Prospek Pengaplikasian AEC Bagimana Meng

Prospek Pengaplikasian AEC:
Bagimana Menghindarkan Negara-Negara ASEAN dari Middle-Income Trap ?
Winda Noviana
Pendahuluan
Declaration of Bali Concord II di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003 menandai
keputusan pendirian ASEAN Community, termasuk di dalamnya ASEAN Economic
Community (AEC) yang akan dimulai pada akhir tahun 2015. AEC mengandung prinsip
dasar ekonomi yang digerakkan pasar, terbuka, inklusif, dan outward-looking. Negara-negara
didorong untuk terintegrasi dalam pola pertukaran barang, jasa, modal, investasi, dan tenaga
kerja terampil untuk menyokong karakteristik single market dan basis produksi, region
ekonomi kompetitif, perkembangan ekonomi yang pantas, dan terintegrasi penuh ke
perekonomian global.1 Selain dibayangi euphoria keuntungan yang bisa didapat oleh aktoraktor di dalam ASEAN dengan pengaplikasian AEC, tantangan ke depan yang jauh lebih
rumit menghadang masa depan perkembangan ekonomi ketika telah mencapai tingkat
middle-income. Tak hanya bagaimana mendorong perekonomian negara, AEC ditantang
mengolah konsep sustainable development yang dimiliki guna menjadikan negara-negara
ASEAN tidak terjebak dalam middle income traps yang membayangi setelah tercapainya
perkembangan ekonomi itu sendiri.
Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana prospek pengaplikasian AEC dalam
menghindarkan negara-negara ASEAN dari middle-income traps. Menggunakan perspektif
liberalis dalam kajian studi ekonomi politik internasional, tulisan ini akan menjelaskan bahwa
negara-negara ASEAN akan mampu mencapai perkembangan ekonomi yang baik sekaligus

terhindarkan dari bayang-bayang middle-income traps dengan melakukan penerapan prinsipprinsip ekonomi AEC. Tesis dasar tulisan ini adalah bahwa AEC mengandung konsep-konsep
yang ketika diimplementasikan secara berkelanjutan maka akan mampu membawa hasil
seperti yang diinginkan di atas.
Middle-Income Traps, Sebuah Tantangan dalam Bayangan Euphoria Ekonomi
Middle-income traps adalah keadaan di mana ekonomi negara telah mencapai tingkat
ekonomi GDP menengah, tetapi progresnya melambat atau sulit untuk terus mempertahankan
pertumbuhan ekonominya sehingga terus terjebak pada tingkat GDP menengah atau bahkan
turun ke tingkat di bawahnya.2 Sebuah negara dikatakan masuk dalam GDP menengah ketika

1 ASEAN Economic Community Blueprint

GDP per kapitanya di atas $1,045 dan kurang dari $12,735. 3 Kedelapan negara ASEAN
termasuk dalam GDP menengah ini kecuali Singapura dan Brunei Darussalam yang termasuk
high-income menurut indikator terakhir tahun 2010-2014. Indonesia, Filipina, Kamboja,
Vietnam, Myanmar, dan Laos termasuk lower-middle-income yaitu $1,046 - $4,125. Malaysia
dan Thailand termasuk upper-middle-income dengan GDP $4,126 - $ 12,736, keduanya
merupakan negara dengan kemungkinan paling tinggi untuk mampu masuk ke tingkat highincome.4
Traps yang dimaksudkan di sini adalah mekanisme penguatan diri yang disebabkan
oleh kegagalan pasar atau kekurangan pengembangan institusional.5 Dalam lower-middleincome, diperkirakan suatu negara mampu menuju tingkat ekonomi di atasnya (uppermiddle-income) dalam waktu 28 tahun dengan pertumbuhan setidaknya 4.7%. Sedang bagi
upper-middle-income menuju high-income membutuhkan 14 tahun dengan pertumbuhan

setidaknya 3.5%. Suatu negara dikatakan memasuki middle-income traps jika dalam waktu
tersebut, dirinya belum mampu untuk memasuki tingkat ekonomi di atasnya. 6 Contoh region
yang sering mengalami hal ini adalah Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.
Bagaimana AEC Dapat Mendorong Negara-Negara ASEAN Menghindari MiddleIncome Traps ?
Untuk menghindari terjebak dalam level ekonomi menengah, yang dibutuhkan
negara-negara

ASEAN

adalah

pembangunan

berkelanjutan.

Mengapa

?

Dengan


pembangunan berkelanjutan, negara tidak akan tertinggal oleh perkembangan ekonomi global
karena memotivasi diri untuk terus berkembang dan berkembang. Banyak kasus negara yang
terjebak dalam middle-income traps adalah karena telah merasa berhasil dan mapan mencapai
tingkat yang diinginkan, tetapi kemudian tak lagi melakukan perkembangan-perkembangan
baru bagi sektor ekonominya . Padahal yang terjadi, dunia ekonomi global terus menerus
berkembang, dan tanpa melakukan perkembangan lebih lanjut maka negara akan kembali
tertinggal dari standar global yang juga berkembang.

2 Tim Fernholz, “The myth of middle-income trap”, Quartz, diakses dari http://qz.com/310657/the-myth-ofthe-middle-income-trap/, pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 10.43
3 World Bank Atlas Method, “Country and Lending Group”, World Bank, diakses dari
http://data.worldbank.org/about/country-and-lending-groups, pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 10.52
4 World Bank Database, “GDP per capita (current US$)”, World Bank, diakses dari
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD, pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 11.07
5 Fernando Gabriel Im and David Rosenblatt, “Middle-Income Traps A Conceptual and Empirical Survey”, dalam
Policy Research Working Paper World Bank 6594 (2013), hal.4
6 Jesus Felipe, Arnelyn Abdon, and Utsav Kumar, “Tracking the Middle-Income Trap: What Is It, Who Is in It, and
Why ?”, dalam Working Paper Levy Economics Institute of Bard College no.715, hal.3

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan berkelanjutan dalam menghindari

middle-income traps antara lain: stabilitas makroekonomi, investasi dan tingkat simpanan
berkelanjutan, alokasi sumberdaya oleh pasar, dan pemerintah yang cakap. 7 Tetapi,
bagaimanakan pembangunan berkelanjutan yang dimaksudkan di sini terkait dengan prinsipprinsip AEC ? Dalam rencana perkembangan AEC mendatang, terdapat prinsip-prinsip yang
dapat dijadikan dasar untuk suatu negara menghindari middle-income traps.
Pertama, peningkatan produktivitas dengan berdasar total factor productivity.
Produktivitas ekonomi harus terus berkembang sesuai tak hanya secara kuantitas tetapi juga
kualitas secara menyeluruh pada seluruh faktor produksi. Faktor produksi yang ikut
mendorong produktivitas di antaranya sumber daya, modal, dan tenaga kerja. Peran integrasi
pasar AEC jelas mempermudah pertukaran sumber daya dan modal investasi. Juga
memudahkan pertukaran serta pengaplikasian tuntutan peningkatan standar tenaga kerja
tingkat regional. Selain memperbaiki faktor produksi, peningkatan produktivitas berarti pula
menggantikan aktivitas-aktivitas ekonomi rendah menjadi yang menghasilkan outcome tinggi
missal dengan industrialisasi.
Kedua, pengembangan sumber daya manusia. Pertukaran jasa dan tenaga kerja
terampil yang terintegrasi secara regional menjadikan persaingan pencarian tenaga kerja
industri semakin kompetitif. Negara akan berusaha meningkatkan kemampuan kerja
masyarakatnya agar tidak tertinggal dengan standar regional, yang kemudian berlanjut
mempermudah langkah ke tingkat global selanjutnya. Kemampuan tenaga kerja akan
mendorong struktur industri untuk ikut berkembang sekaligus meningkatkan produktivitas
karena menyesuaikan tuntutan permintaan global. Pengembangan tenaga kerja sendiri banyak

dituntut oleh pergeseran struktur industri global yang less-skill intensive menjadi high-skill
intensive.8 Peran sumber daya manusia tidak hanya dalam mendorong produktivitas, tetapi
juga perencanaan arah ke depan kebijakan ekonomi suatu negara.
Ketiga, inovasi dan penelitian. Inovasi dibutuhkan untuk mengetahui gejolak
perubahan selera pasar sehingga produksi dalam negara mampu mengimbangi persaingan
pasar yang akan datang. Penelitian juga sangat penting untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan, memprediksi masa depan, serta berperan dalam rangka inovasi sendiri. AEC
sangat mendorong inovasi dan penelitian dengan menyediakan konsultasi makroekonomi dan
7 Maria Carnovale, “Developing Countries and Middle-Income Trap: Predetermined to Fall ?”, dalam tesis
Bachelor of Science, Undergraduate College, Leonard N. Stern School of Business, New York University (2011)
hal.5-6
8 Tran Van Tho, “The Middle Income Trap: Issues for Members of the Association of Southeast Asian Nations”,
dalam ADBI Working Paper Series no.421 (2013), hal.5

kebijakan finansial yang lebih dekat antarnegara sehingga negara yang kurang berkembang
secara ekonomi bisa belajar kepada negara dengan standar ekonomi lebih di atasnya.
Keempat, institusi yang berkualitas. Bukan hanya masyarakat dan sistem ekonomi
yang dituntut untuk harus selalu berkembang. Transisi ekonomi yang lebih maju
membutuhkan aktor pembuat dan pengarah kebijakan yang maju pula. Fungsi institusi di sini
adalah mendorong kebijakan yang ramah terhadap kecenderungan pertumbuhan ekonomi,

mengawasi jalannya sistem ekonomi, dan sebagai sistem evaluasi. Tak hanya mendorong
pertukaran barang dan jasa, AEC menciptakan pola informasi bersama yang mempermudah
institusi ekonomi antarnegara untuk berkoordinasi dalam perdagangan.
Kelima, teknologi. Dengan adanya pertukaran informasi, otomatis aliran teknologi
juga akan berlangsung dengan lebih mudah antarnegara. Pasar bebas yang mengurangi
halangan perdagangan dapat mengurangi kekhawatiran negara akan ketertinggalan teknologi
dari negara lain. Apalagi dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Asia Tenggara menjadi
region pemasaran empuk bagi barang-barang teknologi tak hanya dari dalam regional Asia
Tenggara sendiri, tetapi juga luar Asia Tenggara. Hal ini mempermudah distribusi teknologi
dan menimbulkan rangsangan inovasi yang baik bagi pembangunan berkelanjutan yang dituju
AEC.
Kesimpulan: Bisakah ASEAN Menghindari Middle-Income Traps Tanpa AEC ?
Sejarah perekonomian ASEAN mencatat bahwa negara-negara seperti Indonesia dan
Malaysia memang sudah pernah, bahkan masih mengalami middle-income traps. Namun
dengan adanya AEC yang secara general mendorong perkembangan ekonomi berkelanjutan,
telah membawa harapan yang lebih baik baik bagi kemajuan negara-negara ASEAN. Prinsipprinsip AEC dinilai akan mampu memberi keuntungan bagi setiap negara anggota secara
merata. AEC memang bukanlah satu-satunya standar penilaian apakah suatu negara berhasil
mengembangkan ekonominya dan tidak terperosok dalam middle-income traps atau tidak.
Namun, posisi AEC di dalam negara-negara ASEAN adalah sebagai rezim yang
menjembatani fasilitas dan mempermudah aliran faktor-faktor yang dibutuhkan negara untuk

maju dalam perekonomian kapitalisme dunia internasional.