Wilayah Negara Kesatuan Republik Indones (1)

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
| Rabu, 17 September 2014 | 09.37 | M. Konstitusi
"Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan UndangUndang".
(Pasal 25A UUD 1945)
Rochimudin Indonesia

Peta Indonesia

Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu
negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi
tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan
menyelenggarakan pemerintahannnya.

Macam – macam Wilayah Negara
Wilayah negara mencakup:

a. Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua
negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat.
Misalnya:



1) Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891
menentukan batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.



2) Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai
garis-garis batas tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani
pada tanggal 12 Februari 1973.

b. Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah
lautan, yaitu res nullius dan res communis.



1). Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu
dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini
dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam

buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.



2). Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut
itu adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau
dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini kemudian
dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada
tahun 1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena
konsepsi inilah, kemudian Grotius di anggap sebagai bapak hukum
internasional.

Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu
Konferensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan
oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of The Sea
(UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani oleh 119 peserta
dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10
Desember 1982.
Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai
berikut :

a. Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya
sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai
adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat
mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar
undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil
laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang
bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan serta melakukan
kegiatan ekonomi tertentu. Negara lain bebas berlayar atau terbang di
atas wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah
lautan itu. Negara pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan
asing yang kedapatan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil
laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan
eksploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat

internasional.

c. Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai
kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian
diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa setiap
negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di
atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para
ahli masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak
ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia,
menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah
kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah 35.761
km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat
para ahli mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;
a. Lee
Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam
yang dipasang di darat dianggap sama dengan udara teritorial negara. Di
luar jarak tembak itu, harus dinyatakan sebagai udara bebas, dalam arti
dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.
b. Van Holzen Dorf

Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter
dari titik permukaan bumi yang tertinggi.
c. Henrich's
Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama
masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196
mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi mempunyai kedaulatan.
Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada beberapa
teori tentang konsepsi wiiayah udara yang dikenal pada saat ini. Teoriteori tersebut adalah sebagai berikut;
a. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory
Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang udara
tanpa batas dan kebebasan udara terbatas.
1) Kebebasan ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu
bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang
mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara,
2) Kebebasan udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute
de Droit International pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan
Madrid (1911).


a) Setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk

memeiihara keamanan dan keselamatannya.



b) Negara kolong (negara bawah, subjacent
mempunyai hak terhadap wilayah / zona teritorial.

state)

hanya

b. Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara
harus terbatas.


1) Teori Keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara
mempunyai kedaulatan atas wilayah udaranya sampai yang
diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh
Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah

udara adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu
diturunkan menjadi 500 m.



2) Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut
Cooper (1951), Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan
negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada
di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah,



3) Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu
haruslah sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup
mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan pesawat udara.

d. Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum
suatu negara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara
lain. Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil

Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun
1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah
ekstrateritorial.
Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi
dan pejabat kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan.
Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor terhadap setiap
kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut.
Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut
yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.

Batas Wilayah Negara
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau
lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral
serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain dapat
berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas
buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang
tembok. Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika
berupa garis lintang.

Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi

keamanan dan kedaulatan suatu negara dalam segala bentuknya.
Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam, baik
di
darat
maupun
di
laut,
pengaturan
penyelenggaraan
pemerintahan negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di
dalam negara bersangkutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat
dengan 3 (tiga) negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste)
serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga (India, Thailand,
Malaysia,
Singapura,
Vietnam,
Philipina,
Palau,
Federal

State
of Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).
Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan
teritorial laut antar negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan
negara tetangga masih belum semua dapat diselesaikan. Permasalahan
penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara intensif
sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi
situasi demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan
yang dapat mengganggu kedaulatan hak berdaulat NKRI.
Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal) adalah:
adanya berbagai pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah
udara kedaulatan NKRI. Disini rawan terjadi kegiatan illegal seperti:
1. illegal logging,
2. illegal fishing,
3. illegal trading,
4. illegal traficking dan
5. trans-national crime
Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan
yang akan dapat berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah
kurang bijak dalam menangani permasalahan tersebut.

Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam (internal)
adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih
rendah, kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain sehingga
dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.
Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu
negara, dan mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, menjaga keamanan
dan keutuhan wilayah. Idealnya wilayah perbatasan juga sekaligus
berfungsi sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk

memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan terhadap negaranegara
disekitarnya,
sehingga
pembangunan
wilayah
perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional yang meliputi semua aspek kehidupan.
Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah
tunggal tetapi merupakan masalah multidemensi yang memerlukan
dukungan politik nasional untuk mengatasinya.
Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi
penyelesaian batas wilayah dengan negara-negara tetangga, bersama
dengan kementerian-kementerian dan lembaga terkait lainnya turut serta
merumuskan kebijakan dan hal-hal teknis yang diperlukan untuk
menghadapi perundingan-perundingan dengan negara-negara tetangga.
Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan diplomasi dan
perundingan yang lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah yang belum
tuntas dengan negara-negara tetangga, dan upaya tersebut juga untuk
mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah negara. Untuk
itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh negara-negara
tersebut yang terkait langsung dengan kepentingannya, sehingga
permasalahan batas wilayah tidak bisa diselesaikan oleh salah satu
negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya. Dengan demikian
setiap
ada
permasalahan
terkait
masalah
batas
wilayah
negara diharapkan dapat diselesaikan dengan cara diplomasi atau
perundingan-perundingan walaupun membutuhkan waktu yang relatif
lama.

Negara Kesatuan

Konsepsi negara kepulauan diterima oleh
masyarakat internasional dan dimasukan kedalam UNCLOS III 1982,
terutama pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa,
“Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari
satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”.
Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “ kepulauan”
berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya
dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya
demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah
lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang
hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Dan dalam

sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda
1957, yaitu pernyataan Wilayah Perairan Indonesia:
“Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulaupulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan
tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar
daripada wilayah daratan RI dan dengan demikian merupakan bagian
daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak
daripada negara RI”.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang
Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah
negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin
negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9
pasal, yang berisi antara lain: Ketentuan-ketentuan tentang negaranegara kepulauan, garis-garis pangkal lurus kepulauan, status hukum dari
perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman, dalam perairan
kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak lintas aluralur laut kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing
dalam pelaksanan hak lintas alur-alur laut kepulauan.
Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan
penggunaan istilah negara kepulauan (archipelagic state). Pada pasal 46
butir (a) disebutkan bahwa, “negara kepulauan adalah suatu negara yang
seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulaupulau lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut
adalah, secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya
dengan definisi negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk
kepulauan. Hal ini dikarenakan, dalam pasal 46 butir (b) disebutkan
bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau, termasuk bagian
pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang
hubungannya satu sama lainnya demikian erat sehingga pulau-pulau,
perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatui kesatuan
geografis, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis
dianggap sebagai demikian. Dengan kata lain, pasal 46 ini membedakan
pengertian yuridis antara negara kepulauan (archipelagic state) dengan
kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes 2004).
Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke
2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 A berbunyi ”
Negara Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6
tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara
tegas menyatakan bahwa negara RI adalah negara kepulauan.
Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum laut PBB
1982, tidak semua negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-

pulau dapat di anggap sebagai negara kepulauan. Dari peraturan
peundang-undangan nasional yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS ada 19
negara yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan negara kepulauan, yaitu; Antigua dan Barbuda, Bahama, Komoro,
Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaika, Kiribati, Maldives, Kepulauan
Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint Vincent dan Grenadines, Sao
Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu, dan Vanuatu
(Agoes 2004).
Selanjutnya
dalam
peraturan
pelaksanannya,
pemerintah
RI
mengeluarkan PP No 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis
titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada pasal 2 ayat (1)
disebutkan bahwa pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk
menetapkan lebar laut teritorial. Sedangkan penarikan garis pangkal
kepulauan dilakukan dengan menggunakan; garis pangkal lurus
kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus, garis penutup teluk,
garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada
pelabuhan.
Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, khususnya
pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga,
masih menyisakan permasalahan. Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan
oleh Malaysia telah mamberikan pelajaran kepada Indonesia dimuka
Internasional. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar
memilki tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan
memberdayakannya. Berkaca dari maraknya potensi konflik dipulau-pulau
kecil terluar, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres No 78 Tahun
2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Perpres tersebut
bertujuan untuk:
1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan
negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan.
2. Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang
berkelanjutan.
3. Memberdayakan
kesejahteraan.

masyarakat

dalam

rangka

peningkatan

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat mengatasi
ancaman keamanan yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan
ikan ilegal, penebangan kayu ilegal, perdagangan anak-anak dan
perempuan (trafficking), imigran gelap, penyelundupan manusia,
penyelendupan senjata dan bahan peledak, peredaran narkotika, pintu
masuk terrorisme, serta potensi konflik sosial dan politik. Hal ini penting
agar kesaradaran untuk menjaga pulau-pulau kecil diperbatasan tetap
ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan tidak dianggap sekedar halaman
belakang.

Perbedaan Penduduk dengan
Warganegara
Rakyat sebuah negara dibedakan atas dua, yakni:

a. Penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang yang bertempat
tinggal atau menetap dalam suatu negara, sedang yang bukan penduduk adalah
orang yang berada di suatu wilayah suatu negara dan tidak bertujuan tinggal
atau menetap di wilayah negara tersebut.
Istilah penduduk lebih luas cakupannya dari pada Warga Negara Indonesia. Pasal
26 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia. Dengan demikian di Indonesia semua orang yang tinggal di
Indonesia termasuk orang asing pun adalah penduduk Indonesia.
b. Warga negara dan bukan warga negara. Warga negara ialah orang yang
secara hukum merupakan anggota dari suatu negara, sedangkan bukan warga
negara disebut orang asing atau warga negara asing.
Dalam Pasal 1 UU RI Nomor 12 tahun 2006, disebutkan:
Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga
negara.
Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk maupun warga negara, secara
konstitusional tercantum dalam Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yaitu:

Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
Penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Undang-Undang Kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia
diantaranya:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946 tentang
Kewarganegaraan Indonesia.
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1958 tentang Penyelesaian Dwi
Kewarganegaraan Antara Indonesia dan RRC.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 62 tahun 1968 tentang
Kewarganegaraan Indonesia sebagai penyempurnaan UU Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1946.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Sebagai penduduk Indonesia yang sah, setiap orang harus memiliki surat
keterangan penduduk. Surat keterangan tersebut di negara kita dikenal dengan
nama KTP (Kartu Tanda Penduduk). Surat keterangan penduduk itu sangat
penting, oleh karena itu apabila kalian sudah dewasa kelak (sudah mencapai usia
17 tahun), kalian diwajibkan memiliki KTP. Mengapa KTP itu sangat penting ?
Sebagai contoh: bahwa hanya mereka yang memiliki KTP yang dapat memilih
dan dipilih dalam Pemilu (Pemilihan Umum). Demikian pula, hanya mereka yang
memiliki KTP-lah yang dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM).

Status Warga Negara Indonesia
Status Warga Negara Indonesia - Salah satu syarat buntuk berdirinya sebuah
negara adalah dengan adanya rakyat. Tanpa adanya rakyat, negara itu tidak
mungkin terbentuk dengan kata lain tak berpenghuni. Sementara itu, Negara
juga harus memiliki batas-batas. Simak juga batas wilayah Negara Indonesia.

Rakyat di dalam sebuah negara dibedakan menjadi 2, yakni :

A. Penduduk dan Bukan Penduduk
Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu
negara.

Sedangkan yang Bukan Penduduk adalah orang yang berada di suatu wilayah
suatu negara dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah negara
tersebut.

B. Warga Negara dan Bukan Warga Negara
Warga Negara adalah orang yang secara hukum merupakan anggota dari suatu
negara.

Sedangkan yang Bukan Warga Negara adalah orang asing atau Warga Negara
Asing (WNA).

Status Warga Negara Indonesia

Sebagai penghuni negara, rakyat memiliki peranan yang penting dalam
merencanakan, mengelola serta mewujudkan tujuan dari sebuah negara.
Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk maupun warga negara, secara
konstitusional tercantum dalam Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yakni :

Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
Penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Dari uraian di atas, menimbulkan suatu pertanyaan, apakah setiap penduduk
adalah Warga Negara Indonesia?

Jawabannya adalah Tidak! Istilah penduduk lebih luas dalam artian cakupan
daripada Warga Negara Indonesia.

Pasal 26 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.

Maka, dengan demikian di Indonesia, semua orang yang tinggal di Indonesia
termasuk orang asingpun merupakan Penduduk Indonesia.

Dan yang perlu kalian ketahui lebih lanjut, di Indonesia itu banyak orang-orang
asing atau warga negara asing yang bertempat tinggal menjadi Penduduk
Indonesia. Mereka itu misalnya seperti anggota Korps Diplomatik dari negara
lain, pelajar atau mahasiswa asing yang tengah menuntut ilmu dan orang-orang
asing yang bekerja di Indonesia.

Selain itu, ada juga orang-orang asing yang datang ke Indonesia sebagai
pelancong. Mereka berlibur untuk jangka waktu yang tertentu, paling lama
sebulan hingga 2 bulan, tidak sampai menetap selama 1 (satu) tahun lamanya.
Oleh karena itu bukanlah sebagai Penduduk Indonesia.

Namun, adapula diantara orang-orang asing yang telah masuk menjadi WNI atau
keturunan orang asing yang masuk menjadi WNI atau keturunan dari orang asing
yang secara turun-temurun bertempat tinggal di Indonesia dan telah menjadi
orang-orang Indonesia. Dan dari itulah, kalian bisa melihat WNI yang merupakan
keturunan dari :

Tionghoa,
Belanda,
Arab,
India,
Dan lain-lain

Dan diantara itu semua, WNI keturunan Tionghoa yang paling banyak jumlahnya.

Sebagai Penduduk Indonesia yang sah, setiap orang harus memiliki yang
namanya surat keterangan penduduk. Surat keterangan tersebut di Negara
Indonesia biasa dikenal dengan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Surat keterangan
penduduk itu sangat penting, oleh karena itu apabila kalian telah dewasa
nantinya seperti sudah berusia 17 tahun, kita semua diwajibkan untuk memiliki
KTP.

Yang menjadi pertanyaan, adalah mengapa KTP itu sangat penting?
Sebagai salah satu contohnya ialah bahwa hanya orang yang memiliki KTPlah
yang bisa memilih serta dipilih dalam pelaksanaan Pemilu (Pemilihan Umum).
Dan yang memiliki KTPlah yang bisa mendapatkan SIM (Surat Izin Mengemudi).

Naturalisasi
Naturalisasi atau pewarganegaraan adalah proses perubahan status dari
penduduk asing menjadi warga negara suatu negara.[1] Proses ini harus terlebih
dahulu memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan dalam peraturan
kewarganegaraan negara yang bersangkutan.[1] Hukum naturalisasi di setiap
negara berbeda-beda.[1] Di Indonesia, masalah kewarganegaraan saat ini diatur
dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2006.[1]
Cara Memperoleh naturalisasi
Cara memperoleh naturalisasi yaitu dengan mengajukan permohonan kepada
HAM dan Menteri Hukum melalui Kedubes RI atau Kantor Pengadilan Setempat.
Jika disetujui, maka harus mengucapkan janji setia di hadapan pengadilan
negeri.
Syarat-syarat memperoleh naturalisasi menurut UU No.12 Tahun 2006 adalah
Sewaktu mengajukan permohonan, berada di wilayah Negara Republik
Indonesia paling singkat selama 5 (lima) tahun berturut-turut atau 10 (sepuluh)
tahun tidak berturut-turut.
Sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah.
Dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar serta mengakui Dasar
Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.
Sehat jasmani dan rohani
Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih

Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda
Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap
Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara
Pembelajaran, Pendidikan, Pengetahuan
Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu
negara yang menerapkan masyarakatnya untuk hidup rukun. Sebab kerukunan
merupakan salah satu pilar penting dalam memelihara persatuan rakyat dan
bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan diantara berbagai suku, Agama,
Ras dan antar Golongan bangsa Indonesia akan mudah terancam oleh
perpecahan dengan segala akibatnya yang tidak diinginkan.
Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang
mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati,
harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama
dan kepribadian pancasila.
Agama secara umum merupakan suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut
oleh masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini dan dipercaya. Agama
diakui sebagai seperangkat aturan yang mengatur keberadaan manusia di dunia.
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi Kerukunan
yaitu:
Kerukunan intern masing-masing umat dalam satu agama Ialah kerukunan di
antara aliran-aliran / paham-paham /mazhab-mazhab yang ada dalam suatu
umat atau komunitas agama.
Kerukunan di antara umat / komunitas agama yang berbeda-beda Ialah
kerukunan di antara para pemeluk agama-agama yang berbeda-beda yaitu di
antara pemeluk islam dengan pemeluk Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan
Budha.
Kerukunan antar umat / komunitas agama dengan pemerintah Ialah supaya
diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para pemeluk atau pejabat
agama dengan para pejabat pemerintah dengan saling memahami dan
menghargai tugas masing-masing dalam rangka membangun masyarakat dan
bangsa Indonesia yang beragama.

Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang memiliki
bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling
tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan, saling menjaga satu sama
lain.

Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial
dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa
mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban
agamanya.

Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar
terciptanya suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masingmasing umat beragama, antar golongan-golongan agama yang berbeda satu
sama lain, antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang
lainnya, antara umat-umat beragama dengan pemerintah.
Wujud dari Kerukunan antar umat beragama
Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya.
Saling hormat menghormati dan bekerjasama intern pemeluk agama, antar
berbagai golongan agama dan umat-umat beragama dengan pemerintah yang
sama-sama bertanggung jawab mmbangun bangsa dan Negara.
Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada
orang lain.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

ANALISIS MARJIN DISTRIBUSI UNTUK MENGETAHUITINGKAT EFISIENSI SALURAN DISTRIBUSI(Studi Kasus Pada PT. Pupuk Kaltim Wilayah Pemasaran KabupatenProbilinggo Jawa Timur)

1 78 2

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Bakso Sapi yang Beredar di Wilayah Ciputat Menggunakan Real- Time Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan Metode Hydrolysis Probe.

1 51 86

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29

Analisis Sistem Informasi Pengelolaan STNK Di Unit Pelayanan Pendapatan Daerah (UPPD) Wilayah XX/Samsat Bandung Barat

15 155 60

Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 19 17