menetapkan validitas dari kebutuhan-kebutuhan dan tujuan- tujuan untuk keberadaan atau instruksi yang diusulkan, dan menentukan prioritas-prioritas dari semuanya. Terdapat tujuh tahap untuk menentukan analisis kebutuhan, yaitu: permasalahan-permasalahan atau ketidakcocokan dalam suatu target proses atau produk sistem instruksional.

  b) Validasi/mengesahkan masalah: menentukan apakah masalah-masalah yang diedentifikasi adalah masalah yang ril atau hanya merupakan gejala dari sebuah permasalahan.

  c) Merumuskan kebutuhan: menterjemahkan permasalahan kedalam statemen kebutuhan d) Merumuskan tujuan: menterjemahkan kebutuhan kedalam statemen tujuan e) Menyelaraskan tujuan yang sekatrang dengan tujuan yang baru: mengkombinasikan tujuan-tujuan yang baru dengan suatu program tujuan saat ini dalam suatu daftar.

  f) Validasi tujuan-tujuan yang diselaraskan tadi

  g) Memprioritaskan tujuan: sudahkah individu atau kelompok sesuai urutan tujuan ditetapkan dalam hal arti penting mereka.

  Hasil dari bebeapa model analisis kebutuhan yaitu suatu set tujuan- tujuan yang diprioritaskan atau mungkin lebih baik jika disebut ”goal analysis” atau ”goal setting”.

2. Adopsi (Adoption)

  Proses menetapkan dukungan dari suatu inovasi oleh para pembuat keputusan, penentu kebijakan, dan hal-hal lain yang dipengaruhi serta memperoleh komitmen sumber daya. Proses adopsi meliputi:

  a) Membantu klien-klien dan/atau sistem klien di dalam ”unfreezing” (proses dari klien-klien yang diseleksi, menjadi sadar akan permasalahan dan menjadi berkeinginan mempertimbangkan solusi-solusi potensial) b) Membantu klien-klien dalam ”appraising” diusulkan perubahan (proses dari klien menaksir ketepatan dari satu solusi, atau dari perubahan, untuk masalah intruksional mereka, dan membandingkan hal itu untuk solusi- solusi potensial yang lain). perubahan dari klien atau beberapa subset dari mereka, di dalam sistem mereka).

  d) Membantu klien-klien dalam membuat keputusan ”accept/reject” (proses dari klien untuk membuat keputusan lanjut atau tidak tentang suatu inovasi, berdasarkan data percobaan tersebut).

  e) Membantu dalam ”refreezing” pada sistem klien (proses tentang kestabilan sistem target sampai klien-klien dengan sukses mengintegrasikan perubahan atau perubahan-perubahan)

3. Disain (design)

  Proses menentukan dan menetapkan tujuan, strategi, teknik-teknik, dan media untuk memenuhi tujuan instruksional. Langkah-langkah disain instruksional sebagai berikut:

  a) Mengumpulkan data target audiens (untuk menentukan karakteristik, sehingga instruksi tersebut dapat dikhususkan pada audien yang spesifik).

  b) Memperoleh sasaran pelaksanaan dari tujuan yang ditetapkan (untuk menyediakan bimbingan yang tepat di dalam memilih dan mengatur elemen-elemen yang terdapat dalam disain pembelajran).

  c) Kategorisasi tujuan pelaksanaan, dan menuliskan beberapa tujuan/sasaran tambahan (untuk memastikan bahwa semua domain yang diinginkan dan tingkat sasaran tujuan tergambarkan dalam disain seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor, serta level masing-masing).

  d) Mendapatkan persetujuan ketepatan dari tujuan pelaksanaan (sebagian untuk mendapatkan dukungan untuk instuksi yang diusulkan, tetapi juga memperoleh keuntungan pengetahuan relatif klien bagi tujuan dan isi dari instruksi tersebut). e) Menetapkan hirarki tingkah laku dari tujuan pelaksnaan (untuk memastikan bahwa pembelajaran prerekuisit ditempatkan sebelum pembelajaran berikutnya.

  f) Menulis butir-butir (item) tes dari masing-masing tujuan pelaksanaan isi, stategi, atau media).

  g) Melengkapi analisis tugas (task analysis), yang dibantu oleh satu set tujuan pelaksanaan (hal ini selanjutnya tujuan di ” break down” ke dalam hal-hal yang spesifik yang dilakukan oleh seorang pemelajar untuk menunjukan kompetensi).