Makalah Survey Lalu Lintas Meruya (1)

REKAYASA TRANSPORTASI

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
1.1

Latar Belakang.......................................................................................................2

1.2

Rumusan Masalah..................................................................................................5

1.3

Maksud dan Tujuan...............................................................................................5

1.3.1 Maksud....................................................................................................................5
1.3.2 Tujuan......................................................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................................6
2.1

Karakteristik Sinyal Lalu Lintas.............................................................................6

2.2

Metodologi............................................................................................................11

2.2.1 Prinsip Umum.......................................................................................................11
2.3.

Panduan Rekayasa Lalu Lintas.............................................................................21

2.3.1 Definisi Tipe (Jenis) Simpang Standar Dan Pola-Pola Fase Sinyal......................21
2.4.

Ringkasan Prosedur Perhitungan..........................................................................25

BAB III ANALISA DATA......................................................................................................26

3.1

Simpang Bersinyal................................................................................................26

3.2

Tata guna lahan dan hambatan samping...............................................................27

3.3

Volume Lalu Lintas...............................................................................................27

3.4

Pengaturan Lampu Lalu Lintas Exsiting...............................................................31

3.4.1 Fase Lalu Lintas....................................................................................................31
3.4.2 Waktu Siklus.........................................................................................................32
3.4.3 Diagram fase.........................................................................................................32
3.5


Arus Jenuh.............................................................................................................33

3.6

Aliran Jenuh (S) Untuk Kondisi Ideal................................................................34

3.7

Analog untuk Perhitungan Selanjutnya Berdasarkan Data di Atas..................37

BAB IV PENUTUPAN............................................................................................................58
4.1.

Kesimpulan............................................................................................................58

4.2.

Saran......................................................................................................................59


DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................60

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

I

BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Lalu lintas merupakan masalah penting karena lalu lintas adalah sarana untuk
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila lalu lintas terganggu atau terjadi
kemacetan, maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. Gangguan ini
dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu dan dapat
mengakibatkan polusi udara. Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sangat
penting, karena masalah ini adalah masalah sulit yang harus dipecahkan bersama.
Apabila masalah lalu lintas tidak terpecahkan, maka masyarakat sendiri yang akan
menanggung kerugiannya, dan apabila masalah ini dapat terpecahkan dengan baik,
maka masyarakat sendiri yang akan mengambil manfaatnya.
Masalah ini juga merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum ditemukan

solusi yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah
dengan masyarakat agar masalah ini cepat terselesaikan. Setiap individu berhak
memikirkan masalah ini, karena sekecil apapun peran yang diberikan oleh individu
tersebut tentu akan memberikan pengaruh yang besar bagi dunia lalu lintas agar menjadi
lebih aman dan nyaman.
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, dijelaskan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas serta memudahkan bagi pemakai jalan, maka jalan wajib dilengkapi dengan
rambu-rambu lalu lintas. Di samping itu dalam tata laksana lalu lintas upaya-upaya
dalam menuntun, mengarahkan, memperingatkan, melarang dan sebagainya atau lalu
lintas yang ada dengan sedemikian rupa agar lalu lintas dapat bergerak dengan aman,
lancar dan nyaman di sepanjang jalur lalu lintas maka dibutuhkan penggunaan ramburambu lalu lintas. Pada kota yang berpenduduk dalam jumlah besar dan mempunyai
kegiatan perkotaan yang sangat luas dan intensif, maka diperlukan pelayanan
transportasi berkapasitas tinggi dan ditata secara terpadu atau dinamis. Oleh karena itu
pada dasarnya transportasi merupakan derived demand artinya permintaan akan jasa
transportasi timbul dari permintaan sektor-sektor lain.

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

1


Dengan semakin majunya perkembangan pembangunan saat ini, kebutuhan akan
penggunaan jalan amatlah penting. Baik untuk masyarakat yang berada di perkotaan
maupun di pedesaan, terlebih dalam pemenuhan perekonomian masyarakat itu sendiri
yang nantinya diharapkan dapat menciptakan keselarasan dan kesejahteraan masyarakat
sehingga negara kita dapat maju dan dapat tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri.
Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat transportasi yang dapat
digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering digunakan oleh
pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada arus lalu
lintas saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya
fasilitas-fasilitas transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai
dengan apa yang diingini. Menajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari teknik transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian
dari system transportasi secara keseluruhan.
Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan sangatlah
dituntut kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan meningkatkan
prasarana jalan yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk menjaga dan
memelihara jalan tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal diatas perlu
juga fasilitas penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dsb.Pemisah
arah (Median) merupakan salah satu fasilitas yang juga berpengaruh pada karakteristik

arus lalu lintas. Penempatan median bertujuan untuk memisahkan arus dalam lalu lintas
yang berlawanan.
Jalan merupakan suatu sarana transportasi yang sangat penting karena dengan
jalanlah maka daerah yang satu dapat berhubungan dengan daerah yang lainnya. Untuk
menjamin agar jalan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan maka
selalu diusahakan peningkatan-penigkatan jalan itu. Dengan bertambahnya jumlah
kendaraan bermotor, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah arus lalu lintas dengan
kemampuan jalan yang terbatas.

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

2

Keadaan jalan yang macet bukanlah hal yang baru dialami di Kota-kota besar
khususnya di Indonesia. Hal ini diutamakan karena bertambahnya keinginan masyarakat
untuk menggunakan kendaraan-kendaraan bermotor pribadi untuk memenuhi aktivitas
kehidupannya tanpa melihat jauh dampak yang ditimbulkan. Dengan selalu
bertambahnya pengguna jalan, terutama pada jam-jam tertentu sehigga menuntut adanya
peningkatan kualitas dan kuantitas suatu jalan, untuk itulah perlu adanya penelitian
mengenai kapasitas jalan yang ada sehingga dapat dievaluasi dan dianalisa untuk

mengantisipasi perkembangan jumlah kendaraan dan perkembangan penduduk.
Jalan yang cukup vital dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah, dimana ada sebagian jalan
yang menggunakan pemisah jalan permanen dan ada pula yang tidak menggunakan
pemisah jalan. Dengan kondisi jalan yang termasuk kawasan pemukiman, pertokoan,
sekolahan, rumah sakit, tempat ibadah, dan sebagainya menyebabkan lalu lintas jalan
tersebut mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan sekitar jalan tersebut.
Daerah atau lokasi yang dijadikan objek yaitu pada jalan . Untuk mengetahui
apakah pemisah arah yang ada dijalan itu sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan atau
tidak maka perlu adanya peninjauan terhadap median jalan yang sudah ada. Adapun
berdasarkan pada ketentuan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997,
dimana diperlukan data-data pendukung yang didapat melalui survey seperti volume
lalu lintas, hambatan samping, geometrik jalan.

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

3

1.2

Rumusan Masalah

Berapakah waktu sinyal, derajat kejenuhan, panjang antrian dan tundaan dengan
pengaturan 3 fase berdasarkan perhitungan manual dan survey lalu lintas pada simpang
Meruya, Kreo – Joglo, Serengseng?

1.3

Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud
Maksud dari penyusunan laporan ini untuk mendapatkan waktu sinyal, derajat
kejenuhan, panjang antrian dan tundaan berdasarkan perhitungan manual dan hasil
survey lalu lintas pada simpang bersinyal Meruya, Kreo – Joglo, Serengseng.
1.3.2 Tujuan
Tujuan

dari

penyusunan

laporan


ini

adalah

untuk

menentukan

dan

membandingkan derajat kejenuhan berdasarkan data yang telah di survey dan
perhitungan manual.

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

4

BAB II LANDASAN TEORI
2.1


Karakteristik Sinyal Lalu Lintas
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama
adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan
sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat
melalui pengalokasian waktu hijau pada masing- masing pendekat. Maka dari itu untuk
menghitung kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan
waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan
untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan
dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalulintas yang datang dari jalan jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama.
Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalulintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok dari
pejalan-kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua, lihat Gbr 2.1 di bawah.

Gambar 2.1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

5

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk
mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk
jalan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 2.1. Metoda ini selalu
dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena
pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka
pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalulintas.
Gambar 2.1 juga memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan
sistim dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau
(lihat juga Bagian 1.3).
Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase
yang berurutan adalah untuk:
1. Memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir.
2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri
memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum
kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama.
Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua
dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua
fase.
Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak
berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan
sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu
tetap.

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

6

Gambar 2.2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal denggan dua-fase

Dalam sistem lama, pola waktu yang sama digunakan sepanjang hari/minggu;
pada sistim yang lebih modern, rencana waktu sinyal yang berbeda yang ditetapkan
sebelumnya, dan digunakan untuk kondisi yang berbeda pula, sebagai contoh, kondisi
lalu-lintas puncak pagi, puncak sore dan lewat puncak. Dengan tersedianya data lalulintas, manual ini dapat digunakan untuk menghitung waktu-sinyal terbaik bagi setiap
kondisi.
Jika pertimbangan keselamatan lalu-lintas atau pembatasan-pembatasan kapasitas
memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka banyaknya fase
harusditambah. Gambar 2.3 menunjukan contoh-contoh rencana fase yang berlainan
untuk keperluan tersebut. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah
waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase (kecuali
untuk tipe tertentu dari Sinyal aktuasi kendaraan yang terkendali). Meskipun hal ini
memberi suatu keuntungan dari sisi keselamatan lalu-lintas, pada umumnya berarti
bahwa kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.
Berangkatnya arus lalu-lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana
fase yang memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu
pendekat yang ditinjau dan/atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama
dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut (seperti Kasus 1
dalam Gambar 2.3), maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan. Jika tidak
ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat tersebut, atau jika arus belok kanan
diberangkatkan ketika lalu-lintas lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah
(seperti dalam kasus 5 dan 6 pada Gambar 2.3), arus berangkat tersebut dianggap
sebagai terlindung. Pada kasus 2 dan 3 arus berangkat dari pendekat Utara adalah
terlawan sebagian dan terlindung sebagian. Pada kasus 4 arus berangkat dari pendekat
Utara dan Selatan adalah terlindung, sedangkan dari pendekat Timur dan Barat adalah
terlawan.

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

7

Gambar 2.3 Kasus dan karakteristik lalu lintas

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

8

2.2

Metodologi

2.2.1 Prinsip Umum
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini,
didasarkan pada prinsip- prinsip utama sebagai berikut:
a. Geometri
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan
simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau
lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri
mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau
jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.
Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We)
ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu
simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.

Gambar 2.4 Denah simpang

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

9

b. Arus lalu-lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode,
misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang
dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST
dan belok-kanan QRT)dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang
(emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:

Contoh : Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC
c. Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut
C = S × g/c ………………………………………(1)

di mana :

C

= Kapasitas (smp/jam)

S

= Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam
pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam
hijau)

g

= Waktu hijau (det)

c

= Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan
sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang
berurutan pada fase yang sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar
dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.
Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau.
Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal
waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan
menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.5 di bawah. Arus
berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga
turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

10

Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai
'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu
hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar
2.6. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus
berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung
sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir
. . . . (2)

LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

10

Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)

Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvei telah
ditarik kesimpulan bahwa rata- rata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan
akhir, keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (1a) di
atas, untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan
waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan
waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masingmasing lokasi, dapat digunakan pada rumus (1) di atas, untuk menghitung
kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan
akhir.
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh
dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F)
untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisikondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya
S = S0 × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn

………………………….(3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lehar

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

11

efektif pendekat (We):
S0 = 600 × We

………(4)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini :
-

Ukuran kota CS ; jutaan penduduk

-

Hambatan samping SF ; kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan
kendaraan tak bermotor

-

Kelandaian G; % naik(+) atau turun (-)

-

Parkir P ; jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.

-

Gerakan membelok RT, % belok-kanan ;LT, % belok-kiri
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi

oleh kenyataan bahwa sopir- sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak
jalan" dari sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa
menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat
tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada
pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam
manual ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya
menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model Barat yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan
juga digunakan seperti diuraikan diatas.
Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We)
dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat
yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor- faktor tersebut tidak linier.
Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan
Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat
dalam rumus 2 di atas.
d. Penentuan waktu sinyal.
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap
dilakukan berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan
total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya
waktu hijau ( gi ) pada masing-masing fase ( i ).

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

12

WAKTU SIKLUS (c)
c = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ΣFRcrit) …………………(5)

di mana :

c

= Waktu siklus sinyal (detik)

LTI

= Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR

= Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit

= Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat
pada suatu fase sinyal

Σ(FRcrit) = Rasio arus simpang
= jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan
terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang
akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit)
mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus
tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.
WAKTU HIJAU (gi)
gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit)…………..(6)

di mana:

gi

= Tampilan waktu hijau pada fase i (detik).

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahankesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya
waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari
rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada
simpang tersebut.
e. Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio
hijau (g/c) pada masing-masing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:
DS = Q/C = (Q×c) / (S×g) …………….. (7)

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

13

f. Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)
Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus
lalu-Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana
diuraikan di bawah.
PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah
smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang
datang selama fase merah (NQ2).

NQ = NQ1 +NQ2

……………….(8)

Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian
dari nilai rata-rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang
dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
20
QL=N QMAX x W
…………………………………..(9)
MASUK

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

14

ANGKA HENTI
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk
berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung
sebagai
NS=0,9 x
dimana :

c

NQ
x 3600
Qxc

………………………………….(10)

= waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari
pendekat yang ditinjau.

RASIO KENDARAAN TERHENTI
Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat
sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:
PSV= min (NS,1)

dimana :

NS a = angka henti dan suatu pendekat.

TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1. TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan
gerakan lainnya pada suatu simpang.
2. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat
membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:
Dj=DTj+DGj

……………….. (12)

dimana:
Dj

= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus
ber ikut (didasarkan pada Akcelik 1988):

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

15

dimana :
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
C

= Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1
diatas).
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang
dipengaruhi oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat
kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai
berikut.
DGj = (1-psv) × PT × 6 +(psv×4)

………………..(14)

dimana:
DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang
berhenti didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan
belok tidak berhenti = 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2;
kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga
menimbulkan hanya tundaan percepatan.
2.2.2 Nilai Normal
Pada tingkat operasional (c di atas) masukan semua data yang diperlukan pada
umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk ke pada simpang
bersinyal yang telah ada. Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan
sejumlah anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur-prosedur perhitungan
yang diuraikan pada Bagian 3. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai
normal untuk digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan dibawah:

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

16

a. Arus lalu-lintas
Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui
distribusi lalu-lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat
diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut:

Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat
diperkirakan, 15% belok-kanan dan 15% belok-kiri dari arus pendekat total dapat
dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang):
Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila
tidak ada taksiran yang lebih baik:

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

17

b. Penentuan fase dan waktu sinyal
Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan
dua-fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan
belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan
membelok melebihi 200 smp/jam.
Waktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi
yang diuraikan pada langkah B-2. Untuk keperluan perancangan dan simpang
simetris nilai normal berikut dapat digunakan (lihat juga langkah C dibawah):

c. Lebar pendekat
Panduan rekayasa lalu-lintas pada bagian 2.3 di bawah memberikan saran
pemilihan tipe simpang, jumlah lajur dan fase sinyal yang dapat digunakan
sehagai anggapan awal dalam analisa rinci. Untuk perencanaan simpang baru,
pemilihan sebaiknya didasarkan terutama pada pertimbangan ekonomis (bagian
2.3.3b). Untuk analisa operasional 'simpang yang sudah ada' pemilihan terutama
didasarkan pada perilaku lalu- lintas (bagian 2.3.3c), biasanya dengan tujuan
untuk memastikan agar derajat kejenuhan pada jam puncak tidak lebih besar dari
0,75.
2.3. Panduan Rekayasa Lalu Lintas
2.3.1 Definisi Tipe (Jenis) Simpang Standar Dan Pola-Pola Fase Sinyal
Buku Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan
(Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk
perencanaan simpang sebidang. Informasi lain yang berhubungan terutama tentang
marka jalan terdapat pada huku "Produk Standar untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat
Jenderal Bina Marga, Februari 1987).

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

18

Dokumen ini mencantumkan parameter-parameter perencanaan untuk simpangsimpang berbagai kelas jalan, tetapi tidak menentukan jenis simpang tertentu. Sejumlah
jenis jenis simpang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.3.2:1 dibawah untuk
penggunaan khusus pada Bagian panduan ini.
Semua jenis simpang dianggap mempunyai kereb dan trotoar yang cukup, dan
ditempatkan pada daerah perkotaan dengan hambatan samping yang sedang.
Semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan dan beberapa gerakan
membelok adalah gerakan yang terus menerus (Belok kiri langsung = LTOR) jika
ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3.2:1. Metode perhitungan rinci dalam manual ini juga
memungkinkan analisa jalan satu arah.
Pengaturan lalu-lintas (pada simpang terisolir) dengan waktu tetap dianggap
menggunakan fase sinyal seperti disarankan dalam Tabel 2.3.2:1 (lihat Gambar 2.8).
Lihat juga Bagian 2.3.5 untuk penjelasan jenis-jenis pengaturan sinyal.

Gambar 2.7 Jenis-jenis simpang empat lengan

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

19

Gambar 2.8 Jenis-jenis simpang tiga lengan

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

20

2.4. Ringkasan Prosedur Perhitungan
Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti dibawah. Berbagai langkah
yang berbeda diuraikan secara rinci dalam Bagian 3. Pada laporan ini perhitungan
dilakukan hanya sampai Kapasitas dan Derajat kejenuhan.

Gambar 2.10 Bagan alir analisa simpang bersinyal

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

21

BAB III ANALISA DATA
3.1

Simpang Bersinyal

Geometrik simpang
Penjelasan gambar simpang
Lebar pendekat lengan barat (B)

= 3 m (Ciledug)

Lebar pendekat lengan timur (T)

= 6 m (Srengseng)

Lebar pendekat lengan Selatan (S)

= 3.5 m (Kreo)

Lebar pendekat lengan utara (U)

= 3.5 m (Meruya)

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

22

Jarak keKode pendekat

kendaraan parkir

Pendekat

(m)

Wa

-

3.5
3.5
6
3

U (Meruya)
S (Kreo)
T (Srengseng)
B (Ciledug)
3.2

Lebar pendekat (m)
Belok kiri
Wmasuk

langsung

Wkeluar

3.5
6
3

Wltor
3.5
-

3
3
3

Tata guna lahan dan hambatan samping
Survey tata guna lahan dilakukan untuk mengetahui tipe lingkungan jalan dan
kondisi hambatan samping pada setiap Simpang. Selanjutnya data dipakai sebagai
masukan dalam perhitungan dengan metode MKJI. Selengkapnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

3.3

Tipe

Hambatan

Kode pendekat

lingkungan

samping

U
S
T
B

jalan
COM
COM
COM
COM

tinggi/rendah
R
R
R
R

Median
ya/tidak
YA
TIDAK
YA
TIDAK

Kelandaian
DATAR
DATAR
DATAR
DATAR

belok kiri
langsung
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK

Volume Lalu Lintas
Data lalu lintas didapat dari hasil survei lapangan dengan menghitung banyaknya
kendaraan setiap interval 15 menit selama 1 jam. Jumlah kendaraan dikonversikan ke
dalam satuan mobil penumpang (smp) menurut jenis kendaraan yang melewati Simpang
joglo.

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

23

Data survey dapat dilihat pada lampiran dibawah ini:
UTARA (Mercubuana)
Periode
13.45-14.00
14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45

LV
87
85
83
107

HV
8
7
9
12

MC
319
279
300
323

UM LV HV MC UM LV HV MC UM
7
5
2
4

BARAT (Joglo)
Periode
13.45-14.00
14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45

LV HV MC
10 1 43
7 3 25
11 3 52
8 4 28

UM
0
0
0
0

LV
45
45
52
29

HV
11
10
7
5

MC
168
101
106
95

UM LV HV MC UM
0
0
0
0

SELATAN (Kreo)
Periode
13.45-14.00
14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45

LV HV MC
2 0 15
0 0 4
1 0 6
2 0 15

UM
0
0
0
0

LV
14
6
18
12

HV
2
3
0
1

MC
162
126
87
107

UM
0
1
0
1

LV HV MC UM
51 8 219 0
42 2 180 0
58 5 145 0
51 4 184 0

TIMUR (Serengseng)
Periode
13.45-14.00
14.00-14.15
14.15-14.30
14.30-14.45

LV HV MC UM LV HV MC UM LV
73 3 236 0 66 20 187 2 38
80 5 223 0 94 12 215 0 57
75 7 231 0 68 13 240 0 46
69 5 228 0 66 19 224 0 27

HV
4
6
6
7

MC UM
90 0
92 1
72 0
45 1

Sumber: Hasil Survey

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

24

Data

Arus Kendaraan Bermotor
kendaraan kendaraan
sepeda

lalu
lintas
simpang

ringan

berat

bermotor

(LV)

(HV)

(MC)

TOTAL

per jam
dapat
dilihat
Hasil
Peng

pada

lampira kend.

Data:
Kode
Pende
kat
1
U

S

T

sepeda

ringan

berat

bermotor

dibawah (LV)

(HV)

(MC)

n

TOTAL

Kend. tak bermotor
Ratio berbelok

Arus

Rasio

(UM)

UM/MV)

Arah

ini:Kod
smp/

smp/

Pendeka jam

jam

e
t
2 1
LT/LTOR
ST
RT
U
TOTAL
LT/LTOR
ST
RT
TOTAL
S
LT/LTOR
ST
RT
TOTAL
T

B

Arus Kendaraan Bermotor

kend.

olaha
n

Arah

LT/LTOR
ST
RT
TOTAL
B

smp/jam

smp/jam

Plt
Kend/

Prt
Kend/

Kend/Jam Kend/Jam Jam
Jam
3
4
5
6 8
3
4
5
6
7
LT/
362
45.8
244.2
653
1
0 36
LTOR
362
1221
1619
0
ST
362
45.8
244.2
653
RT
TOTAL
362
36
1221
1619
5
0
8
13
0.0241
50
7.8
96.4
154.2
LT/
202
24.7
145.6
372.3
0.6901
LTOR
5
0
40
45
257
32.5
250
539.5
ST
50
6
482
538
RT
202
19
728
949
297
26
183.6
506.6
0.3853
TOTAL
257
25
1250
1532
294
83.2
173.2
550.4

kend/
jam

2

168
29.9
LT/
139.
759
LTOR 1
ST
RT
36
14.3
TOTAL
171
42.9
0
0
LT/
207
57.2
LTOR
ST
RT
TOTAL

59.8

257.7

0.196

416.6
297
294
168
29.6
759
94

1314.7
20
64
79.923
107
307.9

0
123.6
36
171

0
387.8
11
33

148
470

195
674

207

44

618

869

918
866
299
0.206
2083

1235
1224
490
2949
0

UM/MV

9

10
0.0111

18

0.0111

0
2
0
2

0
0.0037
0
0.0013

0
2
2

0
0.0016
0.0041

4

0.0014

18

3.4

Pengaturan Lampu Lalu Lintas Exsiting

3.4.1 Fase Lalu Lintas
Adapun fase lalu lintas simpang bersinyal joglo terdiri atas tiga fase, seperti pada

gambar dibawah ini:
Fase 1 (T)

Fase 2 (S)

Fase 3 (B)

3.4.2 Waktu Siklus
NO Kode Pendekat
1
2
3

Selatan
Utara
Barat

Merah

Hijau

Kuning

Merah

Waktu

(Detik)
89
96
89

(Detik)
44
37
44

(Detik)
3
3
3

Semua
1
1
1

Siklus
137
137
137

3.4.3 Diagram fase

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

28

3.5

Arus Jenuh
Besarnya arus jenuh telah dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang (smp)
dengan menghitung kendaraan yang melewati garis henti.
Kapasitas pertemuan jalan sebidang berlampu lalu lintas dibatasi oleh kapasitas setiap
kaki dari persimpangan tersebut.
Arus jenuh didapat dari persamaan : So = 600 x We , dimana WLTOR ˂ 2 m, maka nilai
We didapat dengan rumus :
We = Min

WA
Wmasuk +WLTOR
wa × ( 1+ Pltor ) −W LTOR

{

1. Arus jenuh dari arah Mercu Buana (Pendekat Utara) tidak ada hitungan arus jenuh
dikarenakan arah utara tidak masuk disimpang.
2. Arus jenuh dari arah Kreo (Pendekat Selatan) didapat dari persamaan :
So = 600 x We, dimana We nya adalah 3.5 m.
Maka, diperoleh nilai So = 600 x 3.5 = 2100 smp/jam
3. Arus jenuh dari arah Srengseng (Pendekat Timur) didapat dari persamaan :
So = 600 x We , dimana We nya adalah 6 m.
Maka, diperoleh nilai So = 600 x 6 = 3600 smp/jam
4. Arus jenuh dari arah Joglo (Pendekat Barat) didapat dari persamaan :
So = 600 x We , dimana We nya adalah 3 m.
Maka, diperoleh nilai So = 600 x 3 = 1800 smp/jam

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

29

3.6

Aliran Jenuh (S) Untuk Kondisi Ideal
S = So x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT
Penyesuaian dibuat berdasarkan kondisi sebagai berikut :
1. Jumlah

penduduk

Jakarta

Barat

menurut

https://jakbarkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/8

sumber
tahun

dari
2014

website
adalah

sebesar 2.430.410 jiwa. Maka, berdasarkan tabel C-4:3 (MKJI 1997) faktor
penyesuaian ukuran kota diperoleh nilai FCS = 1.00
2. Hambatan Samping
Lingkungan jalan untuk kaki simpang Joglo pada pendekat Selatan, Timur, Barat
adalah sama yaitu komersial dengan hambatan samping sedang dan tipe fase
terlindung. Pada pendekat Selatan (S) rasio kendaraan tak bermotor adalah
0.0013, maka faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) adalah = 0.9394 (hasil
interpolasi). Pada pendekat Timur (T) rasio kendaraan tak bermotor adalah 0.001,
maka faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) adalah = 0.9396 (hasil
interpolasi). Pada pendekat barat rasio kendaraan tak bermotor adalah 0.0000,
maka faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) adalah = 0.9400 (tabel C-4:4
MKJI 1997).
3. Faktor Penyesuaian Kelandaian (FG)
Faktor penyesuaian kelandaian (FG) pada persimpangan Joglo adalah 1.00
dikarenakan alinyemen dari jalan adalah datar atau tidak ada tanjakan. (gambar C4:1 MKJI 1997).
4. Faktor Penyesuaian Parkir
Pada semua pendekat (pendekatan Selatan (S), Timur (T), dan Barat (B)) nilai FP
nya adalah = 1.00 dikarenakan jarak antara garis henti dan kendaraan yang
diparkir pertama (atau panjang dari lajur pendek) tidak ada. (gambar C-4:2 MKJI
1997).
5. Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Nilai FRT pada tipe pendekat Timur (T) adalah = 1.00 dikarenakan ada median,
nilai FRT pada tipe pendekat Selatan (S) adalah 1.20 (FRT = 1,0 + PRT x 0,26 atau
gambar C-4:3 MKJI 1997) dan nilai FRT pada tipe pendekat Barat (B) adalah 1.00.
6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri
FLT pada tipe pendekat Selatan (S), Barat (B), dan Timur (T) adalah 0.990, 0.972,
dan 0,937 (FLT = 1.0 – PLT x 0,16 atau gambar C-4:4 MKJI 1997).
5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

30

Jadi, nilai Arus Jenuh dari tiap tipe pendekat adalah sebagai berikut.
SSelatan

= 2100 x 1 x 0.9394 x 1 x 1 x 1.20 x 0.990
= 2343.6 smp/jam (Selatan)

STimur

= 3600 x 1 x 0.9396 x 1 x1 x 1 x 0.937
= 3169.5 smp/jam (Timur)

SBarat

= 1800 x 1 x 0.94 x 1 x 1 x 1 x 0.972
= 1644.6 smp/jam (Barat)

RASIO ARUS/ RATSIO ARUS JENUH
FR = Q/S
Q (Selatan)

= 539.5

Q (Timur)

= 1314.7

Q (Barat)

= 387.8

Maka, nilai FR dari tiap pendekat adalah sebagai berikut.
FR1 (Selatan)

= 539.5/2343.6 = 0.2302

FR2 (Timur)

= 1314.7/3169.5 = 0.4148

FR3 (Barat)

= 387.8/1644.6 = 0.2358

IFR = FR1+ FR2+ FR3
IFR

= 0.2302 +0.4148 + 0.2358
= 0.8808

Cua = (1.5*LTI+5)/(1-IFR)
Cua

= (1.5*12+5)/(1-0.8808)
= 192.95

Karena Cua terlalu besar, maka gunakan waktu siklus yang disesuaikan.
c0 = ∑g+LTI
c0

= 181+12
= 193

gi= (C0-LTI)*PRi ≈
g1 (Selatan)

gi= (C0-LTI)*FR/IFR

= (193-12)*0.2302/0.8808
= 47.305 ≈ 48

g2(Timur)

= (193-12)*0.414797/0.8808
= 85.240 ≈ 86

g3(Barat)

= (193-12)*0.2358/0.8808
= 48.455 ≈ 49

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

31

C = S*g/c
C1(Selatan)

= 2343.6*47.305/193
= 574.43

C2(Timur)

= 3169.5*85.240/193
= 1399.80

C3(Barat)

= 1644.6*48.455/193
= 412.91

3.7

Analog untuk Perhitungan Selanjutnya Berdasarkan Data di Atas
Tabel Derajat Kejenuhan berdasarkan g hitungan
No.

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

S (smp/jam)
c (dt)
c disesuaikan (dt)
g (dt)
C (smp/jam)
Q (smp/jam)
DS

Fase I
Selatan
2343.6
192.95
193
48
574.43
539.5
0.93919684

Fase II
Timur
3169.5
192.95
193
86
1399.80
1314.7
0.93919684

Fase III
Barat
1644.6
192.95
193
49
412.91
387.8
0.93919684

Sumber : Hasil Hitungan

Tabel Derajat Kejenuhan berdasarkan g survei
No.

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.
6.

S (smp/jam)
c (dt)
g (dt)
C (smp/jam)
Q (smp/jam)
DS

Fase I
Selatan
2343.6
137
44
633.5679
539.5
0.851527

Fase II
Timur
3169.5
137
37
913.5218978
1314.7
1.439155

Fase III
Barat
1644.6
137
44
543.4161
387.8
0.713634

Sumber : Hasil survey

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

32

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 1 (Selatan)
 DATA TERHITUNG
 Q

= 539,5 smp/jam

 g

= 47.305 ≈ 47 detik

 c

= 192.95

 c0

= 193 detik

 C

= 574.43 ≈ 575 smp/jam

 DS

= 0.93919684

 Wmasuk

= 3,5

PENYELESAIAN :

 Rasio Hijau
g

 GR

= c (di halaman 2-63)

47.305

= 193

= 0.24510295

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=0.93919684) > 0,5

 NQ1

= 0,25 x C x ¿ (di halaman 2-63)
=0,25 x 574.427 x ¿

 NQ2

= 5.49452
1−GR
Q
=c x 1−GRxDS x 3600
(di halaman 2-65)
1−0.24510295
539,5
= 193 x 1−0.24510295 x 0.939 2 x 3600
= 28.7662

 NQ

= NQ1 + NQ2
= 5.49452 + 28.7662
= 34.2607

 NQmax

= 46 (gambar E-2;2 halaman 2-66) (pol 5-10%)

 Panjang Antrian
NQMAX x 20
 QL
= Wmasuk
46 x 20
= 3,5
= 262.857 m
5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

33

 Angka Henti
 NS

NQ
= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

34.2607
= 0,9 x 539,5 x 193 x 3600
= 1.06609 stop/smp
 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 539,5 x 1.06609
= 575.155 smp/jam
 Tundaan
 DT

= c x A+

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencari A
0,5 x ( 1−GR )2
=
( 1−GR x DS )
=

0,5 x ( 1−0.24510295 )2
( 1−0.24510295 x 0,9392 )

= 0,37014
Maka, DT

NQ 1 x 3600
C
5.49452 x 3600
= 193 x 0,37014 +
574.43
= c x A+

= 105.872 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> dimana, Psv = Ns

(di halaman 2-69)

= ( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−1.06609 ) x (0,024 +0,690) x 6+(1.06609 x 4)
= 3,98 det/smp
 D

= DT + DG
= 105.872 + 3,98
= 109.853 det/smp

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 109.853 x 539.5
= 59265.8 smp/det

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

34

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 2 (Timur)
 DATA TERHITUNG
 Q

= 1314.7 smp/jam

 g

= 85.240 = 86 detik

 c

= 192.95 = 193 detik

 c0 (disesuaikan) =193 detik
 C

= 1399.81 = 1400 smp/jam

 DS

= 0.9392

 Wmasuk

=6

PENYELESAIAN :

 Rasio Hijau
 GR

g

= c (di halaman 2-63)
=

85.240
193

= 0.44165682

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=0.9392) > 0,5
 NQ1

= 0,25 x C x ¿ (di halaman 2-63)
=0,25 x 1399.81 x ¿
= 6.29276

 NQ2

1−GR

Q

=c x 1−GRxDS x 3600

1−0.44165682

(di halaman 2-65)

1314.7

= 193 x 1−0.44165682 x 0.9 392 x 3600
= 70.2057
 NQ

= NQ1 + NQ2
= 6.29276 + 70.2057
= 76.4985

 NQmax = 69

(gambar E-2;2, halaman 2-66)

 Panjang Antrian
 QL

NQMAX x 20
Wmasuk
69 x 20
=
6
=

= 230 m

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

35

 Angka Henti
 NS

NQ
= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

76.4985
= 0,9 x 1314.7 x 193 x 3600
= 0.97682 stop/smp
 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 1314.7 x 0.97682
= 1284,22 = 1285 smp/jam
 Tundaan
 DT

= c x A+

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencari nilai A
0,5 x ( 1−GR )2
=
(1−GR x DS)
=

0,5 x ( 1−0.44165682 ) 2
(1−0.44165682 x 0.9392)

= 0,26636
NQ 1 x 3600
C
6.29276 x 3600
= 193 x 0, 26636+
1399.81

Maka, DT = c x A+

= 67.5911 = 68 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> Psv=Ns

(di halaman 2-69)

=( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−0.97682 ) x (0,381879+ 0,2006) x 6 +(0.97682 x 4)
= 3.98829 det/smp
 D

= DT + DG
= 67.5911+ 3.98829
= 71.5794 det/smp

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 71.5794 x 1314.7
= 94105.5 = 94106 smp/det

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

36

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 3 (Barat)
 DATA TERHITUNG
 Q

= 387.8 = 388 smp/jam

 g

= 48.4554 = 49 detik

 c

= 192.9542 = 193 detik

 c (disesuaikan)

= 193

 C

= 412.906 = 413 smp/jam

 DS

= 0.9392

 Wmasuk

= 3,5

PENYELESAIAN :

 Rasio Hijau
 GR

g

= c (di halaman 2-63)
=

48.4554
193

= 0.25106407

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=0.9392) > 0,5
 NQ1

= 0,25 x C x ¿ (di halaman 2-63)
=0,25 x 412.906 x ¿
= 5.12824

 NQ2

1−GR

Q

=c x 1−GRxDS x 3600

1−0.25106407

(di halaman 2-65)

387.8

= 193 x 1−0.25106407 x 0,9392 x 3600
= 20.6237
 NQ

= NQ1 + NQ2
= 5.12824+ 20.6237
= 25.7519

 NQmax = 36

(gambar E-2;2, halaman 2-66)

 Panjang Antrian
 QL

NQMAX x 20
Wmasuk
36 x 20
= 3,5
=

= 240 m

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

37

 Angka Henti
 NS

NQ
= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

25.7519
= 0,9 x 387.8 x 193 x 3600
= 1.11478 stop/smp
 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 387.8 x 1.11478
= 432.312 smp/jam
 Tundaan
 DT

= c x A+

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencari nilai A
0,5 x ( 1−GR )2
=
(1−GR x DS)
=

0,5 x ( 1−0.25106407 )2
(1−0.25106407 x 0,9392)

= 0.36699
NQ 1 x 3600
C
5.12824 x 3600
= 193 x 0. 3 6699+
387.8

Maka, DT = c x A+

= 115.54 = 116 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> dimana, Psv=Ns

(di halaman 2-69)

=( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−1.11478 ) x (0.206+0) x 6+(1.11478 x 4)
= 4.31723
 D

= DT + DG
= 115.54 + 4.31723
= 119.857

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 119.857 x 387.8
= 46480.7 = 46481 smp/det
Tundaan Terhitungan
Tundaan = Total AL/Q total
= 198283.7798/2242
5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

38

= 88.44057977

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

40

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 1 (Selatan)
 DATA TERSURVEY
 Q

= 539,5 smp/jam

 g

= 44 detik

 c

= 137 detik

 C

= 633,57 smp/jam

 DS

= 0,851527

 Wmasuk

= 3,5

PENYELESAIAN :

 Rasio Hijau
 GR

g

= c (di halaman 2-63)

44

= 137
=0,321

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=0,851) > 0,5
 NQ1

= 0,25 x C x ¿ (di halaman 2-63)
=0,25 x 633,57 x ¿
= 2.259102307

 NQ2

1−GR

Q

=c x 1−GRxDS x 3600

1−0,321168

(di halaman 2-65)

539,5

= 137 x 1−0,321 x 0,851527 x 3600
= 20.30596795
 NQ

= NQ1 + NQ2
= 2.259102+ 20.30596795
= 22.56507025

 NQmax = 32

(gambar E-2;2 halaman2-66)

 Panjang Antrian
 QL

NQMAX x 20
Wmasuk
32 x 20
= 3,5
=

= 182,857 m

 Angka Henti
 NS

NQ
= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

22.56507
= 0,9 x 539,5 x 137 x 3600
= 0.989167147
 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 539,5 x 0,939
= 533.655676 =534 smp/jam
 Tundaan
 DT

= c x A+

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencari A
0,5 x ( 1−GR )2
=
(1−GR x DS)
=

0,5 x ( 1−0,321 )2
(1−0,321 x 0,851)

= 0,317
NQ 1 x 3600
C
2,248 x 3600
= 144 x 0,317 x
539,5

Maka, DT = c x A x

= 56,28 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> dimana, Psv=Ns

(di halaman 2-69)

=( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−0,939 ) x( 0,024+0,690) x 6+(0,939 x 4)
=4,0029
 D

= DT + DG
= 56,28 + 4,0029
= 60,28

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 60,28 x 539,5
= 32525.06 = 32525 smp/det

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

41

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 2 (Timur)
 DATA TERSURVEY
Q

= 1314.7 smp/jam

G

= 37 detik

c

= 137 detik

C

= 913,5219 smp/jam

 DS

= 1.439155

 Wmasuk

=6

PENYELESAIAN :
 Rasio Hijau
 GR

g
= c (di halaman 2-63)
37
= 137
= 0,270

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=1,439) > 0,5
 NQ1

= 0,25 x C x ¿ (di halaman 2-63)
=0,25 x 913,521 x ¿

 NQ2

= 201.7053
1−GR
Q
=c x 1−GRxDS x 3600
(di halaman 2-65)
1−0,321168
1314.7
= 137 x 1−0,3211680 x 1.439 x 3600
= 50.97663

 NQ

= NQ1 + NQ2
= 201.7053 + 50.97663
= 253. 6819

 NQmax

= 70 (Maksimum Grafik)

(gambar E-2;2, halaman 2-66)

 Panjang Antrian
NQMAX x 20
 QL
= Wmasuk
70 x 20
= 6
= 233.33 m
5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

42

 Angka Henti
 NS

NQ
= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

253.6819
= 0,9 x 1314.7 x 137 x 3600
= 4.563387 stop/smp
 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 1314.7x 4.563387
= 5999.484 smp/jam
 Tundaan
 DT

=cxAx

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencari nilai A
0,5 x ( 1−GR )2
=
(1−GR x DS)
=

0,5 x ( 1−0,270 )2
(1−0,270 x 1.439155)

= 0.435771
Maka, nilai DT

NQ 1 x 3600
C
202.7053 x 3600
= 137 x 0,435771 x
913,521
=cxAx

= 858.52 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> dimana, Psv=Ns

(di halaman 2-69)

=( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−4.563384 ) x (0,381879+ 0,200592) x 6+(4.563384 x 4)
= 5.8
 D

= DT + DG
= 858.52 + 5.8
= 864.32

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 864.32 x 1314.7
= 1136322 smp/det

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

43

PERHITUNGAN MKJI SIG- V
 FASE 3 (Barat)
 DATA TERSURVEY
 Q

= 387.8 smp/jam

 g

= 44 detik

 c

= 137 detik

 C

= 542,416 smp/jam

 DS

= 0,46

 Wmasuk

=3

PENYELESAIAN :

 Rasio Hijau
 GR

g

= c (di halaman 2-63)

44

= 137
= 0,321

 Antrian Kendaraan (smp/jam)
DS (=0.474) < 0,5
 NQ1

= 0.738997

 NQ2

=c x 1−GRxDS x 3600

1−GR

Q

1−0,321

(di halaman 2-65)

387.8

= 137 x 1−0,321 x 0,46 x 3600
= 14.39477
 NQ

= NQ1 + NQ2
= 0.738997 + 14.39477
= 15.13377

 NQmax = 22

(gambar E-2;2 halaman 2-66)

 Panjang Antrian
 QL

NQMAX x 20
Wmasuk
22 x 20
=
3
=

= 146.67 m

 Angka Henti
 NS

NQ

= 0,9 x Qxc x 3600

(di halaman 2-67)

15.13377

= 0,9 x 387.8 x 137 x 3600
= 0.922919 stop/smp
5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

44

 Jumlah Kendaraan Henti
 Nsv

= Q x Ns

(di halaman 2-67)

= 387.8 x 0,923
= 357.908 smp/jam

 Tundaan
 DT

= c x A+

NQ 1 x 3600
(di halaman 2-68)
C

Mencai nilai A
0,5 x ( 1−GR )2
=
(1−GR x DS)
=

0,5 x ( 1−0,321 )2
(1−0,321 x 0,713634)

= 0,298917
NQ 1 x 3600
C
0.739 x 3600
= 137 x 0,298917 x
539,5

Maka, DT = c x A x

=45.84733 det/smp
 DG

=( 1−Psv ) xPtx 6+( Psvx 4 ) -> dimana, Psv=Ns

(di halaman 2-69)

=( 1−Ns ) x ( Plt + Prt ) x 6+(Nsx 4 )
=( 1−0,923 ) x( 0.206+0) x 6+(0,923 x 4 )
= 3.79 det/smp
 D

= DT + DG
= 45.84733 + 3.79
= 49.6343 det/smp

 TUNDAAN TOTAL = D x Q
= 49.6343 x 387.8
=19248.18 = 19248 smp/det
Tundaan Tersurvey
Tundaan = Total AL/Q total
= 915227.9761 / 2242
= 408.2194363

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

45

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

46

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

47

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

48

5
LAPORAN SURVEY LALU LINTAS

49

BAB IV
PENUTUPAN
4.1. Kesimpulan
Formulir SIG-II menunjukan arus lalu lintas dalam SMP/JAM untuk semua jurusan.
Gerakan dari Pendekat utara dapat diberangkatkan tanpa mengganggu pergerakan fase
naiknya, sehingga pendekatan tidak disertakan pada perhitungan waktu sinyal,
kapasitas, derajat kejenuhan dan panjang antrian.
Pengaturan 3 fase pada perhitungan:
Formulir SIG-IV menunjukkan rasio arus Simpang (IFR) adalah 0.8808007 waktu
siklus pra penyesuaian sebesar 192.9542 = 193 maka di dapat waktu hijau 47 , 85 dan
48 detik.
Derajat kejenuhan simpang adalah 0.9392
Formulir SIG-V menentukan panjang antrian maksimum adalah 240
Tundaan dari Simpang rata-rata adalah 88.45538 detik.
Pengaturan 3 fase pada hasil survei:
(Perhatikan >< artinya = bandingkan dengan)
Formulir SIG-IV menunjukkan rasio arus Simpang (IFR) adalah 0.8908 (>