ACUTE AND CHRONIC INFLAMMATION –TISSUE REPAIR dr.Inawati, M.Kes

ACUTE AND CHRONIC
INFLAMMATION –TISSUE REPAIR
dr.Inawati, M.Kes
Lab.Patologi Anatomi FK UWKS

PENDAHULUAN
 Radang adalah reaksi dari jaringan hidup terhadap

semua bentuk jejas, berupa reaksi pembuluh
darah, neurogenik, humoral dan reaksi selular
pada daerah
jejas
 Bersamaan dengan proses keradangan ini, timbul
proses penyembuhan atau pemulihan pada
tempat jejas

 Jaringan yang rusak akibat radang diganti

oleh jaringan vital (hidup). Jaringan
pengganti dapat berupa jaringan parenkim
dari alat tubuh yang rusak, tetapi lebih

sering diganti oleh sel fibroblas, yang
kemudian membentuk jaringan parut.

TUJUAN PROSES RADANG-PEMULIHAN
 adalah untuk menetralisir jejas dan

menggantikan jaringan yang rusak
dengan jaringan hidup. Usaha ini secara
morfologik biasanya dapat tercapai, tetapi
tidak selalu disertai dengan pulihnya
fungsi

 Ada kalanya proses radang-pemulihan dapat

merugikan, misalnya hipersensitivitas
yang timbul sebagai akibat sengatan lebah
dapat mengakibatkan penderitanya
meninggal, atau perikarditis dapat sembuh
dengan pembentukan jaringan parut
dalam kantung perikard yang mengganggu

fungsi jantung.

RADANG AKUT
 Radang Akut
 merupakan respon dini dari jaringan

terhadap jejas. Pada dasarnya radang adalah
reaksi pertahanan tubuh. Antibodi dan
sel leukosit merupakan alat pertahanan
tubuh yang terpenting dan terdapat dalam
peredaran darah, akan diangkut ke
tempat jejas. Ini mungkin karena perubahanperubahan pembuluh darah.

3 PERUBAHAN POKOK PEMBULUH DARAH
 1. Perubahan penampang pembuluh

darah yang mengakibatkan aliran darah
bertambah banyak.
 2. Meningkatnya permeabilitas dinding
pembuluh darah, sehingga terjadi eksudasi

protein plasma.
 3. Berkumpulnya dan keluarnya sel-sel
leukosit dari pembuluh darah ke dalam
jaringan (emigrasi).

 Perubahan pembuluh darah tersebut dapat

terjadi oleh karena adanya zat-zat yang
disebut mediator.
 Sumber jejas (etiologi) dapat bermacammacam, tetapi mediator-mediator yang
berperan itu sama, sehingga reaksi radang
akut bentuknya serupa, hanya tergantung
beratnya jejas dan kemampuan tubuh untuk
bereaksi, wujud radang akut dapat berbeda
dalam berat dan luasnya.

 Radang akut dapat memberi gejala-gejala

lokal saja atau dapat disertai dengan
gejala-gejala yang lebih luas dengan

tanda-tanda sistemik.

GEJALA KLINIK RADANG AKUT
 Radang akut dapat menimbulkan gejala-gejala

lokal maupun sistemik.
Gejala-gejala lokal ditandai oleh tandatanda kardinal : (makroskopik)
 - rubor (merah)
 - calor (panas)
 - tumor (pembengkakan)
 - dolor (rasa nyeri)
 - functio laesa (gangguan fungsi)

 Warna merah (rubor) dan panas (kalor)

setempat disebabkan oleh karena pada
daerah jejas aliran darah bertambah.
Akibat eksudasi dalam jaringan ditemukan
pembengkakan (tumor). Eksudasi
menyebabkan tekanan pada ujung-ujung

serat saraf dan berakibat rasa nyeri. (dolor)

.
 Selain itu mediator kimia, yaitu

prostaglandin dan bradikinin juga
menyebabkan rasa nyeri (dolor.) Untuk
menerangkan gangguan fungsi agak sulit.
Rasa nyeri merupakan salah satu faktor,
umpama radang pada tangan menyebabkan
tangan tersebut tidak dapat digerakkan
karena sakit. Faktor yang lain adalah
hiperemi

 Gejala yang pertama-tama hilang pada

penyembuhan adalah warna merah.(rubor)
Kemudian temperatur(kalor) setempat
menurun dan baru disusul hilangnya rasa
nyeri(dolor). Selanjutnya diikuti oleh

berkurangnya pembengkakan (tumor)
dan gangguan fungsi.(functio laesa)

GEJALA SISTEMIK
 Suhu badan yang meningkat merupakan

salah satu gejala dari radang akut. Pada
bakteriemi terdapat panas tinggi diselingi
dengan turunnya suhu tubuh secara
mendadak dan penderita menggigil. Pada
kejadian ini bakteri melepas pirogen
(exogenik) dalam bentuk endotoksin

 . Juga pirogen endogenik dan

prostaglandin menyebabkan suhu tubuh
yang meningkat. Pirogen endogenik adalah
suatu protein yang dilepas oleh sel neutrofil
dan monosit waktu proses fagositosis. Akibat
aksi pirogen endogenik ini, ambang pengatur

panas di hipotalamus menjadi lebih tinggi.

 Pada umumnya terdapat leukositosis

(meningkatnya jumlah leukosit dalam aliran
darah) pada radang akut. Jumlah leukosit
dapat mencapai 20.000 - 40.000/mm3 darah.
Kadang-kadang bahkan sampai 50.000/mm 3
atau lebih.

 . Kenaikan yang sangat tinggi disebut reaksi

leukomoid, karena mirip dengan jumlah
leukosit pada leukemia. Leukositosis terutama
terdiri dari sel-sel neutrofil.

 Tidak semua radang akut memberi

leukositosis yang neutrofilik. Pada
mononukleosis infeksiosa, pertusis,

parotitis epidemika terdapat limfositosis.
Asma bronkial, “hay fever”, infeksi
parasit memberikan eosinofilia. Infeksi
karena virus, rikets dan protozoa dan
juga “typhoid fever” memberi leukopeni.
Infeksi pada penderita yang keadaan
umumnya telah jelek juga memberi leukopeni,
begitu juga kanker stadium akhir.

 Sistem retikulo-endotel dapat juga ikut

dalam reaksi radang. Dapat ditemukan
limfadenopati lokal atau umum, dapat
disertai splenomegali dan hepatomegali.
Selanjutnya gejala-gejala tersebut diatas
masih disertai dengan sakit kepala, lemah
badan, tidak suka makan dan
sebagainya.

PATOFISIOLOGI RADANG

 Perubahan pembuluh darah berupa :

1. perubahan aliran darah
2. meningkatnya permeabilitas

PERUBAHAN ALIRAN DARAH

Jejas menyebabkan dilatasi arterioler di
tempat yang terkena jejas. Sfingter prekapiler
terbuka sehingga kapiler yang inaktif ikut
melebar, bgitu juga “venule postcapillaria”
melebar dan berisi darah, akibatnya ialah
hiperemi, yaitu
(1)bertambahnya darah pada suatu
tempat disertai dengan
(2) lambatnya aliran darah,
(3)naiknya tekanan intravaskuler dan
(4)perubahan susunan letak sel-sel darah
terhadap dinding pembuluh darah.


Appendicitis acute

Vasodilatasi-PMN, sembab

Appendicitis acute (gross)

 Selain itu hiperemi berakibat cairan plasma

keluar memasuki jaringan, karena dinding
pembuluh darah bertambah permeabel,
viskositas darah meningkat, dengan akibat
sel-sel darah merah menggumpal dan
tahanan bertambah besar. Semuanya ini
menyebabkan aliran darah setempat
bertambah lambat

 Aliran keluar yang berkurang disertai aliran

masuk yang lebih besar, akan meningkatkan
tekanan dalam kapiler dan venula dengan

akibat terbentuknya eksudat, kecepatan
aliran darah menurun, gumpalan sel darah
merah terletak sentral dan leukosit terutama
neutrofil terletak di tepi (“margination)

Bila jejas berat, dapat terbentuk trombus
sebagai akibat rusaknya endotel. Leukosit
yang letaknya di tepi kemudian meninggalkan
pembuluh darah memasuki jaringan
(emigrasi).

PERUBAHAN PERMEABILITAS PEMBULUH
DARAH-EKSUDASI
 Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah

yang disertai keluarnya protein plasma dan
sel darah putih memasuki jaringan disebut
eksudasi. Ini merupakan tanda yang utama
untuk reaksi radang akut.

 Eksudat adalah cairan radang

ektravaskuler dan mengandung banyak
protein (lebih dari 2-4 gram/100 ml), berat
jenisnya lebih dari 1.020 dan terdapat
banyak sel-sel radang di dalamnya.
Transudat mengandung sedikit protein
(kurang dari 2 gram/100 ml) dan berat
jenisnya kurang dari 1.012

 terbentuknya eksudat sebagai akibat

gabungan antara perubahan struktur
pembuluh darah dan meningkatnya
tekanan hidrostatik intravaskuler.

 Sel Darah Putih
 Sel darah putih dapat memfagositir bahan

asing termasuk bakteri dan debris dari selsel nekrotik. Enzym lisosom ikut berperan
dalam respon pertahanan. Pada reaksi radang
akut sel limfosit tidak banyak berperan.
Limfosit terdapat dalam radang kronik dan
proses imunologik.

 Marginasi dan “pavementing”
 Pada tempat radang akan terjadi

pembendungan dengan akibat sel-sel eritrosit
bergumpal, terletak di tengah dan sel-sel
darah putih terdesak ke tepi (marginasi),
melekat dan melapisi sel endotel
pembuluh darah (“pavementing”).
Kalsium berperan pada proses “pavementing”
ini, dan steroid menghambatnya.

 Emigrasi
 Keluarnya sel darah putih dari pembuluh

darah disebut emigrasi. Proses ini
memerlukan energi. Sedangkan keluarnya sel
darah merah dari pembuluh darah
(diapedesis) adalah proses pasif oleh karena
tekanan hidrostatik, neutrofil bergerak secara
ameboid melalui “interendothelial cell junction

 Pertama-tama yang terdapat dalam ruang

perivaskuler adalah neutrofil yang diikuti
oleh monosit. Begitu sampai di luar
pembuluh darah, monosit disebut histiosit
atau makrofag. Perkecualian dari urutan di
atas adalah pada radang oleh karena basil
tuberkel atau tifoid. Pada kedua penyakit
ini pada mulanya sudah terdapat sel-sel
mononuklear. Demikian juga infeksi virus
dan reaksi imunologik akan memberi selsel mononnuklear terutama limfosit.

 Pada radang akut umumnya yang menyolok

adalah sel neutrofil. Hal ini disebabkan
karena neutrofil sangat mobil, banyak
dalam aliran darah dan juga reaksi
sistemik akan merangsang sumsum
tulang untuk membentuk leukosit lebih
banyak terutama neutrofil. Kemudian
setelah 2-3 hari, makrofag lebih banyak,
makrofag ini lebih resisten terhadap pH
asam dan “life-span” lebih lama,
beberapa bulan sampai tahunan,
sedangkan neutrofil hanya 4 hari.

 Kemotaksis (leukotaksis)
 Kemotaksis ialah bergeraknya sel leukosit

oleh faktor kemotaksis (“chemical
attractors) ke tempat jejas. Semua sel
darah putih dipengaruhi oleh faktor ini, hanya
derajatnya yang dapat bervariasi. Yang paling
reaktif adalah neutrofil dan monosit,
sedangkan limfosit paling rendah.

 Faktor kemotaksis dapat endogen berasal

dari protein plasma atau eksogen sebagai
produk bakteri.
 Endogen :
 - sebagai komponen-komponen dari
komplemen -sebagai komponen dari sistem kinin
(kalikrein dan aktivator plasminogen)
- fibrinopeptida yang dilepaskan dari
fibrinogen oleh kerja trombin

 Eksogen : produk bakteri, misalnya

stafilokokus aureus, echerecia coli, dapat
berupa toksinnya atau produk
metabolismenya.

 Faktor kemotaksis ini dapat hanya

berpengaruh pada leukosit polimorphonuklear
saja, atau hanya pada sel mononuklear atau
ada juga yang bekerja pada kedua-duanya.
Bahan kemotaksis yang terpenting untuk
neutrofil adalah produk bakteri dan
komponen-komponen sistem komplemen.

 Faktor kemotaksis untuk monosit atau

-

makrofag ialah :
fragmen dari C3 dan C5
faktor-faktor bakterial
fraksi dari neutrofil
fraksi limfokin yang terbentuk sebagai akibat
pengaruh antigen terhadap limfosit yang
sensitif

 Faktor kemotaksis eosinofil dari anafilaksin

(ECF-A) dibuat dari “mast cells”, terdapat
pada reaksi hipersensitivitas tipe I dan bekerja
untuk “menarik” eosinofil. Kemotaksis
merupakan salah satu mekanisme pertahanan
tubuh in vivo. Beberapa keadaan kongenital
maupun “acquired” yang disebabkan
gangguan kemotaksis, berakibat
meningkatnya predisposisi untuk infeksi

 FAGOSITOSIS
 Dikenal 3 tahapannya :

1. melekatnya partikel di permukaan
fagosit
2. engulfment atau pencaplokan
3. killing and degradation partikel atau
kuman

PHAGOCYTOSIS:mechanism
Activation NADPHoxidase generates
H2O2, which converts
to HOCl in presence
of Cl- and
myeloperoxidase;
H2O2-MPO-halide
system is
bactericidal in
which leukocyte ?

 Attachment and Recognition
 Permukaan neutrofl dan makrofag mempunyai

reseptor-reseptor untuk “Fc portion” dari Ig G
dan C3. mikro-organisme dilapisi oleh IgG,
antibodi akan melekat pada permukaan fagosit
melalui reseptor tersebut. Demikian juga bila
C3 melapisi mikro-organisme akan melekat
pada fagosit melalui reseptor C3 yang terdapat
pada permukaan fagosit ini pula. Keadaan ini
disebut tahap “recognition”. Kuman yang
diliputi oleh IgG atau C3 disebut “opsonized
bacteri”.

 Engulfment
 Setelah bakteri “opsonized” melekat pada

permukaan fagosit, maka sitoplasma fagosit
meliputi bakteri tersebut sehingga terbentuk
kantung/vesikel (fagosom). Granula
sitoplasmik neotrofil bergabung dan
melepaskan granula ke dalam vesikel tersebut
(degranulasi) dan terjadilah lisis bakteri

 Killing and Degradation
 Setelah proses “engulfment”, bakteri akan

dihancurkan oleh fagosit, tetapi pada kuman
yang sangat virulen neutrofilnya sendiri yang
musnah/mati. Sebaliknya, kuman
tuberkulosa dan lepra dapat hidup dalam
fagosit dan akan menyebar ke dalam
kelenjar getah bening.

 Mediator Radang Akut
 Suatu bahan disebut mediator kimia, bila

memenuhi kriteria
1. Dapat mengakibatkan beberapa atau
semua tanda-tanda radang
2. Diproduksi pada waktu proses
keradangan
3. Dapat dihambat oleh bahan antiinflamasi

Dikenal 4 golongan mediator kimia :
 1. Amina-amina vasoaktif : histamin,
serotonin
 2. Protease-protease plasma dan
polipeptida : kinin, komplemen, sistem
koagulasi-fibrinolitik
 3. Prostaglandin dan senyawa-senyawa
yang sejenis
 4. Produk-produk leukosit (neutrofil dan
limfosit)

 Amina vasoaktif

Histamin
 Banyak dalam mast cell, dalam jaringan ikat
dekat pembuluh-pembuluh darah, juga dalam
darah : sel basofil, trombosit. Dalam mast cell
sebagai “preformed histamin” bentuk granula.

. Histamin akan dilepas dengan mast celldegranulation oleh beberapa stimuli.
 - jejas fisik trauma, panas
 - reaksi imunologik : pengikatan antibodi IgE
pada mast cell
 - fragmen dari komplemen disebut
“anaphylatoxins”
 - protein-protein lisosomal asal neitrofil

 Kerja histamin : dilatasi arterioli dan

meningkatkan permeabilitas venula-venula,
mengakibatkan naiknya permeabilitas pada
“immediate phase” dan menjadi inaktif oleh
histaminase.

 Serotonin
 Tidak memegang peran pada manusia

sebagai mediator, kecuali pada “rhodents”.
Faktor kemotaksis untuk sel eosinofil didapati
juga dalam mast cell (ECF-A) yang bersama
histamin menyebabkan timbunan eosinofil
pada reaksi hipersensitivitas.

 Protease plasma
 Dalam kelompok ini terdapat 3 sistem yang

berhubungan satu sama lain, yaitu :
 1. Sistem kinin aktivasi sistem ini akan
melepas bradikinin yang menyebabkan
dilatasi arterioli. Meningkatnya permeabilitas
venula-venula, kontraksi otot polos
ektravaskuler. Tidak kemotaktik untuk
leukosit.

 . Merupakan mediator utama untuk “increased

vascular permeability” yang bekerja pada
tahap dini peningkatan permeabilitas
vaskuler, inaktivasi oleh kininase yang
terdapat dalam plasma dan jaringan. Terdapat
dalam plasma sebagai “precursor” kininogen,
yang dipecah oleh enzim proteolitik kalikrein
(“precursor”-nya : prekalikrein). Yang
mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein
adalah faktor XII dari sistem pembekuan.

 (2)Sistem komplemen suatu seri protein

plasma penting untuk keradangan dan
imunitas. Inaktif dalam plasma sebagai C1
sampai dengan C9.

 (3)Sistem pembekuan : suatu protein

plasma yaitu fibrinogen diaktifkan oleh faktor
Hagemen (XII) menjadi fibrin. Pada proses ini
terbentuk fibrinopeptida yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah dan
mempunyai sifat kemotaktik untuk neutrofil.

 Plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator

plasminogen berasal sel endotel, plasmin
menyebabkan lisis fibrin yang beku,
mengaktifkan faktor Hagemen dalam sistem
kinin, membagi C3 menjadi fragmen-fragmen,
dan memberi produk “fibrin-split” yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler.

 Prostaglandin dan senyawa-senyawa

yang sejenis
 Prostaglandin terdapat pada jaringan
mamalia, tidak disimpan dalam jaringan,
tetapi disintesa de novo dari asam arakidonik.
Asam arakidonik dibentuk dari fosfolipid
membran sel yang mengalami jejas oleh
enzim fosfolipase lisosomal dalam neutrofil.

 Prostaglandin adalah mediator untuk reaksi

radang. Aspirin dan indometasin yang
mempunyai efek anti-inflamasi kuat,
memblokir sintesa prostaglandin.
Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi
arterioli, kemotaksis untuk polimorf leukosit
terutama eosinofil, menyebabkan timbul rasa
nyeri dan meningkatnya suhu tubuh.

 Produk leukosit
 Isi lisosom dalam neutrofil aktif sebagai

mediator pada radang akut, protease-protease
netral membelah C3 dan C5 untuk
membentuk anafilaktosin protein kationik
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
dan kemotaktik untuk makrofag.

 Enzim-enzim lisosomal diatas dikeluarkan oleh

sel neutrofil dengan cara neutrofil mati,
pembocoran sewaktu membentuk fagosom
dan “reserve endocytosis”. Pada “reserve
endocytosis” ini, usaha memfagositer
kompleks imun yang melekat pada
permukaan yang datar, menyebabkan
dikeluarkannya (exocytosis) enzim-enzim
lisosomal. Limfosit yang telah sensitif oleh
antigen akan mengeluarkan limfokin yang
menyebabkan timbunan dan aktivasi
makrofag ditempat radang.

 Sel-sel Reaksi Radang
 Sel-sel radang yang didapatkan dalam reaksi

radang adalah : leukosit polimorfonuklear
neutrofil, eosinofil dan basofil-monosit-limfosit
(terdapat dalam darah) dan sel plasma.

 Neutrofil
 Pertama yang ditemukan dalam jaringan yang

meradang, terdapat 2 macam granula, azurofil
dan spesifik.
Granula azurofil mengandung beberapa
bahan :
 1. (large granules)-hidrolase asam-bekerja
pada pH 5.0-menghancurkan bahan organik
menjadi gula-asam-amino dan nukleotidadegradasi bakteri yang mati
 2. protease netral seperti kolagenase,
elastase dan katepsin mengurai kolagen,
elastin dan membran basal.

 3. mieloperoksidase : enzim oksidatif

merupakan 5% berat kering sel dan bersifat
bakterisidal.
 4. protein-protein kationik bersifat antibakteri
dan meningkatkan permeabilitas vaskuler,
juga kemotaktik untuk makrofag.
 5. lisozim (muramidase)-enzim hidrolitik,
bersifrat bakterisidal

 Granula spesifik mengandung lisozim dan

laktoferin yang bersifat bakterisidal, dan
fosfatase alkali. Neutrofil berasal dari sumsum
tulang dari sel “precursor” untuk perubahan
ini, salah satu faktor ialah CSF (“colony
stimulating factor”) yang merangsang “stem
cell” membentuk mieloblas. CSF dapat dibuat
oleh makrofag, limfosit, sel endotel.

 “Half-life” neutrofil 7 jam, lalu memasuki

jaringan di rongga mulut, saluran pernafasan
bagian atas, saluran pencernaan dan kulit.
Pada reaksi radang neutrofil menjadi aktif
melalui : “random cell movement”, “directed
cell movement” (kemotaksis), fagositosis dan
degranulasi, dilepaskannya bahan intrasel ke
dalam ruang ektraseluler, dan pembunuhan
bakteri (“bacterial killing”).

 Eosinofil

Fungsinya masih tidak jelas, mengandung
granula kasar dalam sitoplasmanya berwarna
eosinofilik dan granula mengandung
peroksidase, berasal dari sel “precursor”
sumsum tulang, half-life 5 jam, kemudian
memasuki jaringan kulit, mukosa bronki,
saluran pencernaan dan vagina, sebagian
besar dalam jaringan (300 sampai 500
berbanding 1 dalam darah).

 Aktivitas biologik hampir sama dengan

neutrofil, tetapi tidak seberapa motil, respon
terhadap bahan kemotaksis lebih rendah, dan
sifat fagositiknya tidak jelas. Eosinofil terdapat
dalam reaksi hipersensitivitas dikatakan
bahwa dapat menghilangkan reaksi alergi
dengan menghancurkan mediator kimia, juga
terdapat pada infeksi parasit.

 Monosit dan Makrofag
 Berfungsi sebagai fagosit dan banyak

ditemukan pada radang menahun. Di
dalamnya dapat ditemukan debris sel,
benda asing, sel darah merah, neutrofilselain itu juga penting pada reaksi imunitas,
termasuk sistem fagosit mononuklear (MPS).
Juga dikenal sebagai sisem retikulo-endotelial
(RES), sistem yang terdiri dari sel-sel dalam
sumsum tulang, sel-sel dalam darah dan
dalam jaringan.

 . Dalam jaringan ikat disebut histiosit, dalam

darah disebut monosit, berasal dari “stem
cell” dalam sumsum tulang. Makrofag yang
terdapat dalam reaksi radang sebagian besar
berasal dari monosit darah.

 Limfosit dan Sel Plasma
 Penting pada reaksi imun. Pada reaksi radang

peran sel-sel tersebut belum jelas. Ditemukan
pada radang menahun dan didapati pada
tuberkulosa, sifilis dan radang granulomatik
lainnya, juga pada infeksi virus dan riketsia
ditemukan dalam jumlah banyak. Limfosit
kurang motil daripada neutrofil atau monosit

 Peran saluran dan kelenjar limfatik
 Sistem fagosit mononuklear (MPS) merupakan

pertahanan tubuh lini kedua, bila reaksi
radang lokal tidak dapat menetralisir jejas.
Saluran limfatik dilapisi sel endotel dan sangat
halus, sukar ditemukan dalam sediaan
mikroskopik karena telah kolaps. Dindingnya
tidak mengandung otot, kecuali pada saluran
besar. Mengalirkan cairan dalam jaringan,
juga sel darah putih dan debris sel.

 Pada jejas yang berat ikut serta kuman yang

dapat menimbulkan radang saluran limfatik
(limfangitis) dan kemudian juga kelenjar
(limfadenitis). Kelenjar limfatik yang
meradang akan membesar oleh karena
hiperplasi folikel limfatik dan hiperplasi fagosit
yang melapisi sinus-sinusnya

 . Bila pertahanan ini juga gagal, kuman dapat

masuk ke dalam darah dan menimbulkan
bakteriemi. Bakteri yang terdapat dalam
darah dapat tersangkut dalam alat-alat tubuh,
seperti katup jantung, selaput otak, ginjal dan
persendian, mengakibatkan endokarditis,
meningitis, nefritis dan artritis septik.

 Jenis eksudat pada radang akut
 Cairan eksudat dapat berbeda tergantung

berat jejas dan penyebabnya, dikenal :
1. Eksudat serous : cairan sedikit
mengandung protein yang dpat berasal dari
sekresi sel mesotel seperti peritoneum,
perikardium, pleura dan rongga sendi.
Gelembung kulit sebagai akibat kebakaran
juga eksudat macam ini. Eksudat serous
biasanya sebagai akibat jejas yang ringan
juga khas pada pleuritis tuberkulosa.

 2. Eksudat fibrinous disebabkan oleh jejas

yang berat, sehingga permeabilitas vaskuler
meningkat dan molekul fibrinogen terdapat
dalam eksudat, misalnya pada perikarditis
rematik akut. Eksudat fibrinous dapat
mengalami resolusi fibrinolisin dapat
menghancurkan fibrin, disusul
pembersihannya oleh sel makrofag dan
struktur normal akan pulih kembali. Bila tidak
terjadi resolusi, fibrin akan merangsang
timbulnya fibroblas dan pembuluh darah
sehingga terjadi pembentukan jaringan parut
(organisasi).

 3. Eksudat purulen atau supuratif

disebabkan oleh bakteri piogenik misalnya
stafilokokus, pneumokokus, meningokokus,
gonokokus, koliform. Didapatkan eksudat
yang mengandung nanah. Apendicitis akur
memberi radang supuratif dengan timbunan
leukosit polimorfoniklear dalam dindingnya,
sedang permukaan dan lumen berisi nanah.

 4. Eksudat hemoragik terdapat pada jejas

yang menyebabkan nekrosis dan
kerusakan dinding pembuluh darah.
Biasanya pada dasarnya suatu eksudat
fibrinous atau supuratif yang disertai sel-sel
darah merah yang besar jumlahnya.

 Sering eksudat merupakan kombinasi,

misalnya “serofibrinous” atau fibrinopurulen
juga eksudat yang semula serous kemudian
menjadi fibrinous atau supuratif. Dapat
ditemukan eksudat meskipun proses telah
kronik. Maka adanya fibrin atau nanah bukan
tanda absolut untuk proses akut.

. Reaksi radang akut ini dapat berbentuk
berlainan oleh beberapa variabel, yang
penting ialah :
 1. macam/jenis dan beratnya jejas
 2. lokasi dan jaringan yang terkena jejas
 3. respon dari “host-nutrisi”, pengaruh
peredaran darah, pengobatan, faktor-faktor
yang memudahkan terjadinya infeksi
(diabetes, kanker), adanya imunitas terhadap
kuman.

RADANG KRONIK

Radang kronik terjadi sebagai akibat jejas yang
terus menerus (persisten) selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Dapat timbul
dengan 3 cara :
 1. akibat radang akut, akibat jejas yang
persisten
 2. akibat radang akut yang hilang/sembuh
dan timbul lagi, misalnya cholecystitis,
pielonefritis
 3. pada dasarnya kronik, biasanya agen
jejas tidak toksik

 Dari cara ke-3 (asalnya kronik) dikenal 3

kelompok yaitu :
 a. Infeksi persisten kuman intraseluler
(tuberkulosa, sifilis, jamur), dengan toksisitas
rendah dan memberi reaksi imun (“delayed
hypersensitivity”) biasanya member reaksi
granulomatik.

 b. Kontak lama dengan bahan yang tidak

dapat dihancurkan oleh tubuh (silikat
memberi kelainan silikosis paru, pecahan
kaca, benang jahitan pada operasi memberi
reaksi benda asing).
 c. Radang kronik oleh reaksi tubuh secara
imunologik terhadap autoantigen, penyakitpenyakit autoimun seperti artritis reumatoid
dan tiroiditis Hashimoto.

Gambaran histologik radang kronik adalah :
 1. Infiltrasi sel mononuklear terdiri dari
makrofag, limfosit dan sel plasma
 2. Proliferasi fibroblas dan pembuluh
darah kecil

 Makrofag berasal dari monosit darah

memasuki jaringan, timbunannya merupakan
komponen yang penting untuk radang kronik.
Proliferasi fibroblas dan pembuluh darah tidak
jelas mekanismenya, faktor-faktor berasal
makrofag mungkin berperan. Kolagen akan
dibentuk oleh fibroblas yang mengakibatkan
pembentukan jaringan parut (“scarring”),
yang dapat menyebabkan sempitnya lumen
usus, perlekatan serosa dan sebagainya.

 Sel radang kronik lain adalah sel plasma,

limfosit dan eosinofil. Sel plasma
membentuk antibodi terhadap antigen yang
ada pada lokasi radang. Limfosit selain pada
reaksi imun juga pada keradangan
nonimunologik seperti radang kronik oleh
benda asing. Leukosit eosinofil khas untuk
reaksi imun tipe I, IgE sebagai mediator dan
pada infeksi parasit.

 Perlu diketahui bahwa leukosit

polimorfonuklear juga ditemukan pada
beberapa jenis radang kronik, misalnya
osteomilitis kronik, aktinomikosis. Sebaliknya
limfosit tidak selalu kronik, misalnya infeksi
virus (hepatitis virus yang akut).

 Tidak selalu mudah membedakan radang akut

dan kronik. Dikatakan bahwa bila radang lebih
lama dari 4-6 minggu adalh kronik. Tetapi
semuanya ini tergantung dari respon tubuh
dan sifat jejasnya, batasan waktu tidak
banyak artinya. Maka untuk membedakan
apakah radang itu akut atau kronik, lebih
tepat berdasarkan perubahan
morfologinya.

RADANG KRONIK GRANULOMATIK

 Radang Granulomatik adalah radang kronik

yang membentuk jaringan khas berupa
granuloma, yang terdiri dari kumpulan
histiosit (makrofag) yang telah mengalami
perubahan menjadi sel-sel epiteloid dikelilingi
leukosit mononuklear terutama limfosit dan
kadang juga sel plasma.

 Sel-sel epiteloid pada sediaan HE

(hematoksilin-eosin) menunjukkan sitoplasma
granuler dan warna merah muda, pucat,
dengan batas sel yang jelas. Inti tampak
vesikuler, bentuk oval atau lonjong dengan
membran inti yang melipat.

 Pada granuloma yang telah lama, terbentuk

sel fibroblas dan jaringan ikat di sekitarnya.
Seringkali ditemukan sel datia (“large giant
cell”) pada tepi atau di tengah granuloma. Sel
datia ini berukuran 40-50 um, dengan
sitoplasma banyak dan mengandung banyak
inti (20 atau lebih).

 Dikenal 2 macam sel datia
1) sel datia jenis Langhans dengan inti

tersusun pada tepi sel dan membentuk
bentukan mirip tapal kuda, dianggap khas
untuk proses tuberkulosa, tetapi dapat
ditemukan juga pada granuloma oleh sebab
lainnya.
2) Sel datia jenis benda asing tidak
tersusun secara khusus.

Sel datia langhans

 Yang khas untuk radang granuloma adalah

kumpulan sel-sel epiteloid, bukan ada atau
tidaknya sel datia. Kedua jenis sel datia
tersebut di atas dihasilkan oleh fusi histiosit.
Radang granulomatik dapat terjadi pada
tuberkulosa, sifilis, “cat scraatch fever”,
limfogranuloma inguinal, lepra, “brucellosis’,
infeksi jamur tertentu, reaksi terhadap benda
asig.

 Granuloma pada tubekulosis disebut

tuberkel dan sering nekrosis sentral. Pada
sarkoidosis tidak pernah ditemukan nekrosis
sentral dan biasa disebut “hard tubercle”,
sedangkan pada tuberkulosis dengan nekrosis
sentral disebut “soft tubercle”. Untuk
membedakan satu sama lain kadang perlu
menemukan penyebabnya, suatu benda asing
dapat dilihat pada sediaan mikroskopik,
dengan pegecatan khusus, baksil tuberkulosa
dapat dikenali, lues memerlukan pemeriksaan
serologik dan fungus diketahui secara
histologik atau pembiakan.

Jenis radang menurut lokasinya
 Abses adalah timbunan nanah atau “pus”

setempat di dalam alat tubuh atau jaringan.
Eksudat setengah cair, kaya akan protein dan
mengandung debris sel nekrotik, leukosit yang
piknotik maupun leukosit yang masih aktif ini
disebut nanah (“pus”)

 Bagian tengah abses berisi nanah yang

dibatasi oleh jaringan granulasi. Abses dapat
sembuh sendiri dalam waktu yang lama.
Penyembuhan dapat dipercepat bila abses
tersebut pecah dan nanah dikeluarkan atau
dengan operasi (insisi). Ruang abses akan
hilang. Contoh abses adalah furunkel dan
karbunkel. Kadang terbentuk “pseudocyst”
bila nanah diabsorpsi, tetapi rongga tetap
ada. Abses yang pecah ke permukaan dapat
membentuk sinus atau fistula.

 Sinus adalah suatu rongga yang

berhubungan dengan permukaan melalui
suatu saluran.
 Fistula adalah saluran yang menghubungkan
dua rongga atau alat tubuh yang berongga
dengan permukaan tubuh. Radang purulen
yang menyusup secara difus dalam jaringan
lunak seperti jaringan lunak leher atau dinding
abdomen disebut flegmon. Timbunan nanah
dalam alat tubuh berupa rongga seperti
kantung empedu atau ruang pleura disebut
empiema.

 Ulkus adalah suatu kerusakan dari

permukaan alat tubuh atau jaringan sebagai
akibat terlepasnya jaringan radang nekrotik
superficial yang biasanya ditemukan pada
radang selaput mukosa dan kulit, umpamanya
radang nekrotik mukosa mulut, lambung atau
usus radang subcutan di tungkai pada orang
tua karena gangguan aliran darah radang
servik uteri..

 Radang ulseratif pada dasarnya suatu defek

dengan kerusakan jaringan disertai dengan
perubahan-perubahan karena penyembuhan.

RADANG MEMBRANOUS(PSEUDOMEMBRAN)
 Pada keradangan ini dibentuk suatu membran

terdiri dari fibrin dan epitel yang nekrotik
serta sel darah putih. Sebetulnya ini adalah
pseudomembran, karena lapisan ini tidak vital
lagi.

 Menurut eksudatnya ini adalah suatu

fibrinopurulen. Ditemukan pada permukaan
mukosa seperti faring, laring, saluran
pernafasan dan saluran pencernaan.
Pseudomembran berwarna putih kelabu, bila
dilepas dengan paksa meninggalkan mukosa
yang erosif dan berdarah. Jenis radang ini
ditemukan pada penyakit difteri tenggorokan,
eksotoksin difteri menyebabkan nekrosis
epitel permukaan

 Pada enterokolitis pseudomembranosa

ditemukan jenis radang yang sama. Terjadi
pada pemberian antibiotika spektrum luas,
payah jantung kongestif, “postoperative
shock” dan uremia.

RADANG KATARAL (CATARRHAL
INFLAMMATION)
 Jenis radang ini ditemukan pada radang

mukosa yang membentuk lendir
(“mucin”). Selain cairan eksudat juga
dibentuk lendir yang berlebih-lebihan, yang
melapisi mukosa tersebut, contohnya pada
“common cold” (selesma) dimana
vaskularisasi yang meningkat akan
merangsang produksi lendir.

TISSUE REPAIR AND HEALING PROCESS
 Sebagai akibat jejas akan timbul reaksi radang

yang disertai dengan penyembuhan, yang
disusul dengan perbaikan. Jaringan nekrotik
dan sel-sel yang mati diganti oleh sel-sel yang
sehat.

 Perbaikan merupakan 2 macam proses :
 -(1)regenerasi : sel-sel rusak diganti oleh

sel-sel parenkim yang sama
 (2) fibrosis
: sel-sel/jaringan rusak
diganti oleh stroma jaringan ikat
 Ditinjau dari segi kemungkinan untuk
regenerasi, sel-sel tubuh dibagi dalam 3
kelompok, yaitu (1) sel-sel labil, (2)stabil
dan (3)permanen

SEL-SEL LABIL

 Dalam keadaan normal sel-sel ini selalu

berproliferasi menggantikan sel-sel yang
rusak atau mengalami kematian nekrobiosis
(masa hidupnya telah usai).

 Sel-sel labil terdiri dari sel epitel permukaan

dan sel darah. Sel-sel epitel permukaan
seperti epitel squamous kulit, rongga mulut,
vagina dan servik, epitel pelapis saluran
kelenjar liur, pankreas atau empedu, epitel
silindris saluran pencernaan, uterus dan tuba
Fallopi, epitel peralihan saluran urinaria.

 Sel-sel permukaan tersebut selalu akan

dilepaskan yang akan diganti oleh “reserve
cells” yang berproliferasi, contohnya
pertumbuhan kembali endometrium setelah
haid. Sel-sel epitel yang rusak sebagai akibat
jejas juga akan diganti oleh proliferasi
“reserve cells”. Bila kerusakan tersebut kecil
akan segera terjadi perbaikan, dalam waktu
24 jam sampai 48 jam luka irisan kulit akan
menutup kembali.

 Tetapi bila kerusakan tersebut lebih besar

seperti pada ulkus, regenerasi epitel akan
terjadi bila rongga tersebut telah ditutup oleh
jaringan ikat, terbentuklah jaringan parut. Selsel jaringan limpa, jaringan limfoid dan
jaringan hematopoetik termasuk sel-sel labil.

SEL-SEL STABIL
 Sel-sel stabil mempunyai daya proliferasi yang

rendah. Meskipun demikian oleh suatu
stimulus sel-sel tersebut dapat berproliferasi
denga cepat dan mengganti jaringan yang
rusak denga jaringan asal.

 Termasuk sel-sel stabil adalah sel-sel jaringan

parenkim hati, ginjal dan pankreas, sel-sel
jaringan mesenkim fibroblas, sel otot polos,
osteoblas, kondroblas dan sel-sel endotel
pembuluh darah. Contoh daya regenerasi selsel stabil adalah penyembuhan hati setelah
hepatektomi dan hepatitis virus yang akut.
Untuk suatu restitusi (pulihnya struktur
normal), jaringan stroma yang menyangga
sel-sel parenkim harus masih ada.

 Selain itu untuk regenerasi yang teratur,

membran basal merupakan faktor penting, bila
ini terputus-putus, regenerasi akan kacau dan
tidak akan menunjukkan susunan yang teratur
dari jaringan asalnya, sebagai akibatnya akan
terbentuk jaringan parut, contoh : pada
hepatitis akut karena virus akan terjadi
kerusakan sel-sel parenkim tanpa
menghilangkan jaringan penyangga. Regenerasi
akan lengkap yang berarti lobuli akan pulih
kembali tanpa meninggalkan bekas.

 Faal hati akan pulih kembali setelah beberapa

minggu, sebaliknya pada abses hati yang
menghilangkan sel-sel parenkim dan juga
jaringan ikat penyangganya, akan
mengakibatkan terjadinya jaringan parut pada
penyembuhan dan perbaikannya. Regenerasi
di mulai dari tepi oleh sel-sel stabil yang tidak
rusak, sedang bagian tengahnya diganti
jaringan ikat fibroblas.

SEL-SEL PERMANEN
 Sel-sel dalam kategori ini tidak mempunyai

kemungkinan untuk mitosis setelah individu
dilahirkan. Termasuk didalamnya adalah selsel saraf, otot bergaris dan otot jantung. Selsel saraf sentral yang rusak tidak akan pulih
lagi, dan akan diganti oleh proliferasi jaringan
penyangga sistem saraf sentral yaitu sel-sel
glia.

PERBAIKAN DENGAN JARINGAN IKAT
 Jaringan granulasi
 Jaringan granulasi ditandai dengan proliferasi

fibroblas dan pembuluh darah baru sebagai
akibat radang. Disebut jaringan granulasi
karena warnanya yang merah muda dengan
permukaan yang berbintil-bintil halus

 . Dinding pembuluh darah di sini masih

permeabel dengan akibat keluarnya protein
dan sel darah merah dalam ruangan
ekstravaskuler yang menyebabkan jaringan
granulasi yang masih baru tampak sembab.
Pada luka yang menyembuh, meskipun reaksi
radang akut sudah tidak ada, masih
ditemukan edema.

 Sebagian fibroblas dalam jaringan granulasi

bersifat seperti sel otot polos (miofibroblas)
yang dapat berkontraksi. Sifat ini
memungkinkan luka yang menyembuh untuk
berkontraksi dan mengerut. Disamping itu
ditemukan juga makrofag yang dapat
mengandung debris dan sel-sel neutrofil,
eosinofil dan limfosit.

 Pada tahap selanjutnya bahan ekstraseluler

bertambah, terutama kolagen dan fibroblas,
sedang pembuluh darahnya berkurang.
Akhirnya jaringan granulasi akan berubah
menjadi jaringan parut (“cicatrix=scar”)
dengan fibroblas yang tampak “spindle”,
kolagen yang padat, fragmen jaringan elastik
dan sedikit pembuluh darah.

Telah disebut bahwa penyembuhan kerusakan
alat tubuh terjadi oleh regenerasi sel-sel
parenkim maupun pembentukan jaringan ikat.
Penyembuhan ini dapat mengembalikan
struktur normal atau susunan yang tidak
teratur, tergantung pada :
 - kemungkinan regenerasi sel-sel yang
mengalami jejas
 - luasnya jejas, luasnya kerusakan jaringan
penyangga
 - sifat proliferasi jaringan ikat stroma

PENYEMBUHAN LUKA
 Penyembuhan luka dapat sempurna yang

disebut “primary union” atau “healing by
first intention” atau dapat tidak
sempurna yaitu “secondary union” atau
“healing by second intention”..

 Contoh untuk primary union adalah luka

operasi. Pada luka ini selain steril, juga
kerusakan jaringan minimal. Ruang insisi
hanya sempit yang segera diisi oleh bekuan
darah. Kerak oleh mengeringnya darah di
permukaan menutup luka terhadap sekitarnya
sehingga tidak terjadi infeksi. Semuanya
mengakibatkan penyembuhan yang primer.

 Secondary union” terjadi bila terdapat

kerusakan jaringan yang lebih besar, seperti
umpamanya ulkus, abses atau luka
permukaan yang dalam.

Perbedaan primary union dan secondary
union
:
 - pada “secondary union” didapatkan

kerusakan jaringan yang luas
 - sehingga perlu lebih banyak debris nekrotik
dan eksudat dibersihkan
 - terjadi kontraksi luka permukaan, bila tepi
luka dapat bergerak

 - menghasilkan lebih banyak jaringan parut
 - lebih banyak hilangnya adnexa kulit seperti

rambut, kelenjar keringat dan lemak
 - terbentuknya lebih banyak jaringan
granulasi
 - proses penyembuhan berlangsung lebih
lama

 Proses penyembuhan dapat dipengaruhi oleh

cara merawat luka dan keadaan umum dari
yang terluka. Selain itu meskipun keadaannya
optimal, kadang-kadang dapat terbentuk
“exuberant granulation” yaitu pembentukan
jaringan granulasi yang berlebih-lebihan yang
menonjol keluar permukaan dan menghambat
re-epitelialisasi. Keadaan ini dapat di koreksi
dengan eksisi secara bedah atau kauterisasi.

 Juga oleh sesuatu sebab dapat terbentuk

keloid. Pada keadaan ini pembentukan
kolagen dalam jaringan ikat berlebih-lebihan
dan jaringan parut akan menonjol disebut di
sini faktor genetik memegang peran.

PENYAKIT-PENYAKIT INFEKSI
 1. TUBERKULOSIS
 Etiologi : “mycobacterium tuberculosis” primer

mengenai paru, tetapi sekunder dapat mengenai
hampir semua alat tubuh maupun jaringan. Tidak
tergantung lokasinya, selalu memberikan gambaran
granuloma dengan nekrosis sentral (‘soft tubercle”)
mikroskopik suatu tuEbrkel terdiri dari kumpulan
histiosit mirip dengan sel epitel (sel epiteloid), adalah
makrofag yang telah mengalami aktivasi oleh karena
melakukan fagositosis kuman tuberkulosis yang
mengandung lipid dan sukar dicernakan.

 . Tidak tergantung lokasinya, selalu

memberikan gambaran granuloma dengan
nekrosis sentral (‘soft tubercle”)
mikroskopik suatu tuberkel terdiri dari
kumpulan histiosit mirip dengan sel
epitel (sel epiteloid), adalah makrofag yang
telah mengalami aktivasi oleh karena
melakukan fagositosis kuman tuberkulosis
yang mengandung lipid dan sukar dicernakan.

 Sel-sel epiteloid dengan pengecatan rutin

menunjukkan sitoplasma yang merah muda,
granuler dan banyak. Kadang dapat
mengandung kuman tuberkel yang utuh
maupun telah terpotong-potong. Tepi
kelompok sel-sel epiteloid maupun bagian
tengahnya dapat mengandung sel datia
Langhans yang terjadi dari fusi sel-sel
epiteloid atau pembagian inti intraseluler
tanpa disertai pembagian sitoplasmanya.

 Sekitar granuloma didapatkan sel-sel fibroblas

dengan makrofag dan limfosit diantaranya.
Gambaran granuloma tersebut diatas adalah
suatu “hard tubercle”. Setelah beberapa hari,
bagian tengah dari tuberkel ini akan
mengalami nekrosis pengejuan (‘soft
tubercle”) yang menjadikan gambaran
granuloma ini khas untuk suatu
tuberkulosis.

 Penyakit tuberkulosis dapat primer bila

terjadi infeksi oleh kuman tuberkulosis untuk
pertama kali atau sekunder bila terjadi
reinfeksi dari sumber eksogen. Tuberkulosis
sekunder dapat juga oleh karena reaktivasi
suatu infeksi primer (“postprimary
tuberculosis”).

 Tuberkulosis Primer
 “Ghon lesion” : kuman tuberkulosis terhisap

dengan udara dan tersangkut pada
permukaan dinding alveoli. Lokasinya khas
yaitu langsung di bawah pleura bagian bawah
lobus superior atau bagian atas lobur inferior.
“Ghon focus” ini merupakan daerah yang
padat berukuran 1 sampai 1,5 cm berwarna
putih kelabu, yang kemudian membentuk
tuberkel dengan nekrosis sentral.

 Selanjutnya kelenjar limfatik regional juga ikut

dalam proses (kelenjar getah bening
trakeobronkial). Kombinasi lesi primer dan
kelenjar getah bening yang membesar
tersebut adalah “Ghon complex”. Sebagian
besar penderita tuberkulosis primer tidak sakit
dan kompleks Ghon ini akan mengalami
fibrosis, perkapuran dan kadang osifikasi.

 Tuberkulosis Sekunder
 Tahap infeksi tuberkulosis oleh kuman tuberkel

berasal dari dalam (endogen) atau dari luar
(eksogen), pada penderita yang telah sensitif
terhadap kuman tersebut. Lesi terdapat pada salah
satu atau kedua apeks paru, berupa daerah
berukuran 1 sampai 3 cm yang padat dan “caseous”,
terletak 1 sampai 2 cm dari permukaan pleura. Pada
umumnya tetap setempat dan tidak memberi
kelainan kelenjar limfatik. Tetapi nekrosis pengejuan
sentral bertambah banyak dan sekitarnya akan
mengalami fibrosis (“fibrotic walling-off”).

 Selanjutnya infeksi pada daerah apeks ini

dapat mengalami perubahan yang berikut :
 1. Menyembuh dengan pembentukan
jaringan parut, perkapuran. Terdapat pada
apeks suatu “fibrocalcified arrested
tuberculosis”.
 2. Dapat menyebar ke pleura dan memberi

fibrosis dan adhesi lokal pleura maupun
pleuritis dan “tuberculous empyema”.

 3. Dapat meluas dalam paru dan memberi

tuberkulosis paru yang progresif.
 4. Merusak bronkus dan memberi tuberkulosis
endotrakeobronkial, tuberkulosis laring.
 5. Bila tertelan dapat memberi tuberkulosis
intestinal.

 6. Melalui limfatik dan darah dapat memberi

“milliary tuberculosis” disebut demikian
karena makroskopik tampak sebagai biltilbintil yang halus berwarna kuning keputihputihan mirip “millet”. Kelainan milier ini
dapat pada paru, sumsum tulang, hati, limpa,
ginjal, adrenal, retina, tuba Fallopi,
endometrium dan selaput otak.

 7. Proses menjadi progresif pada salah satu

alat tubuh saja sebagai “isolated tuberculosis”
umumnya pada selaput otak (meningitis
tuberkulosa), ginjal (tuberkulosa renal),
adrenal, tulang (osteomielitis tuberkulosa),
tuba Falopi dan epididimis (tuberkulosis
genital

 Meskipun penyakit tuberkulosis memberi

suatu granuloma dengan nekrosis sentral
yang khas, tetapi perlu diusahakan untuk
memperlihatkan kuman tuberkulosisi yang
tahan asam dalam lesi atau dengan
pembiakan. Karena seperti diketahui, radang
granulomatik yang mirip dengan tuberkel
dapat juga terdapat pada lain-lain penyakit.

SELAMAT BELAJAR
GOD BLESS YOU