PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK AUTIS: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

  

PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK AUTIS:

KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

ARTIKEL PENELITIAN

  

OLEH:

YAUMIL HIKMAWATI

NIM F11412016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PONTIANAK

  

2018

LEMBAR PERSETUJUAN PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK AUTIS: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK ARTIKEL PENELITIAN

  

OLEH:

YAUMIL HIKMAWATI NIM F11412016 Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II

  

Dr. Patriantoro, M.Hum Agus Syahrani, MM. S. Ling

NIP 196208241989031003 NIP 1980101662007101001

Mengetahui, Dekan FKIP Ketua Jurusan PBS

Dr. H. Martono Drs. Nanang Heryana, M.Pd

NIP 196803161994031014 NIP196107051988101001

  

PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK AUTIS:

KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

YaumilHikmawati, Patriantoro, Agus Syahrani

  

Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia FKIP UNTAN

Email: Yaumilhkm@gmail.com

Abstract

  

This research is motivated by the attentiveness of researchers to find out how the

development of a child with autism develops before or after doing research. Researchers saw

firsthand how the attitude of compliance with Wilson's autistic children in speaking skills,

how to form eye contact with autistic children Wilson in speaking skills, and how to shape

responses to commands and calls to people with autistic Wilson's speaking skills. The study

directly observed ABK activities following therapy classes using the ABA method, as well as

increasing the skills of autistic children.Based on data analysis in this study, it can be

concluded: 1) The ability to read pictures of children with autism mental age of 6 years can

be grouped into three, namely, the ability to read nouns, verbs and adjectives. 2) The ability

of children to count for children with autism mental age of 6 years through pictorial card

media can be grouped into three, namely, the ability to count, recognize numbers and sort

numbers.. 3) Therapy for the ability to read pictures and children's abilities to count for

children with autism, starting from preparation by preparing a room, preparing a number

card, preparing an image card, ball and rooting and preparing the mental and psychological

children to learn.

  Keywords:language acquisition, children with special needs, abilitiesread and count PENDAHULUAN

  Pemerolehan bahasa atau akuisisi berlangsung di dalam otak seseorang ketika memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan melalui pembelajaran bahasa, dengan proses- proses yang terjadi waktu seseorang mempelajari bahasa kedua, setelah memperoleh bahasa pertamanya. Pembelajaran bahasa dilakukan dengan adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan dituntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan cara sadar. Selanjutnya, juga dinyatakan bahwa setiap anak mengalami tahapan yang sama (universal) dalam pemerolehan bahasa, yaitu tingkat membabel0- 1 tahun, masa holofrasa 1-2 tahun, masa ucapan dua kata 2-2,6 tahun, masa permulaan tata bahasa 2,6-3 tahun, masa menjelang tata bahasa dewasa 3-4 tahun, dan masa kecakapan penuh 4-5 tahun.

  Situasi pemerolehan bahasa pertama seiring sejalan dengan penguasaan bahasa ibu (mother tangue).Biasanya berlangsung pada umur 0-5 tahun.Sedangakan pembelajaran bahasa berlangsung setelah umur 5 tahun.Hal ini umum terjadi pada anak normal serta pengklasifikasian ini telah disepakati oleh para ahli psikolinguistik.Anak-anak normal memperoleh bahasa secara alamiah dan mampu mengikuti pembelajaran bahasa.Namun, sebagian lainnya karena berbagai sebab mengalami kesulitan dalam memperoleh bahasa dan pembelajaran bahasa.Padahal bahasa adalah salah satu aspek penting bagi manusia untuk dapat mengekspresikan diri, bersosialisasi, dan memperoleh ilmu dalam pendidikan, serta digunakan dalam komunikasi dengan lingkungan sekitar.Anak-anak normal memperoleh bahasa secara alamiah dan mampu mengikuti pembelajaran bahasa. Anak-anak penyandang autis cenderung memiliki sikap tidak peduli terhadap apa yang ada di sekitarnya. Bahkan dalam keadaan marah mereka dapat menyakiti diri mereka sendiri, atau orang di sekitar mereka. Oleh sebab itu, pentingnya pendidikan bagi anak luar biasa harus di mulai sejak orang tua telah mengetahui agar jiwa sosial serta perilaku mereka dapat terbangun sejak awal. Hal utama dalam pendidikan awal anak adalah respon serta kontak mata pada anak. Dua hal ini sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak, selain itu emosi anak juga harus dapat terkontrol.

  Berdasarkan pengamatan peneliti, berikut adalah Wilson dengan usia 6 tahun, ia merupakan anak penyandang autis. Wilson merupakan penyandang autis yang mengalami beberapa masalah, seperti masalah berbicara, sikap, kepatuhan, emosional, respon terhadap segala hal, serta kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Keterampilan bicara merupakan kegiatan berbahasa yang setiap hari dilakukan oleh masyarakat pada umumnya untuk berkomunikasi sehingga hubungan sosial terjaga, namun lain hal pada ABK Wilson, Wilson hanya mampu meniru apa yang di dengarnya kemudian diungkapkan melalui berbicara pada orang lain. Wilson juga hanya mampu mengungkapkan kata kunci ketika menginginkan sesuatu yang membuat orang yang berada di sekitarnya tidak memahami apa yang dimaksudnya.

  Penelitian tentang meningkatkan kemampuan mengikuti pelajaran dengan metode ABA (Applied Behavior Analysis) sifat dari metode tersebut adalah lebih menekankan pada ketegasan tanpa kekerasan. Karena anak austis tidak dianjurkan anak tersebut diasingkan itu malah akan menambah parah untuk anak tersebut, dengan prinsip metode ABA kehangatan, tegas, tanpa kekerasan, prompt, dan apresiasi. Jadi temuan anakautis Wilson kajianpsikolinguistik memiliki beberapa alasan yang kuat untuk diteliti.

  Penelitian ini dilakukan di Rumah Matematika dan Sains, lembaga ini bergerak dalam bidang terapi untuk anak-anak autis yaitu, terapi, psikomotor class, membaca, menulis, berhitung, jarimatika, dan berhitung cepat. Alamat Rumah Matematika dan Sains di jalan Sungai Raya Dalam Ruko depan Permata Khatulistiwa nomor 1 Pontianak Kalimantan Barat. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan penyandang anak autis berkembang sebelum atau sesudah langsung bagaimana pembentukan sikap kepatuhan anak autisWilson dalam keterampilan berbicara, bagaimana pembentukan kontak mata anak autisWilson dalam keterampilan berbicara, dan bagaimana pembentukan respon terhadap perintah dan panggilan pada penyandang anak autisWilson dalam keterampilan berbicara.

  Dardjowidjojo (2005: 225) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisi bahasa (language acquisition), yaitu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibu (native language). Ada dua langkah pembelajar menguasai bahasa target.

  Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan diatasa dapat disimpulkan bahwa proses penguasaan bahasa yang oleh anak dilakukan secara natural. Proses penguasaan bahasa dilakukan dengan cara anak belajar bahasa yang digunakan oleh orang dewasa dalam masa memperoleh bahasa ibu. Pemerolehan bahasa ibu tergantung lingkungan anak. Penguasaaan bahasa secara tidak disadari atau informal diperoleh dengan cara menggunakan bahasa itu dalam berkomunikasi. Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan sosial dan komunikasi yang berat Kirk dan Gallagher (dalam Abdurrachman dan Sudjadi 1994: 210). Menurut Yuwono (2012: 15) autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan belajar dari pengalamannya. Menurut Williams dan Wright (2007: 3) autis adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak dari tiga tahun pertama kehidupan anak. Menurut Peeters (2012: 15) autis merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman/gangguan pervasif, dan bukan suatu penyakit mental.

  Ditinjau dari sudut statistika, yang dimaksud dengan autis ialah yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata. Sedangkan anak yang menyandang ketunaan atau cacat ialah hanya yang menyimpang kebawah dari Orlansky (dalam Abdurrachman dan Sudjadi 1994: 8) bahwa anak yang menyandang ketunaan atau cacat mempunyai pengertian yang lebih sempit daripada anak luar biasa atau kelainan.Klasifikasiautis hendaknya juga memperhatikan kemungkinan terjadinya pemberian cap atau label yang negatif terhadap autis, terutama yang tergolong menyandang ketunaan. Pemahaman yang kurang tentang jenis-jenis autistik menuntun beberapa orang tua untuk meyakini bahwa merekalah yang bersalah. Selanjutnya, sejak tahun 1960-an orang-orang mulai memahami autistik dan lebih pada identifikasi symptoms dan bagaimana

  treatment nya. Menurut Aarons dan Gittens

  (dalam Yuwono, 2012: 12-14) membagi jenis- jenis autistik tersebut, berikut penjelasannya.

  Secara spesifik, fakor-faktor yang menyebabkan anak menjadi autistik belum ditemukan secara pasti, meskipun secara umum ada kesepakatan di dalam lapangan yang membuktikan adanya keragaman tingkat penyebabnya. Menurut Yuwono (2012: 32) mengatakan autistik itu bersifat genetik, metabolik dan gangguan syaraf pusat, infeksi pada masa hamil (rubella), gangguan pencernaan, hingga keracunan logam berat dan ibu pada masa hamil mengkonsumsi seafood di mana jenis makanan ini mengandung mercury yang sangat tinggi karena pencemaran air laut.

  Dugaan lain yaitu bahwa anak autistik disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya

  vaccanations. Ada beberapa kasus yang dialami

  oleh orang tua, mereka mengaku bahwa ciri-ciri anak autistik muncul pada anaknya setelah diberikan vaccanations. Beberapa ciri-ciri anak autistik sebenarnya dapat dideteksi sejak dini, setidaknya dicurigai melalui perilaku anak pada masa tahun-tahun pertama. Ketika anak berusia 3 tahun dan menunjukkan ciri-ciri perilaku autistik, orang tua menduga disebabkan kebiasaan menonton televisi, “diacuhkan” oleh

  Baby sitter (yang penting diam), semua kebutuhan akan dilayani tanpa perlu belajar mengekspresikan keinginannya, bermain sendiri dan hubungan anak dan orang tua kurang berkualitas.

  Dari segi lingustik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written

  word ) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning ) yang mencakup

  pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna, Anderson (dalam Tarigan, 2008: 7-8).

  Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk mengutarakan makna, mengemukakan pendapat, mengekspresikan pesan, Anderson (dalam Tarigan, 2008: 8).Di samping pengertian atau batasan yang telah di utarakan di atas, membaca pun dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang kadang dengan orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambing-lambang tertulis. Membaca dapat pula di anggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandur di dalam kata kata yang tertulis.

  Tingkatan hubungan antara makna yang hendak di kemukakan oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis, tetapi berada pada pikiran pembaca. Secara singkat dapat dikatakan bahwa reading adalah

  bringing meaning to and getting meaning from printer or written material , memetik serta

  memahami arti atau makna yang terkandung di bahan yang tertulis (Finochiaro and Bonomo 1973 : 119 ).

  Kata merupakan bagian dari bahasa dalam kalimat yang kemudian perwujudan perasaan dan pikiran yang diucapkan dalam berbahasa. Menurut Ramlan (dalam Pateda, 2001: 134) Kata adalah satuan ujaran yang berdiri sendiri yang terdapat dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan dan mempunyai makna serta digunakan untuk berkomunikasi. Menurut Chaer (2011: 16) menegaskan bahwa kata merupakan satuan memiliki sebuah makna yang disebut makna leksikal, makna denotasi, makna apa adanya atau makna lugas.

  Berbeda lagi dengan kriteria klasifikasi seperti yang disampaikan Alisyahbahana (dalam Chaer, 2008: 64) bahwa secara tradisional dikenal adanya kata-kata yang termasuk kelas verba, nomina, ajektiva, adverbial, numerilia, 3 preposisi, kongjungsi, pronominal, artikula, interjeksi. Kalau disimak baik-baik dapat dilihat bahwa kelas nomina, verba dan ajekitifa berisi konsep-konsep budaya, yang merupakan makna leksikal dari kata-kata pada kelas itu.adverbial membawa makna atau konsep yang mendampingi kelas- kelas nomina, verba dan ajekitifa. Kata-kata yang termasuk kelas numeralia membawa konsep-konsep hitungan, terutama untuk kelas nomina dan juga adverbia. Kelas preposisi membawa konsep perangkai antara verba dan nomina. Sementara kelas kongjungsi membawa konsep penghubung antara satuan kelas nomina. Lalu kelas Pronomina membawa konsep pengganti untuk anggota kelas nomina.Kemudian kelas anggotannya tidak banyak, yaitu artikula, membawa konsep penentu dan pembentuk nomina. Sedangkan yang terakhir interjeksi membawa konsep “emosi” manusia.

  Metode adalah adalah cara kerja, langkah kerja, teknik kerja yang berurutan dan dilakukan secara sistematis. Dalam penelitan ini ada beberapa metode yang digunakan antara lain metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.Penggunaan metode deskriptif dalampenelitian ini adalah karena peneliti bermaksud mendeskripsikan fakta mengenai pemerolehan bahasa pada anak berkebutuhan anak autis sebuah kajian psikolinguistik studi kasus pada rumah matematika dan sains.Metode deskriptif adalah metode yang memaparkan, menguraikan, atau mendeskripsikan objek penelitian secara terperinci.Metode deskriptif merupakan langkah pemecahan masalah yang diselidiki dengan objek.Menurut Sukardi (2014: 14) penelitian deskriptif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun langsung ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah atau guide dalam penelitian.

  Berdasarkan penjelasan tersebut, diharapkan melalui metode deskriptif pada penelitian ini dapat menggambarkan secara jelas atau mengungkapkan fakta penelitian yang berhubungan mengenai pemerolehan bahasa pada anak autis sebuah kajian psikolinguistik studi kasus pada rumah matematika dan sains.

  Bentuk penelitian yang digunakan adalah bentuk kualitatif. Menurut Sugiyono (2011:15) penelitian kualitatif adalah yang berlandasan pada filsafat postpositivisme, digunakanuntuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Penelitian sebagai instrumen kunci, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa terapis di Rumah Matematika dan Sains yang bernama Wilson yang berusia 6 tahun dan guru terapis. Data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang diucapkan informan berdasarkan gerak yang berupa hasil membaca gambar dan benda-benda aktivitas (kata kerja), sifat (warna), dan angka yang kemudian disajikan secara deskriptf. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan instrumen-instrumen wawancara mendalam (In-

METODE PENELITIAN

  depth interview ), observasi langsung dan studi dokumentasi.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sehingga diperlukan data yang bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi non partisipan untuk mengamati proses belajar anak dalam menunjukkan gambar, memeragakan gambar, dan memperlihatkan gambar. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik wawancara dengan teknik tanya jawab dengan menunjukkan gambar, memeragakan gambar, dan memperlihatkan gambar. Serta teknik dokumentasi untuk memperoleh dokumen- dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Alat pengumpul data yang di gunakan peneliti Anak Autis: Kajian Psikolinguistik sebagai berikut: (a) instrumen alat pengumpulan data yang digunakan berupa pedoman observasi atau catatan lapangan, (b) instrumen alat pengumpulan data yang digunakan berupa pedoman wawancara. (c) instrumen dokumen yang berupa berupa gambar, gerak-gerakkan, gambar gerak dan warna. Analisis data kualitatif difokuskan kepada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan dillukiskan dalam bentuk kata-kata.Adapun yang dimaksud analisis data adalah proses mengorganisasikan danmengurutkan data kedalampola, kategoridansatuanuraiandasarsehinggadapatdite mukantemadandapatdirumuskanhipotesiskerjas eperti yang disarankanoleh data. Analisis data diperlukan agar dapat memperoleh kedalaman makna dari suatu data penelitian kualitatif, baik itu didapat dari observasi, wawancara serta studi dokumentasi. Miles dan Humberman dalam (Sugiyono, 2008: 91-92), menyarankan prosedur analisis sebagai berikut.

  Bagan Tahapan Penelitian

  Selain itu, data diklasifikasikan berdasarkan permasalahannya. Data membaca gambar, kata dikelompokkan menjadi satu, data menghitung angka dikelompokkan menjadi satu. Data terapi dikelompokkan menjadi satu, selanjutnya menganalisis data sesuai dengan urutan masalah. (1) Data membaca gambar yang berupa kata dianalisis dengan metode komparatif dengan teknik membandingkan kata berupa/bilangan dianalisis dengan metode komparatif dengan teknik membandingkan kata dengan data. (3) Data terapi dianalisis dengan metode deskripsi dan teknik pemaparan.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada saat proses belajar membaca gambar anak autis usia mental 6 tahun di Rumah Matematika dan Sains dapat diketahui bahwa kemampuan anak dalam membaca melalui media kartu bergambar dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu, kemampuan membaca kata benda, kata kerja dan kata sifat. Untuk lebih jelasnya dapat dipaparkan sebgai beirkut. (a) kemampuan dalam menyebutkan dan mengenal kata benda melalui media kartu sudah tergolong baik. Anak telah mampu mengenal dan mampu mengeja huruf nama- nama benda yang ada pada kartu seperti nama- nama buah, hewah dan rumah. Ketika terapis (guru) menunjukkan kartu yang berisikan gambar dan nama gambar tersebut anak telah mampu menyebutkan nama benda tersebut dan mengeja huruf-huruf nama benda tersebut. (b) kemampuan dalam menyebutkan dan mengenal kata kerja melalui media kartu bergambar juga tergolong baik. Melalui media kartu bergambar ini anak dapat mengetahui beberapa kata kerja diantaranya berjalan, berlari, memasak, mencuci dan menulis. (c) kemampuan dalam menyebutkan dan mengenal kata sifat melalui media kartu bergambar masih tergolong rendah. Anak kesulitan mengenal kata-kata sifat karena kata sifat merupakan suatu proses kegiatan yang sulit digambarkan melalui gambar pada kartu dan hanya bisa dijelaskan secara deskriptif.

  Data hasil observasi di atas dapat dipertegas lagi melalui data hasil wawancara dengan terapis (guru) anak autis di Rumah

  Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Penarikan Kesimpulan Verifikasi Matematika dan Sains pada tanggal 15 Juli 2018. Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa kemampuan membaca gambar merupakan kemampuan anak dalam membaca menggunakan media kartu yang terdapat gambar dan huruf. Pada awalnya anak tidak dapat membaca bahkan anak mengucapkannya gambar. Namun setelah melalui beberapa bulan terapi anak mulai mengenali benda, hewan dan sifat apa yang ada pada media gambar tersebut.

  Pembahasan

  Setelah data observasi dan hasil wawancara dilaksanakan, sejumlah fakta lapangan yang diperoleh berkaitan dengan fokus penelitian tentang Pemerolehan Bahasa pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sebuah Kajian Psikolinguistik Studi Kasus pada Rumah Matematika dan Sains. Maka dalam

  bagian ini peneliti membahas dengan melakukan analisis. Adapun pembahasan ini peneliti lakukan sesuai dengan urutan pertanyaan penelitian. Untuk lebih jelasnya teknik pembahasan dimaksud, akan peneliti paparkan di bawah ini:

  Kemampuan Membaca Gambar Anak AutisUsia Mental 6 Tahun

  Secara umum pelaksanaan terapi dalam proses pembelajaran membaca pada anak autis ini dilakukan melalui dua taha yaitu proses perencanaan dan tindakan. (a) Perencanaan Tindakan (Planning) tahapan ini peneliti melihat terapis mempersiapkan perangkat untuk belajar. Setelah semua perangkat terkumpul, selanjutnya peneliti membuat rancangan pembelajaran dengan menggunakan kartu bergambar. Adapun hasil rancangan pembelajaran tersebut dimulai dari awal pembelajaran. Terapis mengucapkan salam dan membuka pembelajaran dengan meminta Wilson untuk berdoa bersama.

  Terapis memberikan pretest kepada Wilson terkait materi yang akan disampaikan kepada Wilson.Terapis harus terus memberikan dorongan atau motivasi kepada Wilson agar selalu aktif dalam proses belajar mengajar berlangsung. Terapis menyampaikan materi membaca dengan menggunakan kartu bergambar.Terapis memberikan kesempatan kepada Wilson untuk bertanya mengenai materi yang sedang dipelajari. Terapis memberikan penguatan (reinforcement) kepada Wilson yang bertanya atau yang menanggapi petanyaan dari terapis maupun temannya.Terapis melakukan

  postest atau evaluasi kepada Wilson terkait kata

  Tindakan (Acting) t erapis masuk ruangan sambil menggiring Wilsonuntuk memasuki ruangan kelas.Pada awal pembelajaran, terapis memulai dengan mengucapkan salam dan menyapa Wilson dengan senyuman sambil bertanya keadaan Wilson. Seperti pembelajaran biasanya, pembelajaran diawali dengan meminta Wison untuk berdoa sebelum pelajaran dimulai.

  Tahap selanjutnya, terapis memberikan pertanyaankepada Wilson dengan meminta Wilson untuk menyebutkan kata benda yang ada pada kartu gambar.Terapis memberikan dorongan atau motivasi kepada Wilson agar selalu aktif dalam proses belajar berlangsung sambil memberikan pujian. Setelah itu, terapis mengatur posisi Wilson agar siap belajar. Terapis juga memberikan penekanan terhadap pentingnya belajar kepada Wilson.

  Pada kesempatan ini terapis menggunakan kartu bergambar. Terapis memperlihatkan kartu kepada Wilson yang berisikan dua objek yang sama yaitu gambar dan huruf dalam bentuk kata. Kemudian terapis memperlihatkan sambil memberikannya kepada Wilson, sambil menjelaskan kata benda yang terdapat pada kartu. Pada kesempatan ini terapis mengajarkan kata benda berupa gelas. Terapis menyebutkan huruf-huruf dan mengejanya. Terapis meminta Wilson untuk mengikuti apa yang diucapkannya. Wilson mengikuti apa yang diucapkan oleh terapis dan mengejanya G,E,L,A,S menjadi sebuah kata yaitu “GELAS”. Setelah Wilson dapat mengeja dan mengenal huruf dan kata tersebut kemudian terapis melakukan pendalaman bertanya kepada Wilson bagaimana bentuk gelas, apa saja warna gelas, dan apa fungsi dari gelas. Wilson menyebutkan bentuk gelas seperti gelas yang ada di meja terapis dan menyebutkan warnanya. Akan tetapi Wilson belum mengetahui apa fungsi dari gelas tersebut. Mendengar jawaban dari Wilson kemudian terapis menjelaskan bahwa terdapat banyak bentuk gelas dengan memperlihatkan macam- macam gambar gelas yang ada pada Handphoneterapis. Terapis juga menjelaskan bahan pembuatan gelas dan warna-warna gelas yang bermacam-macam. Tidak itu saja, terapis minum baik air, kopi, teh dan susu. Untuk menjelaskan hal tersebut terapis menggunakan kartu dan gambar yang ada pada Handphone.

  Setelah Wilson memahami dan waktu juga habis kemudian terapis menutup proses pembelajaran dengan meminta Wilson untuk mengeja kembali kata benda “GELAS”. Terapis mengucapkan terima kasih karena Wilson mau belajar dan tidak lupa memberikan pujian baik secara verbal dan nonverbal. Kemudian, terapi meminta Wilson untuk bersama-sama berdoa sebagai penutup.

  Kemampuan media kartu gambar dalam proses pembelajaran ini dapat membangkitkan perhatian dan minat anak autis, sesuai dengan fungsi media yaitu sebagai jembatan komunikasi yang memudahkan anataraterapis dalam menyampaikan materi kepada anak autis, untuk memperoleh persepsi yang sesuai dengan kemampuannya.

  Salah satu ciri utama dari anak autis adalah perilaku yang menyimpang atau keterlambatan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Program-program terapi dan intervensi perilaku dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan bicara. Perlunya dikembangkan strategi komunikasi untuk anak-anak yang sulit dalam mengembangkan kemampuan bicara mereka, seperti penggunaan bahasa isyarat, sistem petunjuk melalui gambar, lewat perangkat elektronik, serta sistem komunikasi berbasis gambar.

  Berdasarkan hal tersebut, penggunaan kartu gambar dalam proses terapi penanganan masalah-masalah kognitif pada anak autis dapat memberikan hasil yang optimal. Artinya dapat merangsang perhatian dan minat anak yang selama ini jarang diperoleh pada anak autis. Media kartu gambar dapat memberikan nilai yang sangat berarti, terutama dalam membentuk pengertian baru dan untuk memperjelas pengertian baru, dan untuk memperjelas pengertian tentang sesuatu.

  Kemampuan Anak Menghitung pada Anak AutisUsia Mental 6 Tahun

  Kemampuan anak dalam menghitung melalui media kartu bergambar di Rumah menjadi tiga yaitu, kemampuan yaitu berhitung, mengenal angka, dan mengurutkan angka. Kemampuan anak dalam menyebutkan dan mengenal angka melalui media kartu bergambar sudah cukup baik. Melalui media bergambar anak dapat mengenal angka 1-10. Dengan memperlihatkan kartu berangka secara berulang-ulang anak dapat menyebutkan dan mengenal angka dengan baik.

  Saat kegiatan awal ini, Wilson tampak antusias dan sangat penasaran dengan media kartu yang dikenalkan oleh terapis (guru). Wilson memegang, menyusun dan memainkan media kartu sesuai dengan imajinasinya. Sesekali Wilson menyanyi dengan artikulasi yang tidak jelas dan meracau mengucapkan kata-kata yang tidak bermakna. Terapis (guru) harus memperingatkan beberapa kali agar Wilson mau belajar dengan tenang dan memperhatikan terapis (guru). Wilson sangat asyik dengan imajinasinya memainkan media kartu sehingga Wilson kurang mendengarkan instruksi yang diberikan oleh terapis. Terapis harus mengulang beberapa kali instruksinya dan membimbing Wilson untuk melakukannya. (b) kegiatan inti. setelah masuk pada kegiatan ini pembelajaran, ternyata Wilson dapat mengikuti pembelajaran berhitung menggunakan media kartu dari awal sampai akhir dengan cukup baik meskipun terapis (guru) harus mengulang beberapa instruksi dan memberikan bantuan.

  Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan terapis dalam proses pembelajaran berhitung sebagai berikut. (1) Terapis berhitung 1, 2, 3 hingga 10 menggunakan kartu angka. Wilson menirukan berhitung 1, 2, 3 hingga 10. (2) Terapis mengurutkan kartu angka mulai dari angka 1, 2, 3 hingga 10. Wilson menyebutkan lambang bilangan tersebut sesuai dengan angka yang ditunjuk oleh terapis. Wilson tidak mengalami kesulitan dalam menyebutkan satu, dua, tiga hingga sepuluh. (3) Wilson masih membutuhkan bantuan untuk mengurutkan angka. Wilson mengurutkan angka mulai dari 1, 2, 3, hingga 10. Terapismemberikan bantuan dan menjelaskan kepada Wilson bagaimana urutan angka yang benar. (4) Wilson berhitung menggunakan media kartu. Terapis mengurutkan media kartu mulai dari jumlah 1, bimbingan terapis untuk menghitung jumlah lingkaran. Terapis (guru) menunjuk setiap gambar lingkaran dan memancing dengan menyebutkan sa. . ., du. . .,ti. . .. (6) Wilson menjodohkan kartu gambar dengan kartu angka yang sesuai. Wilson tidak mengalami kesulitan dalam mengurutkan kartu gambardan menjodohkan dengan kartu angka. Wilson hanya nampak ragu dan bertanya kepada terapis bu, salah bu? Terapis membantu Wilson untuk menghitung jumlah gambar lingkaran, Wilson mencari sendiri angka yang sesuai dengan jumlah lingkarannya. (7)Terapis mengacak kartu gambar dan kartu angka. Terapis meminta Wilson untuk mengurutkan dan menjodohkannya kembali. (8) Ketika materi telah selesai disampaikan, terapis memberikan evaluasi terhadap Wilson. Terapis menjelaskan urutan angka yang benar dan menjodohkan kartu dot cards dengan kartu angka yang tepat.

  Kemampuan berhitung Wilson setelah dilakukan terapis dalam pelaksanaan proses pembelajaran mengalami peningkatan dibandingkan dengan kemampuan awal. Skor yang diperoleh Wilson dalam tes setelah tindakan terapis dalam pelaksanaan proses pembelajaran kategorinya cukup. Adapun kemampuan pada tiap aspek dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) Mengenal bilangan bentuk lisan. Kemampuan mengenal bilangan bentuk lisan Wilson sudah mengalami peningkatan, hanya saja Wilson belum mengucapkannya secara urut. Masih ada beberapa angka yang pengucapannya terbaik-balik. Cocntohnya adalah satu, dua, empat, lima, tiga atau satu, dua, lima, empat, tiga. Terapis masih harus memberikan sedikit bantuan kepada Wilson agar pengucapan bilangannya berurutan. (2) Mengenal dan membaca bilangan. Aspek mengenal dan membaca bilangan sudah mengalami peningkatan yang cukup bagus. Wilson sudah mengenal lambang bilangan 1 dan 2, sedangkan untuk angka 3 terkadang penyebutannya benar tiga dan terkadang salah sebut menjadi lima. (3) Mengurutkan lambang bilangan. Kemampuan mengurutkan lambang bilangan Wilson sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan kemampuan awal. Wilson sudah mampu mengurutkan angka 1 dan 2. lambang bilangan dengan benar, contohnya adalah 1, 2, 3, 5, 4 atau 1, 2, 4, 3, 5. Terapis harus memberikan bantuan dan pendampingan kepada Wilson. (4) Membilang. Kemampuan membeilang Wilson juga mengalami peningkatan yang cukup bagus. Pada awalnya Wilson hanya mampu menghitung gambar lingkaran dengan jumlah satu atau dua. Setelah tes pasca pelaksanaan terapis dalam proses pembelajaran Wilson mampu menghitung jumlah gambar lingkaran lebih dari 2 meskipun belum bisa konsisten. Terkadang Wilson menghitung gambar lingkaran berjumlah 3, 4 atau 5, 6 dengan benar, tetapi tak jarang pula jawaban Wilson salah. Wilson mengucapkan urutan angkanya benar, tetapi salah dalam menunjuk gambar lingkaran atau Wilson benar dalam menunjuk gambar lingkarannya satu persatu namun pengucapan angkanya tidak urut. Wilson mengalami kesulitan untuk menjodohkan kartu gambardengan kartu angka. Wilson dibantu oleh Wilson untuk menjodohkannya. Terapis juga harus memberikan bantuan kepada Wilson. (c)Penutup. Pada kegiatan penutup terapis (guru) mengucapkan terima kasih kepada Wilson karena telah mengikuti pembelajaran berhitung dengan baik. Terapis meminta Wilson untuk berdoa untuk mengakhiri pembelajaran. Terapis memberikan kuis kepada Wilson mengenai materi yang telah diberikan. Jika mampu menjawab kuis yang diberikan maka mendapatkan hadiah berupa ucapan dan pujian..

  Bagi anak autis pengenalan bilangan bagi anak dapat dilakukan dengan menghitung benda sesungguhnya, kemudian dijodohkan dengan angka, dilanjutkan dengan gambar dan angkanya, sampai ketingkat abstrak hanya simbol angkanya. Pembelajaran berhitung dengan menggunakan media kartu gambarmampu membimbing anak autis untuk menyebut bilangan dengan nama bilangannya. Melalui media kartu gambaranak belajar mengenal angka dan berhitung menggunakan gambar lingkaran, kemudiandimatchingkan dengan angkanya.

  Melalui media akrtu maka anak atisakan mengenal gambar dan simbol yang digunakan untuk mempermudah anak menerima materi kartu gambar anak dapat belajar berhitung menggunakan gambar lingkaran dan simbol bilangan yang kemudian menjodohkan gambar lingkaran dengan simbol lingkaran yang sesuai. Selain itu, anak autis juga dapat belajar mengenal bilangan bentuk lisan, mengenal dan membaca bilangan, mengurutkan bilangan dan membilang menggunakan media kartu gambar yang terdiri dari gambar lingkaran dan simbol angka. Berdasarkan adanya peningkatan dalam kemampuan berhitung pada anak autis, menjadikan media kartu gambarmemberikan dampak positif sehingga teori tentang pengajaran matematika menggunakan media kartu gambar yang terdiri dari gambar, angka dan simbol dapat terbukti.

  Terapi Kemampuan Membaca Gambar dan Kemampuan Anak Menghitung Pada Anak Autis

  Proses pelaksanaan terapi kemampuan membaca gambar dan kemampuan anak menghitung pada anak autis di Rumah Matematika dan Sains, dimulai dari persiapan. Persiapan yang dilakukan dalam pelaksanaan terapi kemampuan membaca gambar dan kemampuan anak menghitung pada anak autis mulai dengan menyiapkan ruangan, menyiapkan kartu angka, menyiapkan kartu gambar, bola dan meronceh. Namun yang paling penting dalam pelaksanaan terapi yaitu mempersiapkan mental dan psikologis anak untuk belajar. Ketika anak masuk dalam ruangan terapis terlebih dahulu mengajak anak tersebut bermain, baik itu bermain bola maupun bermain lainnya. Setelah anak merasa nyaman di dalam ruangan barulah terapismenunjukan kartu gambar baik gambar tentang kata benda, kata sifat dan kata kerja secara berulang-ulang sambil menunjukkan gambar dan mengejakan huruf nama benda tersebut. Selain itu, terapisjuga menggunakan kartu angka dalam terapi tersebut agar anak dapat menghitung.

  Oleh karena itu, perlu memberikan proses pembelajaran yang menyenangkan dan mencerdaskan bagi anak-anak autis agar mereka dapat belajar melalui dunia mereka. Oleh karena itu prosedur pembelajaran yang dan Sains tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang ditetakan oleh pihak pengelola Rumah Matematika dan Sains sebagai berikut. (a) Persiapan Ruangan Terapi. Ruangan terapi one-on-one tidak perlu luas. Ruangan berkisar 2x2 m. Karena kalau terlalu luas, akan lebih banyak kesempatan bagi anak untuk lolos dan kontrol terapis. Penerangan harus mencukupi, ventilasi dan suhu rungan harus sejuk, bila terlalu panas, dapat digunakan AC. Dinding dan jendela harus bebas distraksi. Tidak ada hiasan dinging yang mencolok dan penglihatan ke luar jendela dihalangi dengan gorden. (b) Persiapan Imbalan yang Efektif. Terapis dihimbau untuk mencatat jenis-jenis imbalan yang disukai oleh masing-masing anak, mulai dengan yang berbentuk materi (makanan, minuman, mainan, benda-benda tertentu yang disukai anak), verbal (pujian, nyanyian) taktil (pelukan, ciuman, belaian, tepukan, gelitikan), dan lain seperti teriakan “Toss” yang disertai dengan tepukan tangan antara trainer dengan anak dan “Yes” agar lebih mudah mengingatnya, buatlah daftar tulis yang mudah dibaca. Letakkan di dinding di atas anak agar mudah dilihat. Daftar tersebut harus berisi imbalan dan urutan peringkatnya.

  Berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa permasalahan anak autis selama proses pembelajaran kemampuan berhitung pelaksanaan proses pembelajaran yaitu. (a) Wilson kesulitan untuk mengurutkan bilangan 1 sampai 10 dengan benar. Anak autis belum mampu membedakan bilangan dan kebingungan mengurutkan bilangan. Anak autis masih memerlukan bimbingan secara verbal dan bahkan bantuan fisik untuk berhitung 1 sampai dengan 10. (b) Wilson kesulitan untuk menghitung jumlah gambar lingkaran dengan jumlah lebih dari 6. Anak autis memiliki daya konsentrasi yang mudah beralih sehingga kurang fokus dalam menghitung gambar lingkaran. (c) Wilson kesulitan untuk menjodohkan kartu gambardengan kartu angka. Anak autis asyik dengan imajinasinya sendiri dan kurang memperhatikan penjelasan dan instruksi yang diberikan oleh terapis (guru). (d) Wilson belum dapat memberikan tanggapan dari pertanyaan-pertanyaan terapis (guru).

  Pelaksanaan penggunaan media kartu dalam 10 pada anak autis berlangsung lancar meskipun adanya permasalahan tersebut.

  Selain permasalahan tersebut, terdapat beberapa hal positif yang terjadi saat pembelajaran Matematika dengan menerapkan penggunaan media kartuyaitu: (a) Minat anak autis dalam pembelajaran mengalami peningkatan karena menggunakan media yang menarik perhatian. (b) Anak autis senang dalam pembelajaran karena seolah-olah bermain bukan belajar sehingga tidak terlalu berat untuk berpikir. (c) Anak autis mengalami peningkatan dalam keaktifan mengikuti pembelajaran. (d) Anak autis tidak mudah bosan dan tidak meninggalkan kelas saat proses pembelajaran berlangsung. (e) Terjadi interaksi dan kerja sama antar dan terapis saat mengurutkan angka dan menjodohkan media kartudengan kartu angka.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa pada anak berkebutuhan khusus (ABK) di Rumah Matematika dan Sains sudah baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan kemampuan anak dalam membaca gambar dengan mengenal kata benda, kata kerja dan kata sifat serta peningkatan kemampuan anak dalam berhitung mulai dari mengenal angka, mengurutkan angka dan juga berhitung 1-10. Untuk lebih jelasnya dapat dipaparkan berikut ini. (1) Kemampuan membaca gambar anak autis usia mental 6 tahun di Rumah Matematika dan Sains dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu, kemampuan membaca kata benda, kata kerja dan kata sifat. Kemampuan dalam menyebutkan dan mengenal kata benda melalui media kartu masih belum sempurna dan masih sedikit membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai kata sifat. (2) Kemampuan anak menghitung pada anak autis usia mental 6 tahun di Rumah Matematika dan Sains melalui media kartu bergambar dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu, kemampuan yaitu berhitung, mengenal angka dan mengurutkan angka. Anak dapat mengenal angka-angka yang ada pada kartu sempurna dalam mengurutkan angka mulai dari angka 1-10. Selain itu, kemampuan anak dalam menghitung dengan menyebutkan angka-angka yang diajarkan terapis dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. (3) Terapi kemampuan membaca gambar dan kemampuan anak menghitungpada anak autisdi Rumah Matematika dan Sains, dimulai dari persiapan dengan menyiapkan ruangan, menyiapkan kartu angka, menyiapkan kartu gambar, bola dan meronceh, namun yang paling penting adalah mempersiapkan mental dan psikologis anak untuk belajar. Ketika anak masuk dalam ruangan terlebih dahulu anak diajak bermain, baik itu bermain bola maupun bermain lainnya. Setelah anak merasa nyaman di dalam ruangan barulah terapismenunjukan kartu gambar baik gambar tentang kata benda, kata sifat, kata kerja dan bilangkan (angka) secara berulang-ulang sambil menunjukkan gambar dan mengejakan huruf nama benda tersebut.

  Saran

  Diakhir penulisan skripsi ini ada beberapa hal yang menjadi saran sebagai penutup. (1) Bagi terapis, penggunaan kartu gambar dalam proses terapi bagi anak autis menunjukkan hasil yang positif untuk membantu menjembatani komunikasi, dan membantu proses pemahaman si anak. Oleh sebab itu, penggunaan kartu gambar dapat dipertahankan dan dimaksimalkan untuk proses terapi pada tahap- tahap selanjutnya. (2) Bagi Rumah Matematika dan Sains, diharapkan menyediakan media pembelajaran yang menarik warnanya dan bentuknya agar siswa lebih tertarik untuk belajar. (3) Bagi orang tua, diharapkan untuk selalu memperhatikan perkembangan mental anak dengan memberikan dukungan guna perkembangan yang optimal dengan tanpa menuntut anak secara berlebihan untuk bisa melakukan sesuatu di luar batas kemampuan.(4) Bagi penelitian berikutnya, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih jauh dengan melibatkan narasumber dan lokasi yang lebih beragam, sehingga dapat diperoleh deskripsi yang lebih luas mengenai pemanfaatan kartu gambar dalam proses terapi bagi anak autis dan akan lebih efektif.

  DAFTAR RUJUKAN Abdurrachman, Muljono dan Sudjadi. 1994.

  Peeters, Theo. 2012. Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat.

  Yuwono. 2012. Memahami Anak Autistik.

  to Live with Autism and Asperger Syndrome. Jakarta: Dian Rakyat.

  Bandung: Angkasa Bandung. Williams, Chris dan Wright, Barry. 2007. How

  Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA. Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

  Bandung: CV Alfabeta. Sukardi, 2014. Metode Penelitian Kualitatif.

  Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Sugiono, 2011. Metode Penelitian Kualitatif.

  Peranting Anak dengan Autisme.

  Anak berkesulitan Belajar. Jakarta : Depdikbud.

  Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

  Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pateda. 2001. Pengajaran Matematika Bagi

  Finochioro and Bonomo, 1973.Language.

  Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

  Jakarta: RinekaCipta. Dardjowidjojo, Soejono. 2014. Psikolinguistik

  Chaer, Abdul. 2011. RagamBahasaIlmiah.

  Indonesia (Pendekatan Proses).Jakarta: RinekaCipta.

  Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta:PT Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2009. Morfologi Bahasa

  Bandung: Alfabeta.