4.2 RANGKUMAN HAK ATAS TANAH Hukum Agraria
HAK ATAS TANAH DI INDONESIA@
Oleh: Mohammad Hamidi Masykur SH,M.Kn1
A. Pengantar
Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk
(Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma
yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian
yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan? ….(Qs Arrahman: 10-13)
Penggalan ayat Alquran di atas menggambarkan bahwa semua benda ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang bersemayam, bertahta dan bernaung dilangit maupun di bumi tidak akan
berguna dan sia-sia belaka, ma halaqta hadza batila, setiap helai bahkan setetes embunpun
sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia, apabila manusia itu berpikir, namun terkadang
manusia terlena dan selalu mendustakan serta mengingkari pemberian Tuhan sebagai karunia
yang sangat luar biasa kepada hambanya. Apabila ayat Alqur’an tersebut dihubungkan dengan
pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi, Air dan Ruang
Angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara.
Ada pertanyaan yang menggelitik terhadap kata-kata “dikuasai oleh Negara”, yang
mengatakan bahwa semua bumi, air ruang angkasa (bara) dan kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara, kenapa bukan masyarakat adat yang memegang teguh
kearifan lokal masyarakat setempat dan merupakan refleksi dari rakyat Indonesia yang
menguasai bara tersebut, padahal bumi, air dan ruang angkasa adalah ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga semua yang ada di dunia ini adalah untuk manusia dan masyarakat bebas
dengan sesuka hati untuk membuka lahan, menebang, menjual, menggadaikan, mengalihkan
serta menjaminkan (bara) tersebut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, diperlukan perenungan yang mendalam dan
berangkat dari hipotesa bahwa manusia mempunyai hubungan yang sangat erat dan bersifat
kodrati terhadap tanah tersebut. Permasalahan kemudian apa yang menyebabkan manusia
1
Disampaikan pada pengayaan Materi Hukum Agraria, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya Malang.
1
mempunyai hubungan yang sangat erat dan kodrati tersebut. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut melahirkan aliran-aliran yang saling bertentangan sebagaimana yang diilustrasikan
berikut:
1. Aliran Collectivisme
Aliran ini menitik beratkan kepada sifat kodrat manusia sebagai mahluk sosial. Menurut
aliran ini hanya masyarakatlah yang dapat mempunyai hubungan langsung dengan
tanah (hak milik). Tokoh aliran ini adalah JJ.Rousseau, Henry Goerge dan Van
Openheimer.
Para tokoh ini berpandangan bahwa adanya hak milik perseorangan akan menyebabkan
adanya perbedaan-perbedaan dalam hubungan manusia dengan tanah. Sebagian
manusia dapat memiliki tanah dan sebagian lain tidak. Adanya perbedaan tersebut
menimbulkan kesengsaraan dan kejahatan dalam masyarakat. Satu-satunya jalan untuk
menghilangkan hal tersebut ialah meniadakan
hak milik perseorangan. Tanah harus
dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat. Menurut JJ Rousseau masyarakatlah
(Negara) yang dapat mempunyai hak milik agar kesejahteraan manusia dapat terpenuhi.
2. Aliran Individualisme
Aliran ini lebih menitik beratkan manusia sebagai mahluk individu. Sebagai mahluk
individu manusia mempunyai hak untuk mempertahankan diri termasuk kehidupannya.
Manusia harus memelihara hidupnya, untuk itu manusia membutuhkan benda diluar
dirinya. Tanah merupakan salah satu atau benda
yang dibutuhkan manusia. Agar
supaya tanah dapat mendukung kebutuhan hidup manusia maka antara manusia
dengan tanah harus ada hubungan langsung (manusia harus mempunyai tanah
secara privat). Tokoh-tokoh aliran individualisme ialah: Thomas Aquino, Rerum
Novarum, Qadraqesimo AnNo. Alasan-alasan yang diakukan para tokoh ini adalah:
a. Apabila hak milik perorangan tidak diakui maka masing-masing individu akan
kehilangan hak atas pekerjaannya termasuk dalam mengolah tanah. Hilangnya hak
untuk memiliki tanah dan menikmati hasil pekerjannya menjadi penghalang
terpenuhinya kesejahteraan individu.
b. Adanya pengakuan bahwa perbedaan kemampuan orang untuk
berhubungan
langsung dengan tanah disamping tanah merupakan benda yang terbatas
jumlahnya. Namun keadaan yang demikian merupakan konsekuensi dari perjuangan
hidup yang harus dihadapi oleh masing-masing individu.
2
3. Aliran Teoritis
Notonagoro2 mengajukan empat faktor penyebab sebagai pertimbangan teoritis
I. Faktor Pertimbangan Teoritis
a. Faktor manusia
-
Manusia mempunyai sifat dwi tunggal yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk
social yang tidak dapat dipisahkan.
-
Hubungan manusia dengan tanah bersifat relative artinya kekuasaan manusia
atas tanah yang dimiliki itu harus ada batasannya yaitu kepentingan sosial
masyarakat.
b. Faktor tanah
-
Perbandingan jumlah manusia dengan tanah sangat tidak seimbang
-
Usaha yang harus dilakukan ialah bagaimana menjalin hubungan sebanyak
mungkin manusia dengan tanah.
-
Bagi manusia yang tidak dapat memiliki tanah harus diberi kemungkinan untuk
memperoleh manfaat atau menikmati hasil dari tanah tersebut.
c. Faktor masyarakat (Negara)
-
Konsep negara disini adalah Negara yang memperhatikan kedua sifat kodrat
manusia yang disebut sebagai Negara kebudayaan.
-
Tugas Negara ini meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
individu dan masyarakat.
-
Pemilikan tanah diserahkan pada masing-masing individu tetapi Negara berhak
menentukan kewajiban sosial yang dibebankan kepada hak milik perseorangan
tersebut.
d. Faktor hukum
-
Indonesia merupakan Negara hukum kebudayaan
-
Kaitannya hubungan manusia dengan tanah, hukum harus mengatur tentang
pengalokasian tanah untuk kepentingan Negara, masyarakat dan perseorangan
serta kepentingan perdamaian.
II. Faktor Pertimbangan Dasar Falsafah Pancasila
Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum pembentukan hukum di Indonesia,
sehingga pancasila dapat dipandang sebagai dasar khusus pembentukan hukum
2
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011, hlm.56
3
agrarian nasional. Adapun dari hakikat dari sila-sila pancasila yang menjadi tata
hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah adalah:
-
Sila I
-
Sila II (Hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah bersifat dwitunggal
(Hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah bersifat kodrati)
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain).
-
Sila III ( Manusia Indonesia dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan
tanah di wilayah Indonesia)
-
Sila IV (Setiap manusia Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dalam
pengusaan tanah)
-
Sila V (Setiap manusia Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh manfaat dari tanah).
III. Pertimbangan dari segi Yuridis
-
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Sebagai dasar dari politik hukum agraria nasional
-
Pasal 27 Ayat (2).
Ketiga teori diatas
penulis sependapat dengan Notonegoro
bahwa pemenuhan
kebutuhan sesorang terhadap tanah diletakkan dalam rangka kebutuhan seluruh masyarakat
sehingga hubungan tidak bersifat individualism semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan
tetap memberikan tempat dan penghormatan terhadap perseorangan. Cara berpikir yang serba
berpasangan tersebut diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Gregory Alexander yang
mengemukakan pemikirannya sebagai Post Modern dialectic of propherty3, yang berusaha
menepis pandangan individualistic semata dalam hubungan manusia dengan tanah ( self
regarding vision), dengan menawarkan communitarian vision of propherty
sebagai
alternatif.
Cara berpikir dan konsep communitarian vision of propherty yang diusung oleh
Negara barat tersebut bukanlah menjadi hal yang istimewa jauh dari konsep itu lahir Indonesia
sebenarnya juga mempunyai nilai-nilai pancasila yang pada era kekinian ini sudah mulai
bergeser dan kehilangan maknanya. Padahal apabila dikaji lebih dalam makna sila I (Ketuhanan
Yang Maha Esa) diintegrasikan dalam Pasal 1 Ayat (2) sebagai pengajuan bahwa bumi air dan
kekuasaan alam didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
3
Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas
Media Nusantara, Jakarta : 2001,hlm.159
4
Hubungan antara manusia dengan tanah yang menempatkan individu dan masyarakat
sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (kedwitunggalan) hal ini didasarkan pada sila
kedua. Hubungan antara manusia dengan tanah yang bersifat kolektif dapat dijumpai pasal 1
ayat (1) dan pasal (2) yang menegaskan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia, dan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam itu dalam tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
4
sedangkan hubungan manusia yang bersifat individual
diatur dalam pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 16. Benang merah yang
dapat disimpulkan bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan yang diberi kepercayaan oleh
rakyat untuk menguasai bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya berwenangan
menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan kekayaan
alam, dalam bentuk macam-macam hak atas tanah dengan isi wewenang masing-masing dan
perbuatan hukum
berkenaan dengan bumi, air dan kekayaan alam dengan memerhatikan
bahwa semua hak atas tanah itu mempunya fungsi sosial (pasal 6).
Terkait dengan sila ketiga, dalam hubungan antara manusia sebagai individu dengan
tanah, status kewarganegaraan berpengaruh terhadap hak atas tanah yang dipunyai. Pasal 9
ayat (1) menentukan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai hubungan
sepenuhnya dengan (bara). Sedangkan Warga Negara Asing (WNA) hanya dapat menjadi
pemegang hak pakai (pasal 42).
Dua sila terakhir yakni kerakyatan dan keadilan sosial diberi makna melalui pasal 7,
pasal 10 dan pasal 17. Prinsip utama dalam kaitan hubungan antara individu dengan tanah
pertanian harus mengerjakan sendiri tanahnya secara aktif. Oleh karena itu pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan karena hal itu dapat merugikan
kepentingan umum. Konsekuensinya ditentukan batas maksimum pemilikan dan penguasaan
tanah pertanian.
Pasal 1 ayat (1) UUPA menegaskan bahwa “seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”. Kata seluruh
dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa tidak ada sejengkal tanah pun di Negara Indonesia
yang merupakan apa yang disebut “res nullius” atau “tanah yang tidak bertuan”.
4
5
Maria SW Sumardjono, Tanah perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta :
2008,hlm.101
5
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011, hlm.42
5
B. Macam-macam Hak Penguasaan Atas Tanah
Hak atas tanah dalam UUPA diatur dalam pasal 4 UUPA yang menegaskan sebagai
berikut :
(1) Atas dasar mengusai Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang , baik sendiri maupun bersama-sama dengan orangorang lain serta badan-badan hukum
(2) Hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal (1) pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya,
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undangundang ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Secara hirarki tata susunan hak penguasaan tanah ialah sebagaimana berikut :
Hak Bangsa
Indonesia
Hak Menguasai Oleh
Negara Atas Tanah
Hak-Hak Masyarakat
Hukum Adat
Hak -Hak
Perorangan
Sumber : Muhammad Bakri, 2007. (Di olah oleh penulis)
Gambar piramida diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hak penguasaan tanah
terdapat hirarki yang memposisikan Hak Bangsa Indonesia berada di paling atas, hal ini sesuai
dengan amanah konstitusi yang tertuang dalam pasal 1 UUPA yang menegaskan bahwa “
Seluruh Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
6
bersatu sebagai Bangsa Indonesia6”. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya
seluruh bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya termasuk tanah di Indonesia adalah
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh Bangsa Indonesia.
Kemudian pada urutan yang kedua yang kita kenal dengan Hak Menguasai Negara,
menurut Muhammad Bakri susunan istilah Hak Menguasai Negara tidak jelas siapa subyek dan
obyeknya sehingga penulisan yang benar adalah Hak Menguasai Tanah Oleh Negara. Lain
halnya dengan Winahyu Erwiningsih yang menggunakan istilah Hak Menguasai Negara Atas
Tanah. Pada intinya maksud dari dua istilah tersebut sama- sama benar, karena berangkat dari
pemahaman Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam
pasal 1 bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
Apabila di renungkan lebih dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua
kata yang menentukan, sebagaimana dikutip oleh Winahyu Erwiningsih yaitu perkataan
“dikuasai” dan “dipergunakan”7. Perkataan dikuasai sebagai dasar wewenang Negara.
Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban layaknya
manusia.
Perkataan
digunakan
mengandung
suatu
perintah
kepada
Negara
untuk
mempergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak, agar sesuai dengan
tujuannya.
Selanjutnya Boedi Harsono menjabarkan pasal 33 ayat (3) mengenai hubungan manusia
dengan tanah sebagaimana berikut:
6
Lihat Muhammad Bakri. Hak bangsa merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi
dalam hukum tanah nasional. Hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, secara langsung
maupun tidak langsung bersumber padanya. Hak bangsa mengandung dua unsur, yaitu
kepunyaan dan unsure tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan
penggunaan tanah yang dipunyainya. Hak bangsa atas tanah bersama tersebut bukan hak
pemilikan dalam pengertian yuridis. Maka dalam rangka Hak Bangsa ada hak milik
perorangan atas tanah. Tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin
penggunaan tanah bersama tersebut pelaksanaannya dilimpahkan kepada Negara.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), Citra Media Hukum: Yogyakarta: 2007, hlm.42.
7
Winahyu Erwiningsih, Hah Menguasa Negara Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2009:
hlm. 3
7
1. Pernyataan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dalam wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.(pasal 1 ayat(1) hubungan tercipta adalah bersifat abadi pasal 1 ayat (3).
2. Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa yang demikian itu sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Dan merupakan kekayaan nasional pasal 1 ayat (2).
3. Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat (1).
4. Perintah bahwa hukum agraria yang mengatur tentang bumi, air dan ruang angkasa
harus mewujudkan penjelmaan dari asas kerohanian Negara dan cita-cita bangsa
yang terkadung dalam pancasila(penjelasan umum UUPA)
5. Perintah agar Negara :a)mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b) menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan
ruang angkasa; c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang
angkasa pasal 2 ayat (2).
6. Perintah agar wewenang bersumber dari hak menguasai Negara tersebut digunakan
untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
7. Perintah agar Negara melalui pemerintah :
a. Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang, masyarakat dan Negara
pasal 11 ayat (1)
b. Membuat aturan untuk mengusahakan tanah secara bersama berdasar
kerjasama dan untuk kepentingan bersama. Pasal 12.
c. Membuat aturan yang bertujuan dapat meningkatkan kemakmuran rakyat
serta menjamin bagi setiap warga Negara
Indonesia derajat hidup yang
sesuai dengan martabat manusia baik bagi dirinya maupun keluarganya.
d. Membuat aturan yang melarang penggunaan tanah melampaui batas,
mencegah adanya unsur pemerasan, mencegah adanya unsur monopoli serta
aturan mengenai fungsi sosial dalam penggunaan tanah serta kewajiban
untuk mengusahakan sendiri penguasaan tanah dan mencegah kerusakan
(pasal 15)
8
8. Pemerintah juga diharuskan membuat rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah untuk kepentingan Negara, kepentingan
peribadatan dan keperluan suci lainnya serta untuk kepentingan pusat-pusat
kehidupan masyarakat, sosial, budaya dan lain-lain kesejahteraan untuk produksi
pertanian, perikanan dan peternakan termasuk jaminan sosial perburuhan dengan
memperhatikan golongan ekonomi lemah serta perkembangan industri trasmigrasi
dan pertambangan. Pasal 13 dan 14 ayat (1)
9. Pemerintah
secara
koordinatif
dan
berjenjang
harus
bekerjasama
untuk
menjabarkan tugas dan fungsi kewenangan yang diembannya berdasarkan asas taat
asas. Pasal 14 ayat (2) dan (3).
Pendapat Boedi Harsono tersebut memerlukan jabaran yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan
secara sistematis dan sinkron dalam suatu peraturan perundang-
undangan untuk dapat mengatur, mengurus dan mengawasi setiap peruntukan persediaan
tanah untuk kepentingan masyarakat yang didasari norma hukum yang baik dan benar.
Hirarki tata susunan hak penguasaan tanah yang ketiga adalah hak-hak masyarakat
hukum adat. Hal ini tertuang dalam pasal 3 UUPA yang mengatakan bahwa “ Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang
dan peraturan lain yang lebih tinggi. 8 Apabila dikaitkan dengan pasal 18B ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati dan
kesatuan masing-masing hukum adat dan hak-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam Undang-Undang. Hirarki yang terakhir adalah Hak-hak Perorangan. Istilah
yang dipakai Irma Devita Purnamasari Hak Individual yang bersifat perdata 9, didalamnya
terdapat hak primer dan hak sekunder. Menurut Supriadi hak atas tanah primer adalah hak-hak
atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai
secara langsung oleh seseorang atau badan
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah,Djambatan: Jakarta, 2006,hlm. 6
9
Irma Devita Purnamasari, panduan lengkap hukum praktis popular, kiat cerdas, mudah dan
bijak mengatasi masalah Hukum pertanahan, Kaifa: Bandung, 2010, hlm.3
9
hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli
warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu 10:
1. Hak Milik atas Tanah (HM)
2. Hak Guna Usaha (HGU)
3. Hak Guna Bangunan (HGB)
4. Hak Pakai (HP)
Sedangkan yang dimaksud hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas
tanah yang bersifat sementara. Dikatakan sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam
waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Adapun hak atas tanah yang
bersifat sementara adalah :
1. Hak Gadai
2. Hak Usaha Bagi Hasil
3. Hak Menumpang
4. Hak Menyewa atas tanah Pertanian.
C. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah, (baik tanah sebagai
permukaan bumi (the surface of the earth) dan sekedar diperlukan
untuk kepentingan
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah). Sehingga dapat menggunakan tubuh
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Tegasnya meskipun dalam perpektif pemilikan
tanah hanya atas permukaan bumi, maka penggunaan selain permukaan tanah juga atau
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Hal ini sangat logis dan rasional, karena suatu hak
atas tanah tidak akan bermakna apapun jika kepada pemegang haknya tidak diberikan
kekuasaan untuk mempergunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang diatasnya
tersebut. Seperti hak untuk membuat sumur serta hak untuk menerbangkan layangan dan
lain-lain.11
Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif penulis akan menjabarkan macammacam hak atas tanah sebagaimana berikut :
I.
HAK MILIK
10
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafka: Jakarta, 2008, hlm.64
Darwin Ginting, Hukum Pemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, Hak Menguasai
Negara dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010,hlm.67.
11
10
a. Pengertian hak milik atas tanah seperti yang diurai dalam pasal 20 ayat (1) dan
(2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut : “ Hak milik adalah hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Parlindungan memberikan penegasan terhadap kata-kata terkuat dan terpenuh
itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, hak pakai dan hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara
hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang lain, hak miliklah yang “ter”
(paling kuat dan terpenuh).12 Lain halnya apa yang diistilahkan oleh Urip Santoso
bahwa istilah Turun temurun, memiliki makna bahwa hak milik atas tanah
dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya
meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya
sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Sedangkan Terkuat,
memiliki makna bahwa hak milik memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada
hak atas yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan
dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh, artinya Hak milik
memberikan wewenang kepada pemiliknya paling luas apabila dibandingkan
dengan hak atas tanah yang lain. Kelebihan hak milik dapat menjadi induk bagi
hak atas tanah yang lain.
b. Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian beralih
menurut Urip Santoso artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. dengan meninggalnya
pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya
sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Sedangkan
pengertian dialihkan adalah berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. contoh
perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan)
dalam modal perusahaan, lelang.13
12
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung,
1993, hlm. 124.
13
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak Atas Tanah, Prenada Media Group : Jakarta,
2008, hlm.93.
11
c. Subyek Hak Milik atau siapa saja yang boleh memiliki tanah dengan status hak
milik ? yang pertama adalah, Warga Negara Indonesia (WNI), hanya WNI
aja yang bisa mempunyai tanah yang berstatus hak milik. Hal ini sesuai dengan
amanah konstitusi pasal 21 ayat (1) UUPA. Sedangkan subyek yang kedua
adalah Badan-badan Hukum, pemerintah menetapkan badan-badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik seperti bank-bank yang didirikan oleh Negara
(Bank Negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial (pasal 1
PP No 38 Tahun 1963 tentang penunjukan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah). Sedangkan menurut pasal 8 ayat (1) Permen
Agraria/Kepala BPN No 9 Tahun 1999 tentang cara pemberian dan pembatalan
hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan
sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah maka dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau
mengalihkan hak milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Pertanyaan kemudian kenapa WNA atau orang yang menikah dengan orang
asing tanpa membuat suatu perjanjian pranikah tidak boleh memiliki tanah yang
berstatus hak milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha?. Hal ini
disebabkan adanya asas “ larangan pengasingan tanah” atau dalam bahasan
Belanda disebut Gronds Verponding Verbood
yaitu tanah-tanah di Indonesia
tidak boleh dimiliki oleh orang asing. Hal ini beralasan bahwa konsep Hak Bangsa
menekankan bahwa pada dasarnya tanah di Indonesia hanyalah milik bangsa
Indonesia yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Asas tersebut
juga memberikan proteksi bagi bangsa Indonesia agar tanah-tanah yang berada
di wilayah Indonesia tidak sampai jatuh ke tangan bangsa asing, yang bisa saja
berimplikasi bangsa Indonesia suatu saat terpaksa harus membayar kepada
pihak asing untuk mengusahakan tanah miliknya sendiri.
d. Terjadinya Hak Milik. Hak milik atas dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 22 UUPA. (1) Hak Milik atas tanah yang terjadi
menurut Hukum Adat. Hal ini terjadi dengan jalan pembukaan
12
tanah
(pembukaan hutan)14 atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing) 15.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat ini tidak dapat
didaftarkan pada
kantor pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk mendapatkan sertifikat Hak
Milik Atas Tanah. Ketentuan ini akan diatur oleh Peraturan Pemerintah yang
sampai sekarang belum terbentuk. (2)Hak Milik atas tanah terjadi karena
Penetapan Pemerintah Hak Milik atas tanah ini terjadi karena permohonan
pemberian Hak Milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan
persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Apabila persyaratan
telah terpenuhi maka BPN akan menerbitkan
Surat
Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SKPH ini wajib didaftarkan oleh pemohon
kepada Kepala Kantor Pertahan Kabupaten dan Kota setempat untuk dicatat
dalam buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah. (3) Hak Milik
atas tanah terjadi karena ketentuan Undang-Undang. Hak milik atas tanah yang
terjadi karena Undang-Undang lah yang menciptakannya, sebagaimana yang
diatu dalam pasal I pasal II, dan pasal VII ayat (1) ketentuan-ketentuan konversi
UUPA. Terjadinya hak milik atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi
(perubahan) menurut UUPA . Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24
September 1960, semua hak atas tanah yang ada harus dirubah menjadi satu
hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
e. Hapusnya hak milik atas tanah. Pasla 27 UUPA menetapkan faktor-faktor
penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanhanya jatuh kepada Negara
yaitu :
i. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 1816
ii. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya; 17
14
Yang dimaksud dengan pembukaan tanah (pembukaan hutan) yang dilakukan secara
bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui 3
sistem penggarapan yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan sistem
bluburan. Lihat Urip Santoso : 2008, hlm. 94
15
Yang dimaksud dengan lidah tanah (Aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul
karena berbelokny arus sungai atau tanah yang timbul dipinggir pantai, dan terjadi dari
lumpur, lumpur tersebut makin lama makin tinggi dan mengeras sehingga akhirnya menjadi
tanah.
16
Pasal 18 UUPA Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan member ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.
17
Lihat Urip Santoso, Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Hak atas tanah yang
13
iii. Karena diterlantarkan18
iv. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah.
v. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada
pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah.
Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah,
misalnya terjadi bencana alam.
II.
HAK GUNA USAHA
Pengertian HGU, Hak untuk menguasahan tanah yang dikuasai oleh Negara guna
perusahaan, pertanian perikanan atau peternakan.
Ciri-ciri HGU dapat dilihat sebagaimana berikut; HGU tergolong hak atas tanah
yang kuat, HGU bisa diwariskan; HGU dapat dijadikan jaminan utang; dapat
diperalihkan kepada orang lain; dapat dilepaskan oleh empunya; hanya dapat
dipergunakan untuk keperluan usaha pertanian, perikanan dan peternakan.
Terjadinya
HGU, Terjadinya HGU dengan Penetapan Pemerintah. HGU terjadi
melalui permohonan pemberian HGU oleh pemohon kepada kepada BPN. Apabila
persyaratan
yang ditentukan dipenuhi, maka BPN menerbitkan surat keputusan
pemberian hak (SKPH).
Luas HGU . luas tanah HGU adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 hektar
dan luas maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5
hektar dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala BPN (pasal 28 ayat (2) UUPA
jo. Pasal 5 PP No 40 tahun 1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP
No 40 Tahun 1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia
dilepaskan atau diserahkan berakibat hak atas tanahnya menjadi hapus dan tanahnya
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Urip Santoso,Pendaftaran dan
Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2010. Hlm. 71
18
Pengaturan mengenai tanah terlantar dapat ditemukan dalam PP No 36 Tahun 1998
tentang penertiban dan Pendayagunaan tanah Terlantar. Pasal 3 dan pasal 4 dapat
dirangkum bahwa pengertian tanah terlantar adalah : (1) tanah yang tidak dimanfaatkan
dan atau dipelihara dengan baik. (2) tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan
keadaan, sifat dan tujuan dari pemberian haknya tersebut. Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja,
Hak-hak atas tanah. Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2003. Hlm. 137
14
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (badan hukum Indonesia).
Jangka waktu. Jangka waktu untuk pertamakalinya adalah 35 tahun dan dapat
diperpanjang 25 tahun (pasal 29 UUPA).Pasal 8 PP No 40 tahun 1996 mengatur
jangka waktu HGU untuk pertamakalinya paling lama 35 tahun , dapat diperpanjang
paling lama 25 tahun, dan diperbaharui 35 tahun.
Pembebanan Hak Guna Usaha dengan Hak Tanggungan
HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan diibebani hak tanggungan (pasal 33
UUPA jo. Pasal 15 PP No 40 Tahun 1996. Prosedur Hak tanggungan adalah :
1. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notariil atau akta
dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.
2. Adanya penyerahan Hak Guna Usaha sebagai jaminan utang yang dibuktikan
dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuata oleh PPAT.
3. Adanya pendaftaran akta Pemberian Hak Tanggungan kepada
Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan sertifikat hak tanggungan.
Hapusnya Hak Guna Usaha, berdasarkan pasal 34 UUPA
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
III.
HAK GUNA BANGUNAN
Pengertian HGB menurut pasal 35 UUPA yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Asal tanah HGB. Pasal 37 UUPA menegaskan HGB terjadi pada tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain. Sedangkan pasal 21 PP No 40
15
tahun 1996 menegaskan bahwa
tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah
Negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik.
Subyek HGB, yang dapat mempunyai HGB menurut pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 PP
No 40 tahun 1996 adalah:
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Terjadinya HGB berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. HGB Atas Tanah Negara
2. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan
3. HGB atas tanah Hak Milik
Jangka waktu HGB, jangka waktu HGB diatur dalam pasal 26 dampai dengan
pasal 29 PP No 40 tahun 1996 :
4.
HGB Atas Tanah Negara berjangka waktu untuk pertamakali paling lama 30
tahun, dapat diperpanjang 20 tahun dapat diperbaharui 30 tahun.
5. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya 30
tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 30
tahun
6. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten
/Kota setempat.
Hapusnya HGB,
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
16
Akibat Hapusnya HGB
1. Hapusnya HGB atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah
Negara.
2. Hapusnya HGB atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali
kedalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.
3. Hapusnya HGB atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali kedalam
penguasaan pemilik tanah (pasal 36 PP No 40 tahun 1996).
IV.
HAK PAKAI
Pengertian Hak Pakai, hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.
Perkataan “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak
pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan. Sedangkan kata
“memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai
digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian,
perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Subyek Hak Pakai:
1. WNI
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3. Badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Terjadinya HP berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. HGB Atas Tanah Negara
2. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan
3. HGB atas tanah Hak Milik
Jangka waktu HP, jangka waktu HP diatur dalam pasal 45 dampai dengan pasal
49 PP No 40 tahun 1996 :
17
1.
HP Atas Tanah Negara berjangka waktu untuk pertamakali paling lama 25
tahun, dapat diperpanjang 20 tahun dapat diperbaharui 25 tahun.
2. HP Atas tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya 25 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 25 tahun
3. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten
/Kota setempat.
Hapusnya Hak Pakai.
Berdasarkan pasal 55 PP No 40 tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya hak
pakai :
1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian
atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau
pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir karena :
a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau
dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai.
b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai
dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan. Atau
c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
4. Hak pakainya dicabut
5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah
7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
18
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria , Mandar Maju,
Bandung.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah,Djambatan: Jakarta.
Darwin Ginting, Hukum Pemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, Hak Menguasai
Negara dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia , Ghalia Indonesia:
Bogor.
Irma Devita Purnamasari, Panduan lengkap hukum praktis popular, kiat cerdas, mudah
dan bijak mengatasi masalah Hukum pertanahan, Kaifa: Bandung, 2010.
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak-hak atas tanah. Kencana Prenada Media Group :
Jakarta, 2003.
Maria SW Sumardjono, Tanah perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta :
2008.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), Citra Media Hukum: Yogyakarta: 2007.
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika: Jakarta, 2008
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011.
Urip Santoso,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group :
Jakarta, 2010.
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak Atas Tanah, Prenada Media Group : Jakarta, 2008.
Winahyu Erwiningsih, Hah Menguasa Negara Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2009.
19
Oleh: Mohammad Hamidi Masykur SH,M.Kn1
A. Pengantar
Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk
(Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma
yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian
yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan? ….(Qs Arrahman: 10-13)
Penggalan ayat Alquran di atas menggambarkan bahwa semua benda ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang bersemayam, bertahta dan bernaung dilangit maupun di bumi tidak akan
berguna dan sia-sia belaka, ma halaqta hadza batila, setiap helai bahkan setetes embunpun
sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia, apabila manusia itu berpikir, namun terkadang
manusia terlena dan selalu mendustakan serta mengingkari pemberian Tuhan sebagai karunia
yang sangat luar biasa kepada hambanya. Apabila ayat Alqur’an tersebut dihubungkan dengan
pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi, Air dan Ruang
Angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara.
Ada pertanyaan yang menggelitik terhadap kata-kata “dikuasai oleh Negara”, yang
mengatakan bahwa semua bumi, air ruang angkasa (bara) dan kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara, kenapa bukan masyarakat adat yang memegang teguh
kearifan lokal masyarakat setempat dan merupakan refleksi dari rakyat Indonesia yang
menguasai bara tersebut, padahal bumi, air dan ruang angkasa adalah ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga semua yang ada di dunia ini adalah untuk manusia dan masyarakat bebas
dengan sesuka hati untuk membuka lahan, menebang, menjual, menggadaikan, mengalihkan
serta menjaminkan (bara) tersebut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, diperlukan perenungan yang mendalam dan
berangkat dari hipotesa bahwa manusia mempunyai hubungan yang sangat erat dan bersifat
kodrati terhadap tanah tersebut. Permasalahan kemudian apa yang menyebabkan manusia
1
Disampaikan pada pengayaan Materi Hukum Agraria, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya Malang.
1
mempunyai hubungan yang sangat erat dan kodrati tersebut. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut melahirkan aliran-aliran yang saling bertentangan sebagaimana yang diilustrasikan
berikut:
1. Aliran Collectivisme
Aliran ini menitik beratkan kepada sifat kodrat manusia sebagai mahluk sosial. Menurut
aliran ini hanya masyarakatlah yang dapat mempunyai hubungan langsung dengan
tanah (hak milik). Tokoh aliran ini adalah JJ.Rousseau, Henry Goerge dan Van
Openheimer.
Para tokoh ini berpandangan bahwa adanya hak milik perseorangan akan menyebabkan
adanya perbedaan-perbedaan dalam hubungan manusia dengan tanah. Sebagian
manusia dapat memiliki tanah dan sebagian lain tidak. Adanya perbedaan tersebut
menimbulkan kesengsaraan dan kejahatan dalam masyarakat. Satu-satunya jalan untuk
menghilangkan hal tersebut ialah meniadakan
hak milik perseorangan. Tanah harus
dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat. Menurut JJ Rousseau masyarakatlah
(Negara) yang dapat mempunyai hak milik agar kesejahteraan manusia dapat terpenuhi.
2. Aliran Individualisme
Aliran ini lebih menitik beratkan manusia sebagai mahluk individu. Sebagai mahluk
individu manusia mempunyai hak untuk mempertahankan diri termasuk kehidupannya.
Manusia harus memelihara hidupnya, untuk itu manusia membutuhkan benda diluar
dirinya. Tanah merupakan salah satu atau benda
yang dibutuhkan manusia. Agar
supaya tanah dapat mendukung kebutuhan hidup manusia maka antara manusia
dengan tanah harus ada hubungan langsung (manusia harus mempunyai tanah
secara privat). Tokoh-tokoh aliran individualisme ialah: Thomas Aquino, Rerum
Novarum, Qadraqesimo AnNo. Alasan-alasan yang diakukan para tokoh ini adalah:
a. Apabila hak milik perorangan tidak diakui maka masing-masing individu akan
kehilangan hak atas pekerjaannya termasuk dalam mengolah tanah. Hilangnya hak
untuk memiliki tanah dan menikmati hasil pekerjannya menjadi penghalang
terpenuhinya kesejahteraan individu.
b. Adanya pengakuan bahwa perbedaan kemampuan orang untuk
berhubungan
langsung dengan tanah disamping tanah merupakan benda yang terbatas
jumlahnya. Namun keadaan yang demikian merupakan konsekuensi dari perjuangan
hidup yang harus dihadapi oleh masing-masing individu.
2
3. Aliran Teoritis
Notonagoro2 mengajukan empat faktor penyebab sebagai pertimbangan teoritis
I. Faktor Pertimbangan Teoritis
a. Faktor manusia
-
Manusia mempunyai sifat dwi tunggal yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk
social yang tidak dapat dipisahkan.
-
Hubungan manusia dengan tanah bersifat relative artinya kekuasaan manusia
atas tanah yang dimiliki itu harus ada batasannya yaitu kepentingan sosial
masyarakat.
b. Faktor tanah
-
Perbandingan jumlah manusia dengan tanah sangat tidak seimbang
-
Usaha yang harus dilakukan ialah bagaimana menjalin hubungan sebanyak
mungkin manusia dengan tanah.
-
Bagi manusia yang tidak dapat memiliki tanah harus diberi kemungkinan untuk
memperoleh manfaat atau menikmati hasil dari tanah tersebut.
c. Faktor masyarakat (Negara)
-
Konsep negara disini adalah Negara yang memperhatikan kedua sifat kodrat
manusia yang disebut sebagai Negara kebudayaan.
-
Tugas Negara ini meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
individu dan masyarakat.
-
Pemilikan tanah diserahkan pada masing-masing individu tetapi Negara berhak
menentukan kewajiban sosial yang dibebankan kepada hak milik perseorangan
tersebut.
d. Faktor hukum
-
Indonesia merupakan Negara hukum kebudayaan
-
Kaitannya hubungan manusia dengan tanah, hukum harus mengatur tentang
pengalokasian tanah untuk kepentingan Negara, masyarakat dan perseorangan
serta kepentingan perdamaian.
II. Faktor Pertimbangan Dasar Falsafah Pancasila
Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum pembentukan hukum di Indonesia,
sehingga pancasila dapat dipandang sebagai dasar khusus pembentukan hukum
2
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011, hlm.56
3
agrarian nasional. Adapun dari hakikat dari sila-sila pancasila yang menjadi tata
hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah adalah:
-
Sila I
-
Sila II (Hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah bersifat dwitunggal
(Hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah bersifat kodrati)
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain).
-
Sila III ( Manusia Indonesia dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan
tanah di wilayah Indonesia)
-
Sila IV (Setiap manusia Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dalam
pengusaan tanah)
-
Sila V (Setiap manusia Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh manfaat dari tanah).
III. Pertimbangan dari segi Yuridis
-
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Sebagai dasar dari politik hukum agraria nasional
-
Pasal 27 Ayat (2).
Ketiga teori diatas
penulis sependapat dengan Notonegoro
bahwa pemenuhan
kebutuhan sesorang terhadap tanah diletakkan dalam rangka kebutuhan seluruh masyarakat
sehingga hubungan tidak bersifat individualism semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan
tetap memberikan tempat dan penghormatan terhadap perseorangan. Cara berpikir yang serba
berpasangan tersebut diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Gregory Alexander yang
mengemukakan pemikirannya sebagai Post Modern dialectic of propherty3, yang berusaha
menepis pandangan individualistic semata dalam hubungan manusia dengan tanah ( self
regarding vision), dengan menawarkan communitarian vision of propherty
sebagai
alternatif.
Cara berpikir dan konsep communitarian vision of propherty yang diusung oleh
Negara barat tersebut bukanlah menjadi hal yang istimewa jauh dari konsep itu lahir Indonesia
sebenarnya juga mempunyai nilai-nilai pancasila yang pada era kekinian ini sudah mulai
bergeser dan kehilangan maknanya. Padahal apabila dikaji lebih dalam makna sila I (Ketuhanan
Yang Maha Esa) diintegrasikan dalam Pasal 1 Ayat (2) sebagai pengajuan bahwa bumi air dan
kekuasaan alam didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
3
Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas
Media Nusantara, Jakarta : 2001,hlm.159
4
Hubungan antara manusia dengan tanah yang menempatkan individu dan masyarakat
sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (kedwitunggalan) hal ini didasarkan pada sila
kedua. Hubungan antara manusia dengan tanah yang bersifat kolektif dapat dijumpai pasal 1
ayat (1) dan pasal (2) yang menegaskan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia, dan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam itu dalam tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
4
sedangkan hubungan manusia yang bersifat individual
diatur dalam pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 16. Benang merah yang
dapat disimpulkan bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan yang diberi kepercayaan oleh
rakyat untuk menguasai bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya berwenangan
menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan kekayaan
alam, dalam bentuk macam-macam hak atas tanah dengan isi wewenang masing-masing dan
perbuatan hukum
berkenaan dengan bumi, air dan kekayaan alam dengan memerhatikan
bahwa semua hak atas tanah itu mempunya fungsi sosial (pasal 6).
Terkait dengan sila ketiga, dalam hubungan antara manusia sebagai individu dengan
tanah, status kewarganegaraan berpengaruh terhadap hak atas tanah yang dipunyai. Pasal 9
ayat (1) menentukan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai hubungan
sepenuhnya dengan (bara). Sedangkan Warga Negara Asing (WNA) hanya dapat menjadi
pemegang hak pakai (pasal 42).
Dua sila terakhir yakni kerakyatan dan keadilan sosial diberi makna melalui pasal 7,
pasal 10 dan pasal 17. Prinsip utama dalam kaitan hubungan antara individu dengan tanah
pertanian harus mengerjakan sendiri tanahnya secara aktif. Oleh karena itu pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan karena hal itu dapat merugikan
kepentingan umum. Konsekuensinya ditentukan batas maksimum pemilikan dan penguasaan
tanah pertanian.
Pasal 1 ayat (1) UUPA menegaskan bahwa “seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”. Kata seluruh
dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa tidak ada sejengkal tanah pun di Negara Indonesia
yang merupakan apa yang disebut “res nullius” atau “tanah yang tidak bertuan”.
4
5
Maria SW Sumardjono, Tanah perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta :
2008,hlm.101
5
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011, hlm.42
5
B. Macam-macam Hak Penguasaan Atas Tanah
Hak atas tanah dalam UUPA diatur dalam pasal 4 UUPA yang menegaskan sebagai
berikut :
(1) Atas dasar mengusai Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang , baik sendiri maupun bersama-sama dengan orangorang lain serta badan-badan hukum
(2) Hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal (1) pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya,
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undangundang ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Secara hirarki tata susunan hak penguasaan tanah ialah sebagaimana berikut :
Hak Bangsa
Indonesia
Hak Menguasai Oleh
Negara Atas Tanah
Hak-Hak Masyarakat
Hukum Adat
Hak -Hak
Perorangan
Sumber : Muhammad Bakri, 2007. (Di olah oleh penulis)
Gambar piramida diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hak penguasaan tanah
terdapat hirarki yang memposisikan Hak Bangsa Indonesia berada di paling atas, hal ini sesuai
dengan amanah konstitusi yang tertuang dalam pasal 1 UUPA yang menegaskan bahwa “
Seluruh Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
6
bersatu sebagai Bangsa Indonesia6”. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya
seluruh bumi, air dan kekayaan yang ada didalamnya termasuk tanah di Indonesia adalah
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh Bangsa Indonesia.
Kemudian pada urutan yang kedua yang kita kenal dengan Hak Menguasai Negara,
menurut Muhammad Bakri susunan istilah Hak Menguasai Negara tidak jelas siapa subyek dan
obyeknya sehingga penulisan yang benar adalah Hak Menguasai Tanah Oleh Negara. Lain
halnya dengan Winahyu Erwiningsih yang menggunakan istilah Hak Menguasai Negara Atas
Tanah. Pada intinya maksud dari dua istilah tersebut sama- sama benar, karena berangkat dari
pemahaman Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam
pasal 1 bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
Apabila di renungkan lebih dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua
kata yang menentukan, sebagaimana dikutip oleh Winahyu Erwiningsih yaitu perkataan
“dikuasai” dan “dipergunakan”7. Perkataan dikuasai sebagai dasar wewenang Negara.
Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban layaknya
manusia.
Perkataan
digunakan
mengandung
suatu
perintah
kepada
Negara
untuk
mempergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak, agar sesuai dengan
tujuannya.
Selanjutnya Boedi Harsono menjabarkan pasal 33 ayat (3) mengenai hubungan manusia
dengan tanah sebagaimana berikut:
6
Lihat Muhammad Bakri. Hak bangsa merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi
dalam hukum tanah nasional. Hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, secara langsung
maupun tidak langsung bersumber padanya. Hak bangsa mengandung dua unsur, yaitu
kepunyaan dan unsure tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan
penggunaan tanah yang dipunyainya. Hak bangsa atas tanah bersama tersebut bukan hak
pemilikan dalam pengertian yuridis. Maka dalam rangka Hak Bangsa ada hak milik
perorangan atas tanah. Tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin
penggunaan tanah bersama tersebut pelaksanaannya dilimpahkan kepada Negara.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), Citra Media Hukum: Yogyakarta: 2007, hlm.42.
7
Winahyu Erwiningsih, Hah Menguasa Negara Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2009:
hlm. 3
7
1. Pernyataan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dalam wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.(pasal 1 ayat(1) hubungan tercipta adalah bersifat abadi pasal 1 ayat (3).
2. Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa yang demikian itu sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Dan merupakan kekayaan nasional pasal 1 ayat (2).
3. Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat (1).
4. Perintah bahwa hukum agraria yang mengatur tentang bumi, air dan ruang angkasa
harus mewujudkan penjelmaan dari asas kerohanian Negara dan cita-cita bangsa
yang terkadung dalam pancasila(penjelasan umum UUPA)
5. Perintah agar Negara :a)mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b) menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan
ruang angkasa; c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang
angkasa pasal 2 ayat (2).
6. Perintah agar wewenang bersumber dari hak menguasai Negara tersebut digunakan
untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
7. Perintah agar Negara melalui pemerintah :
a. Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang, masyarakat dan Negara
pasal 11 ayat (1)
b. Membuat aturan untuk mengusahakan tanah secara bersama berdasar
kerjasama dan untuk kepentingan bersama. Pasal 12.
c. Membuat aturan yang bertujuan dapat meningkatkan kemakmuran rakyat
serta menjamin bagi setiap warga Negara
Indonesia derajat hidup yang
sesuai dengan martabat manusia baik bagi dirinya maupun keluarganya.
d. Membuat aturan yang melarang penggunaan tanah melampaui batas,
mencegah adanya unsur pemerasan, mencegah adanya unsur monopoli serta
aturan mengenai fungsi sosial dalam penggunaan tanah serta kewajiban
untuk mengusahakan sendiri penguasaan tanah dan mencegah kerusakan
(pasal 15)
8
8. Pemerintah juga diharuskan membuat rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah untuk kepentingan Negara, kepentingan
peribadatan dan keperluan suci lainnya serta untuk kepentingan pusat-pusat
kehidupan masyarakat, sosial, budaya dan lain-lain kesejahteraan untuk produksi
pertanian, perikanan dan peternakan termasuk jaminan sosial perburuhan dengan
memperhatikan golongan ekonomi lemah serta perkembangan industri trasmigrasi
dan pertambangan. Pasal 13 dan 14 ayat (1)
9. Pemerintah
secara
koordinatif
dan
berjenjang
harus
bekerjasama
untuk
menjabarkan tugas dan fungsi kewenangan yang diembannya berdasarkan asas taat
asas. Pasal 14 ayat (2) dan (3).
Pendapat Boedi Harsono tersebut memerlukan jabaran yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan
secara sistematis dan sinkron dalam suatu peraturan perundang-
undangan untuk dapat mengatur, mengurus dan mengawasi setiap peruntukan persediaan
tanah untuk kepentingan masyarakat yang didasari norma hukum yang baik dan benar.
Hirarki tata susunan hak penguasaan tanah yang ketiga adalah hak-hak masyarakat
hukum adat. Hal ini tertuang dalam pasal 3 UUPA yang mengatakan bahwa “ Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang
dan peraturan lain yang lebih tinggi. 8 Apabila dikaitkan dengan pasal 18B ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati dan
kesatuan masing-masing hukum adat dan hak-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam Undang-Undang. Hirarki yang terakhir adalah Hak-hak Perorangan. Istilah
yang dipakai Irma Devita Purnamasari Hak Individual yang bersifat perdata 9, didalamnya
terdapat hak primer dan hak sekunder. Menurut Supriadi hak atas tanah primer adalah hak-hak
atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai
secara langsung oleh seseorang atau badan
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah,Djambatan: Jakarta, 2006,hlm. 6
9
Irma Devita Purnamasari, panduan lengkap hukum praktis popular, kiat cerdas, mudah dan
bijak mengatasi masalah Hukum pertanahan, Kaifa: Bandung, 2010, hlm.3
9
hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli
warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu 10:
1. Hak Milik atas Tanah (HM)
2. Hak Guna Usaha (HGU)
3. Hak Guna Bangunan (HGB)
4. Hak Pakai (HP)
Sedangkan yang dimaksud hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas
tanah yang bersifat sementara. Dikatakan sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam
waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Adapun hak atas tanah yang
bersifat sementara adalah :
1. Hak Gadai
2. Hak Usaha Bagi Hasil
3. Hak Menumpang
4. Hak Menyewa atas tanah Pertanian.
C. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah, (baik tanah sebagai
permukaan bumi (the surface of the earth) dan sekedar diperlukan
untuk kepentingan
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah). Sehingga dapat menggunakan tubuh
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Tegasnya meskipun dalam perpektif pemilikan
tanah hanya atas permukaan bumi, maka penggunaan selain permukaan tanah juga atau
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Hal ini sangat logis dan rasional, karena suatu hak
atas tanah tidak akan bermakna apapun jika kepada pemegang haknya tidak diberikan
kekuasaan untuk mempergunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang diatasnya
tersebut. Seperti hak untuk membuat sumur serta hak untuk menerbangkan layangan dan
lain-lain.11
Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif penulis akan menjabarkan macammacam hak atas tanah sebagaimana berikut :
I.
HAK MILIK
10
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafka: Jakarta, 2008, hlm.64
Darwin Ginting, Hukum Pemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, Hak Menguasai
Negara dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010,hlm.67.
11
10
a. Pengertian hak milik atas tanah seperti yang diurai dalam pasal 20 ayat (1) dan
(2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut : “ Hak milik adalah hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Parlindungan memberikan penegasan terhadap kata-kata terkuat dan terpenuh
itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, hak pakai dan hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara
hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang lain, hak miliklah yang “ter”
(paling kuat dan terpenuh).12 Lain halnya apa yang diistilahkan oleh Urip Santoso
bahwa istilah Turun temurun, memiliki makna bahwa hak milik atas tanah
dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya
meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya
sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Sedangkan Terkuat,
memiliki makna bahwa hak milik memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada
hak atas yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan
dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh, artinya Hak milik
memberikan wewenang kepada pemiliknya paling luas apabila dibandingkan
dengan hak atas tanah yang lain. Kelebihan hak milik dapat menjadi induk bagi
hak atas tanah yang lain.
b. Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian beralih
menurut Urip Santoso artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. dengan meninggalnya
pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya
sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Sedangkan
pengertian dialihkan adalah berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. contoh
perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan)
dalam modal perusahaan, lelang.13
12
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung,
1993, hlm. 124.
13
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak Atas Tanah, Prenada Media Group : Jakarta,
2008, hlm.93.
11
c. Subyek Hak Milik atau siapa saja yang boleh memiliki tanah dengan status hak
milik ? yang pertama adalah, Warga Negara Indonesia (WNI), hanya WNI
aja yang bisa mempunyai tanah yang berstatus hak milik. Hal ini sesuai dengan
amanah konstitusi pasal 21 ayat (1) UUPA. Sedangkan subyek yang kedua
adalah Badan-badan Hukum, pemerintah menetapkan badan-badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik seperti bank-bank yang didirikan oleh Negara
(Bank Negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial (pasal 1
PP No 38 Tahun 1963 tentang penunjukan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah). Sedangkan menurut pasal 8 ayat (1) Permen
Agraria/Kepala BPN No 9 Tahun 1999 tentang cara pemberian dan pembatalan
hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan
sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah maka dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau
mengalihkan hak milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Pertanyaan kemudian kenapa WNA atau orang yang menikah dengan orang
asing tanpa membuat suatu perjanjian pranikah tidak boleh memiliki tanah yang
berstatus hak milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha?. Hal ini
disebabkan adanya asas “ larangan pengasingan tanah” atau dalam bahasan
Belanda disebut Gronds Verponding Verbood
yaitu tanah-tanah di Indonesia
tidak boleh dimiliki oleh orang asing. Hal ini beralasan bahwa konsep Hak Bangsa
menekankan bahwa pada dasarnya tanah di Indonesia hanyalah milik bangsa
Indonesia yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Asas tersebut
juga memberikan proteksi bagi bangsa Indonesia agar tanah-tanah yang berada
di wilayah Indonesia tidak sampai jatuh ke tangan bangsa asing, yang bisa saja
berimplikasi bangsa Indonesia suatu saat terpaksa harus membayar kepada
pihak asing untuk mengusahakan tanah miliknya sendiri.
d. Terjadinya Hak Milik. Hak milik atas dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 22 UUPA. (1) Hak Milik atas tanah yang terjadi
menurut Hukum Adat. Hal ini terjadi dengan jalan pembukaan
12
tanah
(pembukaan hutan)14 atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing) 15.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat ini tidak dapat
didaftarkan pada
kantor pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk mendapatkan sertifikat Hak
Milik Atas Tanah. Ketentuan ini akan diatur oleh Peraturan Pemerintah yang
sampai sekarang belum terbentuk. (2)Hak Milik atas tanah terjadi karena
Penetapan Pemerintah Hak Milik atas tanah ini terjadi karena permohonan
pemberian Hak Milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan
persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Apabila persyaratan
telah terpenuhi maka BPN akan menerbitkan
Surat
Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SKPH ini wajib didaftarkan oleh pemohon
kepada Kepala Kantor Pertahan Kabupaten dan Kota setempat untuk dicatat
dalam buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah. (3) Hak Milik
atas tanah terjadi karena ketentuan Undang-Undang. Hak milik atas tanah yang
terjadi karena Undang-Undang lah yang menciptakannya, sebagaimana yang
diatu dalam pasal I pasal II, dan pasal VII ayat (1) ketentuan-ketentuan konversi
UUPA. Terjadinya hak milik atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi
(perubahan) menurut UUPA . Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24
September 1960, semua hak atas tanah yang ada harus dirubah menjadi satu
hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
e. Hapusnya hak milik atas tanah. Pasla 27 UUPA menetapkan faktor-faktor
penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanhanya jatuh kepada Negara
yaitu :
i. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 1816
ii. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya; 17
14
Yang dimaksud dengan pembukaan tanah (pembukaan hutan) yang dilakukan secara
bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui 3
sistem penggarapan yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan sistem
bluburan. Lihat Urip Santoso : 2008, hlm. 94
15
Yang dimaksud dengan lidah tanah (Aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul
karena berbelokny arus sungai atau tanah yang timbul dipinggir pantai, dan terjadi dari
lumpur, lumpur tersebut makin lama makin tinggi dan mengeras sehingga akhirnya menjadi
tanah.
16
Pasal 18 UUPA Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan member ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.
17
Lihat Urip Santoso, Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Hak atas tanah yang
13
iii. Karena diterlantarkan18
iv. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah.
v. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada
pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah.
Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah,
misalnya terjadi bencana alam.
II.
HAK GUNA USAHA
Pengertian HGU, Hak untuk menguasahan tanah yang dikuasai oleh Negara guna
perusahaan, pertanian perikanan atau peternakan.
Ciri-ciri HGU dapat dilihat sebagaimana berikut; HGU tergolong hak atas tanah
yang kuat, HGU bisa diwariskan; HGU dapat dijadikan jaminan utang; dapat
diperalihkan kepada orang lain; dapat dilepaskan oleh empunya; hanya dapat
dipergunakan untuk keperluan usaha pertanian, perikanan dan peternakan.
Terjadinya
HGU, Terjadinya HGU dengan Penetapan Pemerintah. HGU terjadi
melalui permohonan pemberian HGU oleh pemohon kepada kepada BPN. Apabila
persyaratan
yang ditentukan dipenuhi, maka BPN menerbitkan surat keputusan
pemberian hak (SKPH).
Luas HGU . luas tanah HGU adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 hektar
dan luas maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5
hektar dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala BPN (pasal 28 ayat (2) UUPA
jo. Pasal 5 PP No 40 tahun 1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP
No 40 Tahun 1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia
dilepaskan atau diserahkan berakibat hak atas tanahnya menjadi hapus dan tanahnya
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Urip Santoso,Pendaftaran dan
Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2010. Hlm. 71
18
Pengaturan mengenai tanah terlantar dapat ditemukan dalam PP No 36 Tahun 1998
tentang penertiban dan Pendayagunaan tanah Terlantar. Pasal 3 dan pasal 4 dapat
dirangkum bahwa pengertian tanah terlantar adalah : (1) tanah yang tidak dimanfaatkan
dan atau dipelihara dengan baik. (2) tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan
keadaan, sifat dan tujuan dari pemberian haknya tersebut. Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja,
Hak-hak atas tanah. Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2003. Hlm. 137
14
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (badan hukum Indonesia).
Jangka waktu. Jangka waktu untuk pertamakalinya adalah 35 tahun dan dapat
diperpanjang 25 tahun (pasal 29 UUPA).Pasal 8 PP No 40 tahun 1996 mengatur
jangka waktu HGU untuk pertamakalinya paling lama 35 tahun , dapat diperpanjang
paling lama 25 tahun, dan diperbaharui 35 tahun.
Pembebanan Hak Guna Usaha dengan Hak Tanggungan
HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan diibebani hak tanggungan (pasal 33
UUPA jo. Pasal 15 PP No 40 Tahun 1996. Prosedur Hak tanggungan adalah :
1. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notariil atau akta
dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.
2. Adanya penyerahan Hak Guna Usaha sebagai jaminan utang yang dibuktikan
dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuata oleh PPAT.
3. Adanya pendaftaran akta Pemberian Hak Tanggungan kepada
Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan sertifikat hak tanggungan.
Hapusnya Hak Guna Usaha, berdasarkan pasal 34 UUPA
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
III.
HAK GUNA BANGUNAN
Pengertian HGB menurut pasal 35 UUPA yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Asal tanah HGB. Pasal 37 UUPA menegaskan HGB terjadi pada tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain. Sedangkan pasal 21 PP No 40
15
tahun 1996 menegaskan bahwa
tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah
Negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik.
Subyek HGB, yang dapat mempunyai HGB menurut pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 PP
No 40 tahun 1996 adalah:
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Terjadinya HGB berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. HGB Atas Tanah Negara
2. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan
3. HGB atas tanah Hak Milik
Jangka waktu HGB, jangka waktu HGB diatur dalam pasal 26 dampai dengan
pasal 29 PP No 40 tahun 1996 :
4.
HGB Atas Tanah Negara berjangka waktu untuk pertamakali paling lama 30
tahun, dapat diperpanjang 20 tahun dapat diperbaharui 30 tahun.
5. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya 30
tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 30
tahun
6. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten
/Kota setempat.
Hapusnya HGB,
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
16
Akibat Hapusnya HGB
1. Hapusnya HGB atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah
Negara.
2. Hapusnya HGB atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali
kedalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.
3. Hapusnya HGB atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali kedalam
penguasaan pemilik tanah (pasal 36 PP No 40 tahun 1996).
IV.
HAK PAKAI
Pengertian Hak Pakai, hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.
Perkataan “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak
pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan. Sedangkan kata
“memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai
digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian,
perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Subyek Hak Pakai:
1. WNI
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3. Badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Terjadinya HP berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. HGB Atas Tanah Negara
2. HGB Atas tanah Hak Pengelolaan
3. HGB atas tanah Hak Milik
Jangka waktu HP, jangka waktu HP diatur dalam pasal 45 dampai dengan pasal
49 PP No 40 tahun 1996 :
17
1.
HP Atas Tanah Negara berjangka waktu untuk pertamakali paling lama 25
tahun, dapat diperpanjang 20 tahun dapat diperbaharui 25 tahun.
2. HP Atas tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya 25 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 25 tahun
3. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten
/Kota setempat.
Hapusnya Hak Pakai.
Berdasarkan pasal 55 PP No 40 tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya hak
pakai :
1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian
atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau
pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir karena :
a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau
dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai.
b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai
dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan. Atau
c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
4. Hak pakainya dicabut
5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah
7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
18
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria , Mandar Maju,
Bandung.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah,Djambatan: Jakarta.
Darwin Ginting, Hukum Pemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, Hak Menguasai
Negara dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia , Ghalia Indonesia:
Bogor.
Irma Devita Purnamasari, Panduan lengkap hukum praktis popular, kiat cerdas, mudah
dan bijak mengatasi masalah Hukum pertanahan, Kaifa: Bandung, 2010.
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak-hak atas tanah. Kencana Prenada Media Group :
Jakarta, 2003.
Maria SW Sumardjono, Tanah perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta :
2008.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), Citra Media Hukum: Yogyakarta: 2007.
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika: Jakarta, 2008
Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ismuya Yogyakarta :2011.
Urip Santoso,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group :
Jakarta, 2010.
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak- Hak Atas Tanah, Prenada Media Group : Jakarta, 2008.
Winahyu Erwiningsih, Hah Menguasa Negara Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2009.
19