BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Evaporasi 2.1.1 Pengertian - Penentuan Model Evaporasi Menggunakan Analisis Klaster dan Analisis Komponen Utama Studi Kasus: Data BMKG Kota Medan)

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Evaporasi

  2.1.1 Pengertian

  Evaporasi adalah salah satu komponen siklus hidrologi, yaitu peristiwa menguapnya air dari permukaan air, tanah,dan bentuk permukaan bukan dari vegetasi lainnya.Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air (Lakitan, 1994). Sedangkan menurut Manan dan Suhardianto (1999), evaporasi (penguapan) adalah perubahan air menjadi uap air. Air yang ada di bumi bila terjadi proses evaporasi akan hilang ke atmosfer menjadi uap air. Evaporasi dapat terjadi dari permukaan air bebas seperti bejana berisi air, kolam, waduk, sungai ataupun laut. Proses evaporasi dapat terjadi pada benda yang mengandung air, lahan yang gundul atau pasir yang basah. Pada lahan yang basah, evaporasi mengakibatkan tanah menjadi kering dan dapat memengaruhi tanaman yang berada di tanah itu. Mengetahui banyaknya air yang dievaporasi dari tanah adalah penting dalam usaha mencegah tanaman mengalami kekeringan dengan mengembalikan sejumlah air yang hilang karena evaporasi.

  2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Evaporasi

  Faktor meteorologi yang memengaruhi evaporasi adalah radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan angin. Tempat-tempat dengan radiasi matahari tinggi mengakibatkan evaporasi tinggi karena evaporasi memerlukan energi. Umumnya radiasi matahari tinggi diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini dapat memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang membuat kelembaban udara sangat tergantung pada masukan energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Sumber energi utama untuk evaporasi adalah radiasi matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi yang tinggi tercapai pada waktu sekitar tengah hari (solar noon). Selain masukan energi, laju evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban udara di atasnya. Laju evaporasi akan semakin terpacu jika udara diatasnya kering (kelembaban rendah), sebaliknya akan terhambat jika kelembaban udaranya tinggi (Lakitan, 1994). Evaporasi sangat bergantung kepada karakteristik lokasi sehingga faktor-faktor meteorologi yang berperan dalam proses evaporasi dapat berbeda dari tempat ke tempat lainnya.

  Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap evaporasi adalah (Ward, 1967) :

  1. Faktor-faktor meteorologi

  a. Radiasi Matahari

  b. Temperatur udara dan permukaan

  c. Kelembaban

  d. Angin

  e. Tekanan Barometer

  2. Faktor-faktor Geografi

  a. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain)

  b. Jeluk tubuh air

  c. Ukuran dan bentuk permukaan air

  3. Faktor-faktor lainnya

  a. Kandungan lengas tanah

  b. Karakteristik kapiler tanah

  c. Jeluk muka air tanah

  d. Warna tanah

  e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi

  f. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain Penelitian ini membahas faktor-faktor meteorologi yang memengaruhi evaporasi, yaitu: radiasi matahari, suhu udara, tekanan udara, kelembaban dan kecepatan angin.

  2.1.2.1 Radiasi matahari (%)

  Pada setiap perubahan bentuk zat; dari es menjadi air (pencairan), dari zat cair menjadi gas (penguapan) dan dari es lengsung menjadi uap air (penyubliman) diperlukan panas laten (laten heat). Panas laten untuk penguapan berasal dari radiasi matahari dan tanah. Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan memengaruhi jumlah evaporasi di atas permukaan bumi, yang tergantung letak pada garis lintang dan musim.

  Radiasi matahari di suatu lokasi bervariasi sepanjang tahun, yang tergantung pada letak lokasi (garis lintang) dan deklinasi matahari. Pada bulan Desember kedudukan matahari berada paling jauh di selatan, sementara pada bulan Juni kedudukan matahari berada palng jauh di utara. daerah yang berada di belahan bumi selatan menerima radiasi maksimum matahari pada bulan Desember, sementara radiasi terkecil pada bulan Juni, begitu pula sebaliknya. Radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi juga dipengaruhi oleh penutupan awan. Penutupan oleh awan dinyatakan dalam persentase dari lama penyinaran matahari nyata terhadap lama penyinaran matahari yang mungkin terjadi.

  2.1.2.2 Temperatur udara (°C)

  Temperatur (suhu) udara pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap evaporasi. Semakin tinggi suhu semakin besar kemampuan udara untuk menyerap uap air. Selain itu semakin tinggi suhu, energi kinetik molekul air meningkat sehingga molekul air semakin banyak yang berpindah ke lapis udara di atasnya dalam bentuk uap air. Oleh karena itu di daerah beriklim tropis jumlah evaporasi lebih tinggi, di banding dengan daerah di kutub (daerah beriklim dingin). Untuk variasi harian dan bulanan suhu udara di Indonesia relatif kecil.

  2.1.2.3 Tekanan udara (mb)

  Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Diukur dengan menggunakan barometer. Satuan tekanan udara adalah milibar (mb).

  Tekanan udara akan berbanding terbalik dengan ketinggian suatu tempat sehingga semakin tinggi tempat dari permukaan laut semakin rendah tekanan udarannya. Kondisi ini disebabkansemakin tinggi tempat akan semakin berkurang udara yang menekannya.

  2.1.2.4 Kelembaban udara (%)

  Pada saat terjadi penguapan, tekanan udara pada lapisan udara tepat di atas permukaan air lebih rendah di banding tekanan pada permukaan air. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan terjadinya penguapan. Pada waktu penguapan terjadi, uap air bergabung dengan udara di atas permukaan air, sehingga udara mengandung uap air.

  Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga semakin tinggi. Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang menyebabkan berkurangnya laju penguapan. Apabila udara di atas permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah mencapai tekanan uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan terhenti. Kelembaban udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH).

  Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan perairan laut cukup luas mempunyai kelembaban udara tinggi. Kelembaban udara tergantung pada musim, di mana nilainya tinggi pada musim penghujan dan berkurang pada musim kemarau. Di daerah pesisir kelembaban udara akan lebih tinggi daripada di daerah pedalaman.

  2.1.2.5 Kecepatan angin (m/s)

  Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi menjadi lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut harus diganti dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin. Oleh karena itu kecepatan angin merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di daerah terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah yang terlindung dan udara diam.

  Di Indonesia, kecepatan angin relatif rendah. Pada musim penghujan angin dominan berasal dari barat laut yang membawa banyak uap air, sementara pada musim kemarau angin berasal dari tenggara yang kering.

2.2 Aljabar Matriks

2.2.1 Definisi Matriks

  Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom dan baris serta dibatasi tanda “[ ]” atau “( )”.

  Suatu matriks dinotasikan dengan symbol huruf besar seperti A, X, atau Z dan sebagainya. Sebuah matriks A yang berukuran m baris dan n kolom dapat ditulis sebagai berikut:

  …

  1

  11

  12

  …

  2

  21

  22

  = � �

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱

  …

  1

  2

  = � � ; = 1, 2, … , ; = 1, 2, … ,

  Skalar Skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai, tetapi tidak memiliki arah. Vektor Baris Suatu matriks yang terdiri dari satu baris dan n kolom disebut vektor baris.

  disebut vektor baris  m = 1 �

  = �

  Vektor Kolom Suatu matriks yang hanya terdiri dari m baris dan satu kolom disebut vektor kolom.

  disebut vektor kolom  n = 1 = � �

  Kombinasi Linier

  Vektor w merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor , , … , jika terdapat

  1

  2

  skalar , , … , sehingga berlaku:

  1

  2

  • 1
  • … +

  (2.1) =

  1

  2

2 Jika vektor w = 0, maka disebut persamaan homogen dan , , … , disebut

  1

  2

  vektor yang bebas linier, yang mengakibatkan = = = 0 , tetapi jika ada

  1 2 ⋯ =

  bilangan , , … , yang tidak semuanya sama dengan nol, maka , , … , disebut

  1

  2

  1

  2 vektor yang bergantung linier.

2.2.2 Jenis-jenis Matriks Matriks Kuadrat Matriks kuadrat adalah matriks yang memiliki baris dan kolom yang sama banyak.

  Dalam suatu matriks kuadrat, elemen-elemen , , … , disebut elemen diagonal

  11

  22 utama.

  …

  1

  11

  12

  …

  2

  21

  22

  = � �

  ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ …

  1

  2 Matriks Diagonal

  Matriks kuadrat = � �; , = 1, 2, … , disebut matrik simetris jika semua elemen di luar diagonal utama adalah nol, = 0 untuk i

  ≠ j dan paling tidak satu elemen pada

  diagonal pokok ≠ 0 untuk i = j. Jumlah elemen-elemen diagonal utama suatu matriks kuadrat A disebut trace A ditulis tr(A).

  , ( ( ) = � = )

  

=1

  …

  1

  11

  12

  …

  2

  21

  22

  = � �

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱

  …

  1

  2

  11

  22

  ( ) = ⋯ +

  Matriks Simetris

  Suatu matriks kuadrat = � �; , = 1, 2, … , disebut matriks simetris jika elemen di bawah diagonal utama merupakan cermin dari elemendi atas diagonal utama. Matriks

  = = artinya Contoh:

  2

  3

  1 −3

  3

  6 −2

  = � �

  1

  6

  8 −4

  8

  5 −3 −2

  Matriks Identitas Matriks A disebut matriks identitas dan biasa diberi simbol I.

  = � � = 1 = 1, 2, … , <=> = dan untuk = 1

  → = = 1

  → ≠ Matriks nol suatu matriks dengan semua elemennya mempunyai nilai nol. Biasanya diberi simbol 0, dibaca nol.

  Matriks Elementer

  Suatu matriks nxn dikatakan matriks elementer jika matriks tersebut dapat diperoleh dari matriks identitas nxn yakni I n dengan melakukan operasi baris elementer tunggal.

  Matriks Segitiga

  Matriks = � � suatu matriks bujur sangkar dikatakan segitiga bawah (lower

  triangular ) jika = 0 untuk i < j dan matriks

  = � � suatu matriks bujur sangkar = 0 dikatakan segitiga atas (upper triangular) jika untuk i > j. Contoh:

  2

  3

  5

  5 −1

  2

  1

  2

  3 −1

  Segitiga bawah = � �, segitia atas = � �

  2

  2

  5

  3

  6

  3

  5

  4

  1

  3 Matriks Singular Matriks kuadrat

  � dikatakan singular jika semua elemen pada salah satu baris = � atau kolom adalah nol atau jika semua kofaktor dari elemen suatu baris atau kolom sama dengan nol. Untuk melihat kesigularan suatu matriks adalah dengan menghitung determinan matriks tersebut. Apabila determinannya sama dengan nol, maka matriks tersebut singular.

  Matriks Ortogonal

  Matriks kuadrat = � � dikatakan dapat didiagonalisasi secara ortogonal jika

  −1 −1

  terdapat matriks ortogonal P sehingga berlaku AP . Matriks ortogonal = didefinisikan sebagai matriks kuadrat yang inversnya sama dengan transposenya, sehingga:

  −1

  = maka P adalah matriks ortogonal.

2.2.3 Operasi Matriks Perkalian Matriks dengan Skalar

  Jika = � � adalah matriks mxn dan k adalah suatu skalar, maka hasil kali A dengan

  =

  k adalah (1 = � � matiks mxn dengan ≤ ≤ , 1 ≤ ≤ ).

  Perkalian Matriks dengan Matriks

  Jika � adalah matriks mxp dan = � � adalah matriks pxn maka hasil kali

  = � dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan AB adalah C matriks mxn. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:

  = + + … +

  1

  2

  1

  2

  = (1

  (2.2) ∑ ≤ ≤ , 1 ≤ ≤ )

  =1 Penjumlahan Matriks

  Jika � adalah matriks mxn dan = � � adalah matriks mxn maka

  = � penjumlahan matriks dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan = � �

  ( + = dengan: = 1, 2, … , ; = 1, 2, … , ).

  Pengurangan Matriks

  Jika � adalah matriks mxn dan = � � adalah matriks mxn maka

  = � pengurangan matriks dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan = � �

  ( dengan: = − = 1, 2, … , ; = 1, 2, … , ).

  Transpose Suatu Matriks ′ ′ ′

  Jika = =

  � adalah matriks mxn maka matriks nxm dengan � � dan = �

  (1 ≤ ≤ , 1 ≤ ≤ ) disebut dengan transpose dari matriks A. Matriks secara umum dapat ditulis:

  …

  1

  11

  12

  …

  2

  21

  22

  = � � = � � dimana ( = 1, 2, … , ; = 1, 2, … , )

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱

  …

  

1

  11

  12

  …

  

2

  21

  22

  = = maka � �

   ⋮ ⋮ ⋱ ⋮

  …

  1

2 Determinan Matriks

  Misalkan = � � adalah matriks nxn. Fungsi determinan dari A ditulis dengan det(A) atau |

  | . Secara matematis ditulis: Det(A) = | … dengan , , … , merupakan himpunan S =

  | = ∑(±)

  1

  2

  1

  2

  1

  2 {1, 2, ..., n}.

  Invers Matriks

  Misalkan A matiks nxn disebut matriks non singular (invertible) jika terdapat matriks B sehinga menyebabkan: = = , maka matriks B disebut invers matriks A. Jika tidak terdapat matriks B yang menyebabkan kejadian tersebut, maka matriks A disebut matriks singular (non-invertible). Secara umum invers matriks A adalah:

  1

  −1

  = ( ) det(

  ) Adjoint matriks A adalah suatu matriks yang elemen-elemmennya terdiri dari semua elemen-elemen kofaktor matriks A, dengan adalah kofaktor elemen-elemen

  , , = 1, 2, … , . Sehingga dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

  …

  11

  12

  1

  …

  21

  22

  2

  ( ) = � � ⋮ ⋮ ⋮

  ⋮ …

  1

  2

  dengan:

  • +

    = ( det

  � � −1)

  Sifat-sifat Invers:

  • 1)-1 a.

  adalah non singuar dan Jika A adalah matriks non singular, maka (A

  • 1)-1

  (A = A c.

  Jika A adalah matriks singular, maka

T)-1 -1

  (A = (A )

2.3 Nilai Eigen dan Vaktor Eigen

  n

  Jika A adalah matriks nxn, maka vektor tak nol X di dalam R dinamakan vektor eigen (eigen vector) dari A jika AX adalah kelipatan skalar dari X, yakni:

  (2.3)

  AX = λX

  untuk suatu skalar

  λ. Skalar λ ini dinamakan nilai eigen (eigen value) dari A dan X dinamakan vektor eigen yang bersesuaian dengan λ.

  Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran nxn, dari persamaan (2.3) dapat ditulis kembali sebagai suatu persamaan homogen: (A

  (2.4)

  λI) X = 0

  Dengan I adalah matriks identitas yang berordo sama dengan matriks A, dalam catatan mariks: …

  1

  1

  11

  12

  1 … …

  2

  2

  21

  22

  1 … = =

  � � , � � , = � � ⋮

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮

  … …

  1

  1

2 AX =

  λX, X ≠ 0 AX = λ IX λ IX = 0 - AX

  (A -

  λ I)X = 0

  X

  (2.5) ≠ 0 → | A - λ I| = 0

  Untuk memperoleh nilai λ, | A - λ I| = 0 2.5

  −1

  • 1 −1

  ( ) =

  • … + = 0 maka didapatlah n buah akar

  1 2 n

  , , … , λ λ λ .

  Jika nilai eigen disubstitusi pada persamaan (A - λ I)X = 0, maka solusi dari vektor

  , , … , Jadi apabila matriks mempunyai akar karakteristik dan ada

  λ

  1 λ 2 λ n

  kemungkinan bahwa diantaranya mempunyai nilai yang sama, bersesuaian dengan akar- akar karakteristik ini adalah himpunan vektor-vektor karakteristik yang ortogonal (artinya masing-masing nilai akar karakteristik akan memerikan vektor karakteristik)

  , , … ,

  X X X sedemikian sehingga:

  1 2 n

  = 0; ≠ , = 1, 2, … ,

  Tanpa menghilangkan sifat umum, vektor-vektor tersebut dapat dibuat normal

  

  (standard) sedemikian rupa sehingga = untuk semua i, suatu himpunan vektor- vektor ortogonal yang telah dibuat normal (standard) disebut ortogonal set.

  Apabila X merupakan matriks nxn, dimana kolom-kolomnya terdiri dari vektor- vektor dan kemudian bisa ditulis dengan dua syarat berikut:

  

  = 0 1. , jika

  ≠

  

  = 1 , jika =

  ′ ′ −1

  = 2. sehingga

  = Matriks yang mempunyai sifat demikian dinamakan matriks ortogonal.

  Definisi: Misalkan = � � matriks nxn. 21

  − …

  1 Determinan ) =

  ⋮ ⋮ ⋮ ( ) = det( − � �

  … −

  1 dikatakan karakterisitik polinom dari A.

  Persamaan ) = 0 dikatakan persamaan karakterstik dari A.

  ( ) = det( −

2.4 Matriks Korelasi

  Matriks korelasi adalah matriks yang di dalamnya terdapat korelasi-korelasi Andaikan X adalah matriks data, ̅ adalah matriks rata-rata dan Σ adalah matriks ragam pragam.

  Dengan:

  

  1 2 ⋯ +

  = ̅ =

  

  1

  ⎡ ⎤ …

  ⎢ ⎥

  1

  

11

  12

  ̅

  1

  1

  

  ⎢

  

2 ⎥ …

  1

  2

  

21

  22

  ̅

  2

  1 ⎢ ⎥ =

  ̅ = � � = � � � � ⋮ ⋮ ⋮

  ⋮ ⋮ ⋱

  ⎢ ⎥ ⋮ x

  1 …

  ̅

  

1

  2

  ⎢ ⎥

  

  3

  ⎢ ⎥ ⎣

  ⎦

  1

  (2.7) ̅ =

  1

  1 .

  ̅dihitung dari matriks yang dikalikan dengan vektor 1 dan kostanta Selanjutnya persamaan (2.7) dikalikan dengan vektor 1’, sehingga dihasilkan matriks

  ̅1’.

  … ̅

  1

  ̅

  1 ̅

  1 1 … 2 2 ̅

  2

  ̅ ̅ (2.8)

  � ̅1’ = 11’ = �

  n

  ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ …

  ̅ ̅ ̅ Kurangkan matriks X dengan persamaan matriks (2.8) yang menghasilkan matriks baku pxn yang dinotasikan dengan V.

  …

  1 − ̅

  1 11 − ̅ 1 12 − ̅

  1 1 … 2 21 − ̅

  2 22 − ̅ 2 − ̅

  2

  = (2.9)

  = − 11 � � ⋮ ⋮ ⋮

  ⋱ …

  − ̅ − ̅ − ̅

  1

2 Matriks (

  − 1) adalah perkalian silang antara matriks (2.9) dengan matriks transposenya.

  ( − 1) =

  … …

  1 − ̅

  1 1 − ̅

  1 11 − ̅ 1 12 − ̅

  1 11 − ̅

  1 12 − ̅

  1

  … …

  2

  2 21 − ̅ 2 22 − ̅ 2 − ̅

  2 21 − ̅

  2 22 − ̅ 2 − ̅

  2

  � � � � ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮

  ⋱ ⋱ − ̅ − ̅ … − ̅ − ̅ − ̅ … − ̅

  1

  2

  1

  2

  • 1

  )

  2

  (

  ) ⋮

  

2

  2 − ̅

  )(

  1

  1 − ̅

  ) (

  )( − ̅

  1

  1 − ̅

  ⋮ (

  2

  1

  2

  1 − ̅

  Σ = � (

  2

  − ̅ )

  − ̅ ) =(

  − ̅ )(

  ) = (

  )( − ̅

  2

  2 − ̅

  = (

  2

  )

  )( − ̅

  − ̅

  )( − ̅

  1 − ̅

  2

  11

  ⋮ �

  ⋱ …

  … ⋮ ⋮

  11

  … �

  11

  = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡�

  ( ) 1 2 ⁄

  ≠k dihasilkan ( , ) = 0 sehingga dapat ditulis ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

  ⋮ � 2. menghitung matriks baku yang isinya adalah simpangan baku, dengan asumsi

  1

  ⋯

  ⋯ ⋱

  ⋮

  ) ⋯

  12

  1

  ⋮

  11

  � Σ = �

  2

  )

  ( − ̅

  ) ⋮

  )( − ̅

  1

  1 − ̅

  (

  ⋱ ⋯

  

1

  = (

  Karena �1 −

  11

  1

  �1 −

  1 −1

  Sehinga didapat =

  ′

  11

  1

  = 1 −

  ′

  11

  2

  1

  −

  ′

  1

  

  − 1 −

  ′

  11

  1

  = 1 −

  

  �

  ′

  11

  1

  � �1 −

  ′

  11

  1

  11

  � (2.10)

  1

  

1 − ̅

  )

  2

  2 − ̅

  )(

  

1

  1 − ̅

  = (

  12

  2

  )

  1

  1 − ̅

  ) = (

  1

  )(

  Persamaan (2.10) menunjukkan dengan jelas hubungan operasi perkalian matriks data dengan �1 −

  1 − 1 �

  1

  11

  

  � dan transpose matriks data. Jika S telah diketahui dari persamaan (2.10), maka S dapat dihubungkan ke matriks korelasi ρ dengan cara:

  1. menghitung matriks Σ

  =

  ( − ̅

  1

  )( − ̅

  =1

  )

  11

  = (

  1 − ̅

  ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

  (

  12

  − ̅ �

  � = (

  − ̅ )(

  − ̅ )

  � � = 1

  Dan untuk i

  ≠ k

  = �

  � − ̅

  1 − ̅

  1

  √

  11

  � �

  2 − ̅

  

2

  � � �

  = 1 =

  22

  11

  1

  √

  11

  � �

  1 − ̅

  1

  √

  � = (

  11

  1 − ̅

  1

  )(

  1 − ̅

  1

  ) √

  11

  √

  √

  � = (

  = �

  22

  11

  �

  2

  = �

  2 − ̅

  2

  √

  � � − ̅

  )( − ̅

  � � =

  (

  1 − ̅

  1

  )( − ̅

  ) √

  22

  ) √

  1

  1 − ̅

  22

  1

  )(

  2 − ̅

  2

  ) √

  11

  √

  1

  1 − ̅

  = �

  1 − ̅

  1

  √

  11

  � � − ̅

  � � =

  (

  1 − ̅

  11

  ( ) 1 2 ⁄

  ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

  = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡

  1 √ 11

  … 1

  √ 22

  … ⋮ ⋮ ⋱

  … ⋮

  1 �

  �

  )

  11

  ⋮

  1

  12

  ⋮

  2

  ⋯ ⋱

  −1

  1 2 ⁄

  1

  √

  )

  −1

  = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡

  1 √

  

11

  …

  1

  22

  (

  … ⋮ ⋮ ⋱

  … ⋮

  1 �

  ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ maka dapat dihasilkan matriks korelasi dengan rumus

  = (

  1 2 ⁄

  )

  −1

  ⋯

  ⋮ �

  (2.11) Untuk i = k menghasilkan r =1

  ⋮

  1

  12

  ⋮

  2

  ⋯ ⋱

  ⋯

  1

  1 � dengan:

  = �

  =

  1 −1

  ∑ �

  − ̅ �

  � �

  − ̅ �

  �

  =1

  1 ⋮

  ⎦ ⎥ ⎥ ⎤

  ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡

  = ⎣ ⎢ ⎢ ⎡ 11

  1

11

  … 1

  √ 22

  … ⋮ ⋮ ⋱

  … ⋮

  1 �

  ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

  √ 1111

  � �

  ⋮ 1

  √ 11121122

  ⋮ 2

  √ 22

  ⋯ ⋱

  ⋯ 1

  √ 11

  ⋮

  �

2.5 Analisis Regresi Linier Berganda

  Dalam perkembangannya, terdapat dua jenis regresi yang sangat terkenal, yaitu regresi linier sederhana dan regresi linier berganda. Regresi linier sederhana digunakan untuk menggambarkan hubungan antara suatu variabel bebas (X) dengan satu variabel tak bebas (Y) dalam bentuk persamaan linier sederhana.

  i = 1,2, …, n

  (2.12) +

  1

1 Regresi linier berganda merupakan perluasan dari regresi linier sederhana. Perluasannya

  terlihat dari banyaknya variabel bebas pada model regresi tersebut. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dinyatakan secara statistik sebagai berikut: (2.13) + + + =

  1

  1

  2

  2

  • dengan:

  ⋯ + ɛ

  = variabel tak bebas = variabel bebas

  , = parameter regresi ⋯,

  = variabel gangguan ɛ

2.5.1 Asumsi Regresi Linier Berganda

  Dalam model regresi linier berganda ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, asumsi tersebut adalah:

  1.

  ) = 0, Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol, yaitu E( untuk i= 1, 2, …, n

  2

  2

  2. ) = E( ) = , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi Varian ( heterokedastisitas)

  3.

  , ) = Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (

  0,

  4. , , … , , konstan dalam sampling yang terulang dan bebas

  1

  2 Variabel bebas terhadap kesalahan pengganggu .

  5. Tidak ada multikolinieritas dalam variabel bebas X.

  2

  6. ~ , artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal (0;

  2 dengan rata-rata 0 dan varian .

2.5.2 Metode Kuadrat Terkecil (MKT)

  Metode kuadrat terkecil merupakan suatu metode yang paling banyak digunakan untuk menduga parameter-parameter regresi. Pada model regresi linier berganda juga digunakan metode kuadrat terkecil untuk menduga parameter. Biasanya metode kuadrat terkecil ini diperoleh dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat. Misalkan model yang akan diestimasi adalah parameter dari persamaan dengan n pengamatan, maka diperoleh:

  = + + + +

  1

  1

  2

  

2

  ⋯ + ɛ

  • = +

  1

  1

  2 2 ⋯ + ɛ

  ⋮

  • =

  1

  1

  2 2 ⋯ + ɛ

  Persamaan-persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks: (2.14)

  = + ɛ dengan:

  1

  11 11 ⋯

  11

  1

  ɛ

  1

  2

  1 ɛ

  1

  11 11 ⋯

  11

  = � � = � � = � � ɛ = � �

  3

  ɛ

  1

  ⋮ ⋮ ⋯ ⋮

  ⋮

  4

  ɛ

  1

  1

  11 11 ⋯

  11 Untuk mendapatkan penaksir-penaksir MKT bagi

  , maka dengan asumsi klasik ditentukan dua vektor ( ̂ dan ̂) sebagai:

  1

  1

  1

  1

  ̂ = � � ̂ = � �

  1

  1

  1

1 Persamaan hasil estimasi dari persamaan (2.14) dapat ditulis sebagai:

  = ̂ + ɛ atau (2.15)

  = − ̂ Karena tujuan MKT adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari kesalahan,

  2

  yaitu ∑ = minimum, maka:

  =1

  2

  2

  2

  2

  ⋯ +

  • = �

  =1

  1

  1

  …

  1 ]

  = [ (2.16)

  1

  1

  � � =

  1

  1

  jadi,

  

2

  = � ′

  =1

  = ( − ̂)′( − ̂ )

  ′ ′ ′ ′

  = − ̂ − ̂ + ̂ ′ ′ ̂

  ′ ′

  Oleh karena ̂ adalah skalar, maka matriks transposenya adalah:

  ′

′ ′ ′

  = � ̂

  � ̂ jadi,

  ′ ′ ′ ′

  (2.17) = − 2 ̂ + ̂ ′ ′ ̂

  ′

  Untuk menakar parameter ̂,maka harus diminimumkan terhadap ̂, maka:

  2

′ ′ ′

  = � − 2 ̂ + ̂ ′ ′ ̂

  =1

  2 ′ ′ ′ ′

  �� � = − 2 ̂ + ̂ ′ ̂ = 0

  =1

  ̂ ′ atau:

  ′

  ̂ = ′

  −1

  (2.18) ̂ = ( ′ ) ′ dengan ketentuan det ( ′ ) ≠ 0

2.5.3 Sifat Penduga Kuadrat Terkecil Menurut Sembiring (2003), metode kuadrat terkecil memiliki beberapa sifat yang baik.

  Untuk menyelidiki sifatnya, pandang kembali model umum regresi linier pada persamaa

  2

  (2.14). Dalam hal ini, dianggap bahwa . bebas satu sama lain dan E( ) = 0, var =

  2 Dengan demikian, maka ( ) = ̂ dan ( ) = .

  Jadi sifat penduga kuadrat terkecil adalah: 1.

  Tak bias Jika

  � ̂� = maka ̂ adalah penduga tak bias dari . Dari persamaan (2.15) diketahui:

  −1

  ̂ = ( ′ ) ′

  

′ −1 ′

  = ( ( ) + )

  ′ −1 ′ ′ −1 ′

  = ( ) + ( )

  ′ −1 ′

  = (2.19)

  • ( )

  ′ −1 ′

  dengan ( ) = 1

  ′ −1 ′

  � ̂� = [( ) ]

  ′ −1 ′

  = ( ) ( )

  ′ −1 ′

  = ( ( ) )

  ′ −1 ′

  = ( )

  = = 2. Varian minimum

  2

  2 Jika

  = ( ) = maka matriks kovarian untuk ̂ diberikan oleh

  2 ′ −1

  ( . Jika

  ) ( ) = dan ( ) = , maka penduga kuadrat terkecil ̂ mempunyai varian minimum diantara semua variabel penduga tak bias linier. Bukti:

  ′

  � ̂� = ��� ̂ − � ̂�� � ̂ − � ̂��� �

  ′ −1 ′ ′ −1 ′ ′

  = ( ) ] [( + ( ) − )( + ( ) ) −

  ′ −1 ′ ′ −1 ′ ′

  = ]

  [(( ) )(( ) )

  ′ −1 ′ ′ −1

  = ]

  [( ) ( ′ )

  ′ −1 ′ ′ −1 ′

  = ( ) ( ) ( )

  2 ′ −1

  = ( )

  2 ′ −1

  = ( (2.20)

  )

2.6 Uji Regresi Linier

  Pengujian nyata regresi adalah sebuah pengujian untuk menentukan apakah ada , , … , hubungan linier antara varaiabel tak bebas Y dan variabel bebas .

  1

  2 Uji yang digunakan adalah uji mengggunakan statistik F berbentuk: �

  = (2.21)

  � ( − −1)

  dengan: JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKS = Jumlah Kuadrat Sisa k = Derajat kebebasan JKR (nk- 1) = Derajat kebebasan JKS

  Dalam uji hipotesis, digunakan daerah kritis: > ditolak jika dengan:

  Selanjutnya, jika model regresi layak digunakan akan dilakukan lagi uji terhadap koefisien-koefisien regresi secara terpisah untuk mengetahui apakah koefisien tersebut layak dipakai dalam persamaan atau tidak.

  Rumusan hipotesis untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah sebagai berikut: = 0 artinya koefisien regresi ke-

  ∶ tidak signifikan atau variabel bebas ke- tidak berpengaruh nyata terhadap .

  

1 ∶ ≠ 0 artinya koefisien regresi ke- signifikan atau variabel bebas ke-

  berpengaruh nyata terhadap .

  Statistik uji yang digunakan untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah:

  �

  (2.23) � ̂ � =

  � � � �

  Jika , maka ditolak yang artinya variabel bebas ke- � � ̂ �� > (

  − −1); /2

  berpengaruh nyata terhadap .

2.7 Analisis Klaster

2.7.1 Konsep Dasar

  Analisis klaster merupakan suatu kelas teknik, dipergunakan untuk mengklasisfikasi objek atau kasus (responden) ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut klaster (cluster). Objek/ kasus/ variabel dalam satu klaster cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari klaster lainnya. Analisis klaster disebut juga analisis klasifikasi atau taksonomi numerik (numerical taxonomy). Setiap objek hanya masuk ke dalam 1 klaster saja, tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) (Supranto, 2010).

  (X

  2 )

  (X )

  1 Gambar 2.1 menunjukkan hasil pengklasteran yang ideal, di mana setiap objek/

  variabel/ kasus hanya masuk atau menjadi anggota dari salah satu klaster (tidak mungkin menjadi anggota dari dua klaster atau lebih). Gambar 2.1 menunjukkan situasi di mana klaster dipisahkan secara berbeda (distincly separated) pada dua variabel. Perhatikan bahwa setiap objek/ kasus/ variabel hanya masuk ke dalam1 klaster dan tidak terjadi tumpang tindih, kalster saling meniadakan (mutually exclusive).

  Sebaliknya pada gambar 2.2 menunjukkan hasil pengklasteran yang sering terjadi dalam praktik, yaitu terjadi tumpang tindih, artinya objek/ variabel yang seharusnya menjadi anggota klaster 1, menjadi anggota klaster 2, dan sebaliknya.

  

Gambar 2.2: Pengklasteran dalam praktik

  (X )

  2

2.7.2 Melakukan Analisis Klaster

  Adapaun langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan analisis klaster adalah: 1.

  Merumuskan Masalah Hal yang paling penting dalam perumusan masalah analisis klaster ialah pemilihan variabel-variabel yang akan digunakan untuk pengklasteran Memasukkan satu atau dua varaiebel yang tidak relevan akan mendistorsi hasil pengklasteran yang kemungkinan besar sangat bermanfaat.

  Pada dasarnya set variabel yang dipilih harus menguraikan kemiripan (similarity), yang memang benar-benar relevan dengan permasalahn yang akan dibahas.

2. Memilih Ukuran Jarak

  Oleh karena tujuan analisis klaster adalah untuk mengelompokkan objek/ variabel yang mirip dalam klaster yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda objek/ objek atau varaiabel/ varaiabel tersebut.Pendekatan yang paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam jarak (distance) antara pasangan objek. Ukuran kemiripan yang yang paling biasa dipakai ialah jarak euclidean (euclidean

  distance ) atau nilai kuadratnya yang merupakan akar dari jumlah kuadrat perbedaan/

  deviasi di dalam nilai untuk setiap variabel. Rumusnya adalah sebagai berikut:

  2

  ) (2.25)

  ( , ) = �(∑ − 3. Memilih Suatu Prosedur Pengklasteran

  Gambar 2.3: Klasifikasi Prosedur Pengklasteran Clustering Procedure Non- Hierarchical

  Hierarchical

  Linkage Variance Centroid Ward’s Method Single Linkage Complete Linkage Average Linkage

  Prosedur pengklasteran bisa hierarki dan bisa juga non hierarki. Pengklasteran hierarki ditandai dengan pengembangan suatu hierarki atau struktur mirip pohon (tree like structure). Metode hierarki bisa aglomeratif atau devisif (agglomerative

  or divisive ).