Sejarah Filsafat Yunani Sampai Abad Pert (1)

SEJARAH FILSAFAT YUNANI SAMPAI ABAD PERTENGAHAN

Sejarah filsafat Yunani dimulai dengan tiga tokoh besar yaitu Thales, Anaxiamndros, dan
Anaximenes. Mereka bertiga berasal dari sebuah aliran yang bernama aliran Miletos. Miletos
sendiri adalah sebuah nama kota di Ionia yang berada di Asia kecil. Mereka adalah tokohtokoh yang berusaha untuk mencari dan mengkaji prinsip-prinsip dasar dan sebab utama dari
phusis atau alam semesta dengan menggunakan rasio. Phusis dipahami sebagai alam semesta
atau bisa dipahamai sebagai suatu awal dari proses yang memungkinkan alam semesta
terjadi. Ketiga tokoh ini yang kemudian memulai sebuah era yang disebut dengan era logos,
yang juga merupakan akhir dari era mitis. Era mitis adalah era di mana kepercayaan tentang
dewa-dewi masih dipegang untuk menjelaskan bagaimana realitas tentang alam semesta ini
dapat terbentuk. Era logos adalah sebuah era di mana kepercayaan tentang dewa-dewi
ditinggalkan sehingga beralih kepada gaya berpikir yang didasarkan pada rasio sebagai dasar
untuk mengkaji dan mencari prinsip dan sebab utama realitas yang nampak di depan mata
manusia yaitu alam semesta. Era logos ini tidak serta merta berarti kepercayaan tentang
dewa-dewi dihilangkan. Kepercayaan tentang dewa-dewi masih dipercaya namun tidak lagi
dipakai sebagai dasar kajian dan pencaharian akan prinsip dan sebab utama alam semesta.
Thales
Bagi Thales, esensi (noumena) dari alam semesta adalah air. Air adalah esensi yang menjadi
sebab utama dari alam semesta yang nampak (phenoumena). Bahkan lebih jauh lagi
(walaupun tidak dapat dipastikan) sebelum segala sesuatu terbentuk di dalam alam semesta
ini, yang ada hanyalah air. Bagi Thales, kelembapan (yang adalah bagian dari air) merupakan

unsur yang menyebabkan perubahan akan satu hal ke hal lain di dalam alam semesta.
Anaxiamndros
Anaxiamndros merupakan murid dari Thales yang juga akan berbicara mengenai prinsip dan
sebab utama alam semesta. Anaxiamndros mengatakan bahwa esensi dari alam semesta ini
adalah ketidakterbatasan (apeiron). Anaxiamndros melihat bahwa apabila Thales
menganggap air sebagai esensi dari alam semesta, maka baginya air masih mempunyai
kemungkinan untuk disusun dari sesuatu yang lain. Alam semesta penuh dengan kontradiksi
seperti ada panas dan dingin, ada basah dan kering, dan sebagainya. Berdasarkan pemahaman
itu, Anaxiamndros melihat bahwa setiap divisi yang bertentangan itu saling berbenturan satu

dengan yang lain. Benturan-benturan ini menghasilkan suatu energi yang mengakibatkan
munculnya suatu keseimbangan dalam alam semesta. Apeiron juga mempunyai sifat abadi
karena ia tidak mempunyai awal karena segala sesuatu yang mempunyai awal maka ia akan
mempunyai akhir. Apeiron atau ketakterbatasan bersifat tak terbatas dalam arti bahwa ia tidak
hanya terbatas pada dunia ini menurut Anaxiamndros. Ia juga merangkul dunia-dunia lain
yang ada dan musnah di waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda.
Anaximenes
Anaximenes merupakan murid dari Anaxiamndros yang kemudian akan melanjutkan
pemahaman gurunya tentang prinsip dan sebab utama dari alam semesta. Anaximenes
mengajukan udara sebagai ganti pemahaman gurunya tentang Apeiron. Udara itu sendiri tak

terbatas. Bagi Anaximenes, udara merupakan sebab utama dari alam semesta. Segala sesuatu
dari alam semesta berasal dari udara yang kemudian melalui pemadatan dan pelonggaran
dapat berubah ke dalam segala bentuk seperti angin, air, gas, batu, dan lain-lain. Bagi
Anaximenes, udara memainkan peranan penting dalam kosmos. Udara itu mengelilingi
kosmos dan menjaga segala sesuatu dalam kosmos pada tempatnya dan berfungsi
sebagaimana mestinya.

Selain ketiga tokoh di atas, ada beberapa tokoh lain yang juga muncul pada era prasokratik
yaitu Xenophanes, Heraclitus dan Parmenides. Mereka pun masih membahas tentang Ketiga
tokoh ini pun turut mempengaruhi perkembangan pemikiran dalam dunia filsafat kemudian.
Xenophanes
Xenophanes lahir di Kolofon, kota di Ionia yang berada di Asia kecil, dan dikenal sebagai
seorang penyair. Ia juga sering berjalan-jalan dari satu daerah ke daerah lain. Dalam
perjalanannya, ia sering menyanyikan puisi-puisi. Berdasarkan puisi-puisi itulah, kita
mendapatkan gambaran mengenai pemikiran Xenophanes. Dalam puisi-puisinya,
Xenophanes mengkritik gambaran-gambaran tentang Tuhan yang terlalu bersifat manusiawi
atau antropomorfis. Ia mengatakan bahwa orang Etiopia akan menggambarkan bahwa Tuhan
mereka mempunyai hidung yang datar dan berkulit gelap. Bahkan lebih jauh lagi dalam
puisinya, Xenophanes mengatakan jika singa dan lembu mempunyai tangan dan bisa
menggambar seperti manusia maka mereka akan menggambarkan Tuhan mirip dengan

gambaran mereka. Xenophanes juga menentang gambaran Tuhan yang terdapat dalam dewa-

dewi Olimpus seperti yang diungkapkan oleh Gambaran ini baginya merupakan sebuah opini
karena pada dasarnya gambaran ini didasarkan pada apa yang ditangkap oleh panca inderawi
manusia. Melalui panca inderawi, manusia mencoba untuk menggambarkan yang ilahi itu,
yang dipercaya sebagai sebab utama (phusis) dari alam semesta. Bagi Xenophanes, opini
yang demikian tidaklah cukup untuk menggambarkan Tuhan. Tuhan itu lebih besar daripada
apa yang digambarkan oleh manusia. Tuhan tidak terjebak dalam kategori dan terminologi
yang diusulkan manusia karena jika demikian maka Ia bukan lagi Tuhan sebagaimana yang
dipahami Xenophanes. Xenophanes kemudian mengajukan pandangannya bahwa Tuhan itu
satu. Angka satu dalam pemahaman Yunani adalah angka pertama bukan angka nol. Dengan
demikian, Xenophanes menunjukkan bahwa Tuhan adalah sebab pertama dan utama dari
alam semesta. Tuhan adalah sosok yang mengontrol segala peristiwa yang ada dalam alam
semesta ini. Bagi Xenophanes, Tuhan tidak mengontrol segala peristiwa yang ada dalam
alam semesta secara fisik. Ia mengontrol semua itu melalui pikirannya dan keinginannya.
Tanpa pergerakan Tuhan mengontrol alam semesta itu berarti bahwa Tuhan adalah
keseluruhan dari alam semesta ini.
Herakleitos
Herakleitos dikenal sebagai filsuf yang gelap. Itu karena ia tidak secara langsung
menjelaskan maksud dan tujuan dalam puisi-puisi yang ia tulis sehingga menimbulkan

banyak interpretasi atas tulisan-tulisannya. Tulisan-tulisan Herakleitos mempunyai ciri
singkat dan multitafsir karena tulisan-tulisannya mempunyai bentuk seperti orakel atau
ramalan. Herakleitos mengemukakan bahwa inti dari realitas adalah logos. Secara umum,
logos dimaknai sebagai perkataan atau kumpulan kata-kata yang mengandung makna. Logos
juga bisa menjadi suatu wacana. Namun demikian, Herakleitos nampaknya memahami logos
lebih dari sekedar kata-kata. Herakleitos melihat logos sebagai sebab utama dari alam
semesta. Logos menjadi dasar dari realitas yang nampak. Ia juga ada diri setiap orang. Akan
tetapi, manusia tidak bisa memahami logos seutuhnya. Dalam hal ini, Herakleitos nampaknya
kurang mempercayai kemampuan manusia untuk bisa memahami logos. Realitas yang
menjadi tempat manusia berada selalu dipenuhi dengan kontradiksi. Manusia seringkali
terjebak dalam kontradiksi sehingga tidak mampu untuk melihat kesatuan dari kontradiksi
tersebut. Dari pernyataan itulah kita dapat melihat pemahaman Herakleitos tentang kesatuan.
Pemahaman ini dapat kita temukan contohnya alam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh
ular. Pada satu sisi, ular adalah hewan yang berbahaya karena ia merupakan hewan yang
berbisa. Pada beberapa jenis ular, bisa ular bisa cukup untuk mematikan manusia dalam

beberapa detik contoh black mamba. Namun pada sisi lain, kita juga menemukan kenyataan
bahwa daging ular memberikan dampak yang baik bagi tubuh manusia dalam ilmu
kedokteran. Selain itu, bisa ular yang berbahaya itu pun dapat digunakan sebagai pengobatan.
Herakleitos juga memperlihatkan bagaimana melihat kesatuan dalam kontradiksi melalui

perang. Pada satu sisi, perang merupakan sebuah bentuk kekerasan yang menindas manusia.
Pada sisi lainnya, kita tidak jarang juga menemukan bahwa perang terjadi demi sebuah
pembebasan, baik untuk kaum budak maupun untuk pihak-pihak yang tertindas. Dari kedua
contoh di atas, kita dapat melihat bagaimana pemahaman Herakleitos tentang kesatuan.
Menurut saya, ada kemiripan antara pemahaman Herakleitos dan Anaxiamndros tentang
kesatuan ini.
Parmenides
Parmenides berasal dari Elea, sebuah kota Yunani yang berada di sebelah selatan Itali.
Parmenides kemudian dikenal sebagai pelopor dari munculnya aliran Eleatik. Parmenides
juga akan menjelaskan bagaimana alam semesta ini ada dan bagaimana bagian-bagian dalam
alam semesta ini saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Pemahaman Parmenides
berangkat dari dua terminologi yaitu yang ada dan yang tidak ada. Pemahaman Parmenides
ini kita dapat temukan dalam tulisannya yang menceritakan tentang pertemuan antara dirinya
dengan seorang dewi yang akan menjelaskan kepadanya bagaimana jalan untuk menuju
kebenaran. Sangat menarik bahwa melalui percakapan ini, kita dapat melihat bahwa
kepercayaan kepada dewa dewi tidak hilang begitu saja tetapi dipakai untuk menguatkan
pemahaman Parmenides tentang jalan kebenaran itu sendiri. Dalam tulisannya, sang dewi
menjelaskan bahwa opini kaum mortal (yang di sini saya artikan sebagai manusia) tidak
dapat menunjukkan jalan menuju kebenaran. Manusia mempunyai kecenderungan untuk
memperdebatkan yang tidak ada dan menghubungkannya dengan yang ada sehingga akhirnya

manusia itu jatuh ke dalam kebingungan untuk memilah mana yang ada dan mana yang tidak
ada. Sang dewi menunjukkan dua jalan kepada Parmenides yaitu jalan yang ada dan jalan
yang tidak ada. Jalan yang pertama adalah jalan yang mengarahkan manusia kepada
kebenaran karena jalan itu ada. Jalan kedua yaitu jalan yang mengarahkan manusia kepada
ketiadaan. Mengapa? Jalan ini adalah jalan yang tidak ada sehingga karena ia tidak ada maka
jalan ini tidak mengarahkan manusia kemanapun selain kepada ketiadaan. Berangkat dari
kata dasar tidak ada maka darinya tidak ada yang akan dan juga tidak ada yang akan terjadi.
Berdasarkan pemahaman itu maka manusia tidak akan bisa menemukan pengetahuan apa pun

atau membuat wacana apa pun. Oleh karena itu, Parmenides akan mengusulkan manusia
untuk memilih jalan yang pertama yaitu jalan yang ada.
Opini dan Episteme
Xenophanes, Herakleitos, dan Parmenides adalah tiga tokoh yang kemudian mempunyai
pengaruh penting pada perkembangan pemikiran-pemikiran dalam dunia filsafat. Dalam
pemahaman ketiga tokoh di atas, kita dapat membedakan pandangan mereka mengenai opini
dan episteme (pengetahuan).
Bagi Xenophanes, opini manusia adalah sesuatu yang semata-mata ditangkap oleh panca
inderawi manusia dan darinya manusia menyimpulkan gambaran-gambaran Tuhan yang
semu. Bagi Herakleitos, Opini manusia didasarkan pada ketidaktahuannya pada logos.
Manusia tidak mungkin mengetahui logos karena mereka terjebak dalam kontradiksikontradiksi tanpa bisa melihat bahwa kontradiksi-kontradiksi itu memperlihatkan kesatuan

sebagaimana yang dipahamai Herakleitos. Bagi Parmenides, Opini-opini manusa merupakan
suatu kesia-siaan karena manusia selalu berusaha untuk menghubungkan yang tidak ada
dengan yang ada.
Episteme bagi Xenophanes adalah pengetahuan tentang Tuhan yang seutuhnya dan
menyeluruh. Pengetahuan itu tidak lagi bersandar pada panca inderawi manusia tentang
gambaran-gambaran Tuhan yang manusia buat sendiri. Episteme bagi Herakleitos adalah
pengetahuan tentang kesatuan di mana ia dapat ditemukan kontradiksi-kontradiksi yang
nampak. Kesatuan ini kemudian menjadi kekuatan yang menyeimbangkan alam semesta.
Episteme bagi Parmenides adalah pengetahuan tentang yang ada sehingga manusia
seharusnya tidak membicarakan apa yang tidak ada. Afirmasi terhadap yang ada itu
kemudian membimbing manusia pada kebenaran.

Setelah masa prasokratik, Ada tiga tokoh besar yang muncul dalam dunia filsafat dan turut
mempengaruhi perkembangan pemikiran-pemikiran dalam dunia filsafat. Tiga tokoh itu
adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Sokrates
Sokrates adalah tokoh yang amat dikenal dalam dunia filsafat. Namun, Sokrates tidak
menghasilkan tulisan seperti muridnya yaitu Plato. Kita dapat mengenail Sokrates melalui

tulisan-tulisan Plato dan beberapa tokoh filsafat lainnya seperti Xenophon dan Aristophanes.

Sokrates adalah sosok yang mempunyai keyakinan bahwa pencarian akan pengetahuan tidak
akan pernah selesai. Pemahaman ini mengakibatkan sokrates memposisikan dirinya sebagai
yang tidak tahu. Namun, tidak berarti bahwa Sokrates benar-benar tidak tahu tetapi lebih
tepat kalau dikatakan ia tahu bahwa ia tidak tahu. Maka dari itu, Sokrates akan selalu
bertanya kepada orang-orang yang merasa mereka mengetahui sesuatu.
Bagi Sokrates, dialog adalah sesuatu yang penting dalam pencarian akan pengetahuan.
Mengapa? Bagi Sokrates, manusia telah memiliki pengetahuan sehingga pengetahuan itu
tidak perlu lagi diisi ke dalam manusia melainkan dipancing keluar dari manusia itu sendiri.
Analogi yang dipakai Sokrates adalah orang yang melahirkan. Proses melahirkan tidak
mungkin terjadi pada dirinya sendiri melainkan karena ada relasi dengan yang lain maka
proses itu bisa terjadi. Oleh karena itu, bertanya adalah ciri khas Sokrates untuk memancing
keluar pengetahuan yang ada di dalam diri manusia.
Plato
Plato adalah murid Sokrates yang muncul dengan pemikirannya yaitu Idea. Menurut Plato,
Idea adalah suatu realitas sempurna yang mendasari dan juga menjelaskan realitas yang
nampak. Akan tetapi, tidak berarti bahwa Plato mengandaikan adanya dua realitas yaitu
realitas yang sempurna dan realitas yang tidak sempurna. Pemahaman demikian tentu keliru
karena idea menurut Plato adalah cara untuk memahami dan menjelaskan realitas yang
nampak yang ada di luar diri manusia. Tidak hanya itu, idea digunakan untuk menata dan
mengatur realitas yang nampak di luar diri manusia. Plato menjelaskan bahwa realitas yang

nampak itu dikategorikan dalam 5 jenis yaitu yang ada, diam, bergerak, sama dan beda.
Sebagai contoh, seorang manusia yang bernama budi dikatakan ada sebagaimana ia diam dan
sama pada dirinya dalam hubungan dengan pergerakan dengan budi-budi yang lain yang
berbeda dari dirinya.
Lalu bagaimana kita mendapatkan pengetahuan tentang Idea itu? Plato membagi ilmu
pengetahuan ke dalam empat tingkat. Tingkat pertama adalah image atau imaginasi yang
merupakan konyektur atau bayang-bayang terhadap sesuatu. Tingkat kedua adalah visible
atau kepercayaan yang berdasarkan kepada panca inderawi kita. Tingkat ketiga adalah
thinking yaitu kita mulai untuk menggunakan rasio kita untuk membuktikan sesuatu. Tingkat
keempat adalah idea atau noesis yaitu pemahaman kita terhadap sesuatu secara sempurna dan
menyeluruh.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana manusia memakai idea itu untuk menata realitas
yang nampak di luar diri manusia? Platon akan menjawab pertanyaan tersebut dengan
menjelaskan tentang jiwa manusia. Menurut Plato Jiwa manusia terbagi dalam tiga bagian.
Bagian paling bawah yaitu epithumeia yang berada dari perut sampai kaki manusia. Pada
bagian manusia memikirkan tentang kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dibatasi yaitu
makan, tidur, kebutuhan seks, dan lain-lain. Bagian tengah yaitu thumeia yang berada dari
leher sampai ke perut. Pada bagian ini, manusia memikirkan tentang keberanian, kegagahan,
dan keteguhan. Bagian ini saya kaitkan dengan harga diri. Mengapa ia berada di atas

epithumeia? Hal ini dikarenakan manusia mampu menahan tidur dan makan (kebutuhankebutuhan yang tidak dapat diukur) demi harga diri, contohnya seorang tentara menahan diri
untuk tidak tidur demi menjaga markasnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa harga diri
juga dapat membawa manusia ke dalam suatu kegilaan, contoh demi harga diri seseorang
mampu untuk bunuh diri seperti kebudayaan harakiri yang ada di Jepang. Maka dari itu,
harga diri tentu harus dikontrol oleh sesuatu yang lebih tinggi lagi. Bagian paling atas yaitu
logistikon, logos, noesis, atau dianoia yang berada di daerah kepala. Pada bagian ini, manusia
akan memakai rasio untuk mengatur segala sesuatu. Hemat saya, Plato memperlihatkan
bahwa kehidupan yang mencerminkan Idea itu adalah ketika seorang manusia yang rasional
dengan berani mampun mengontrol dan mengukur kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat
diukur dan dibatasi demi suatu keutamaan. Keutamaan di sini adalah idea itu sendiri.
Aristoteles
Aristoteles adalah murid terbesar Plato yang kemudian mengkritik pemikiran Plato tentang
idea. Bagi Aristoteles, idea sama sekali tidak menjelaskan keterkaitan antara realitas yang ada
pada idea itu dengan realitas nampak yang ada di luar diri manusia. Selain itu, Aristoteles
juga menganggap Plato menggandakan realitas dengan pemikirannya tentang idea itu sendiri.
Dari kritik itu, Aristoteles menjelaskan tentang yang ada sebagai suatu substansi yang ada
pada dirinya sendiri.
Apa itu substansi? Arti kata substansi adalah sesuatu yang ada di bawah atau yang menjadi
dasar bagi segala sesuatu. Aristoteles menjelaskan arti dari substansi yaitu subjek yang
dipredikatkan dan spesies yang bisa dipredikatkan kepada subjek. Sebagai contoh, rumah itu

adalah tempat tinggal. Kalimat ini menujukkan bahwa substansi dalam arti pertama yaitu
bawah yang ada itu adalah rumah yang mempunyai substansi. Sedangkan substansi dalam arti
kedua bisa contohnya, tanah itu dibentuk seperti rumah. Dalam kalimat ini, tanah secara

substansi bukanlah rumah. Rumah di situ berarti predikatif dan tidak menjelaskan esensi dari
tanah. Aristoteles juga membagi 2 macam substansi yaitu substansi yang dapat berubah dan
substansi yang tidak dapat berubah. Lebih detail lagi, Aristoteles membagi 2 macam ke dalam
beberapa kategori yaitu, yang bisa ditangkap oleh panca indera dan hancur, yang bisa
ditangkap oleh panca indera dan tidak hancur, dan yang tidak bisa ditangkap panca indera dan
tidak hancur. Aristoteles juga menjelaskan bagaimana substansi itu bisa dengan 4 teori sebab
atau causa yaitu causa materialis, causa efficiens, causa finalis. Hal ini berarti yang ada
secara materi dapat diubah dan berubah oleh forma.
Apa hubungannya substansi dengan kehidupan manusia sehari-hari? Dalam doktrin
hylemorphis (kesatuan jiwa dan tubuh), Aristoteles akan menjelaskan bahwa jiwa adalah
aktus pertama untuk sebuah badan yang sudah punya potensi untuk hidup. Dari situ, kita akan
mendapatkan penjelasan tentang teori potentia actus dari Aristotels. Teori potentia actus
didasarkan pada pemahaman Aristoteles akan penggerak yang tidak bergerak. Dalam
pemahaman ini, setiap gerakan yang ada dalam alam semesta ini tentu mempunyai sebab
utama. Sebab utama ini tentunya tidak bergerak karena jika demikian kita akan terus bertanya
apa yang menggerakkannya maka kita akan jatuh pada pertanyaan yang tidak berujung. Teori
potentia actus terdiri dari dua tahap yaitu potentia prima dan potentia secunda. Contohnya,
seseorang yang belum tahu tentang sesuatu akan mulai belajar tentang sesuatu (potentia
prima). Saat orang itu telah belajar maka ia mulai memahami apa yang ia pelajari. Orang ini
kemudian tidur (potentia secunda) dan bangun lalu mengajarkan orang lain apa yang ia telah
pelajari.

REFERENSI
Bahan Kuliah dari Blackwell Guide, Presocratic Philosophy by Richard McKirahan, Hlm 525.
Wibowo, A. Setyo. Teks Sejarah Kuliah Filsafat Yunani I. Hlm 1-4.
Wibowo, A. Setyo. 2010. Sekilas tentang Sokrates, Pengilham tulisan-tulisan Plato. Hlm 122.
Wibowo, A. Setyo. Sejarah Filsafat Yunani: Platon I. Hlm 1-14.
Wibowo, A. Setyo. Sejarah Filsafat Yunani: Platon II. Hlm 1-6.

Wibowo, A. Setyo. Bahan Kuliah Sejarah Filsafat Yunani Tentang Aristoteles. Hlm 1-11.