Makalah Sosiologi Ekonomi Konsumsi. dcox

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan penyertaanNya
sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah Sosiologi Ekonomi yang berjudul “ Konsumsi
” tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi bagi masyarakat yang ingin menjalankan usaha maka
harus memiliki suatu hubungan antara Ilmu sosiologi dengan Perilaku Konsumsi di
masyarakat. Atau yang lebih khususnya membahas tentang bentuk bentuk badan usaha yang
terdapat di Indonesia. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini kami sampaikan dan tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan Konsumsi
2.2 Faktor Yang Memengaruhi Konsumsi
2.3 Pandangan Para Ahli Sosiologi Tentang Konsumsi
2.4 Fokus Kajian Sosiologi tentang Konsumsi
2.5 Budaya dan Konsumsi Pada Masyarakat Pra kapitalis
2.6 Budaya dan Konsumsi Pada Masyarakat Kapitalis
2.7 Budaya Konsumen
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Konsumsi dalam pandangan sosiologi sebagai masalah selera, identitas, atau gaya hidup
maksudnya terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Sosiolog memandang dari segi selera
sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik dari barang

(maksudnya jika di lihat orang menjadi menarik dan modis), dan tergantung dari persepsi
tentang selera orang lain.
Konsumsi adalah kegiatan atau tindakan mempergunakan komoditas barang atau jasa untuk
memenuhi keinginan, dengan cara atau sikap yang umum, yang dipengaruhi oleh struktur dan
pranata sosial di sekitarnya. Skemanya adalah :
Struktur dan Pola cara dan sikap à Pranata Sosial dalam kegiatan konsumsi.
Kegiatan konsumsi adalah tindakan atau kegiatan mempergunakan barang/jasa, di mana
tindakan itu didasarkan pada makna subjektif, rasionalitas, emosi dan motif tertentu dari
individu agar di mengerti dan dipahami oleh orang lain.
Weber ([1922 1978)] berpendapat bahwa selera merupakan pengikat kelompok dalam
(ingroup). Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik.
Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli sumber
budaya, sehingga akan meningkatkan prestis dan solidaritas kelompok dalam.
Sedangkan Veblen ([1899] 1973) memandang selera sebagai senjata dalam berkompetisi.
Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika dalam
masyarakat tradisional, keperkasaan seseorang sangat dihargai; sedangkan dalam masyarakat
modern, penghargaan diletakkan atas dasar selera
dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan refleksi dari kepemilikan. Dalam masyarakat
perkotaan, anggota kelas tertentu mempunyai kemampuan untuk mengonsumsi barangbarang tertentu yang dilekatkan pada gaya hidup dari kelompok status tertentu.
Sosiologi konsumsi dapat didefinisikan :

1. Suatu kajian yang mempelajari hubungan antara masyarakat yang didalamnya terjadi
interaksi sosial dengan konsumsi.
2. Pendekatan sosiologis yang diterapkan pada fenomena konsumsi.
Sosiologi konsumsi sebagai kajian dapat dilihat bagimana masyarakat mempengaruhi
konsumsi dan bagaimana konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas
eksternal akan menunutun individu dalam menentukan apa yang boleh dikonsumsi,
bagaimana cara mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi.

Sebagai pendekatan sosiologi terdiri dari konsep, variabel, teori dan metode yang digunakan
sosiologi untuk memahami kenyataan sosial. Konsep sosiologis merupakan konsep yang di
gunakan untuk menunjukan sesuatu dalam konteks akademik. Variabel merupakn konsep
yang memiliki variasi nilai sedangkan teori merupakan abstraksi dari kenyataan yang
menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas Maka pertanyaan makalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Dari Konsumsi ?
2. Penggolongan Konsumsi dalam ?
3. Faktor faktor dari Konsumsi ?
4. Pandangan Para Ahli Sosiologi Tentang Konsumsi ?
5. Fenomena Konsumsi ?

6. Konsumsi Masyarakat Pra kapitalis dengan Kapitalis ?
7. Karakteristik dari Budaya Konsumen ?
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui Pengertian Dari Konsumsi
2. Untuk mengetahui Penggolongan Konsumsi
3. Untuk mengetahui Faktor faktor dari Konsumsi
4. Untuk mengetahui Pandangan Para Ahli Sosiologi Tentang Konsumsi
5. Untuk mengetahui Fenomena Konsumsi
6. Untuk mengetahui Konsumsi Masyarakat Pra kapitalis dengan Kapitalis
7. Untuk mengetahui Karakteristik dari Budaya Konsumen

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Konsumsi

Adapun konsumsi dapat digolongkan dalam 2 bagian, yaitu :
1. Konsumsi langsung dan konsumsi tak langsung. Konsumsi langsung merupakan
pengkonsumsian barang yang langsung dilakukan oleh penggguna barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhannya. Contohnya, makanan, minuman, dan pakaian yang langsung
dipakai oleh pengguna.
2. Konsumsi tak langsung merupakan pemakaian benda konsumsi berupa barang dan jasa
yang tidak secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna barang.
Contohnya, pembelian bahan baku pabrik yang akan diproses lebih lanjut untuk keperluan
penciptaan barang. Pembelian bahan baku dapat dikategorikan sebagai tindakan konsumsi,
tetapi bukan merupakan konsumsi langsung.

2.2 Faktor Yang Memengaruhi Konsumsi
Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga :
a. Faktor-faktor ekonomi
b. Faktor-faktor Non-Ekonomi
A. Faktor Faktor Ekonomi
·

Tingkat Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu balas jasa dari seseorang atas tenaga atau pikiran yang telah
disumbangkan, biasanya berupa upah atau gaji. Makin tinggi pendapatan seseorang makin
tinggi pula daya belinya dan semakin beraneka ragam kebutuhan yang harus dipenuhi, dan

sebaliknya.
· Tingkat Kebutuhan
Kebutuhan setiap orang berbbeda-beda. Seseorang yang tinggal di kota daya belinya akan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tinggal di desa.
· Jumlah Barang-barang Konsumsi Tahan Lama Dalam Masyarakat
Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah barang-barang konsumsi
tahan lama (consumers durables). Pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi bisa bersifat
positif (menambah) dan negatif (mengurangi). Barang-barang tahan lama biasnya harganya
mahal, yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk menabung. Apabila membelinya
secara tunai, maka sebelum membeli harus banyak menabung.
· Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang
memiliki kelebihan uang maupun yang kekurangan uang. Dengan tingkat bunga yang tinggi,
maka biaya ekonomi dari konsumsi akan semakin mahal. Bagi mereka yang ingin

mengkonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari bank atau
menggunakan fasilitas kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik
mengurangi konsumsi. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan menyimpan uang di bank
terasa lebih menguntungkan ketimbang dihabiskan untuk dikonsumsi. Jika tingkat bunga
lebih rendah yang terjadi adalah sebaliknya.

· Barang tahan lama
Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang
(biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya
fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama, seperti
lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat.
Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada
masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi
berfluktuasi sepanjang waktu,sehingga pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara
keseluruhan juga berfluktuasi. .
· Kebijakan Pemerintah Mengurangi Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Keinginan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan ternyata
akan menyebabkan bertambhanya pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan.
· Harga Barang
Jika harga barang naik maka daya beli konsumen cenderung menurun sedangkan jika harga
barang dan jasa turun maka daya beli konsumen akan naik. Hal ini sesuai dengan hokum
permintaan.
B. Faktor Non Ekonomi
· Kebiasaan

Masyarakat


Di zaman yang serba modern muncul kecenderungan konsumerisme didalam masyarakat.
Penerapan pola hidup ekonomis yaitu dengan membeli barang dan jasa yang benar-benar
dibutuhkan, maka secara tidak langsung telah meningkatkan kesejahteraan hidup. Faktor
sosial-budaya masyarakat juga berpengaruh terhadap besarnya konsumsi. Misalnya,
berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dam tata nilai karena ingin meniru
kelopmok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat. Tidak mengherankan bila ada rumah
tangga yang mengeluarkan uang ratusan juta, bahakan miliarab rupiah, hanya untuk membeli
rumah idaman.
Dalam dunia nyata, sulit memilah-milah faktor apa mempengaruhi apa, seingga
menyebabkan tejadinya perubahan/peningkatan konsumsi. Karena itu bisa saja terjadi dalam
kelompok masyarakat yang berpendapat rendah yang memaksakan untuk membeli barangbarang dan jasa yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemampuannya.
· Tingkat Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan yang ingin dipenuhinya.
Contohnya seorang sarjana lebih membutuhkan computer dibandingkan seseorang lulusan
sekolah dasar.
· Mode
Barang-barang yang baru menjadi mode dalam masyarakat biasanya akan laku keras di pasar
sehingga konsumsi bertambah. Dengan demikian mode dapat mempengaruhi konsumsi.

Manusia senantiasa berusaha untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai
tingkat kemakmuran dengan memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Usaha itu dilakukan
dengan mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkan.
· Jumlah penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh,
walaupun rata-rata per orang atau keluaraga relatif rendah. Misalnya, walaupun tingkat
konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi
secara absoult tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada penduduk
Singapura. Sebab jumlah penduduk Indonesia lima puluh kali lipat penduduk Singapura.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat yaitu :
Faktor internal meliputi :
a. Sumber daya konsumen
Antara lain sumber daya ekonomi (kemampuan ekonomi seseorang yang dimiliki atau akan
dimiliki di masa datang), sumber daya temporal (waktu yang dimiliki), dan sumber daya
kognitif (kapasitas mental menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi).
b. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga.
Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan
mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua.
c. Motivasi

Setiap manusia secara pribadi baik secara sadar maupun tidak sadar akan berusaha untuk
mengurangi rasa ketegangan melalui tingkah laku mereka dalam memenuhi kebutuhannya
dan sekaligus untuk mengurangi rasa ketegangan mereka. Seseorang akan mencoba
memuaskan kebutuhan yang pertama seperti makan, minum dan tempat tinggal Apabila
kebutuhan yang pertama sudah terpenuhi, barulah ia akan mencoba untuk memenuhi
kebutuhan yang lain.
d. Pengetahuan
Belajar adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil akibat adanya
pengalaman perubahan-perubahan perilaku tersebut, bersifat tetap atau permanen dan bersifat
lebih fleksibel.

e. Sikap
Sikap setiap orang berbeda-beda menurut bagaimana cara seseorang memandang atau menilai
sesuatu dan diharapkan bahwa sikap seseorang dapat menentukan prilaku dari orang tersebut
dan dari sikap seseorang juga diharapkan dapat mengetahui cara berpikir seseorang yang
dipengaruhi tingkat pmdidikannya.
f. Kepribadian
Karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap
lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian seseorang dapat dikatakan sama seperti
percaya diri, menghargai sesama, bersifat sosial, berjiwa romantis dan sebagainya.

Faktor eksternal meliputi :
a. Faktor nilai-nilai budaya dan etnis
Mempelajari perilaku konsumen sama artinya dengan mempelajari perilaku manusia,
sehingga perilaku konsumen dapat juga ditentukan oleh kebudayaan, yang
tercermin pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam memilih bermacam-macam produk di
pasar.
b. Kelas Sosial dan kelompok status
Lapisan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat itu, tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Alasan yang digunakan bagi tiap-tiap masyarakat berbeda-beda, ada yang
berdasarkan pada keturunan, kepandaian, kekayaan dan lain-lain.
c. Kelompok sosial
Kelompok sosial mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan
pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku Anggota kelompok referensi sering menjadi
penyebar pengaruh dalam hal selera.
d. Keluarga dan rumah tangga
Keluarga terdiri dari keluarga inti ditambah dengan orang-orang yang mempunyai ikatan
saudara dengan keluarga tersebut, seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan menantu.
e. Pengaruh situasi
Antara lain lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu, tugas, dan keadaan anteseden/
suasana hati sementara. Sedang situasi konsumen antara lain situasi komunikasi, situasi
pembelian, dan situasi pemakaian.

2.3 Pandangan Para Ahli Sosiologi Tentang Konsumsi

1. Karl Marx (1818-1883)
Dalam membahas komoditas, Marx membedakan membedakan antara alat-alat produksi
(means of production) dan alat-alat konsumsi (means of consumption). Marx mendefinisikan
alat-alat produksi sebagai komoditas yag memiliki suatu bentuk dimana komoditas memasuki
konsumsi produktif (1884/1891:471) sedangkan alat-alat konsumsi didefinisikan sebagai
kmoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas itu memasuki konsumsi individual
dari kelas kapitalis dan pekerja (1884/1891:471).
Konsekuensi logis dari pembagian tersebut adalah mengklasifikasikan jenis konsumsi, yaitu
konsumsi subtensi dan konsumsi mewah. Konsumsi substensi merupakan alat-alat konsumsi
yang diperlukan (necessary means of consumption) atau yang memasuki konsumsi kelas
pekerja. Dengan demikian, semua alat-alat konsumsi seperti bahan kebutuhan pokok
(sandang, pangan dan papan) dipandang sebagai konsumsi substensi. Sedangkan konsumsi
mewah adalah alat-alat kosumsi mewah (luxury means of consumption) yang hanya
memasuki konsumsi kelas kapitalis yang dapat dipertukarkan hanya untuk pengeluaran dari
nilai surplus, yang tidak diberikan kepada pekerja.
2. Emile Durkheim (1858-1917)
Menurut Durkheim, masyarakat terintegrasi karena adanya kesadarn kolektif (collective
consciousness), yaitu totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentiment-sentimen bersama
(1964). Ia merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki
sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan-kepercayaan dan pola normative yang sama
pula.
Durkheim membagi masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas
mekanik dan solidaritas organik. Dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik,
kesadaran kolektif meliputi keseluruhan masyarakat beserta anggotanya dan dengan
intensitas tinggi seperti keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
dengan menggunakan hokum represif. Kesadaran kolektif dalam masyarakat berlandaskan
solidaritas mekanik menuntun anggotanya untuk melakukan konsumsi yangtidak berbeda
antara satu sama lain, seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola pangan, sandang
dan papan.
Masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah mengalami transformasi ke dalam suatu
solidaritas yang diikat oleh pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya
mencakup kalangan masyarakat terbatas yang berada pada jangkauan ruang kesadaran
kolektif itu saja. Intensitas kesadaran kolektif seperti itu mencerminkan individulitas yang
tinggi, pentingnya konsensus pada nilai-nilai
abstrak dan umum seperti hukum pidana dan hukum perdata, dan dominannya hukum
restitutif, yaitu hukum yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan menjadi keadaan
seperti semula melalui hukum yang bersifat memulihkan.
3. Max Weber (1864-1920)
Menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan motivasional untuk menjadi
seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia (innerWorldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat

membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau kenikmatan yang bersifat
materialistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang
tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu
panggilan suci.
Max Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat
dikatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari
individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu.
Sedangkan tindakan sosial itu sendiri menurut Weber terdiri dari:
· Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu
tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan
dari alat yang dipergunakan.
· Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana
tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu.
· Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi perasaan atau emosi
tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka, atau duka.
· Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau
tradisi.
4. Thorstein Veblen (1857-1929)
Mengajukan istilah conspicuous consumption (konsumsi yang mencolok) untuk menunjukkan
barang-barang yang kita beli dan kita pertontonkan kepada orang lain untuk menengaskan
gengsi dan status kita serta menunjang gaya hidup di waktu luang. Barang-barang yang di
beli atau di konsumsi biasanya berupa sesuatu yang tidak berguna, yang kadang malah
mengurangi gerak dan kenyamanan di tubuh seseorang. Veblen juga mengajukan
istilah pecuniary emultion (penyamaan kebutuhan- kebutuhan yang berkaitan dengan uang) di
mana golongan yang tidak masuk pada leisure classberusaha menyamai perolehan atau
pemakaian benda-benda tertentu dengan harapan bahwa mereka akan mencapai keadaan
identitas manusia yang secara intrinsic lebih kaya dari orang-orang lain.
Veblen dalam bukunya “The Theory of the Leisure Class” melihat kapitalisme industri
berkembang secara barbar, karena properti privat tidak lain merupakan barang rampasan yang
diambil melalui kemenangan perang.
Kapitalisme seperti ini memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik modal yang tidak
mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh hasil yang banyak. Dengan kata lain abseente owner
tersebut memiliki atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi
idak mengelola sendiri perusahaan-perusahaan tersebut namun mempekerjakan para
profesional dan teknisi. Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha
perusahaannya, tanpa berbuat banyak.

2.4 Fokus Kajian Sosiologi tentang Konsumsi

Adapun fenomena-fenomena yang termasuk dalam fenomena konsumsi sebagai berikut:
1. Masyarakat Konsumsi
2. Budaya dan Konsumsi
3. Perilaku Konsumsi
4. Waktu Luang
5. Gaya Hidup
6. Fashion
7. Pariwara
8. Belanja: Sandang, Pangan, Minuman dan Rumah
9. Turisme
10. Ideologi Konsumsi (Liberal, Kapitalis, Komunis, Islam)
11. Politik Konsumsi
12. Konsumsi dan Mobilitas Sosial
13. Konsumsi dan Perubahan Sosial

2.5 Budaya dan Konsumsi Pada Masyarakat Pra kapitalis
Menurut Don Slater : bahwa konsumsi selalu dan di manapun dipandang sebagai suatu proses
budaya. Konsumsi benda-benda tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik-biologis
semata,tetapi juga berkaitan dengan manfaat benda-benda atau obyek-obyek secara social
budaya.
Dengan kata lain, kehidupan sosial individu-individu tidak terlepas dari hubungan dengan
benda-benda yang diberi nilai pemaknaannya. Dalam kaitannya denhan pendapat Lury serta
Douglas dan Isherwood tersebut, terdapat beberapa pemaknaan sosial terhadap konsumsi
benda-benda dalam kehidupan sosial masyarakat pra-kapitalis:
1. Konsumsi sebagai Pembeda antara Kehidupan Profan dan Kehidupan Suci
Misalnya mengkonsumsi buah yang ada di atas meja makan mempunyai makna sebagai
konsumsi dalam dunia profan, konsumsi dalam kehidupan keseharian. Sedangkan keranjang
buah yang diletakkan di bawah pohon rindang yang besar dan angker yang biasa disebut
dengan sesajen merupakan konsumsi di kehidupan suci atau di kehidupan Sakral.
2. Konsumsi sebagai Identitas

Rutherford (1990) dalam bukunya “Identity: Community, Culture, Difference” menyatakan
bahwa identitas merupakan mata rantai masa lalu yang hubungan-hubungan sosial, kultural
dan ekonomi dalam ruang dan waktu suatu
masyarakat hidup. Oleh karena itu identitas seseorang berkaitan dengan aspek sosial, budaya,
ekonomi dan politik dari kehidupan pada konteks ruang dan waktu. Karena identitas berkait
dengan konteks ruang dan waktu maka identitas tersebut dimiliki bersama dengan orang lain
dalam konteks ruang dan waktu yang sama (inklusi) tetapi disisi lain terjadi eksklusi, yaitu
mengeluarkan orang atau kelompok orang dari suatu kelompok identitas, karena perbedaan
ruang dan waktu.
3. Konsumsi sebagai Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial didefinisikan sebagai penggolongan individu secara vertikal berdasarkan
status yang dimiliki. Dalam dunia keseharian, status dapat merupakan sesuatu yang
diusahakan atau juga dapat merupakan sebagai sesuatu yang diwariskan. Status yang
diusahakan (achieved status) adalah statu yang dicapai melalui usaha atau perjuangan dari
individu atau suatu kelompok dalam masyarakat. Sedangkan status yang diwarisi (ascribed
status) merupakan status yang disebabkan oleh kelahiran seseorang dari orang yang berasal
dari kelompok tertentu.
Dengan adanya Sratifikasi Sosial, maka tidak akan sama konsumsi wasit, pelatih, pemain
atau penonton dalam lapangan, dan tidak akan sama juga konsumsi direktur, kepala bagian,
karyawan, atasan dan bawahan di sebuah kantor.

2.6 Budaya dan Konsumsi Pada Masyarakat Kapitalis
Konsumsi pada era ini dianggap sebagai suatu respon terhadap dorongan homogenisasi dari
mekanisasi dan teknologi. Orang-orang mulai menjadikan konsumsi sebagai upaya ekspresi
diri yang penting, bahasa umum yang kita gunakan untuk mengkomunikasikan dan
menginterpretasi tanda-tanda budaya ( kampunngan ).
Kapitalisme adalah suatu sistem dinamis dimana mekanisme yang didorong oleh laba
mengarah pada revolusi yang terus berlanjut atas sarana produksi dan pembentukan pasar
baru. Ada indikasi ekspansi besar-besaran dalam kapasitas produksi kaum kapitalis
(pemegang modal).
Dengan mengikuti perkembangan kapitalisme, ketika berkualitas atau tidaknya suatu barang
ditentukan oleh mahal atau tidaknya suatu barang itu, bukan nilai produk tersebut yang
menentukan, melainkan nilai uanglah yang menentukan, karena uang adalah simbol
kapitalisme.
budaya konsumen kapitalis dikaitkan dengan meningkatnya kebutuhan manusia untuk
mengonsumsi yang bukan disebabkan semata-mata karena fungsi dan manfaat barang
(produk), melainkan ada aspek lain yakni emosi dan larutnya individu dalam budaya massa
dan popular yang dipicu oleh iklan dan rayuan untuk membeli komoditas yang dilakukan
dengan massif. Jadi, budaya konsumen adalah jenis dari “budaya materi”, hal ini dikarenakan
watak universal manusia yang berusaha mencukupi kebutuhan materialnya.

budaya konsumen ini sangat destruktif, yang mana berkaitan dengan hedonisme, mengejar
kesenangan, penanaman gaya ekspresif, peningkatan kepribadian egoistic, sehingga dengan
adanya budaya konsumen ini mengakibatkan kemiskinan spiritual, dan hedonistik dengan
filsafatnya “nikmati sekarang, bayar belakang (live now, pay later)”.

2.7 Budaya Konsumen
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni, Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Budaya Konsumen merupakan istilah yang menyangkut tidak hanya perilaku konsumsi,
tetapi adanya suatu proses reorganisasi bentuk dan isi produksi simbolis di dalamnya.
Perilaku di sini bukan sebatas perilaku konsumen dalam artian pasif. Namun merupakan
bentuk konsumsi produktif, yang menjanjikan kehidupan pribadi yang indah dan memuaskan,
menemukan kepribadian melalui perubahan diri dan gaya hidup.
Budaya konsumen menekankan adaya suatu tempat dimana kesan memainkan peranan
utama. Saat ini dapat kita lihat bahwa betapa banyak makna baru yang terkait dengan
komoditi “material” melalui peragaan, pesan iklan, industri gambar hidup
serta berbagai jenis media massa. Dalam pembentukannya, kesan terus menerus diproses
ulang dan makna barang serta pengalaman terus didefinisikan kembali. Tidak jarang tradisi
juga “diaduk-aduk dan dikuras” untuk mencari simbol-simbol kecantikan, roman,
kemewahan dan eksotika.
Budaya konsumen sangatlah erat kaitannya dengan ilmu ekonomi dan permasalahan
ekonomi. Suatu barang terkadang digunakan untuk memperoleh prestise karena harganya
sangat tinggi dan sukar diperoleh. Adapula barang seperti hadiah dan warisan yang tidak lagi
dipandang sebagai barang yang diperdagangkan sehingga dianggap tidak berharga, dalam arti
tidak pantas dipertimbangkan untuk menjualnya atau menetapkan harganya karena
menimbulkan hubungan personal yang erat serta untuk membangkitkan memori tentang
seseorang yang dicintainya.
Untuk mengerti budaya Konsumen sebgai fenomena sosial pada masyarakat modern, Slater
mengidentifikasikan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh budaya konsumen, yaitu antara
lain:
1. Budaya Konsumen Merupakan Suatu Budaya dari Konsumsi
Ide dari budaya konsumen adalah dalam dunia modern, praktek sosial dan nilai budaya inti,
ide-ide, aspirasi-aspirasi, dan identitas didefinisikan dan diorientasikan pada konsumsi
daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti kerja, kewarganegaraan, kosmologi
keagamaan, peranan militer dan seterusnya.
2. Budaya Konsumen sebagai Budaya dari Masyarakat Pasar

Dalam masyarakat pasar, barang-barang, jasa-jasa, dan pengalaman-pengalaman diproduksi
agar dapat dijual di pasar kepada konsumen.
3. Budaya Konsumen adalah, Secara Prinsip, Universal, dan Impersonal
Semua hubungan sosial, kegiatan dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas.
Sebagai komoditas, dia diproduksi dan didistribusikan dengan cara impersonal, tanpa melihat
orang perorang atau secara pribadi, ditujukan saja kapada konsumen yang membutuhkan atau
di buat menjadi membutuhkan.
4. Budaya Konsumen Merupakan Media bagi Hak Istimewa dari Identitas dan Status dalam
Masyarakat Pascatradisional
Budaya konsumen bukan diwariskan seperti posisi sosial yang melekat karena kelahiran
dalam masyarakat tradisional, tetapi ia dinegosiasi dan dikonstruksi oleh individu dalam
hubungannya dengan orang lain.
5. Budaya Konsumen Merepresentasikan Pentingnya Budaya dalam Penggunaan Kekuatan
Modern
Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Sebab itu pula, ia meliputi
estesisasi komoditas dan lingkungan seperti penggunaan iklan, pengepakan, tata letak barang
di toko, disain barang, penggunaan estalase, dan seterusnya.
6. Kebutuhan Konsumen Secara Prinsip Tidak Terbatas dan Tidak Terpuaskan
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas dipandang tidak hanya suatu hal
yang normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial ekonomi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan nilai guna
suatu barang dan jasa dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan konsumen
adalah orang yang mengkonsumsi barang dan jasa hasil produksi untuk memenuhi
kebutuhannya.
Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup. Konsumsi dapat
membentuk identitas seseorang dari barang-barang simbolis yang ia konsumsi. Hubungan
antara konsumsi dan gaya hidup terbentuk ketika kita melihat seseorang dalam
mengkonsumsi suatu barang maka akan terlihat bagaimana gaya hidup mereka. Selain itu
konsumsi dapat juga dijadikan acuan dalam penjenjangan suatu kelas social.
Ciri Ciri Barang Konsumsi

A. Barang konsumsi untuk mempeorlehnya diperlukan pengorbanan (barang ekonomi)
B. Barang konsumsi dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
C. Manfaat nilai atau jumlah barang yang digunakan tersebut akan habis sekaligus atau
berangsur-angsur.
Benda atau barang konsumsi dapat dibedakan sebagai berikut :
A. Barang yang habis dalam sekali pemakaian, misalnya makanan, minuman, dan obatobatan.
B. Barang yang pemakaiannya berulang-ulang atau dalam waktu relative lama, misalnya
pakaian, sepatu dan tas.
Tujuan kegiatan konsumsi :
a. Mengurangi nilai guna suatu barang dan jasa secara bertahap.
b. Menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang sekaligus.
c. Memuaskan kebutuhan jasmani dan rohani
Di dalam lingkup sosiologi konsumsi mendefinisikan konsumsi sebagai :
a) Suatu kajian yang mempelajari hubungan antara masyarakat yang di dalamnya terjadi
interaksi sosial dengan konsumsi dan
b) Pendekatan sosiologis yang diterapkan pada fenomena konsumsi.Sosiologi konsumsi
sebagai kajian dapat dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi konsumsi dan bagaimana
konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas eksternal akan menunutun
individu dalam menentukan apa yang boleh dikonsumsi, bagaimana cara mengkonsumsinya
dan dimana dapat mengkonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26286/4/Chapter%20II.pdf
http://muthiadewi28.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-perilaku-konsumen- dalam.html
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies. Bantul: Kreasi Wacana
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/17/budaya-konsumen/#more-133
http://eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_KONSUM EN.doc (diakses
pada tanggal 5 Mei 2012, pukul 14.00 WIB)
http://novian-r-p-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-37217 Informasi% 20 dan % 20 Masyarakat –
Budaya % 20 Konsumen.html

Magnis Suseno, Frans. 2001. Pemikiran Karl Marx. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi. Jogjakarta : Kreasi Wacana
Wijaya, Mahendra. 2007. Sosiologi Ekonomi. Jaten : Lindu Pustaka