BAB I PENDAHULUAN - BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
di Indonesia semakin hari semakin berkembang pesat. Kemajuan IPTEK ini
menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas tinggi,
sebab dengan begitu perkembangan yang ada dapat dikuasai, dimanfaatkan, dan
dikembangkan semaksimal mungkin. SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat
diperoleh melalui pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, dalam dunia
pendidikan perlu adanya

perubahan, pembaharuan, dan perbaikan guna

meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.
Mutu pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus
terutama pada mata pelajaran matematika, mengingat matematika merupakan
salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi,
sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu,
ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami
dunia sekitar.
Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada siswa

sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa
terlibat aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka
sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, seperti berpikir sistematis, logis dan kritis

1

2

dalam mengkomunikasikan gagasan serta juga memiliki sikap percaya diri dan
bertanggung jawab baik itu di lingkungan sosial, lingkungan rumah, sekolah dan
tempat bermain. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 54 Tahun 2013 tentang Standar
Kompetensi Lulusan SMP-MTs khususnya dalam mata pelajaran matematika,
disamping siswa memahami berbagai konsep matematika juga siswa diharapkan
memiliki dimensi ketrampilan dalam hal kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif serta mempunyai dimensi sikap percaya diri dan
bertanggung jawab. Dimensi-dimensi yang tercantum dalam SKL diharapkan
menjadi bekal siswa untuk mengahadapi kehidupannya di masa depan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 64 Tahun

2013 tentang standar isi untuk tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
menjelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kompetensi yaitu diantaranya: (1) menunjukan sikap logis, kritis,
analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif dan tidak mudah
menyerah dalam memecahkan msalah; (2) memiliki rasa ingin tahu, percaya diri,
dan ketertarikan pada matematika; (3) memiliki rasa percaya dan kegunaan pada
matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar; (4) memiliki sikap
terbuka, santun, obyektif dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.
Proses pembelajaran matematika dikelas diharapkan dapat mencapai
tujuan pembelajaran seperti yang tercantum dalam standar isi. Untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran matematika tersebut bukan pekerjaan yang mudah.

3

Dalam implementasinya guru harus memiliki kemampuan yang profesional dan
kreatif.
Tujuan mata pelajaran matematika tersebut juga menunjukkan bahwa
salah satu peranan matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup
menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan
di dunia yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui

latihan membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis,
rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Di samping itu, siswa diharapkan
dapat menggunakan matematika dan cara berpikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari,

dan

dalam

mempelajari

berbagai

ilmu

pengetahuan

yang

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap percaya diri siswa

serta keterampilan dalam penerapan matematika.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soedjadi (2004: 49) bahwa
pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang
bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta
pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi
tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah
matematika. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sumarmo (dalam Somakim,
2002: 2) juga menyatakan bahwa hakekat pendidikan matematika mempunyai dua
arah pengembangan, yaitu pengembangan untuk kebutuhan masa kini dan masa
akan datang. Pengembangan kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah
pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan

4

lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan di masa yang akan datang
adalah terbentuknya kemampuan nalar dan logis, sistematis, kritis, dan cermat
serta berpikir objektif dan terbuka.
Hasil riset yang telah dilakukan baik nasional maupun internasional
menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia masih jauh dari

ideal. Hal ini dapat terlihat dari standar nilai rerata kelulusan Ujian Nasional (UN)
yang dilaksanakan hingga tahun 2011 kurang dari 6 (enam), hasil TIMSS 2011
untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 36 dari 48 negara,
dan hasil PISA 2009 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada
peringkat 52 dari 65 negara. Fakta ini menunjukan bahwa baik dalam skala
nasional maupun internasional, prestasi matematika siswa khususnya dijenjang
SMP masih sangat rendah dan belum optimal.
Rendahnya prestasi belajar matematika mengindikasikan adanya sesuatu
yang belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Guru sebagai
salah satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih memandang bahwa
belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge)
dari pengajar kepeserta didik. Hal ini akan mengakibatkan siswa menjadi pasif
(Dahlan, 2004: 6).
Selain itu Ruseffendi (2006: 328) juga menyatakan bahwa selama ini
dalam proses belajar mengajar di kelas, pada umumnya siswa dalam mempelajari
matematika hanya diberi tahu oleh gurunya, bukan dengan eksplorasi. Hal ini
tentunya akan membuat siswa merasa ragu untuk mengeluarkan sesuatu yang
ingin ditanyakan terkait dengan materi pelajaran. Yang pada akhirnya akan

5


membuat tingkat kepercayaan diri siswa akan menurun. Dalam hal ini siswa akan
lebih banyak diam karena segala hal yang berhubungan dengan materi pelajaran
didapatkannya secara instan dari guru. Pada dasarnya pembelajaran yang berpusat
pada guru akan menempatkan siswa hanya sebagai penonton.
Hal tersebut diatas diperkuat berdasarkan hasil wawancara dengan salah
seorang guru matematika di SMPN 6 Kulisusu, yang mengungkapkan bahwa
model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru dikelas adalah masih
menggunakan

model

pembelajaran

konvensional.

Model

ini


cenderung

meminimalkan keterlibatan siswa, sehingga guru lebih dominan dalam
pembelajaran.

Dalam

aktivitas

pembelajaran

konvensional,

guru

hanya

menyampaikan materi secara langsung dan siswa bertanya ketika mengalami
kesulitan dalam memahami materi tersebut. Siswa kurang dikondisikan untuk
berbagi masalah dengan temannya dalam memahami materi pembelajaran. Siswa

juga kurang diupayakan untuk berusaha memahami sendiri konsep-konsep
matematika, akibatnya mereka sangat tergantung dan terpaku terhadap apa yang
telah disampaikan oleh guru. Misalnya, ketika siswa diberikan contoh soal lain
yang berbeda dengan contoh yang diajarkan oleh guru, maka sebagian besar siswa
akan mengalami kesulitan dalam memecahkannya. Dampak langsung dari model
pembelajaran konvensional adalah; (1) minat belajar siswa lemah, (2) siswa lebih
banyak mendapat perintah dari guru, (3) siswa kurang disiplin, dan (4)
pengetahuan yang dimiliki bersifat sesaat. Untuk memenuhi hal tersebut,
diperlukan pendekatan pembelajaran yang bisa menjadi solusi dalam mengatasi
permasalahan diatas.

6

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap tepat yang bisa
menjadi solusi adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMR), yang
menggunakan permasalahan realistik sebagai jembatan dalam membangun konsep
matematika. Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan
yang dianggap dapat memenuhi ciri belajar siswa aktif dan konstruktif, yang
memungkinkan kemampuan matematis siswa dapat berkembang secara optimal.
Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) matematika sebaiknya tidak

diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan
sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika.
Pendekatan

PMR

pada

dasarnya

merupakan

suatu

pendekatan

pembelajaran dengan memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa
untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai
pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Dalam
pandangan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar

pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian rupa
sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri.
Peran guru lebih banyak sebagai motivator terjadinya proses pembelajaran, bukan
sebagai pengajar atau penyampai ilmu. Ini berarti materi matematika yang
disajikan kepada siswa harus berupa suatu “proses” bukan sebagai barang “jadi”
(Kadir, 2006: 10).
Pendekatan

PMR

berpotensi

untuk

diterapkan,

karena

proses


pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematis berawal dari dunia nyata
dan pada akhirnya kita juga perlu merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam

7

matematika kembali kedunia nyata. Dengan kata lain, yang kita lakukan dalam
pendidikan

matematika

adalah

mengambil

sesuatu

dari

dunia

nyata,

“mematematisasinya” kemudian kita membawanya kembali kedunia nyata.
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) berpandangan bahwa matematika
sebagai aktivitas manusia, yang dikembangkan dengan tiga prinsip dasar, yaitu (a)
Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Terbimbing
dan Bermatematika secara Progresif); (b) Didactical Phenomenology (Penomena
Pembelajaran; dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri)
serta memiliki lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)
menggunakan model, (3) menggunakan kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi
dalam proses pembelajaran, (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan,
saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Treffers, 1991;
Gravemeijer, 1994; Armanto, 2002; Darhim, 2004, dalam Somakim 2010: 8).
Prinsip dan karakteristik PMR tersebut sangat sesuai dengan tuntutan
pembelajaran matematika di sekolah tingkat Dasar dan Menengah berdasarkan
kurukulum 2006 atau yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang menghendaki pembelajaran yang kontekstual.
Di samping itu juga pendekatan PMR menuntut pemecahan masalah yang
berfokus pada penyelesaian yang tidak tunggal (open-ended). Selanjutnya,
Gravemeijer (dalan Fitriani, 2012: 11) mengutarakan bahwa ada empat tujuan
pendidikan matematika:(1) Untuk kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari-hari
atau tempat kerja, (2) Sebagai prasyarat untuk studi lebih lanjut, (3) Nilai kultur,
yaitu sebagai hasil kebudayaan manusia, keindahan matematika, menghargai

8

peran matematika di masyarakat, dan berpikir secara matematika (logika).
Menurut Gravemeijer di banyak negara pembelajaran metematika hanya berfokus
pada tujuan kedua. Pendekatkan Matematika Realistik memperhatikan keempat
tujuan tersebut.
Pendekatan PMR dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis
matematis dikemukakan oleh Somakim (2010: 47-49) yakni aktivitas kemampuan
berpikir kritis dapat dimunculkan dalam hal menghadapi tantangan, hal-hal yang
baru, non rutin misalnya masalah kontekstual matematika. Kondisi-kondisi ini
dapat diperoleh dengan pendekatan PMR.
Pengembangan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah pertama
adalah amanah kurikulum matematika. Amanah tersebut tertulis dalam tujuan
mata pelajaran matematika maupun tuntutan pelajaran matematika kurilulum
matematika 2006. Adapun tujuan dan tuntutannya terkait dengan pengembangan
berpikir kritis matematis yang tercantum dalam kurikulum adalah mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif, pemecahan masalah, dan generalisasi.
Lebih lanjut Somakim (2010: 57-58) menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran PMR dapat membangun Self Efficacy pada diri siswa. Hal itu dapat
dilihat dari strategi belajar mengajar PMRI. Dengan memperhatikan empat
sumber Self-Efficacy

dan tiga prinsip serta lima karakteristik PMRI, sangat

dimungkinkan bahwa pelajaran matematika melalui pendekatan PMRI dapat
membangun Self-Efficacy siswa. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah

9

guru

dalam

pelaksanaan

pembelajaran

haruslah

mempersiapkan

HLT

(Hypothetical Learning Trajectori) Gravemeijer (dalam Somakim 2010: 57).
Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan tujuan
pembelajaran, konteks dan model dan aktivitas siswa dalam belajar. Dari HLT
tersebut setiap siswa atau kelompok siswa akan mengembangkan sendiri aktivitas
dan model of (bentuk informal) sampai menghasilkan model for (bentuk formal).
Selama kegiatan pembelajaran guru akan berfungsi sebagai fasilitator dan
moderator.
Pada karakteristik pertama dan kedua, guru berfungsi sebagai fasilitator
yaitu mempersiapkan kontekstual suatu materi matematika dan contoh model of
serta lembar kerja siswa. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk
menjelaskan pikiran dan pengertian atas hasil karyanya. Setiap bentuk atau hasil
karya atau produk siswa, guru harus memberikan penguatan berupa verbal atau
non verbal. Guru memberikan penguatan kepada siswa inilah wujud dari
munculnya Self-Efficacy siswa. Dengan terbentuk kepribadian yang mempunyai
kepercayaan diri yang kuat diharapkan kelak anak didik kita dapat mempunyai
integritas dan karakter bangsa yang dapat membangun bangsa Indonesia yang
lebih maju dan mandiri.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, nampak pentingnya
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan tingkat Self Efficacy siswa dalam
pembelajaran matematika di SMP, karena hal ini sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika. Dengan dimilikinya kemampuan berpikir kritis dan
Self Efficay siswa yang tinggi, diharapkan

berdampak pada pengembangan

10

mental dan kepribadian siswa serta meningkatnya hasil belajar matematika siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang peneliti yakini dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan Self Efficay siswa adalah PMR. Karena itu, judul
penelitian ini adalah: ”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Efficacy
Siswa SMPN 6 Kulisusu melalui Pendekatan Matematika Realistik”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,
maka secara umum masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran
dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis dan tingkat kepercayaan diri (Self Efficacy) pada siswa SMPN
Kulisusu?.
Secara lebih terperinci, permasalahan diatas dijabarkan sebagai berikut:
1.

Bagaiamana kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa
setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR?

2.

Bagaiamana kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa
setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

3.

Bagaiamana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan
Self Efficacy siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan
PMR?

4.

Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan
pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional?

11

5.

Apakah peningkatan Self Efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran
PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran
konvensional?

6.

Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy?

7.

Bagaimanakah respon siswa terhadap penggunaan pendekatan matematika
realistik?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.

Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis
siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR.

2.

Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis
siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

3.

Untuk menganalisis kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis dan Self
Efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan
pendekatan PMR.

4.

Untuk menganalisis apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang
mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional.

5.

Untuk menganalisis

apakah peningkatan

Self Efficacy siswa yang

mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional.

12

6.

Untuk menganalisis asosiasi antara berpikir kritis dan Self Efficacy siswa.

7.

Untuk menganalisis tanggapan (respon) siswa terhadap penggunaan
pendekatan matematika realistik.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang memberikan
kontribusi yang positif bagi kualitas pembelajaran matematika dan memberikan
manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, antara lain:
1.

Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran PMR diharapkan dapat melatih siswa untuk menylesaikan
masalah sehari-hari dengan proses berpikir kritis matematis dan bisa
meningkatkan kepercayaan dirinya dalam proses pembelajaran matematika.

2.

Bagi guru, dapat menjadi alternatif pilihan bagi para guru matematika dalam
memilih pendekatan pembelajaran dalam pengajaran matematika.

3.

Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang alternatif
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran
matematika, khususnya pendekatan PMR, dan juga dapat dikembangkan
penelitian lebih lanjut terkait kemampuan berpikir matematis.

E. Definisi Operasional
Variabel-variabel perlu diperjelas agar tidak menimbulkan perbedaan
penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, oleh karena itu variabel-variabel
tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1.

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

13

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir matematis tingkat
tinggi

yang

meliputi:

mengidentifikasi

dan

menjastifikasi

konsep,

menggeneralisasi, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah.
Mengidentifikasi

dan

menjastifikasi

konsep

adalah

kemampuan

membandingkan atau menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain, dan
memberikan alasan terhadap penggunaan konsep. Menggeneralisasi adalah
kemampuan melengkapi data atau informasi yang mendukung dan
menentukan aturan umum berdasarkan data yang teramati. Menganalisis
algoritma adalah kemampuan mengevaluasi atau memeriksa suatu algoritma,
dan mengklarifikasi dasar konseptual yang digunakan dalam setiap langkah
pemecahan. Memecahkan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi
unsur yang diketahui, ditanyakan, dan memeriksa kecukupan unsur yang
diperlukan dalam soal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya;
serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
2.

Tingkat Kepercayaan Diri (Self Efficacy)
Self-Efficacy

adalah

merepresentasikan

dan

kepercayaan
menyelesaikan

diri

terhadap:

masalah

kemampuan

matematika,

cara

belajar/bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan
kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar
selama pembelajaran. Self-Efficacy dapat digali dari empat sumber, yaitu (1)
Pengalaman otentik (authentic mastery experiences), suatu indikator tentang
kemampuan berdasarkan pada kinerja dalam penilaian dan pelajaran pada
masa yang lalu. Kegagalan/keberhasilan pengalaman yang lalu Akan

14

menurunkan/meningkatkan Self-Efficacy seseorang untuk pengalaman yang
serupa kelak. (2) Pengalaman orang lain (vicarious experience), yang dengan
memperhatikan

keberhasilan/kegagalan

orang

lain,

seseorang

dapat

mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membuat pertimbangan
tentang

kemampuan

dirinya

sendiri

berdasarkan

kompetensi

dan

berbandingan informasi dengan pencapaian orang lain. (3) Pendekatan sosial
atau verbal, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan meyakini seseorang
bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, misal umpan balik
dari guru atau orang lain., (3) Indeks psikologis, di mana status fisik dan
emosi akan mempengaruhi kemampuan seseorang.
3.

Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah
kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya
interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar
yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran
lainnya.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26