Rancangan model penilaian produk unggula

R ancangan Model Penilaian Produk Unggulan Usaha Mikro, K ecil,
dan Menengah

1,2

Hendang Setyo Rukmi 1, Fadhilah Ramadhan2
J urusan T eknik Industri, Institut T eknologi Nasional Bandung
E-mail: hendang@itenas.ac.id

A BST R AK
Peran penting dan strategis UMKM dalam perekonomian nasional menjadi dasar perlunya
penguatan UMKM di Indonesia. Salah satu program penguatan UMK M yang telah dicanangkan
adalah One Product One Village (OPOV). Melalui program OPOV akan dipilih dan dikembangkan
produk unggulan yang unik dan khas di daerah untuk menjadi produk kelas global. Karena jumlah
UMK M cukup banyak, perlu dilakukan skala prioritas. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
memilih dan mengembangkan produk unggulan daerah, namun kriteria yang digunakan beragam.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang model penilaian produk unggulan UMKM berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 dan penelitian
sebelumnya. Tahapan yang dilakukan adalah 1) penetapan kriteria/sub kriteria penilaian, 2)
penetapan indikator penilaian, dan 3) penetapan skala penilaian. Model penilaian yang dirancang
terdiri dari 12 kriteria dan 21 subkriteria dengan skala penilaian mayoritas 4 level. Penilaian produk

unggulan UMK M dilakukan dengan menjumlahkan seluruh nilai skala setiap subkriteria.
Kata Kunci : produk unggulan UMKM, kriteria produk unggulan, indikator penilaian, skala penilaian

1. Pendahuluan
Usaha Mikro, K ecil, dan Menengah (UMK M) memiliki peranan yang sangat vital dan strategis di
dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, baik di negara-negara berkembang seperti Indonesia
maupun di negara-negara maju. Di Indonesia, selain berperan dalam pertumbuhan pembangunan dan
ekonomi, UMK M berperan dalam mengatasi masalah pengangguran. T umbuhnya usaha mikro
menjadikannya sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan.
A danya peran penting dan strategis UMK M dalam perekonomian nasional menjadi dasar perlunya
penguatan UMK M di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah pusat membuat berbagai kebijakan dan
program pemberdayaan UMK M agar tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang sehat, tangguh,
dan mampu berdaya saing menghadapi persaingan bebas. Salah satu program pemerintah pusat yang
telah dicanangkan adalah One Product One Village (OPOV ), yaitu suatu pendekatan pengembangan
potensi daerah di satu wilayah, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk
menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global, namun tetap memiliki ciri khas keunikan
karakteristik dari daerah tersebut (Triharini, dkk., 2014). Melalui program OPOV akan dipilih dan
dikembangkan produk unggulan yang unik dan khas di daerah tersebut untuk menjadi produk kelas
global. Pengembangan produk unggulan daerah yang dilakukan melalui pendekatan OPOV tersebut
menjadi salah satu agenda penting menghadapi pasar bebas A sia Tenggara (industri.bisnis.com,

2013). Persaingan era global sangat ditentukan keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk.
Bahkan, ini bisa disebut dengan keunggulan kompetitif. Di sisi lain, potensi keunggulan komparatif
sudah tidak menjamin secara kontinyu atas persaingan global.
Pengembangan produk unggulan daerah tidaklah mudah. Menurut data Biro Pusat Statistik (2014),
jumlah UMK M di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku

T eknik Industri |60

usaha nasional. UMK M tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di Jawa Barat saja, pada 2014
ada 201.997 UMK M yang tersebar di berbagai kota/kabupaten (Fatiman, 2016). Oleh karena itu
pemerintah daerah harus mampu memetakan UMK M untuk menentukan skala prioritas
pengembangannya.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu pemerintah daerah dalam memilih produk
unggulan daerah yang akan dikembangkan. Soetarto dan Mabruroh (2011) meneliti produk unggulan
di K abupaten Sukoharjo, J awa T engah. Herdiansyah, dkk. (2013) meneliti produk unggulan di
K abupaten K olaka-Sulawesi T enggara. Rukmi (2014) meneliti produk unggulan di K abupaten
Bandung Barat. Sandriana, dkk. (2015) meneliti produk unggulan di K ota Malang. Bijaksana, dkk.
(2016) meneliti produk unggulan daerah sektor industri pangan di K abupaten Majalengka.
Permasalahannya penelitian-penelitian tersebut menggunakan kriteria beragam dan belum mengacu
kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri RI) Nomor 9 Tahun 2014.

Sebagai bagian dari pemerintah pusat, tentunya pemerintah daerah harus berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam menilai produk unggulan UMK M. Oleh karena itu kriteria
produk unggulan UMK M harus mengacu kepada Permendagri RI Nomor 9 T ahun 2014.
Pemilihan dan pengembangan produk unggulan daerah penting untuk dilakukan karena erat kaitannya
dengan penerapan otonomi daerah dan relevansinya dengan penyerapan basis ekonomi lokal untuk
bisa memacu Pendapatan A sli Daerah serta penyerapan tenaga. Tidak adanya penilaian standar
mendorong dilakukannya penelitian terkait perancangan model penilaian produk unggulan UMK M
yang mengacu pada Permendagri RI Nomor 9 Tahun 2014.

2. Metodologi Penelitian
T ahapan dalam perancangan model penilaian produk ungguan UMK M ini adalah sebagai berikut :
a. Penetapan kriteria/sub kriteria penilaian,
K riteria/sub kriteria produk unggulan akan dikaji berdasarkan Permendagri RI Nomor 9 Tahun
2014 serta penelitian Soetarto dan Mabruroh (2011), Herdiansyah, dkk. (2013), Rukmi (2014),
Sandriana, dkk. (2015), dan Bijaksana, dkk. (2016). K ajian terhadap kriteria-kriteria yang telah
digunakan dalam penelitian sebelumnya dilakukan untuk melihat keluasan dan kelengkapan
kriteria/sub kriteria produk unggulan yang tercakup dalam Permendagri RI Nomor 9 T ahun 2014.
b. Penetapan indikator penilaian
Indikator penilaian merupakan definisi operasional setiap kriteria/subkriteria. Indikator penilaian
diperlukan untuk menentukan ukuran-ukuran yang akan digunakan di setiap kriteria/subkriteria.

c. Penetapan skala penilaian.
Skala penilaian merupakan tingkatan kondisi UMK M untuk setiap kriteria/subkriteria. Setiap
skala penilaian akan didefinisikan guna menghindari subyektivitas dalam penilaian.

3. Hasil dan Pembahasan
K riteria yang digunakan pada penelitian Soetarto dan Mabruroh (2011), Herdiansyah, dkk. (2013),
Sandriana, dkk. (2015), dan Bijaksana, dkk. (2016) telah tercakup dalam kriteria Permendagri RI
Nomor 9 T ahun 2014. T erdapat beberapa kriteria di dalam Permendagri RI Nomor 9 T ahun 2014 yang
tidak tercantum dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tersebut.
Rancangan model penelitian terdiri dari 12 kriteria dan 21 sub kriteria. K riteria/subkriterianya adalah:
a. K riteria penyerapan tenaga kerja.
a.1. Sub kriteria kesesuaian tingkat kompetensi T K yang dibutuhkan dengan yang dimiliki.

T eknik Industri |61

Indikator penilaian : % jumlah T K yang memiliki pendidikan, keahlian, dan kreativitas
sesuai dengan kebutuhan.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika ketiga aspek (pendidikan, keahlian, dan kreativitas) tidak sesuai.
Nilai 2 J ika dua dari tiga aspek (pendidikan, keahlian, dan kreativitas) tidak sesuai.

Nilai 3 J ika satu dari tiga aspek(pendidikan, keahlian, dan kreativitas) tidak sesuai.
Nilai 4 J ika seluruh aspek (pendidikan, keahlian, dan kreativitas) sesuai.
a.2. Sub kriteria tingkat penyerapan tenaga kerja lokal.
Indikator penilaian : persentase penggunaan tenaga kerja lokal.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika penggunaan tenaga kerja lokal 1.
b.2. Sub kriteria dampak perkembangan produk terhadap perkembangan komoditas lain.
Indikator penilaian : jumlah komoditas basis yang menjadi bahan baku produk
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika perkembangan produk hanya berdampak pada perkembangan satu komoditas
dan komoditas tersebut bukan komoditas unggulan daerah.
Nilai 2 J ika perkembangan produk berdampak pada perkembangan dua atau lebih
komoditas dan komoditas tersebut bukan komoditas unggulan daerah.
Nilai 3 J ika perkembangan produk berdampak pada perkembangan dua atau lebih
komoditas dan salah satu komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah.
Nilai 4 J ika perkembangan produk berdampak pada perkembangan dua atau lebih
komoditas dan seluruh komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah.
b.3. Sub kriteria keuntungan ekonomi bagi pemangku kepentingan dan daerah.
Indikator penilaian : nilai produksi rata-rata, jumlah IMK M yang tidak kontinyu
produksinya, dan jumlah IMK M yang belum maksimal kapasitasnya.

Skala penilaian :
Nilai 1 J ika nilai produksi rata-rata di bawah 4,8 M, ada IMK M yang produksinya tidak
kontinyu, dan seluruh kapasitas produksi IMK M sudah maksimum.
Nilai 2 J ika 2 dari 3 aspek (nilai produksi rata-rata < 4,8 M, ada IMK M yang produksinya
tidak kontinyu, dan seluruh kapasitas produksi IMK M sudah maksimum) terpenuhi.

T eknik Industri |62

Nilai 3 J ika 1 dari 3 aspek (nilai produksi rata-rata < 4,8 M, ada IMK M yang produksinya
tidak kontinyu, dan seluruh IMK M kapasitas produksinya sudah maksimum) terpenuhi.
Nilai 4 J ika nilai produksi rataK M produksinya kontinyu, dan
seluruh IMK M kapasitas produksinya belum maksimum.
c. K riteria sektor basis ekonomi daerah.
c.1. Sub kriteria potensi produk menjadi sektor basis ekonomi daerah.
Indikator penilaian : keunggulan produk dibandingkan pesaing, dan % penjualan ke luar.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika satu atau dua aspek (tidak ada keunggulan produk dibandingkan dengan
pesaing dan produk dipasarkan sebagian besar lokal di wilayah kecamatan) terpenuhi.
Nilai 2 J ika produk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaing di luar wilayah
kecamatan dalam satu kabupaten dan sebagian besar produk (minimal 70%) dipasarkan ke

luar kecamatan tetapi dalam satu kabupaten.
Nilai 3 J ika produk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaing di luar wilayah
provinsi dan sebagian besar produk (minimal 70%) dipasarkan ke luar provinsi.
Nilai 4 J ika produk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaing di luar wilayah
provinsi dan sebagian besar produk (minimal 70%) dipasarkan ke luar provinsi.
Nilai 5 Jika produk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaing di luar negeri dan
sebagian besar produk (minimal 70%) dipasarkan ke luar negeri.
d. K riteria tingkat pemanfaatan bahan baku yang dapat diperbaharui.
d.1. Sub kriteria tingkat kemanfaatan produk bagi konsumen.
Indikator penilaian : % jenis bahan baku yang dapat diperbaharui.
Skala penilaian :

e.

Nilai
Nilai 4 J ika seluruh bahan baku dapat diperbaharui
d.2. Sub kriteria tingkat pencemaran serta cara penanggulangannya.
Indikator penilaian : jenis limbah yang dihasilkan dan penanggulangannya.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika menghasilkan limbah B3 yang membutuhkan penanganan khusus.

Nilai 2 J ika limbah yang dihasilkan kategori tidak berbahaya (limbah organik/anorganik)
yang tidak dapat dimanfaatkan serta membutuhkan penanganan khusus.
Nilai 3 J ika limbah yang dihasilkan kategori tidak berbahaya (limbah organik/anorganik)
yang tidak dapat dimanfaatkan namun penanganannya mudah.
Nilai 4 J ika limbah yang dihasilkan kategori tidak berbahaya (limbah organik/anorganik)
yang masih dapat dimanfaatkan.
K riteria sosial budaya.
e.1. Sub kriteria tingkat kekhasan daerah (penggunaan talenta masyarakat/lembaga yang
bercirikan kondisi sosial budaya lokal).
Indikator penilaian : kekhasan produk dibandingkan pesaing luar wilayah.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika tidak ada keunikan produk.
Nilai 2 J ika produk hanya memiliki sedikit keunikan dibandingkan produk pesaing dan
keunikan tersebut tidak memiliki ciri khas daerah.
Nilai 3 J ika produk sangat unik dibandingkan pesaing, namun keunikan tersebut tidak
memiliki ciri khas daerah.
Nilai 4 J ika produk sangat unik dan memiliki ciri khas daerah yang sangat kental.

T eknik Industri |63


f.

K riteria ketersediaan pasar.
f.1. Sub kriteria tingkat kemanfaatan produk bagi konsumen.
Indikator penilaian : % permintaan terhadap produksi yang tidak dapat dipenuhi.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika

Nilai 4 Jika persentase volume atau nilai permintaan terhadap volume atau nilai produksi
yang tidak dapat dipenuhi > 0%.
f.2. Sub kriteria jangkauan pemasaran.
Indikator penilaian : wilayah pemasaran produk.
Skala penilaian :
Nilai 1 J ika pemasaran masih skala kecamatan.
Nilai 2 J ika pemasaran masih skala kabupaten .
Nilai 3 J ika pemasaran sudah skala provinsi.
Nilai 4 J ika pemasaran sudah skala nasional.
Nilai 5 J ika sudah melakukan ekspor.
f.3. Sub kriteria potensi pasar di masa mendatang (trend preferensi konsumen).
Indikator penilaian : trend volume atau nilai penjualan.

Skala penilaian :
Nilai 1 J ika trend volume atau nilai penjualan menurun atau fluktuatif cukup besar.
Nilai 2 J ika trend volume atau nilai penjualan tetap atau fluktuatif relatif kecil.
Nilai 3 J ika trend volume atau nilai penjualan meningkat. tetapi 5% .
Nilai 4 J ika trend volume atau nilai penjualan meningkat secara signifikan (>5%) .
g. K riteria bahan baku.
g.1. Sub kriteria tingkat penggunaan bahan baku lokal.
Indikator penilaian : % penggunaan bahan baku lokal.
Skala penilaian :

Nilai 4 J ika bahan baku yang digunakan 100% lokal
g.2. Sub kriteria tingkat ketersediaan bahan baku.
Indikator penilaian : % permintaan bahan baku yang tidak bisa dipenuhi oleh supplier
karena ketiadaan bahan baku.
Skala penilaian :
bahan baku yang bisa dipenuhi supplier