KATA PENGANTAR - MAKALAH syiah zaidiyah ghulath kelompok

  

SYIAH ZAIDIYAH DAN SYIAH GHULATH

MAKALAH

  Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Teologi Islam Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas

  Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

  

Dosen

  Dr.fadhil.SJ.M.Ag

  

Oleh

KELOMPOK VIII

  Ali nahrowi : 13220214 Heri sutrisno : 13220212 Anita anestia : 13220089 Dina silvana R. Ummah : 13220092 Linda wahyu mey S : 13220086

  MALANG 2014

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “aliran syiah zaidiyah dan syiah ghulat” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah teologi islam Bapak Dr.fadhil .

  Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan teologi islam, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan syiah zaidiyah dan syiah ghulat, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah teologi islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

  Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai teologi yang berhubungan dengan aliran syiah zaidiyah dan syiah ghulath. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

  Malang, 2 april 2014 Penulis

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang

  muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.

  Dengan mengkaji Syi’ah dan ajarannya secara lebih mendalam diharapkan dapat dilihat garis pemisah antara yang benar-benar Syi’ah dan yang hanya mengaku sebagai Syi’ah. Karena dalam panggung sejarah, Syi’ah sering dibicarakan dalam konotasi yang kurang baik perihal ajaran-ajarannya. Namun sesungguhnya, citra dan kesucian Syi’ah tidak patut dipandang rusak dan keluar dari jalur Islam secara keseluruhan, karena masih ada sebagian dari mereka yang dalam ajaran, pemikiran dan tindakannya dianggap moderat dan toleran.

  B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath ?

  2. Apa aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath ?

  3. Bagaimana Konsep imamah dan ajaran-ajaran dalam syiah zaidiyah dan syiah ghulath ?

  C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath .

  2. Untuk mengeahui aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath.

  3. Untuk mengetahui konsep imamah yang terdapat dalam syiah zaidiyah dan syiah ghulath.

BAB II PEMBAHASAN A. SYI’AH ZAIDIYAH

  1. Asal usul Penamaan Zaidiyah

  Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama Zaidiyah diambil.

  

Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte Syi’ah yang moderat. Abu Zahra menyatakan

  

  bahwa kelommpok ini merupakan sekte yang paling dekat dengan SunniDalam hal ini mereka bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, walaupun mereka memprioritaskan bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah anak

  

  2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah

  Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiyah mengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja. Ini jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi SAW telah menunujuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai imam setelah Nabi wafat karena Ali memiliki sifat- sfat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan Bani Hasyim, wara (saleh, menjauhkan diri dari segala dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam. Selanjutnya, menurut Zaidiyah, seorang imam paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai

   1 berikut 2 Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Jakarta; Bandung: Pustaka Setia), 2007, hlm. 103 3 Ibrahim Madkour,aliran dan teori filsafat islam(Jakarta:Bumi Aksara)1995,Hlm.90 Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Jakarta; Bandung: Pustaka Setia), 2007, hlm. 104

  Pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui garis Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas sistem pewarisan dan nas kepemimpinan.

  Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang. Atas dasar ini, mereka menolak Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte Syi’ah lainnya, baik yang gaib maupun yang masih dibawah umur. Bagi mereka, pemimpin yang menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Mahdi.

  Ketiga, memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka menolak kemaksuman iman, bahkan mengembangkan doktrin imamat al-mafdul. Artinya, seseorang dapat dipilih menjadi imam meskipun ia mafdul (bukan yang terbaik) dan pada saat yang sama ada yang afdal.

  Dengan doktrin imamah seperti itu, tidak heran jika Syi’ah Zaidiyah sering mengalami krisis dalam keimanan. Hal ini karena terbukanya kesempatan bagi setiap keturunan ahl al-bait untuk menobatkan diriya sebagai imam. Ini berbeda misalnya dengan Syi’ah Itsna Asyariyah yang hanya mengakui keturunan Husein sebagai imam. Dalam sejarahnya, krisis keimanan dalam Syi’ah Zaidiyah ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat beberapa pemimpin yang memproklamirkan diri sebagai imam. Kedua, tidak seorang pun yang memproklamirkan diri atau pantas diangkat sebagai imam. Dalam menghadapi krisis ini, Zaidiyah mengembangkan mekanisme pemecahannya, di antaranya dengan membagi tugas imam kepada dua individu, dalam bidang politik dan

  

  Syi’ah Zaidiyah memang mencita-citakan keimanan aktif, bukan keimanan pasif, seperti Mahdi yang gaib. Menurut mereka, imam bukan saja memiliki kekuatan rohani yang diperlukan bagi seorang pemimpin keagamaa, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci sehingga dihormati oleh umatnya. Selain menolak berbagai dongeng tentang kekuatan adikodrati para 4 imam, mereka juga mengingkari sifat keilahian para imam. Imam bagi mereka

  M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam (Jakarta; Gema Isnani Press), 2001, hlm. 64 adalah pemimpin dan guru bagi kaum muslim; aktif di tengah kehidupan; dan berjuang terang-terangan demi cita-citanya. Dengan demikian, imam dapat berfungsi sebagai pemimpin politik dan keagamaan yang secara kongret berjuang demi uamt, daripada sebagai tokoh adikodrati yang suci tanpa dosa.

3. Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya

  Bertolak dari doktrin tentang al-imamah al-mafdul, Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab adalah sah dari sudut pandang Islam. Mereka tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali bin Abi Thalib. Dalam pandangan mereka, jika ahl al-hall wa al-‘aqd telah memilih seorang imam dari kalangan kaum muslim, meskipun ia tidak memenuhi sifat- sifat keimanan yan ditetapkan oleh Zaidiyah dan telah dibaiat oleh mereka, keimanannya menjadi sah dan rakyat wajib berbaiat kepadanya. Selain itu, mereka juga tidak mengafirkan seorang pun sahabat. Mengenai hal ini Zaid sebagaimana dikutip Abu Zahra mengatakan:

  “Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling utama.

  

Kekhalifahannya diserahkan kepada Abu Bakar karena mempertimbangkan

kemaslahatan dan kaidah agama yang mereka pelihara, yaitu untuk meredam

timbulnya fitnah dan memenangkan rakyat. Era peperangan yang terjadi pada

masa kenabiaan baru saja berlalu. Pedang Amir Al-Mukminin Ali belum lagi

kering dari darah orang-orang kafir. Begitu pula kedengkian suku tertentu untuk

menuntut balas dendam belumlah surut. Jangan lagi ada leher terputus karena

masalah itu. inilah yang dinamakan kemaslahatan bagi orang-orang yang

mengenal dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, juga bagi orang yang lebih

tua dan lebih dahulu memeluk Islam, serta yang dekat dengan Rasulullah.”

  Prinsip inilah, menurut Abu Zahra, yang menyebabkan banyak orang keluar dari Syi’ah Zaidiyah. Salah satu implikasinya adalah berkurangnya dukungan terhadap Zaid ketika ia berperang melawan pasukan Hisyam bin Abdul Malik. Hal ini wajar mengingat salah satu doktrin Syi’ah yang cukup mendasar adalah menolak kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dan menuduh mereka sebagai perampas hak kekhalifahan dari tangan Ali.

  Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika dia belum bertobat dengan pertobatan yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan dengan Za’id. Moojan momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernahbelajar kepada Wasil bin Atha. Baik Abu Zahrah maupun Moojan Momen mengatakan bahwa dalam teologi Syi’ah Zaidiyah hampir sepenuhnya mengikuti Mu’tazilah. Selain itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murjiah, dan berpendirian puritan dalam menyikapi tarekat. Organisasi tarekat memang dilarang dalam pemerintahan Zaidiyah.

  Berbeda dengan Syi’ah lain, Zaidiyah menolak nikah mut’ah (temporer). Tampaknya ini merupakan implikasi dari pengakuan mereka atas kekhalifahan Umar bin Khaththab. Seperi diketahui, nikah mut’ah merupakan salah satu jenis pernikahan yang dihapuskan pada masa Nabi SAW. Pada perkembangannya, jenis pernikahan ini dihapuskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Penghapusan ini jelas ditolak oleh sekte Syi’ah selain Zaidiyah. Oleh karena itu hingga sekarang kecuali kalangan Zaidiyah- kaum Syi’ah tetap mempraktekkan nikah mut’ah. Selanjutnya, kaum Zaidiyah juga menolak doktrin taqiyah. Padahal menurut Thabathaba’i, taqiyah merupakan salah satu doktrin yang penting dalam Syi’ah.

  Meskipun demikian, dalam bidang ibadah, Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Dalam azan misalnya, mereka memberi selingan ungkapan hayya ‘ala khair al-amal, takbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah, menolak sahnya mengusap kaus kaki (maskh al-

  

Khuffaini), menolak imam shalat yang tidak saleh dan menolak binatang

sembelihan bikan muslim.

4. Konsep imamah dan ajaran lainnya

  Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental dalamsyiah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang dikembangkan syi’ah lain, syi’ah zaidiyah mengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum zaidiyah menolak pandangan yang menyaakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi tetapi hsnys ditentukan sifat-sifatnya saja. Ini jelas bebeda dengan sekte syiah yang lain yang percaya bahwa Nabi SAW telah menunjuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai imam setelah Nabi wafat karena ali memiliki sifat- sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan bani Hasyim, Wara (saleh, menjauhkan diri dari berbagai dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam. sesudah Ali

  

  Syi’ah Zaidiyah, memiliki pandangan tersendiri tentang imamah dan ajaran lainnya. Pandangan-pandangan yang dipegang oleh Zaidiyah banyak berbeda dengan paham-paham sekte Syi’ah lainnya :

  a. Wishayah

  Menurut mereka imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa nabi Muhammad tidak menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan mendeskripsikannya. Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut, karena itulah mereka mengatakan Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafdhul di samping adanya imam yang afdhal, yaitu Ali. Berdasarkan konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman bin Affan adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama (Afdhal) menurut mereka.

  b. Imamah

  Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya dari keturunan fatimah saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya, kedua ini harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.

  Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak 5 boleh kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai

  Fadil su’ud ja’fari, islam syiah, malang: uin-maliki Press. 2010. Helm.49 kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah.

  c. Ismah (Ma’sum)

  Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang mensucikan empat orang dari keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan dan Husain.

  d. Raj’ah (kehadiran Imam)

  Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran Imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.

  e. Iman dengan Qada dan Qadar

  Mereka mempercayai qada dan qadar, namun manusia juga mempunyai kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada Allah. Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa Zaidiyah adalah kelompok yang moderat dalam tubuh Syi’ah. Mereka sangat terpengaruh dengan filsafat

  Mu’tazilah, terutama pemikiran Wasil bin ‘Atha yang terlihat jelas pada penempatan rasio pada tempat yang tinggi dan memberi peran penting pada rasio untuk memperoleh dalil. Pengaruh Mu’tazilah terlihat pada keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat dan al-Qur’an itu makhluk serta mereka tidak menerima taqdir dengan begitu saja. Dalam pelaksanaan hukum Islam, Zaidiyah tidak membenarkan perkawinan campuran dan tidak memakan sembelihan orang yang bukan Islam, serta tidak mau shalat di belakang orang yang tidak diketahui kesalehannya.

  Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyah, yang terpecah ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa al-Nihal menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Butriyah. Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam bukunya Maqalat al-Islamiyah wa l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, Butriyah, Naimiyah, dan

B. SYI’AH GHULAT

1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat

  Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga

  

melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki

  sikap berlebih-lebihan atau ekstrem (exaggeration). Lebih jauh, Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.

  Gelar ekstrim (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini berkaitan dengan pendapatan yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan juga ada beberapa orang yang dianggap Rasul setelah Nabi Muhammad. Selain itu, mereka mengembangkan doktrin-doktrin ekstrim lainnya, seperti tanasukh, hulul, tasbih, dan ibaha.

  Mengenai jumlah sekte Syi’ah Ghulat, para mutakalimin berbeda pendapat. Syahrastani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara lain: Sabahiyah,

  

Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kalaliyah,

6 Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.

  

  

  Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinya. Sekte-sekte ini pada awalnya hanya satu, yakni faham(hal. 105) yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran, Syi’ah Ghulat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonial Kuno yang ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, Mazdakisme.

2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat

  Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih. Moojan Momen menambahkannya dengan hulul dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinana bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang mengatakan –seperti Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far-bahwa roh Allah berpindah

  

  Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan

  dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’, dalam pandangan Syi’ah Ghulat, mempunyai beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan

  

yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak, artinya memperlihatkan

yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya.

  Bila berkaitan dengan perintah, artinya memerintahkan hal lain yang 7 Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009. Hlm.

  106.

  

bertentangan dengan perintah sebelumnya. Faham ini dipilih oleh Al-Mukhtar

  ketika mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal yang akan terjadi, baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam. Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkannya, maka itu dijustifikasi sebagai bukti kebenaran ucapannya. Namun, jika terjadi sebaliknya, ia mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.

  Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai

  bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Namun, mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian menyatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali, sedangkan sebagian lainnya menyatakan Ja’far Ash-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah, bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats- Tsaqafi.

  Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat

  menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khalik.

  Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua

  bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.

  Gyaba (occultation) artinya menghilangnya Imam Mahdi. Ghayba

  merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufa ketika

  

3. Konsep Imamah Syiah Ghulath

  Konsep imamah kaum syiah ghulath tidak terlepas dari sikap ekstrem 8 mereka. Menuru syahratsani, ada empat sikap ekstrem mereka, yaitu : tasyhbih, Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009. Hlm. 107.

  

bada’, raj’ah dan tanasukh, bahkan moojan momen menambahkan sikap eksrem

  

  a. Tasybih

  Menyerupakan makhluk dengan tuhannya atau menyerupakan Tuhan dengan makhlknya. Dalam hal ini mereka menyerupakan iam mereka sebagai Tuhan.

  b. Bada’

  keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya,serta dapat memeinahkan sesuatu perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya. Arti bada’ dalam ilmu adalah menerapkan suatu yang berentangan dengan yang iketahui-Nya.

  c. Raj’ah Raj’ah ada hubungannya mahdiyyah, dimana orang syiah ghulath

  mempercayai bahwa imam al-mahdi al-muntadzar akan datang ke bumi. Paham ini merupakan paham seluruh kaum syiah.

  d. Tanasukh

  Adalah keluarnya rukh dari jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah Hindu, dimana mereka berkeyakinan bahwa rukh disiksa dengan cara berpindah keubuh hewan yang lebih rendah derajatnya.

  e. Hulul

  Adalah paham yang mengajarkan bahwa Tuhan berada pada semua tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap indifidu manusia.

  f. Ghayba Adalah menghilangnya imam mahdi, ghayaba merupakan kepercayaan syiah bahwa imam mahdi itu ada ddalam negeri ini dan

   9 g. 10 fadil su’ud ja’fari,Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 42 fadil su’ud ja’fari,Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 43

BAB III PENUTUP A. Simpulan Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap

  menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi Muhammad SAW. Namun ada juga aliran syiah yang bersifat moderat yaitu aliran syiah zaidiyah yang dalam pemahaman dan doktrinnya aliran ini lebih dekat kepada pemahaman Ahlussunnah.

  Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali, karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali tentang ajaran aqidahnya. Dalam perjalanannya, Syi’ah sebagai sebuah aliran, banyak dimasuki oleh paham-paham yang berasal dari luar Islam, yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Syi’ah terkadang dimasuki oleh orang-orang yang ingin menghancurkan Islam dari dalam, seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibn Saba’. Faham Syi’ah juga dimasuki oleh paham-paham Yahudi, Nasrani, dan Hindu, sehingga mucul dalam ajaran Syi’ah paham-paham, seperti Imam yang digambarkan sebagai setengah Tuhan dan setengah manusia, paham tanasukh (reinkarnasi), penjisiman Tuhan, serta bertempatnya ruh Tuhan pada diri manusia, dll. Sesungguhnya mereka yang memiliki keyakinan seperti ini dalam tubuh Syi’ah bukanlah Syi’ah (pengikut Ali dan ahlul bait) yang sebenarnya.

B. Saran

  Dari penyusunan makalah ini kami mengungkapkan penjelasan dan ruang lingkup dari pemahaman sekte syiah terkhusus pada sekte syiah zaidiyah dan syiah ghulath, yang dalam pemahamannya disini tentulah akan sngat berbeda dengan pemahaman yang ada pada ahlusunnah.

  Karna dalam sekte syiah ini tidak semua syiah beraliran ekstrem namun ada juga yang beraliran moderat yang tentunya pemahaman itu akan dijadikan sebagai ideologi mereka. Dalam perbedaan inilah penulis menyarankan kepada diri penulis sendiri dan kepada pembaca unuk lebih bisa memilah dan mempertimbangkan dari berbagai pemahaman pandangan yang berbeda ini menjadi satu titik temu untuk memperoleh kebenaran yang diyakin dengan penuh pemikiran dan pertimbangan. Teruama dalam masa moderen saat ini yang aliran eksterm seperti aliran syiah ini akan sangat mempengruhi cara berfikir dan cara berkeyakinan manusia nantinya.

DAFTAR RUJUKAN

  Hasbulloh, Aziz. 2008. Aliran-aliran teologi islam. Lirboyo:purna siswa aliyah 2008.

  Madkour, Ibrahim. 1995. aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara. Rais, Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Isnani Press. Rozak, Abdul dan Anwar, rosikhon, 2009. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. Ja’fari, fadil su’ud. 2010. Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI PRESS. Di akses pada 5 maret 2014 pukul 21:00. Di posting ole