Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

(1)

13 BAB II

KAJIAN TEORITIK

DAN PENGAJUAN KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN TINDAKAN

A. Kajian Teoritik 1. Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Secara leksikal kata cemas atau “Anxiety” diambil dari Bahasa Inggris, berpadanan dengan kata “fear”, yang memiliki arti “kecemasan atau ketakutan”. Menurut DepKes RI, 1990, kecemasan adalah “ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam.“1

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb kecemasan adalah “respon

terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal normal yang terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang pernah dilakukan.“2

Stuart & Sundeen, berpendapat bahwa kecemasan berbeda dengan rasa takut. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosional ini tidak memiliki objek yang spesifik yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Sedangkan menurut Cluster kecemasan merupakan reaksi individu yang tertekan dalam menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. 3

Menurut para ahli psikologi, kecemasan (anxiety) seringkali juga digambarkan sebagai perpaduan empat komponen , yaitu kognitif, somatik, emosi, dan tingkah laku. Komponen kognitif, kecemasan (anxiety) menyebabkan seseorang mengalami kehilangan kontrol konsentrasinya, yang ditandai oleh keinginan untuk menghilangkan perasaan yang tidak

1“Kecemasan” dalam

http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan 2

Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI Press,2008),h.73.

3“Kecemasan” dalam


(2)

menentu atau perasaan yang membahayakan bagi dirinya. Secara somatik,

anxiety menyebabkan seseorang yang mengalami kehilangan kontrol fisiknya, yang ditandai dengan “kecepatan detak jantung yang meningkat, keringat bertambah, aliran darah meningkat, dan fungsi sistem kekebalan dan pencernaan tersumbat, kulit pucat, keringat, dan gemetar.”4

Secara emosi, kecemasan (anxiety) menyebabkan perasaan seseorang takut atau panik, yang ditandai dengan perasaan muak atau sikap dingin. Secara tingkah laku, kecemasan (anxiety) menyebabkan sikap keterpaksaan seseorang melakukan sesuatu dan ingin melepaskan diri dari sumber kecemasan (anxiety), yang ditandai dengan sikap yang tidak terkendali dalam melakukan sesuatu.

Masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang kecemasan dari para ahli psikologi, namun dari beberapa uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Seperti suasana yang dihadapi siswa saat harus menghadapi ujian, merasa tidak sanggup mencapai target kurikulum yang ditetapkan sebagai standar kelulusan dan sebagainya. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (seperti perasaan panik, tegang, bingung, dan perasaan tidak atau sulit berkonsentrasi).5

Mesikupun demikian, menurut penulis kecemasan (anxiety) bukanlah sesuatu masalah yang tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan (anxiety) merupakan perubahan emosi yang biasa terjadi pada diri seseorang dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa khawatir, takut, sedih, dan senang.

4

Pengertian Kecemasan dalam http:// Psikologi.or.id. 5


(3)

15

b. Tipe atau Macam Bentuk Kecemasan

Para ahli psikologi membagi kecemasan (anxiety) pada beberapa tipe/macam, tergantung jenis pengelompokannya. Freud, seorang pakar psikoanalitik pertama mengungkapkan bahwa ada 3 macam kecemasan, yaitu:6

1. Kecemasan realistik, yaitu kecemasan akan adanya ancaman dari luar. Adapun taraf kecemasannya tergantung/ sesuai dari besarnya ancaman tersebut. Kecemasan inilah yang persis dikatakan oleh Freud sebagai rasa takut.

2. Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang bukan datang dari dunia luar atau dunia fisik tapi dari dunia super ego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan bentuk ini merupakan kecemasan terhadap hati nurani sendiri.

3. Kecemasan neorotik, yaitu kecemasan yang muncul akibat rangsangan-rangsangan id. Contohnya adalah munculnya perasaan gugup, kehilangan ide, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku bahkan pikiran. Kecemasan neurotik inilah yang biasa disebut dengan kecemasan yang sehari-hari sering dialami oleh setiap orang.

Sementara itu, Lahey dan Ciminero mengelompokkan tipe/ macam kecemasan berdasarkan sifatnya ke dalam 3 tipe, yaitu:

1. Kecemasan yang bersifat afersif, kecemasan ini merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, sehingga seseorang yang mengalaminya berusaha untuk menghindari kecemasan dengan cara menghindarkan diri dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan kecemasan.

2. Kecemasan yang bersifat mengganggu, kecemasan ini merupakan kecemasan yang dapat mengganggu kemampuan kognitif dan motorik. 3. Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan ini berkaitan

dengan pengalaman yang melibatkan aspek psikologis dan biologis yang mengalaminya. Dengan kata lain, seseorang yang sedang mengalami

6“Kecemasan” dalam


(4)

kecemasan ini akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dalam pola perilaku psikologinya dan gejala-gejala fisiologisnya.

c. Kecemasan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

Pada dasarnya belajar adalah memberikan bekal hidup kepada peserta didik agar mampu menghadapi hidup pada masa depan. Untuk itu, selama berlangsungnya proses belajar seorang guru harus dapat melihat potensi yang dimiliki peserta didiknya (siswa) sehingga keberhasilan belajar dapat tercapai, yang tercermin dari performan belajar siswa. Menurut Gagne

“belajar telah terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga performannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”7

Sebagai pengajar, guru harus sadar akan situasi dan berhati-hati mengamati lingkungan sekolah, sehingga peristiwa-peristiwa traumatik yang dapat merendahkan konsep diri siswa dapat dikurangi. Karena selain mempengaruhi tingkat aspirasi dan konsep diri siswa, situasi pembelajaran yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa.8 Beberapa hasil penelitian atau kajian menunjukkan bahwa kecemasan (anxiety) dalam belajar matematika berkaitan dengan performan belajar matematika siswa.9

Misalnya, penelitian Bessant (1995) menyatakan anxiety

matematika berkorelasi dengan sikap terhadap matematika.

Eccles dan Jacob (Wisenbaker, 2001) menyatakan bahwa kualitas belajar matematika siswa sangat dipengaruhi oleh konsep diri siswa dan anxiety matematika siswa. Kualitas belajar yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil belajar matematika siswa. Barlow (2003) anxiety matematika mempengaruhi efektivitas belajar, semakin rendah anxiety

matematika maka efektivitas belajar tinggi dan demikian

7

M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2004),Cet.XVIII,h.84.

8

Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta:Remaja PT Rineka Cipta,2010),Cet.V,h.185.

9 “Mengatasi Kecemasan (Anxiety) Dalam Pembelajaran Matematika” dalam

Pustaka ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/. Pukul 19:49


(5)

17

sebaliknya. Pendapat yang lain, Tapia dan Marsh (2004) menyatakan anxiety matematika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keyakinan diri dan motivasi matematika.

Nasser (2004) menyatakan bahwa anxiety mempengaruhi kemampuan dasar matematika. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, nampaklah bahwa anxiety matematika secara signifikan berkaitan dengan performan belajar matematika siswa, seperti efektivitas belajar matematika dan kemampuan dasar matematika (aspek kognitif, serta sikap terhadap matematika, motivasi berprestasi matematika, dan konsep diri matematika (aspek afektif).

Dari penelitian Sarason dan kawan kawanpun didapati kenyataan bahwa “siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi sebaik siswa yang tingkat kecemasannya lebih rendah pada beberapa jenis tugas.”10 Padahal „ambisi‟ berprestasi sangat diperlukan dalam belajar,

karena dengan „ambisi‟ itu akan memberikan motivasi belajar yang kuat dan kemampuan untuk berlama-lama dalam belajar. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa kecemasan (anxiety) sangat diperlukan dalam belajar matematika, namun kecemasan (anxiety) yang terjadi tidak boleh terlalu lama atau dengan kata lain kecemasan (anxiety) harus dikendalikan.

Guru sebagai pengajar yang efektif hendaknya harus dapat menciptakan minat dan motivasi yang cukup pada siswa untuk berprestasi, tanpa menciptakan keadaan-keadaan yang menekan. Karena sebenarnya, kecemasan (anxiety) dalam matematika merupakan hal yang wajar pada diri siswa karena orang pasti memiliki kecemasan (anxiety). Namun yang perlu diperhatikan adalah kecemasan (anxiety) matematika siswa tidak boleh dibiarkan terlalu lama mengendap pada diri siswa karena hal itu akan menyebabkan turunnya semangat berprestasi.

Pada kadar yang rendah, kecemasan mambantu individu untuk bersiaga mengambil langkah–langkah mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat mendorong meningkatnya performa misalnya karena cemas mendapatka IP/ nilai yang buruk maka mahasiswa/ siswa berusaha belajar keras dan

10


(6)

mempersiapkan diri saat akan menghadapi ujian.11 Oleh karena itu, kecemasan (anxiety) yang pada diri siswa tidak mungkin dapat dihilangkan namun hanya dapat dikurangi atau dikendalikan, kemudian kecemasan (anxiety) ini diarahkan pada pengembangan potensi diri siswa. Slameto dalam bukunya memberikan beberapa saran yang mungkin dapat membantu memotivasi siswa untuk menyiapkan diri dan melaksanakan tes tanpa merasa cemas, yaitu:12

1. Tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua.

2. Hindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari hasil satu tes.

3. Buatlah catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang menyarankan siswa untuk tetap berusaha dengan baik atau harus meningkatkan usahanya.

4. Yakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting yang telah diajarkan kepada siswa.

5. Hindari pelaksanaan ujian tanpa adanya pemberitahuan.

6. Jadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa sesering mungkin untuk untuk mengurangi kecemasan dan untuk mengarahkan belajar apabila perlu.

7. Hindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat menyinggung perasaan.

8. Tekankan kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahan-kelemahannya. 9. Kurangi peranan-peranan ujian yang bersifat kompetitif bila siswa tidak

sanggup bersaing.

10. Rahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya.

11. Beri siswa kemungkinan untuk memilih aktivitas-aktivitas yang mempunyai nilai pengajaran yang sebanding.

11

Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.74. 12


(7)

19

2. Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Banyak orang menganggap bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan/ menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Biasanya orang yang beranggapan demikian akan merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagai informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang telah diajarkan oleh guru. Ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa belajar itu sebagai latihan belaka, seperti tampak ketika anak-anak belajar menulis atau membaca saat di sekolah. Hal demikian memang benar, tapi pada hakikatnya belajar tidak semudah seperti persepsi yang telah disebutkan.

Pengertian belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan ilmu pengetahuan, menghafal, menghadapi buku-buku atau menyelesaikan soa-soal suatu mata pelajaran tetapi lebih daripada itu, belajar adalah suatu proses yang dapat membawa perubahan pada diri individu yang belajar.

Hilgard dalam buku Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi suatu keadaan.”13

Oleh karena itu berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Menurut Witherington “belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.”14

Morgan mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.15 Menurut Whittaker

belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan

13

Moh.Uzer Usman dan Lili Setiawati(eds),Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,(Bandung:Remaja Rosda Karya,2005),h.5.

14

Nana Syaodih Sukmadinata(ed),Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung: PT.RemajaRosdakarya, 2003),h.155.

15

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. XX, hal. 84


(8)

atau diubah melalui suatu pengalaman.16 Belajar dapat pula diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu dikarenakan adanya interaksi antara individu dengan individu, atau individu dengan lingkungannya, seperti yang dikatakan oleh W.H Burtonlearning is a change in the individual due to instruction of that individual and his environment, wich fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment.”17

Banyak sekali pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian belajar, seperti yang telah disebutkan di atas. Timbulnya keanekaragaman pendapat para ahli adalah wajar adanya dikarenakan adanya perbedaan titik pandang serta perbedaan situasi belajar yang satu dengan situasi belajar yang lainnya. “Namun demikian, dalam beberapa hal tertentu yang mendasar mereka sepakat, seperti dalam penggunaan kata “berubah” dan “tingkah laku”.”18

Telah kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan, maka berhasil atau tidaknya sorang siswa dalam belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Adapun faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan adalah:19

1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual, seperti kematangan/ pertumbuhan individu, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

16 Abu Ahmadi dan Widodo Supriono “

Psikologi belajar” (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), Cet. II, h.126.

17

Moh. Uzer Usman(ed), Menjadi Guru Profesional, (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2003), Cet.XV,h.5.

18

Muhibbin Syah(ed), Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2004), Cet.IX..90-93.

19

M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2004),Cet.XII,h.102-105.


(9)

21

2. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial. Adapun yang termasuk kedalam faktor sosial antara lain: faktor keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan belajar serta motivasi sosial.

Selain faktor internal dan faktor eksternal, Muhibbin menambahkan pendekatan belajar sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran.20

c. Pengertian Matematika

Secara etimologi, kata matematika berasal dari bahasa latin

mathematica, yang mula-mula berasal dari kata Yunani “mathematike”,

akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu, kata mathematike

berkaitan pula dengan kata mathenain yang berarti berfikir atau belajar yang lebih jauhnya berarti matematis.21 Somardyono mengatakan bahwa “Matematika adalah produk dari pemikiran intelektual manusia”.22 Menurut Jujun matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.23

Masih banyak lagi pengertian matematika, namun sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara matematikawan. Hal ini disebabkan penelaahan matematika yang begitu kompleks dan banyak yang bersifat abstrak. Banyak muncul definisi/ pengertian tentang matematika yang beraneka ragam, hal itu disebabkan adanya perbedaan sudut pandang dari para ahli / tokoh matematika. Dengan kata lain, tidak terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh/

20 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar… h.132 21

Matematika dalam http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010 pukul 13:56

22 Sumardyono, “Karakteristi

k Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Matematika”, Disertasi, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004), h. 5. 23 Joula Eka Ningsih Paimin, “

Agar anak Pintar Matematika”. (Jakarta:Puspa Swara, 1998) h.3.


(10)

pakar matematika. Berikut beberapa pendapat tentang definisi matematika yang dikutip oleh Maman dalam buku Erman:24

1. James and James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

2. Menurut Johnson and Rising bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, atau matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, merefleksikannya dengan simbol-simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyinya. 3. Menurut Reyes adalah bahwa matematika merupakan telaah tentang

pola hubungan sesuatu atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

4. Menurut Kline, matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena adanya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

d. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran dalam arti luas diartikan “suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntunan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan teknologi yang melekat pada wujud perkembangan kualitas sumber daya manusia.”25

Sedangkan pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah diartikan “kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah

24

Erman Suherman dkk, Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), h.15.

25

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.21-22


(11)

23

terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.”26 Disebutkan pula oleh Sumiati bahwa “pembelajaran merupakan proses memberi pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dengan berbagai cara.”27 Karena pembelajaran merupakan proses yang dilakukan untuk membantu para siswa untuk mengoptimalkan belajarnya. “Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.”28

Sedangkan tanda umum telah terjadinya proses pembelajaran didapatnya perubahan tingkah laku siswa yang lebih maju, lebih tinggi, dan lebih baik dari tingkah laku sebelum terjadinya proses pembelajaran. Pengertian pembelajaran ini menyebutkan bahwa pembelajaran adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku melalui pembelajaran yaitu perubahan yang lebih maju, lebih tinggi dan lebih baik daripada tingkah laku yang sedia ada sebelum aktifitas pembelajaran. Secara luas dapat dibedakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh siswa secara individu dan pembelajaran adalah proses yang sengaja dilakukan agar kegiatan belajar siswa lebih optimal. Menurut Usman, “...proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.”29

Sedangkan matematika sendiri sebenarnya cukup sulit untuk didefinisikan secara konkret, namun menurut sebagian pendapat ada yang mencoba mendefinisikan arti dari matematika. Seperti Johnson dan Rising

(1972) yang mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.”30

26

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan...., h.22 27Sumiati dan Asra, “

Metode Pembelajaran” (Bandung: Wacana Prima, 2009), h.3. 28

Pembelajaran, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran 10 April 2008, 23:12. 29

Ragam Metode Pembelajaran Interaktif, dalam http://dossuwanda. wordpress.com 3 April 2008 23:49.

30


(12)

Dengan demikian pembelajaran matematika merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan guru terhadap siswa untuk membantu siswa dalam belajar matematika ke arah perubahan tingkah laku dan pola pikir yang lebih maju, lebih tinggi, dan lebih baik dari sebelumnya.

e. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat-sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar. Ada beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika. Menurut Erman. dalam bukunya mengungkapkan bahwa:31

a) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).

Bahan kajian matematika yang diajarkan dimulai dari hal yang kongkrit dan dilanjutkan ke hal yang abstrak atau dari konsep yang mudah atau sederhana kepada konsep yang sukar atau kompleks. Contohnya adalah pengenalan luas bangun datar sebelum pengenalan luas bangun ruang. b) Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral

Metoda spiral yang dimaksud adalah spiral naik. Artinya setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Contohnya adalah pengulangan atau pendalaman konsep rumus phytagoras ketika konsep penghitungan luas segitiga siku-siku diajarkan.

c) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

Matematika adalah ilmu deduktif yang tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Artinya walaupun secara

31


(13)

25

keseluruhan matematika adalah ilmu deduktif tetapi belum seluruhnya cocok menggunakan pendekatan deduktif. Sebagai contoh dalam pengenalan fungsi, tidak diawali oleh definisi fungsi, tetapi diawali dengan memberikan contoh-contoh relasi yang diantaranya ada yang merupakan fungsi. Sehingga dari pengamatan terhadap contoh-contoh tersebut kelihatan bedanya antara relasi biasa dengan relasi yang khusus yaitu fungsi. Namun secara umum pembelajaran matematika akan lebih baik bila menekanankan pada pola pikir deduktif.

d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya.

Sedangkan menurut Sumardyono karakteristik pembelajaran matematika sekolah antara lain:32

a) Penyajian

Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa.

b) Pola Pikir

Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif lebih dulu karena hal ini lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang dimaksud.

32Sumardyono, “Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika..., h. 43 - 45. t.d.


(14)

Sementara untuk tingkat SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah semakin ditekankan.

c) Semesta Pembicaraan

Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, maka matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga dalam kekomplekan semestanya.

d) Tingkat Keabstrakan

Seperti pada poin sebelumnya, tingkat keabstrakan matematika juga harus menyesuaikan perkembangan intelektual siswa.

3. Metode Diskusi Kelompok Teknik Tutor Sebaya a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok merupakan gabungan dari dua kata, diskusi dan kelompok. Secara harfiah diskusi diartikan sebagai “kegiatan yang melibatkan individu yang terlibat didalamnya untuk saling tukar menukar pengalaman, informasi dalam rangka memecahkan masalah;”33

sedangkan kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih untuk suatu kerja atau suatu tujuan. Jadi diskusi kelompok erat kaitannya dengan belajar dapat diartikan sebagai sekelompok siswa yang mengerjakan pelajaran secara bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.34 Menurut Sumiati dalam buku metode pembelajaran adalah “satu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan, dan keterampilannya.”35

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode dikusi kelompok adalah: metode atau cara penyajian suatu pelajaran, dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang berupa pernyataan atau pertanyaan bersifat problematis untuk dibahas atau dipecahkan secara bersama.

33

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet.VII, h.5.

34

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet.II, h.89.

35Sumiati dan Asra, “


(15)

27

Diskusi Kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama, artinya setiap orang turut memberikan sumbangan pikiran dalam memecahkan persoalan tersebut, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik sebab cara belajar sendiri di rumah sering menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Untuk mengatasinya divariasikan dengan cara belajar bersama dengan teman yang paling dekat (belajar kelompok).

Pengorganisasian murid-murid menjadi kelompok, memainkan peranan penting agar hasil belajar dapat mencapai hasil yang memuaskan. Maka dalam membentuk kelompok kita dapat menggunakan berbagai argumentasi; Ditinjau dari lamanya suatu kelompok berfungsi, kita membedakan adanya:36

a) Kelompok Permanen (Long Term Group); misalnya kelompok yang dibentuk untuk selama satu tahun.

b) Kelompok Temporer (Short Term Group); misalnya kelompok yang dibentuk hanya untuk selama satu atau dua jam pelajaran dan lain sebagainnya.

Ditinjau dari komposisi anggota kelompok, kita membedakannya menjadi kelompok heterogen dan kelompok homogen. Kemudian kelompok heterogen dan kelompok homogen dapat pula dilanjutkan pembagiannya ke dalam bentuk sebagai berikut: Kelompok heterogen menurut jenis kelamin, kelompok heterogen menurut taraf kecerdasan, kelompok homogen jenis kelamin, dan kelompok homogen menurut taraf kecerdasan.

Membentuk suatu kelompok murid, yang terbaik adalah setelah kelompok terbentuk, semua anggota kelompok itu dapat bekerja sama secara harmonis. Trianto dalam bukunya memberikan langkah-langkah penyelenggaraan metode diskusi yaitu sebagai berikut:37

36

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar..., h.92. 37

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h.118.


(16)

Tabel 2.1

Langkah-langkah Penyelenggaraan Diskusi

Tahap Kegiatan Guru

1.Menyampaikan tujuan dan mengatur siswa

a. Menyampaikan Pendahuluan

(a).Motivasi (b).menyampaikan tujuan dasar diskusi (c).apersepsi

b. Menjelaskan tujuan diskusi

2. Mengarahkan Diskusi Memberikan petanyaan awal (topik/ materi). 3.Menyelenggarakan

Diskusi Membimbing/ mengarahkan diskusi.

4.Mengakhiri Diskusi Menutup diskusi. 5. Melakukan tanya jawab

singkat

Membantu siswa membuat rangkuman diskusi dan tanya jawab singkat.

Belajar kelompok ini diperlukan sekali bagi siswa yang mendapat tugas untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

b. Kriteria Diskusi Kelompok yang Baik

Agar penerapan diskusi dalam kelompok menjadi lebih aktif, maka ada beberapa yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

a) Tujuan

Tujuan harus jelas bagi setiap anggota kelompok, agar diperoleh hasil kerja yang baik. Tiap anggota harus tahu apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Itulah sebabnya dalam setiap kerja kelompok perlu didahului dengan kegiatan diskusi untuk menentukan kerja apa dan oleh siapa.

b) Interaksi

Dalam diksusi kelompok ada tugas yang harus diselasaikan bersama sehingga perlu dilakukan pembagian kerja. Salah satu persyaratan utama


(17)

29

bagi terjadinya kerjasama adalah komunikasi yang efektif, perlu adanya interaksi antar anggota kelompok.

c) Kepemimpinan

Tugas yang jelas, komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang baik akan berpengaruh terhadap suasana kerja, dan pada gilirannya suasana akan mempengaruhi proses penyelesaian tugas. Oleh karena itu maka produktivitas dan iklim emosional kelompok merupakan dua aspek yang saling terkait dalam proses kelompok.

Sebagai metode pembelajaran, diskusi tidak lepas dari kekurangan. Namun demikian guru dapat menggunakan kelebihanya untuk dapat mengoptimalkan siswa dalam belajar. Agar diskusi kelompok dapat berjalan optimal, maka perlu diketahui ciri-ciri diskusi yang baik sehingga memungkinkan kelompok untuk mencapai tujuan belajar yang efektif. Suatu kelompok diskusi dikatakan baik apabila :

a) Semua anggota terlibat secara maksimal dalam menjalankan tugas yang telah ditetapkan.

b) Interaksi yang terjadi antara siswa secara spontan terus dirangsang dan senantiasa dikembangkan.

c) Antar anggota terjadi saling membimbing dan membantu dalam usaha-usaha kelompok sewaktu diperlukan.

d) Komunikasi antar anggota terjadi secara interaksional.

e) Diskusi dilakukan atas dasar rasional dan penalaran. Bukan atas dasar sentimen dan emosi.

f) Anggota diskusi dapat bersikap demokratis.

c. Pengertian Teknik Tutor Sebaya

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (individual) maupun faktor dari luar (sosial).

Faktor individu siswa terdiri dari aspek jasmani dan aspek rohani, kesehatan aspek jasmani sudah pasti sangat mempengaruhi kelancaran siswa


(18)

dalam belajar, akan tetapi aspek psikis atau rohanipun tidak kalah pentingnya dengan aspek jasmani. Untuk menunjang kelancaran belajar, bukan hanya dituntut kesehatan jasmani saja, akan tetapi kesehatan rohanipun diperlukan. Siswa yang sehat rohaninya adalah siswa yang terbebas dari tekanan-tekanan batin yang mendalam, gangguan-gangguan perasaan seperti kecemasan, frustasi dan depresi serta terbebas dari konflik psikis.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru dalam membelajarkan siswa hanya memperhatikan sisi kognitifnya tanpa memperhatikan sisi psikologis siswa, sehingga sampai saat ini mengakarlah dogma bahwa siswa yang mampu mendapat nilai sesuai standar yang ditentukan dapat dinyatakan telah berhasil mengikuti proses pembelajaran. Sehingga siswa dipaksa untuk belajar dan melatih kemampuannya untuk menyelesaikan soal sebanyak mungkin tanpa memperhatikan apakah siswa merasa nyaman, tidak terbebani dengan metode atau model belajar yang berorientasi pada pencapaian nilai akhir setinggi mungkin yang tanpa disadari dapat menimbulkan kecemasan siswa jika pada saatnya mengikuti tes akhir mereka tidak mampu mendapatkan nilai sesuai yang telah ditentukan. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik yang tidak hanya menekankan pada pencapaian nilai akhir saja, akan tetapi mampu membantu siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya serta dapat membantu siswa untuk memahami pelajaran dengan nyaman, tidak terbebani serta tidak merasakan kecemasan dengan intensitas tinggi selama kegiatan belajar berlangsung yang pada akhirnya mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Seiring berkembangnya media dan metodologi pembelajaran, makin banyak perhatian terhadap pengajaran tutor sebaya yang pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan dari dan kepada siswa agar dapat mencapai prestasi belajar secara optimal


(19)

31

karena sumber daya pengajar tidak harus selalu guru. Sumber daya pengajar dapat dari orang lain yang bukan guru, melainkan teman sekelas.

Pembelajaran menggunakan metode tutor sebaya/ sistem tutor ini telah banyak digunakan di Inggris dan di negara-negara yang mengikuti sistem pendidikan Inggris38 Menurut Harsunarko “Sumber daya pengajar yang bukan guru berasal dari orang yang lebih pandai disebut sebagai tutor.”39 Seperti yang diungkapkan Supriyadi “Tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari kelompok yang prestasinya lebih tinggi.“40 menurut Martinis Yamin model tutorial merupakan cara penyampaian bahan pelajaran yang telah dikembangkan dalam bentuk modul untuk dipelajari siswa secara mandiri.

Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan defenisi teknik tutor sebaya adalah teknik yang diterapkan dalam proses pembelajaran, dengan menunjuk siswa sebagai tutor yang bertugas memberikan pemahaman kepada siswa lainya dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain tutor adalah salah seorang atau beberapa orang siswa yang pantas ditunjuk, dan ditegaskan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam belajar. Dalam hal ini fungsi tutor hanyalah membantu guru dan bekerja sesuai dengan petunjuk yang diberikan, ia bukanlah guru atau pengganti guru.

Pembelajaran tutor sebaya ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap pembelajaran klasikal dengan kelas yang terlampau besar dan padat sehingga guru atau tenaga pengajar tak dapat memberikan bantuan individual, bahkan sering tidak mengenal pelajar seorang demi seorang. Selain itu para pendidik mengetahui bahwa beberapa siswa menunjukkan perbedaan dalam cara-cara belajar. Pengajaran klasikal yang menggunakan proses belajar-mengajar yang sama bagi semua siswa tidak akan sesuai bagi kebutuhan dan kepribadian setiap siswa. Maka karena itu perlu dicari sistem

38

S.Nasution, berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar, (Jakarta:PT Bumi Aksara,2008), Cet.XII, h.199

39

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika..., h.276 40


(20)

pembelajaran yang membuka kemungkinan memberikan pengajaran bagi sejumlah besar siswa dan di samping itu memberi kesempatan bagi pengajaran tutor sebaya.

Jadi, dalam pembelajaran dengan tutor sebaya, tutor hendaknya adalah siswa yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga pada saat ia membimbing teman-temannya ia sudah menguasai bahan yang akan disampaikan kepada teman-teman lainnya. Sebenarnya tutor sebaya merupakan modifikasi dari cara belajar kelompok. Perbedaannya, pada cara berkelompok belum ada penekanan secara khusus tentang siapa yang menjadi tutor bagi temannya. Masalah ini dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar yang menunjukkan siswa berhasil dalam kelompok, namun tidak berhasil pada saat evaluasi belajar secara individu. Karena dalam belajar kelompok, siswa yang lebih pandai tidak berusaha memberikan penjelasan kepada siswa yang kurang, dan begitu sebaliknya, siswa yang kurang pandai tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan bertanya kepada teman yang lebih pandai. Akhirnya yang bekerja dalam kelompok adalah mereka yang pandai.

Kelebihan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam penerapan tutor sebaya siswa diajar untuk mandiri, dewasa, dan punya rasa setia kawan yang tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu, siswa yang dianggap pintar bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau ketinggalan. Di sini peran guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja. Dengan kata lain, guru dapat menugaskan siswa pandai untuk memberikan penjelasan (menjadi tutor sebaya) kepada siswa kurang pandai, dengan demikian siswa yang bertanya tidak akan takut karena yang mejelaskannya adalah tak lain kawan mereka sendiri.

Tutor dikatakan berhasil jika dapat menjelaskan dan yang dijelaskan dapat membuktikan bahwa dia telah mengerti atau memahami dengan cara hasil pekerjaannya. Adapun tahap-tahap kegiatan pembelajaran di kelas


(21)

33

dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya menurut Hamalik dalam skripsi Syaripudin adalah sebagai berikut:41

1. Tahap persiapan

a) Guru membuat program pengajaran satu pokok bahasan yang dirancang dalam bentuk penggalan-penggalan sub pokok bahasan. Setiap penggalan satu pertemuan yang didalamnya mencakup judul penggalan tujuan pembelajaran, khususnya petunjuk pelaksanaan tugas-tugas yang harus diselesaikan.

b) Menentukan beberapa orang siswa yang memenuhi kriteria sebagai tutor sebaya. Jumlah tutor sebaya yang di tunjuk disesuaikan dengan jumlah kelompok yang dibentuk.

c) Mengadakan latihan bagi para tutor. Dalam pelaksanaan tutorial atau bimbingan ini, siswa yang menjadi tutor bertindak sebagai guru. Sehingga latihan yang diadakan oleh guru merupakan semacam pendidikan guru atau siswa itu. Latihan diadakan dengan dua cara yaitu melalui latihan kelompok kecil dimana dalam hal ini yang mendapatkan latihan hanya siswa yang akan menjadi tutor, dan melalui latihan klasikal, dimana siswa seluruh kelas dilatih bagaimana proses pembimbingan ini berlangsung.

d) Pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang yang terdiri atas 4-6 orang. Kelompok ini disusun berdasarkan variasi tingkat kecerdasan siswa. Kemudian tutor sebaya yang telah ditunjuk di sebar pada masing-masing kelompok yang telah ditentukan.

2. Tahap pelaksanaan

a) Setiap pertemuan guru memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang materi yang di ajarkan.

b) Siswa belajar dalam kelompoknya sendiri. Tutor sebaya menanyai anggota kelompoknya secara bergantian akan hal-hal yang belum

41 Sarifuddin, “

Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika


(22)

dimengerti, demikian pula halnya dengan menyelesaikan tugas. Jika ada masalah yang tidak diselesaikan barulah tutor meminta bantuan guru.

c) Guru mengawasi jalannya proses belajar, guru berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain untuk memberikan bantuan jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kelompoknya. 3. Tahap evaluasi

a) Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, guru memberikan soal-soal latihan kepada anggota kelompok (selain tutor) untuk mengetahui apakah tutor sudah menjelaskan tugasnya atau belum

b) Mengingatkan siswa untuk mempelajari sub pokok bahasan sebelumnya di rumah.

Dengan menggunakan pendekatan tutor sebaya, diharapkan mampu mengatasi masalah kelemahan dalam belajar kelompok. Namun demikian, perlu diketahui bahwa teknik tutor sebaya memiliki kelebihan dan kekurangan. Berdasarkan beberapa sumber, dapat diambil kesimpulan tentang kelebihan pendekatan tutor sebaya antara lain:

a) Hasilnya lebih baik, bagi beberapa siswa yang mempunyai perasaan takut atau enggan kepada guru.

b) Bagi tutor, pekerjaan tutoring akan memperkuat konsep yang dibahas dan memberikan kesempatan untuk melatih diri memegang/ memberikan tanggung jawab suatu tugas serta melatih kesabaran.

Adapun kelemahan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Siswa yang dibantu seringkali belajar kurang serius, dan beberapa siswa takut rahasianya diketahui teman.

b) Pada kelas-kelas tertentu, kegiatan tutoring ini sulit dilaksanakan karena ada perbedaaan jenis kelamin antara tutor dan yang diberi tutor.

c) Tidak semua siswa pandai dapat memberikan penjelasan kembali kepada temannya.


(23)

35

B. Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan pertimbangan peneliti mengangkat masalah upaya mengurangi kecemasan dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya metode diskusi kelompok adalah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh saudara Syarifuddin. Beliau menuliskan pada poin empat di halaman 76 s/d 77 bahwa:

“tutor sebaya memberikan lingkungan yang nyaman bagi siswa untuk bertanya tanpa merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Para siswa menjadi lebih senang dan bersemangat belajar matematika karena soal-soalnya tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Siswa dapat dengan mudah menyelasaikan soal-soal yang dihadapi melalui diskusi dalam kelomponya serta bimbingan dari tutor yang cukup membantu mereka dalam belajar matematika.”42

Hanya saja penelitian sebelumnya mempunyai variabel motivasi. Oleh karena itu, penelitian kali ini mengambil variabel yang berbeda, yaitu kecemasan. Dari pernyataan tersebut peneliti berasumsi, jika dengan penerapan tutor sebaya mampu membuat siswa merasa nyaman dan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika, maka tidak menutup kemungkinan dengan penerapan teknik tutor sebaya dalam diskusi kelompokpun akan mampu mengurangi tingkat kecemasan siswa dalam belajar matematika dikarenakan berbagai hal, mulai dari masalah pribadi, seperti selalu gugup untuk menjawab soal karena takut kepada guru bidang studi, sampai dengan kecemasan yang dirasakan siswa oleh karena adanya ketetapan standar nilai kelulusan yang dibuat oleh pemerintah yang selalu bertambah dari tahun ke tahun tanpa mempertimbangkan sisi psikologis siswa. C. Pengajuan Kerangka Konseptual dan Intervensi/ Perencanaan Tindakan

Pada hakekatnya, hasil belajar ditentukan oleh banyak faktor, yaitu faktor guru, lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, cara belajar siswa, fasilitas belajar yang digunakan, faktor internal siswa, dan lain sebagainya. Akan tetapi seorang siswa yang telah menyadari tugasnya sebagai seorang pembelajar

42 Sarifuddin, “

Penerapan teknik tutor sebaya dan pemberian kartu skor partisipasi siswa untuk meningkaatkan motivasi belajar matematika siswa”, Skripsi Jurusan Matematika


(24)

seharusnya dapat menggunakan faktor-faktor yang ada untuk memaksimalkan hasil belajarnya.

Ada banyak sekali pekerjaan, tantangan, dan tuntutan yang dihadapi dan harus di jalankan oleh siswa. jika siswa dapat mengendalikan ketegangan saat menghadapi pekerjaan, tantangan dan tuntutan, dan tetap tenang, maka tidak ada hal yang menghambatnya, setidaknya dari dalam dirinya ia sudah dapat menguasai kondisinya sendiri. Tapi jika siswa memiliki perasaan takut/ cemas akan kegagalan atau merasa panik dalam menghadapi ujian, walaupun ia memiliki motivasi untuk berprestasi, tetap saja siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat meraih prestasi yang maksimal.

Kecemasan akan timbul jika individu menghadapi situasi yang dianggapnya mengancam dan menekan. Misalnya saja, apabila seseorang ingin melaksanakan atau melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang baru, maka tentu orang tersebut akan merasa cemas dalam menghadapi pekerjaannya tersebut, apakah orang itu dapat melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan hasil yang baik atau bahkan sebaliknya.

Ada beberapa model atau metode pembelajaran modern yang bisa digunakan untuk mengurangi kecemasan belajar siswa, Salah satunya adalah metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya. Dengan menerapkan metode diskusi kelompok maka siswa akan merasa nyaman dalam belajar, beban yang awalnya ditanggung sendiri, kini mereka tanggung secara kelompok, siswapun merasa lebih nyaman karena ketika menemui kendala atau materi yang dianggap susah, dapat didiskusikan langsung bersama anggota kelompoknya.

Dengan menerapkan teknik tutor sebaya dalam metode diskusi kelompok pula, maka yang semula siswa merasa takut atau panik saat belajar akan menjadi lebih nyaman, karena pada saat melakukan proses pembelajaran, mereka dapat bertanya langsung kepada temanya yang menjadi tutor apabila menemui kesulitan. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian pembelajaran dengan metode diskusi kelompok menggunakan teknik tutor sebaya untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa


(25)

37

Kerangka konseptual perencanaan tindakan yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah pytagoras dan lingkaran yang mencakup pada pokok bahasan: mengenal bagian-bagian lingkaran, menghitung besaran-besaran pada lingkaran dan garis singgung pada lingkaran.. Pokok bahasan ini diajarkan pada kelas VIII SLTP pada semester genap.

Sedangkan bentuk penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya yang akan dilakukan pada siklus pertama adalah penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dengan menambahkan hand-out dalam mempelajari bahasan pytagoras. Dengan pemberian hand-out ini diharapkan akan membantu siswa dalam memahami materi dan lebih memberi waktu untuk mendiskusikan materi juga menumbuhkan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika karena siswa tidak lagi mencatat materi yang akan diajarkan.

Kemudian pada siklus kedua dilaksananakan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dengan mengacak siswa yang meriview materi dengan bantuan tutor, pengacakan siswa yang meriview materi ini diterapkan dengan harapan dapat mengurangi sikap acuh setiap anggota kelompok saat diskusi berlangsung, atau dengan kata lain dapat membuat siswa yang menjadi peserta diskusi dalam kelompok ikut berperan aktif pada kelompoknya masing-masing juga menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, karena dengan pengacakan ini, maka siswa yang mendapat tugas meriview materi akan merasakan bagaimana rasanya saat meriview materi seperti yang telah tutor lakukan selama siklus satu.

Sedangkan pada siklus ketiga akan diterapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dengan penambahan hadiah (reword) bagi kelompok terbaik berdasarkan polling dari seluruh kelompok dan masukan dari guru kolaborator. Intervensi ini diharapakan akan membuat siswa merasa tertantang untuk memperhatikan setiap materi diskusi, tanpa menimbulkan tekanan yang menimbulkan kecemasan, karena dengan penambahan hadiah (reword) ini, kelompok siswa yang dianggap terbaik pada akhir siklus III akan mendapatkan hadiah (reword). Intervensi ini juga diharapkan dapat memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran matematika. Maka dengan penerapan pembelajaran tutor


(26)

sebaya metode diskusi kelompok pada penelitian ini, diharapakan dapat mengurangi tingkat kecemasan yang dialami siswa saat belajar matematika, namun tidak menghilangkan kecemasan yang sifatnya sebagai “(facilitating anxiety) yaitu bentuk kecemasan dengan taraf rendah yang berfungsi sebagai pemicu/ pendorong siswa untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan” 43

, seperti karena tidak ingin mendapatkan nilai yang rendah maka siswa mempersiapkan diri dengan cara belajar lebih giat.

Jika digambarkan, maka bagan desain kerangka konseptual dan intervensi tindakan yang diharapkan sebagai berikut:

Bagan 2.1

Desain kerangka konseptual & Intervensi Tindakan yang diharapkan

43

Fitri Fausiah dan Julianti Widuri (eds),Psikologi Abnormal..., h.73. Masalah siswa

Merasa cemas saat belajar matematika pada bahasan pytagoras dan lingkaran

Intervensi tindakan Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya

Hasil intervensi yang diharapkan Intensitas kecemasan siswa saat belajar matematika bahasan lingkaran menurun


(27)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A.Setting Tempat dan Waktu Penelitian

a) Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 21 Tangerang yang berada di Jl: Halim Perdana Kusuma, komplek alam raya, Kel.Jurumudi Baru, Kec. Benda, Kota Tangerang 15124

b) Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari tanggal 23 Desember 2010 – 02 Februari 2011. B.Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang biasa disingkat menjadi PTK, atau dikenal juga dengan nama Classroom action research method. Metode penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan pytagoras dan lingkaran dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.

Alasan penulis menerapkan metode pembelajaran diskusi kelompok teknik tutor sebaya ini adalah karena peneliti menemukan permasalahan yaitu tingginya intensitas kecemasan siswa saat belajar matematika, beberapa penyebabnya adalah masih ada rasa takut pada diri siswa saat dimintai pendapat, diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas, maupun ketika siswa diminta untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum mereka pahami saat pembelajaran berlangsung. Hal ini tergambar dari hasil wawancara yang yang dilakukan oleh penulis saat melakukan kegiatan survei pendahuluan.

Dengan menerapkan metode pembelajaran ini, penulis mengupayakan untuk dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi siswa, yakni mengurangi tingkat kecemasan (anxiety) dalam belajar matematika. Dengan kata lain siswa diharapkan dapat belajar dengan rileks, tidak malu dan takut untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami, karena yang menjadi


(28)

guru adalah temannya sendiri. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasannya dalam belajar matematika.

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa siklus. Dalam penelitian ini digunakan tiga siklus yang pada tiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu:

1) Perencanaan (Planning)

Peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian yang terdiri atas lembar soal-soal akhir siklus, lembar angket kecemasan siswa, lembar observasi untuk siswa dan guru juga lembar wawancara.

2) Tindakan/Pelaksanaan (Acting)

Tahap ke-2 dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi rancangan, yaitu melaksanakan tindakan kelas menggunakan metode yang telah direncanakan.

3) Pengamatan (Observasi)

Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, menggali, dan mendokumentasikan semua gejala atau indikator yang terjadi selama proses penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai kolaborator, yaitu membantu peneliti untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, kolaboratorpun mengamati peneliti dalam menyampaikan materi pelajaran.

4) Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini, hasil yang didapat dari observasi dikumpulkan dan dianalisis bersama oleh peneliti dan guru (kolaborator), sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang


(29)

41

direncanakan. Hasil analisis tersebut akan dibandingkan dengan instrumen penelitian lainnya untuk kemudian digunakan sebagai acuan merencakan tindakan selanjutnya.

Berdasarkan hasil reflektif yang bersumber dari angket kecemasan serta lembar observasi tim peneliti, maka akan ditentukan perlu atau tidaknya dilaksanakan siklus selanjutnya. Siklus berikutnya akan dilaksanakan jika tujuan penelitian dan indikator keberhasilan yang direncanakan belum tercapai. Namun siklus akan dihentikan ketika tujuan penelitian dan indikator keberhasilan yang direncanakan telah tercapai dengan baik. Pada penelitian ini, disain intervensi tindakan menggunakan disain atau model spiral dari Kemmis dan Taggart yang digambarkan sebagai berikut:1

1

Rochiati Wiria Atmadja (ed.), Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet.III, h.66.


(30)

Tabel 3.1

Diagram Desain Penelitian

Siklus

1

Siklus 2

Siklus 3 OBSERVE

(Pengamatan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dengan penambahan Reword (hadiah)

Siklus Selanjutnya REFLECT

(Refleksi)

PLAN (Perencanaan)

OBSERVE (Pengamatan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya menggunakan handout

REFLECT (Refleksi)

REVISED PLAN (Perubahan Perencanaan)

ACTION (Tindakan)

Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dengan merandom siswa yang mendapat

tugas untuk meriview materi REFLECT

(Refleksi)

REVISED PLAN (Perubahan Perencanaan) OBSERVE

(Pengamatan)

PROBLEM (Masalah)

Tingginya intensitas kecemasan siswa saat mengikuti kegiatan belajar matematika


(31)

43

C.Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 21 Tangerang. Jumlah siswa dikelas penelitian ini sebanyak 40 siswa yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Seluruh siswa di kelas ini dijadikan sebagai subjek penelitian.

Peneliti melakukan tindakan sekaligus mengamati setiap aktivitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru kelas terlibat dalam penelitian ini sebagai kolaborator. Guru kelas membantu peneliti mulai dari menyiapkan RPP, mengamati kegiatan/ aktivitas siswa selama proses pembelajaran di kelas, hingga melakukan refleksi akhir siklus. Selain itu, kolaborator juga mengamati, menilai, dan memberikan arahan kepada peneliti dalam menyampaikan materi pelajaran kelas.

D.Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana kegiatan. Peneliti membuat perencanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian peneliti dibantu oleh seorang guru, guru ini adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII yang bertindak sebagai kolaborator.

E.Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan penelitian ini diawali dengan dilakukannya survei pendahuluan (tahapan pra penelitian) dan akan dilanjutkan dengan tindakan pertama berupa siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi. Setelah melakukan analisis dan refleksi pada tindakan I (Siklus 1), penelitian akan dilanjutkan dengan tindakan II (Siklus 2), jika data yang diperoleh masih memerlukan penyempurnaan akan dilanjutkan kembali pada tindakan III (Siklus 3), dan begitu seterusnya.


(32)

Adapun tahapan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan digambarkan sebagai berikut:

1. Tahap Survei Pendahuluan (Tahap Pra Penelitian)

a. Mengurus surat izin observasi dan surat izin pelaksanaan penelitian untuk SMP Negeri 21 Tangerang.

b. Menghubungi kepala sekolah SMP Negeri 21 Tangerang. c. Menghubungi guru bidang studi matematika kelas VIII.

d. Memberi dan menjelaskan proposal penelitian kepada guru bidang studi matematika.

e. Melaksanakan wawancara dengan guru bidang studi matematika. f. Menentukan kelas sebagai subjek penelitian.

g. Memberi angket pengukur kecemasan belajar matematika kepada kelas subjek penelitian.

h. Melakukan proses penilaian terhadap angket yang telah disebarkan.

2. Tahap Penelitian Siklus 1 a. Tahap Perencanaan

1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).

2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kelas penelitian dengan guru bidang studi matematika.

3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan. 4) Membuat rencana pengajaran.

5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi. b. Tahap Pelaksanaan


(33)

45

2) Membentuk kelompok diskusi dan menetukan tutor kelompok sesuai arahan dari guru bidang studi.

3) Menjelaskan materi yang telah ditentukan dan direncanakan dalam RPP.

4) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu mempelajari materi pytagoras (dengan kompetensi dasar menggunakan teorema pytagoras dalam pemecahan masalah) dan memberikan handout kepada siswa.

5) Mengerjakan tugas dan membahasnya. 6) Memberikan soal latihan dan PR. 7) Penilaian hasil siklus 1.

8) Mewawancarai guru dan beberapa siswa. 9) Dokumentasi.

c. Tahap Observasi/ Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru selama proses belajar mengajar berlangsung.

2) Mencatat, Memproses, dan menilai hasil obesevasi yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung pada tiap pertemuan. d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan penelitian pada siklus 1 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan penelitian pada siklus 2.

3. Tahap Penelitian Siklus 2 a. Tahap Perencanaan

1) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP).

2) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dan dilakukannya pengacakan siswa dalam meriview materi disetiap pertemuannya.


(34)

3) Menyiapkan materi pengajaran untuk tiap pertemuan. 4) Membuat rencana pengajaran.

5) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR.

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, serta lembar wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi. b. Tahap Pelaksanaan

1) Menjelaskan tentang pengacakan siswa yang meriview materi selama pembelajaran siklus II berlangsung serta tujuannya.

2) Menjelaskan materi yang telah direncanakan dalam RPP.

3) Membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan, yaitu mempelajari materi lingkaran (dengan kompetensi dasar menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran, dan menghitung keliling dan luas lingkaran).

4) Mengerjakan tugas dan membahasnya. 5) Penilaian hasil siklus 2.

6) Mewawancarai guru dan siswa. 7) Dokumentasi.

c. Tahap Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika proses belajar mengajar berlangsung.

2) Memproses dan menilai hasil obesevasi pada tiap pertemuan. d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya (jika diperlukan).


(35)

47

4. Tahap Penelitian Siklus 3 a. Tahap Perencanaan

1) Mendiskusikan rancangan proses pembelajaran (RPP) dengan guru bidang studi matematika.

2) Menyiapkan materi pengajaran. 3) Membuat rencana pengajaran.

4) Menyiapkan tugas untuk di kelas dan PR. 5) Menyiapkan (reword) hadiah untuk kelompok

6) Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, dan lembar wawancara.

7) Menyiapkan alat dokumentasi. b. Tahap Pelaksanaan

1) Menjelaskan (reword) hadiah yang akan didapat bagi kelompok yang aktif dalam mengikuti pembelajaran sesuai polling seluruh kelompok dan penilaian guru bidang studi (Kolaborator).

2) Menjelaskan materi lingkaran (dengan kompetensi dasar Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah).

3) Menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, dengan menggunakan (reword) hadiah dan menjelaskan tujuannya.

4) Mengawasi dan membimbing pelaksanaan tugas yang telah diberikan. Yaitu mempelajari materi menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran.

5) Mewawancarai guru dan beberapa siswa. 6) Dokumentasi.

c. Tahap Pengamatan

1) Melakukan pengisian lembar observasi untuk siswa dan guru ketika proses belajar mengajar berlangsung.


(36)

d. Refleksi

Menilai keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan siklus 3 untuk dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan siklus berikutnya (jika diperlukan).

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil penelitian yang diharapkan adalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu mengurangi intensitas kecemasan belajar matematika siswa kelas VIII-D semester II dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya.

G.Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.

a. Data kuantitatif

1) Lembar tes tertulis yang digunakan untuk memperoleh gambaran hasil belajar setelah ada perubahan aktivitas siswa saat proses pembelajaran.

2) Skor skala kecemasan belajar siswa yang berupa angket yang disebar kepada siswa

b. Data Kualitatif

1) Format pertanyaan dan wawancara mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dalam proses belajar mengajar di kelas, baik berupa kritik ataupun saran yang akan dipertimbangkan kemudian sebagai langkah perbaikan.

2) Catatan lapangan, yaitu mencatat seluruh perubahan dalam proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas, baik itu perubahan perilaku siswa ataupun guru.

3) Angket yang berisikan pertanyaan tentang metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya yang diberikan pada akhir siklus I, siklus II dan siklus III.


(37)

49

4) Foto yang dibuat untuk melengkapi kejadian-kejadian yang penting di dalam kelas, seperti pada saat diskusi, tutor dalam membimbing kelompok diskusi, kegiatan kolaborator saat mengobservasi siswa, saat diberlakukannya (reword) hadiah, juga pada saat siswa menjawab pertanyaan didepan kelas baik dari guru maupun dari kelompok lain. Foto ini digunakan agar penelitian lebih obyektif karena ada fakta yang menunjang.

Sedangkan sumber data dalam penelitian kaji tindak ini adalah guru, siswa dan peneliti.

H.Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang Digunakan

Instrumen-instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua buah instrumen, yaitu instrumen tes dan non tes. Instrumen tes diberikan setiap akhir siklus untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan berfungsi sebagai data tambahan. Adapun instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Panduan Observasi Siswa Terstruktur/ Tertutup

Lembar observasi terstruktur/ tertutup digunakan untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada indikator kecemasan yang diteliti.

2) Panduan Observasi Siswa Terbuka

Lembar observasi terbuka digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian dalam proses pembelajaran yang tidak terdapat pada lembar observasi tertutup.

3) Format Wawancara

Format wawancara adalah format yang dibuat oleh peneliti sebagai pedoman untuk melakukan wawancara kepada guru bidang studi. Pada saat awal penelitian hasil wawancara bertujuan untuk mengetahui kelas yang siswanya memiliki intensitas kecemasan tinggi untuk kemudian diberikan intervensi tindakan serta untuk mengetahui kesulitan belajar matematika siswa pada bab lingkaran, metode yang digunakan oleh guru


(38)

bidang studi saat proses pembelajaran. Sedangkan format wawancara terhadap siswa sebagai subjek penelitian dilakukan setiap akhir siklus untuk mengetahui tanggapan siswa tehadap intervensi tindakan penelitian yang telah dilakukan.

4) Angket Kecemasan Siswa

Instrumen ini diberikan kepada subjek penelitian sebelum dilakukannya intervensi tindakan yang hasilnya dijadikan sebagai nilai awal kecemasan siswa dan diakhir siklus selama dilakukannya intervensi tindakan sampai penelitian di kelas selesai dilaksanakan.

5) Dokumentasi

Dokeumentasi digunakan untuk bukti visualisasi proses pembelajaran selama penelitian dilaksanakan.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa kegiatan, diantaranya melakukan wawancara dengan guru bidang studi dan siswa sebagai objek penelitian, melakukan pengamatan lembar observasi selama proses belajar mengajar berlangsung, dan memberikan angket pengukur tingkat kecemasan (anxiety) siswa dalam belajar matematika ditiap akhir siklus untuk kemudian dibandingkan dengan siklus sebelumnya.

Angket persepsi kecemasan belajar matematika siswa dalam penelitian ini menggunakan teknik Sala berjenjang (Rating Scale) yang mengadopsi model likert dengan skala lima angka.2 Skala 5 (lima) berarti sangat negatif dan skala 1 (satu) berarti sangat positif”. Kategori jawaban pernyataan angket adalah: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Agar jawaban siswa tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka peneliti melakukan keseragaman mengenai waktu terhadap variabel yang ingin diteliti dengan cara menentukan rentang waktu siswa saat mengalami kecemasan. Adapun nilai untuk pernyataan pada ketegori jawaban selalu

2

Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya 2007) cet.II, hal.242-243.


(39)

51

diberi kode dengan skor 5, nilai sering diberi skor 4, nilai kadang-kadang diberi skor 3, nilai jarang diberi skor 2, dan nilai sangat tidak pernah diberi skor 1. Untuk melengkapi hasil penelitian pengumpulan data juga dilakukan wawancara mengenai persepsi siswa terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran tutor sebaya metode diskusi kelompok. Hasil setiap pengamatan didiskusikan oleh peneliti bersama guru bidang studi (kolaborator) pada saat menganalisis data untuk membuat tindakan pada siklus berikutnya.

J. Validitas dan Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness)

Studi

Keabsahan hasil temuan dari penelitian tindakan ini, menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.3

Untuk pengecekan keabsahan data ini digunakan teknik triangulasi sumber, penyidik, dan teori. Triangulasi sumber yaitu teknik membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat dalam metode kualitatif. Sedangkan triangulasi penyidik yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekkan kembali derajat kepercayaan data. Untuk triangulasi teori yaitu digunakan sebagai penjelasan banding (rival explanation).

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat mengevaluasi harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen angket kecemasan belajar siswa terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas dan reabilitasnya. a. Validitas Angket

3

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet. Ke-6, h. 178.


(40)

Untuk mengetahui validitas instrumen angket maka digunakan rumus Product Moment sebagai berikut:4

r

xy

=

N ∑ X Y − ( ∑ X )( ∑ Y ) �∑X2− ∑X 2 �∑Y2− ∑Y 2 Keterangan :

r

xy = Validitas instrumen

N = Jumlah responden X = Skor item (butir) total Y = Skor total

b. Reliabilitas

Untuk mengetahui reliabilitas instrument angket digunakan rumus

Alpha Cronbach sebagai berikut:5

Keterangan: 11

r

= reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir pertanyaan atau soal 2

b

= jumlah varians butir 2

1

 = varians total

K.Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis

Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat di lapangan yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan dan analisis data yang sudah terkumpul. Data yang sudah terkumpul berupa hasil tes siswa, hasil wawancara, hasil angket kecemasan siswa, hasil observasi, dan catatan lapangan.

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet II, h. 72

5

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan….,h. 109

r

11 = �−

1 1−

∑ �12


(41)

53

Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, menyusunnya dalam satuan-satuan, dan mengkategorikannya. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan alamiah

L.Tindak Lanjut/ Pengembangan Perencanaan Tindakan

Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan adalah belum tercapainya kriteria keberhasilan yaitu penurunan intensitas kecemasan belajar matematika siswa maka akan ditindak lanjuti untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran.

Penelitian ini akan berakhir apabila peneliti menyadari bahwa penelitian ini dinyatakan telah berhasil dalam pencapaian indikator keberhasilan berdasarkan lembar observasi dan angket kecemasan siswa yang disebarkan diakhir siklus. Lembar observasi dinyatakan berhasil apabila rata-rata nilai observasi siswa mencapai nilai kurang dari atau sama dengan 17 dengan kriteria skala kecemasan belajar rendah. Sedangkan angket kecemasan siswa dikatakan berhasil apabila siswa sudah mencapai rata-rata skor sebesar 75 atau kurang dari 75 dengan skala kecemasan belajar rendah dan frekuensi siswa yang berada pada skala kategori kecemasan tinggi tidak lebih dari 10 %. Tiga indikator tersebut menjadi acuan berhasil atau tidaknya penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam mengurangi intensitas kecemasan siswa belajar matematika pada penelitian ini.

Namun demikian masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kecemasan belajar matematika siswa, juga masih banyak model, metode, dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengurangi intensitas kecemasan siswa dalam belajar matematika. Untuk itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor-faktor lain tersebut.


(42)

54 BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Intervesi Tindakan dan Hasil Pengamatan 1. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dimulai dengan melakukan wawancara kepada guru bidang studi, kemudian dilanjutkan dengan menyebarkan angket kecemasan belajar siswa pada kelas VIII-D sesuai dengan saran guru bidang studi. Setelah penyebaran angket, kegiatan penelitian dilanjutkan dengan observasi ke kelas penelitian. Observasi ini mencakup beberapa pengamatan, diantaranya pengamatan terhadap kegiatan pembalajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi, penggunaan bahan dan media pembelajaran dalam kelas, serta kecemasan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari hasil wawancara didapat,

a) Kelas yang akan dijadikan kelas penelitian adalah kelas VIII-D, karena menurut guru bidang studi, siswa dalam kelas ini tingkat kecemasannya relatif tinggi.

b) Kadang ada siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan, atau ada juga siswa yang membolos jika pada pertemuan sebelumnya guru memberikan pekerjaan rumah (PR).

c) Saat melakukan diskusi ada beberapa siswa yang terlihat pucat, gugup dan malu ketika mendapat tugas mewakili kelompoknya untuk menjawab soal dari kelompok lain.

Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada kelas penelitian selama satu minggu didapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas cukup teratur, siswa umumnya memperhatikan penjelasan guru. Namun ada beberapa siswa masih terlihat tegang.

b. Metode mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran matematika kepada siswa belum bervariasi, selama kegiatan


(43)

55

observasi, guru selalu menggunakan metode ekspositori di tiap pertemuannya.

c. Saat belajar menggunakan metode ekspositori yang selama ini dilakukan oleh guru bidang studi, siswa banyak yang mengalami kecemasan, hal ini tergambar diantaranya dari raut wajah siswa yang tegang saat diminta untuk menjawab soal latihan di depan kelas, terbata-batanya beberapa siswa saat diberi pertanyaan oleh guru bidang studi.

d. Adanya beberapa siswa yang tidak mau maju ketika dipersilahkan untuk menjawab soal didepan kelas karena malu dan takut jika jawabannya salah lalu diejek oleh teman-temannya.

e. Rasa percaya diri dan keberanian siswa dalam menanyakan materi yang belum dipahami dan dalam menjawab soal didepan kelas masih relatif rendah. Hal ini terlihat ketika guru mempersilahkan siswa untuk menanyakan materi yang belum dipahami saat pembelajaran berlangsung, tidak ada satupun siswa yang berani mengacungkan tangan untuk bertanya.

Setelah melakukan wawancara dan observasi selama satu minggu, selanjutnya peneliti berdiskusi dengan guru kolaborator untuk melakukan intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok dengan teknik tutor sebaya dengan tujuan mengurangi tingkat kecemasan saat pembelajaran matematika.

2. Siklus I

a. Tahap perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah mendiskusikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan hand-out yang telah dibuat dengan guru bidang studi yang bertindak sebagai kolaborator. Adapun RPP yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.

Penggunaan hand-out ini dilakukan untuk menyiasati keterlambatan datangnya buku LKS yang telah dipesan oleh pihak sekolah kepada supplier,


(1)

95

3. Belajar dengan teman sebaya lebih mudah dipahami siswa

Banyak faktor yang menyebabkan siswa menjadi cemas dalam belajar, diantaranya adalah metode belajar yang monoton dan pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa misalnya matematika. Adakalanya siswa merasa kesulitan memahami pembahasan yang disampaikan oleh guru, namun malu atau takut bertanya kembali untuk memperjelas materi yang sudah disampaikan. Oleh karena itu guru merasa perlu menerapkan metode tutor sebaya dimana siswa dikondisikan nyaman untuk bertanya dan meminta penjelasan kembali kepada tutornya tanpa takut dan malu ditertawakan. Para tutee merasa penjelasan ulang oleh para tutor lebih mudah dipahami yang disampaikan dengan menggunakan bahasa pertemanan, lebih ringan dan lebih akrab. Belajar dalam kelompok tutor sebaya membuat siswa berada dalam lingkungan nyaman, tidak tegang membuat siswa lebih mudah untuk belajar.

Interaksi yang baik dalam kelompok tutor sebaya akan membuat belajar menjadi lebih menyenangkan. Siswa dari kelompok nilai bawah tidak lagi takut menghadapi soal-soal yang mereka anggap sulit. Semangat untuk mencoba mengerjakan soal-soal tersebut muncul dengan adanya bantuan dari tutor.


(2)

96 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa dalam mengurangi kecemasan yang dialami siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Penerapan metode diskusi kelompok dalam belajar dapat mengurangi jumlah siswa yang berada pada kategori kecemasan tinggi. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Jika sebelum dilakukannya intervensi tindakan berupa penerapan metode diskusi kelompok jumlah siswa yang kecemasannya tinggi berjumlah 11 siswa. setelah dilakukannya intervensi jumlahnya berkurang menjadi hanya 4 siswa.

3. Penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam belajar menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa untuk bertanya tanpa merasa takut atau malu ditertawakan. Siswa dapat bertanya sebebas-bebasnya kepada tutor dalam kelompoknya. Siswapun menjadi lebih senang, rileks, dan bersemangat belajar matematika karena pada saat menemui kesulitan dalam menjawab soal yang dianggap rumit, siswa dapat mendiskusikannya dan langsung menannyakannya kepada tutor kelompok. Secara keseluruhan, siswa merasa lebih senang dengan dilakukannya variasi metode belajar, salah satunya dengan menerapkan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya dalam belajar matematika.

4. Kegiatan belajar siswa menggunakan metode belajar diskusi kelompok ternyata membuat siswa lebih aktif. Hal ini dapat terlihat ketika penelitian di siklus III. Setiap kelompok terlihat begitu aktif dalam belajar, saling tanya pun mengalir tanpa harus diminta oleh guru.


(3)

97

B. Saran

1. Dalam menyampaikan materi, hendaknya guru tidak hanya berorientasi pada kemampuan kognitifnya saja, melainkan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dimiliki siswa. Karena keberhasilan belajar siswa tidak hanya dinilai dari satu aspek saja, melainkan dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.

2. Guru hendaknya mempersiapkan rencana atau skenario pembelajaran yang tepat, dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa sehingga siswa merasa santai saat mengikuti kegiatan pembelajaran.

3. Dalam menerapkan diskusi sebagai suatu metode pembelajaran, hendaknya guru mengetahui kemampuan masing-masing siswa, sehingga dalam pembagian kelompok dapat tersebar secara heterogen.

4. Guru hendaknya mampu menggabungkan metode diskusi dengan teknik-teknik belajar yang lain, jangan hanya berorientasi pada satu metode saja, karena hal tersebut dapat membuat siswa merasakan kejenuhan dalam belajar. 5. Berdasarkan hasil penelitian ini, hendaknya guru dapat dan mau menerapkan

metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya sebagai salah satu metode belajar bagi siswanya. Karena metode tersebut terbukti dapat menmengurangi intensitas kecemasan yang dialami siswa dalam belajar.

6. Pihak sekolah hendaknya mendukung upaya guru untuk menmengurangi kecemasan siswa dalam belajar, dengan jalan tidak terlalu tinggi dalam menetapkan standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM). Karena apabila penetapan SKBM yang terlalu tinggi dikhawatirkan memicu kecemasan siswa. 7. Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian tentang kecemasan ini hendaknya melakukan penelitian pada aspek kematangan remaja sehingga sikap yang berkaitan dengan kecemasan siswa dapat diteliti secara lengkap.

Mengingat masih adanya kelemahan-kelemahan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya, maka dalam penggunaan metode tersebut selanjutnya, hendaknya diperhatikan kondisi dan karakter sebagian besar siswa terlebih dahulu, agar saat melaksanakan teknik tutor sebaya tidak mengalami kesulitan.


(4)

98

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2001)

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2003)

Arifin, Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen kelembagaan Agama Islam Depag, 2003)

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)

Atmadja , Rochiati Wiria, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)

Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV Jaya Sakti, 2005)

Fausiah, Fitri dan Julianti Widuri, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta:UI Press, 2008)

Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar & Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009)

http://dossuwanda. wordpress.com

http://id.wikipedia.org/wiki/matematika/26/02/2010 http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran

http://image.pos-kupang.com/printnews/artikel/29839. 20/12/2010. http://nces.ed.gov/timss/table07_1.asp.19/10/10

http:// Psikologi.or.id.

http://ujiannasional.org/tips-menghilangkan-kecemasan-UN.htm. http//www.Anan‟s Blogs.ac.id.

http://www.hrcentro.com/artikel/Mengatasi_Kecemasan_100310.htm http://www.scribd.com/doc/19546358/kecemasan.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005)


(5)

99

Paimin, Joula Eka Ningsih, Agar Anak Pinta Matematika, (Jakarta: Puspa Swara, 1998)

Purwanto, M.Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2004)

---, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004) Pustaka ilmiah.unila.ac.id/2009/ 07/16/.

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008) S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar,

(Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008)

Sarifuddin, Penerapan Teknik Tutor Sebaya dan Pemberian Kartu Skor Partisipasi Siswa Untuk Meningkaatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa, Skripsi Jurusan Matematika Universitas Islam Negeri Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama, 2008).t.d

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Remaja PT.Rineka Cipta, 2010)

Suherman, Erman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003)

Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung: PT.RemajaRosdakarya, 2003)

---, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2007)

Sumardyono, Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika, Paket Pembinaan penataran, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004), t.d.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004)

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009)

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)


(6)

Usman, Moh.Ujer dan Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005)

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung persada Press, 2004)

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008)


Dokumen yang terkait

Penerapan pendekatan matemateka realistik Indonesia (PMRI) dalam mengurangi kecemasan belajar matematika siswa

10 54 109

Upaya peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan pendekatan belajar bermakna (meaningful learning): penelitian tindakan kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang

0 10 96

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Dengan Menggunakan Metode Sosiodrama : Penelitian Tindakan Kelas Di SMP Islamiyah Ciputat

2 36 108

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika (Ptk Pembelajaran Matematika Kelas Viii Semester Gasal Smp N

0 2 16

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika (Ptk Pembelajaran Matematika Kelas Viii Semester Gasal Smp

0 1 11

EFEKTIFITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK SEBAYA Efektifitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Diskusi Kelompok Sebaya Untuk Mengurangi Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa SMA.

0 2 17

PENDAHULUAN Efektifitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Diskusi Kelompok Sebaya Untuk Mengurangi Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa SMA.

0 5 12

PENERAPAN METODE BELAJAR AKTIF TIPE GROU (5)

0 1 4

Penerapan Metode Diskusi Untuk Meningkat

0 0 12

PENGARUH METODE DISKUSI KELOMPOK TUTOR S

0 0 11