KONDOMISASI BUKAN SOLUSI simak (1)

KONDOMISASI BUKAN SOLUSI

Perilaku seks bebas di Indonesia semakin memprihatinkan. Salah satu indikasinya adalah semakin
meningkatnya jumlah aborsi pertahunnya. Menurut BKKBN, setiap tahun diperkirakan ada 2,5 juta
nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar, sebab jumlahnya
separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Dari 2,5 jutaan pelaku
aborsi itu, 1-1,5 juta di antaranya adalah remaja.

Masih data dari BKKBN pada 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan
seks pranikah. Dengan kata lain, dari 100 remaja, 51 orang sudah tidak perawan. Dari data itu juga
disebutkan, penyebaran wilayah remaja yang sudah melakukan seks pranikah terjadi di sejumlah kota
besar. Misalnya di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.
(Majalah Detik, edisi 30, 25/06/12)

Dari kenyataan ini, banyak pihak kemudian berupaya mengeluarkan solusi. Salah satu solusinya
adalah dengan penggalakan penggunaan kondom. Program kampanye penggunaan kondom untuk
hubungan seksual beresiko dikeluarkan oleh Nafsiah Mboi, tak lama setelah pengangkatannya
sebagai menteri kesehatan. Hal ini menuai kontroversi dan protes di berbagai media dan dari ormas
serta tokoh-tokoh Islam.

Ketika ditanya melalui wawancara di salah satu media online bahwa bukankah kebijakan tersebut

sama saja mengizinkan remaja melakukan seks bebas, Ibu Menteri menjawab, “Oh tidak, karena
mereka sudah melakukan seks bebas. Tapi kita kurangi risiko, jadi kita mencegah mudarat yang lebih
besar.”

Kampanye pemakaian kondom (save sex) terhadap remaja tidak lain hanyalah upaya pelegalan seks
bebas. Dengan memakai kondom, seolah ingin dikatakan “Jangan takut melakukan free sex. Tidak
perlu nikah dulu untuk bisa melakukan seks. Tidak perlu takut kena penyakit kelamin atau AIDS. Kan
sudah pake kondom.” Yang cowok jadi merasa tenang dan damai melakukan seks bebas karena selain
slogan save sex tadi, mereka juga tidak takut pacarnya akan hamil di luar nikah. Sedangkan bagi yang
cewek juga sama saja. Kondom menjadi alat pembenar untuk melakukan seks dengan pacar karena
resiko hamil jadi kecil. Yang terjadi adalah rusaknya generasi baik-baik menjadi sekumpulan generasi
hobi berzina di masyakarat. Naudzubillah.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh perilaku zina ini dalam kehidupan masyarakat sangatlah besar.
Perzinaan adalah kejahatan yang sangat besar dalam Islam. Hukuman bagi pelaku zina adalah
dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun bagi pelaku yang belum pernah menikah, namun

bagi pelaku yang sudah pernah menikah (muhshon) maka hukumannya dicambuk 100 kali dan
dirajam.


Di dalam negara kita yang dihuni oleh mayoritas muslim ini seharusnya kejahatan ini paling tidak
disejajarkan dengan tindak kriminal lainnya. Ini adalah soal penjagaan generasi yang akan memimpin
bangsa ini ke depan. Jika saat ini moral mereka sudah rusak maka kejahatan lainpun akan mudah
mereka lakukan. Perilaku mereka tak harusnya “dipelihara” dengan solusi yang parsial dan setengahsetengah. Selama ini kita melihat upaya terbesar adalah mengurangi dampak dari perilaku ini, salah
satunya adalah dengan kampanye kondom itu. Jadi, pelaku kejahatan ini dibuatkan alat (baca:
kondom) dan dikampanyekan kepada mereka untuk menggunakan alat tersebut agar dampak
kejahatan yang mereka lakukan tidak terlalu besar!

Harusnya perhatian kita terpusat pada pencegahan yang lebih menyeluruh. Bagaimana agar
perzinaan itu tidak merebak di tengah masyarakat. Sebagaimana Islam dengan prinsip saddud
dzariah (menutup celah)-nya telah mengajarkan kita untuk tidak mendekati zina. Bahkan seorang
muslim dituntut untuk menghindari jalan-jalan yang mengarahkan ke perbuatan keji tersebut, seperti
kewajiban untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, tidak ber-khalwat (berdua-duaan)
dengan wanita bukan mahram, ikhtilat (bercampur baur) dalam pergaulan, tidak bersentuhan
dengan yang bukan mahram, kewajiban menutup aurat, dilarangnya memakai parfum bagi wanita
jika keluar rumah, dilarangnya safar tanpa mahram bagi wanita, dianjurkan berpuasa bagi pemuda
yang belum mampu menikah, dan bagi laki-laki untuk mendatangi istrinya jika timbul syahwat dalam
dirinya, seorang istri harus segera memenuhi 'ajakan' suami selama tidak melanggar batasan syariat
dan masih banyak lagi aturan dalam Islam yang menutup rapat-rapat jalan menuju perzinaan. H


Setidaknya ada beberapa cara yang harusnya dilakukan dan dikampanyekan untuk mengikis seks
bebas dan segala dampak yang ditimbulkan seperti HIV, kehamilan di luar nikah dan aborsi:

Pertama: Pendidikan Agama yang Intensif

Jauhnya dari ajaran agama adalah pangkal dari kemaksiatan. Remaja-remaja muslim seharusnya
diarahkan untuk giat mempelajari ilmu-ilmu agama yang berasal dari al-Qur'an dan sunnah. Dengan
mengenal agama dengan baik maka keinginan untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama
dapat diredam.

Manusia adalah makhluk yang lemah terhadap syahwatnya, sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala
(yang artinya) :

“Allah hendak memberikan keringanan bagi kalian dan manusia itu diciptakan dalam kondisi
lemah.” (QS. An-Nisa: 28).

Ayat ini merupakan pesan pungkasan setelah Allah menjelaskan tentang beberapa aturan nikah dari
ayat 19- 28 di surat An-Nisa. Oleh karena itu, para ahli tafsir menegaskan, yang dimaksud lemah
dalam ayat tersebut adalah lemah dalam urusan syahwat, lemah dalam urusan wanita. Laki-laki
begitu mudah hilang akal dan sangat mudah tergoda dengan wanita. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2:267)


Hanya dengan keimanan yang kuat syahwat yang menggoda itu bisa dikalahkan. Keimanan hanya
dapat disuburkan dengan ilmu agama dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahih. Maka sudah
sepatutnya kegiatan-kegiatan menuntut ilmu agama yang dilakukan oleh remaja muslim didukung
dengan baik.

Kedua: Pendampingan Orang Tua

Orang tua memegang peranan penting dalam mendidik anaknya. Meski anaknya telah dimasukkan
dalam sekolah namun pengawasan terhadap anak tetap menjadi kewajiban orang tua, bukan pihak
sekolah. Bagaimana pun sibuknya dalam mencari nafkah, orang tua yang baik akan tetap meluangkan
waktu untuk memberikan perhatian kepada anaknya. Membantu mereka dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Mengarahkan mereka dalam pergaulan yang baik
dan kegiatan-kegiatan yang positif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya
cenderung mencari perhatian yang lebih di luar rumah. Mereka lebih percaya kepada temannya
daripada kedua orang tuanya. Anak dalam kondisi seperti ini rentan untuk salah pergaulan, apalagi
jika mereka mendapatkan teman yang buruk.


Anak adalah amanah dari Allah bagi orang tua, tidak sepatutnya ia disia-siakan dengan bermasa
bodoh terhadap pendidikan dan masa depan anak. Selama ini kita sering mendengar tentang anak
yang durhaka kepada orang tuanya. Namun para orang tua seharusnya berhati-hati, jangan sampai
mereka juga termasuk orang tua durhaka kepada anaknya, karena lalai dari amanah yang telah
diberikan kepadanya.

Ketiga: Menutup tempat-tempat Maksiat

Tempat-tempat maksiat seperti lokalisasi pelacuran atau rumah bordil sudah seharusnya ditutup oleh
pemerintah. Pembiaran tempat tersebut sangat paradoks (bertentangan) dengan program
pemerintah untuk mengurangi jumlah penderita HIV/Aids dan penyakit lain yang diakibatkan oleh
seks bebas. Ibarat ingin membasmi hama namun sumber hama malah dilokalisir, dipelihara, dijaga
bahkan mengambil keuntungan dari situ.

Kita berharap ada suara dari Menteri Kesehatan jika memang peduli dengan penyebaran HIV/Aids
untuk kampanye penutupan tempat-tempat pelacuran di seluruh Indonesia.

Keempat: Memudahkan pernikahan

Menikah adalah salah satu cara yang efektif dalam menutup pintu zina. Rasulullah shallallahu 'alaihi

wa sallam bersabda

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka
segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kehormatan.” (Muttafaqun alaihi)

Menikah dapat menundukkan pandangan pemuda dan mengurangi gejolak hasratnya serta
memelihara kesuciannya. Menikah juga melapangkan rezeki, Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)

Demikian juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

“Ada tiga golongan yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu seorang mujahid fi sabilillah,
seorang budak yang hendak menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah untuk
menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad)


Sayangnya, sekarang ini kebanyakan orang terdoktrin dengan pikiran bahwa menikah akan
menghambat karir, menikah baru bisa ketika kehidupan sudah mapan, membuat langkah mereka
surut dan takut untuk menikah. Keyakinan mereka terhadap janji yang telah Allah Ta'ala Firmankan
dan Rasulullah janjikan pun memudar. Belum lagi kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi
ledakan penduduk sedikit banyak mempengaruhi pemuda agar tidak menikah di usia muda.

Selain itu menikah pun dipersulit dengan mahalnya biaya pernikahan sebagaimana adat di beberapa
daerah. Padahal dalam Islam, menikah hendaknya dipermudah.

“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka
terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.”
(Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Jadi yang menjadi tolok ukur adalah agama dan akhlaknya, bukan berapa besar uang pana'i-nya
(uang belanja) untuk resepsi pernikahan.

Penutup

Kampanye pemakaian kondom sejatinya bukanlah solusi yang tepat untuk menghindari dampak
buruk seks bebas. Bahkan justru sebaliknya, kampanye ini akan menjadi peluang besar bagi pecandu

syahwat untuk semakin bebas dalam menyalurkan syahwatnya. Dalam semua permasalahan, Islam
telah memberikan solusi total dan menyeluruh. Kitapun harus mengakui bahwa betapa sempurnanya
aturan Allah Ta'ala dan betapa lemahnya aturan manusia yang terbatas akal pikirannya. Wallahu
Musta'an.[]