GEOGRAFI TRANSPORTASI MAKALAH TRANSPORTA docx

GEOGRAFI TRANSPORTASI
MAKALAH TRANSPORTASI INDONESIA

Dibuat oleh:
RAFELITO
NIM. 14136042

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang “Transportasi di Indonesia”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun, demikian penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini

dapat diselesaikan. Untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangatlah diharapkan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga makalah yang dibuat ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Padang, Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

...................................................................................

Daftar Isi....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakan......................................................................................
B. Rumusan Malah ..................................................................................
C. Tujuan ................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
1 Sistem Transportasi di Indonesia......................................................
2.Sistem Transportasi di Kota Bogota, Kolombia
Indonesia......................................................................

dan

Penerapannya

3. Sistem Transportasi di Kota Curitiba, Brazil dan Penerapannya di Indonesia
...............................................................................................................
4. Sistem Transportasi di Jepang dan Penerapannya di Indonesia
..................................................................................................................
5. Solusi Permasalahan Transportasi di Indoneisia
..................................... ............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................
B. Saran..................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................


di

BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Pemanasan global merupakan sebuah fenomena yang sedang terjadi di bumi ini.
Fenomena ini pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu natural caused dan human
caused. Natural caused lebih disebabkan karena umur bumi yang sudah semakin tua seiring
dengan berjalannya evolusi. Human caused merupakan penyebab yang disebabkan oleh
manusia dengan segala aktivitas dan gaya hidupnya. Dalam kenyataannya saat ini, human
caused merupakan penyebab yang paling dominan. Ada banyak hal yang mendasarinya tapi
yang paling utama adalah karena kesalahan pola pikir manusia yang konsumtif dan
egosentris.
Buruknya sistem penataan kota juga memberikan sumbangsih yang besar terhadap
pemanasan global. Pola guna lahan yang tidak beraturan serta tidak bertumpu pada
keselamatan lingkungan menyebabkan adanya ketimpangan antara pembangunan fisik
dengan keberlanjutan lingkungan. Pemahaman ini pada akhirnya tidak akan menciptakan
suatu pembangunan yang berkelanjutan dimana yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah
tidak hanya dinikmati oleh masyarakat masa kini saja namun juga generasi yang akan datang.

Hal ini dikarenakan apabila pembangunan fisik dilaksanakan terus menerus, maka
kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri secara alami adalah terbatas sehingga
nantinya lingkungan tersebut akan rusak yang diakibatkan oleh adanya aktivitas manusia.
Adanya pembangunan fisik harusnya diimbangi dengan kebutuhan akan ruang terbuka hijau
karena nantinya RTH ini yang akan membantu mengurangi efek kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh adanya pembangunan fisik tersebut. Jadi, pembangunan fisik dapat
dikatakan sia-sia apabila tidak diimbangi dengan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
memadai.
Adanya peraturan seperti RTRW yang mengharuskan bahwa suatu kawasan kota
harus memiliki paling tidak 30% Ruang Terbuka Hijau dari total keseluruhan lahan yang ada,
agaknya mulai ditinggalkan akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan banyaknya ruang terbuka
hijau yang dialihfungsikan sebagai lahan terbangun yang lebih mendatangkan nilai komersil.
Namun pada akhirnya, dampak pengalihfungsian ini juga akan dirasakan oleh masyarakat
sekitar sendiri, misalnya banjir. Lahan yang semula berfungsi sebagai resapan dan cadangan
air, diubah menjadi lahan terbangun yang kemudian menghambat peresapan air ke dalam
tanah. Akibat secara makro juga dapat dirasakan oleh masyarakat apabila semua wilayah

melanggar ketentuan minimal RTH 30% tersebut, yakni perubahan iklim yang sekarang ini
juga sudah dirasakan pada hampir wilayah dunia termasuk Indonesia.
Indonesia merupakan sebuah negara yang berperan sebagai paru-paru dunia dan

berfungsi sebagai penyeimbang lingkungan. Apabila Indonesia tidak menjaga keseimbangan
lingkungannya, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh internal masyarakat Indonesia
itu sendiri tetapi juga masyarakat di seluruh dunia.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai kalangan untuk mengurangi dampak
dari pemanasan global tersebut. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem transportasi
berkelanjutan. Hal ini didasari oleh tingginya intensitas kebutuhan manusia sebagai makhluk
sosial untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai keperluan, seperti
sekolah, bekerja, rekreasi, dll. Walaupun pada umumnya penerapan transportasi berkelanjutan
ini dipengaruhi oleh struktur suatu kawasan perkotaan, namun hal ini dapat juga berlaku
sebaliknya dimana jaringan transportasi menentukan bentuk struktur suatu kota. Pengertian
dari transportasi berkelanjutan disini adalah suatu alat yang dapat memenuhi kebutuhan
manusia untuk memindahkan keberadaan manusia itu sendiri ataupun barang. Dengan adanya
penerapan ini diharapkan dapat meminimalisir polusi udara yang kebanyakan dikarenakan
adanya pembuangan gas limbah dari suatu moda transportasi.
Adanya sebuah gagasan untuk membentuk suatu sistem pembangunan transportasi
yang berkelanjutan kemudian diikuti dengan berbagai penemuan oleh beberapa institut atau
individu dari berbagai penjuru dunia. Dari beberapa penemuan ini bahkan ada yang telah
diterapkan dan membawa banyak manfaat baik dari segi teknologi ataupun tingkat efisiensi
dan tingkat kenyamanan dalam transportasi. Jepang merupakan sebuah negara yang telah
banyak menerapkan sustainable transportation dan banyak dijadikan studi kasus khususnya

dalam hal teknologi dan pengembangan transportasi. Jepang menggunakan transportasi
dimana pada moda tersebut dapat menampung banyak penumpang dan dapat menempuh
suatu jarak dalam waktu yang sangat cepat serta menggunakan bahan bakar yang ramah
lingkungan. Shinkansen contohnya, merupakan salah satu kereta api yang terdapat di Jepang
yang menghubungkan kota-kota utama. Kereta ini digerakkan dengan tenaga listrik terpusat
yang diproduksi oleh PLTN sehingga mengurangi pencemaran dan polusi udara yang
diproduksi oleh kereta biasa yakni berupa karbondioksida (CO 2). Baiknya pengelolaan sistem
transportasi yang ada di Jepang menyebabkan masyarakatnya lebih memilih untuk
menggunakan sarana transportasi umum apabila dibandingkan dengan menggunakan
kendaraan pribadi. Hal ini jelas sangat mempengaruhi kadar polusi yang terdapat di Jepang.

Bogota, Kolombia merupakan sebuah kota yang juga sukses dalam menerapkan
sustainable transport nya. Hal ini berdasarkan adanya sistem bus cepat yang dinamakan
TransMilenio. Jenis transportasi ini merupakan salah satu jaringan modern yang
menghubungkan bus pada jalur khusus (busway) dan bus yang berukuran kecil (feeder).
TransMilenio ini juga dinilai sangat efisien karena dapat menampung penumpang menuju
berbagai sudut kota. Selain itu, Kota Curitiba, Brazil juga dapat dijadikan contoh dalam
berhasilnya penerapan sistem transportasi berkelanjutan. Kota ini lebih menonjolkan pada
kenyamanan transportasi umumnya yakni busway dan haltenya yang nyaman serta adanya
jalur khusus sepeda yakni sepanjang 1.500 km sehingga memberikan kenyamanan dan

keamanan tersendiri bagi pengendara sepeda. Dengan adanya peningkatan kualitas
transportasi umum ini maka masyarakat akan merasa lebih nyaman menggunakan
transportasi umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Hal ini kembali pada prinsip
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa peningkatan kebutuhan akan transportasi publik
akan mereduksi polusi udara secara signifikan.
Berbeda dengan negara Indonesia yang masih diklasifikasikan dalam kategori negara
berkembang, penggunaan kendaraan pribadi malah meningkat seiring dengan penambahan
dan pelebaran ruas jalan. Moda transportasi umum yang di Jepang dimanfaatkan sedemikian
rupa sehingga memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pemakainya, di Indonesia
malah dijadikan prioritas yang kesekian dalam tahap pembangunan. Padahal berdasarkan
kasus yang terjadi di Jepang, hal ini akan berdampak pada kondisi lingkungan yang lebih
baik. Terlebih, pergerakan manusia yang terdapat di Jakarta sebagai ibukota Indonesia
tergolong cukup tinggi sehingga apabila pembangunan lebih terkonsentrasikan pada
peningkatan kualitas angkutan umum, maka permasalahan pelik pada sistem transportasi di
ibukota yakni berupa kemacetan, akan dapat teratasi.
Namun seperti yang telah diketahui bahwa, pembangunan berupa perbaikan
transportasi di Indonesia tidaklah semudah membalikkan tangan. Rendahnya kualitas sumber
daya manusia menjadi faktor utama mengapa pembangunan dan perbaikan sistem transportasi
di Indonesia sulit terwujud. Sumber daya manusia ini dapat berasal dari pihak masyarakat
maupun pemerintah. Dari pihak masyarakat dapat berupa kurangnya perhatian dan rasa

memiliki khususnya dalam merawat dan menjaga sarana prasarana transportasi tesebut.
Banyak kasus yang dapat dijumpai di Indonesia misalnya, masyarakat mencoret-coret bus,
melempari kaca kereta dengan batu, mengotori angkutan umum seenaknya dan berbagai
tindakan lain yang akhirnya dapat mengurangi nilai keindahan dan fungsionalitas dari sarana
dan prasarana transportasi tersebut. Selain dari pihak masyarakat, peran pemerintah juga

berpengaruh banyak terhadap berhasil atau tidaknya suatu program pembangunan
transportasi berkelanjutan. Sebagai pihak yang memiliki kekuasaan penuh serta penentu
kebijakan, pemerintah haruslah melakukan kontrol dan evaluasi dalam proses pembangunan
transportasi berkelanjutan tersebut. Dengan adanya kontrol, maka segala bentuk pelanggaran
dapat ditindak dengan semestinya sehingga tidak mengganggu keberlangsungan sistem yang
lain. Proses evaluasi juga sangat diperlukan untuk mengidentifikasi adanya masalah secara
lebih awal sehingga dapat menetukan langkah antisipasi yang tepat dan masalah tersebut
tidak sampai mengganggu berjalannya proses pembangunan transportasi berkelanjutan
tersebut. Adanya evaluasi secara berkala juga dapat dijadikan parameter sebagai sukses atau
tidaknya pembangunan tersebut.
Selain berbagai permasalahan kompleks yang ada, sebenarnya Indonesia juga
memiliki potensi besar untuk mendapatkan pembangunan transportasi berkelanjutan. Hal ini
dikarenakan masih kurangnya jaringan transportasi yang sistematis dan memadai dalam
menghubungkan antar kota, karena pembangunan hanya terpusat pada kawasan ibukota saja,

yakni Jakarta. Adanya pembangunan yang tidak merata ini menyebabkan adanya kesenjangan
pada daerah-daerah tertentu sehingga daerah tersebut kesulitan dalam mengembangkan
potensi daerahnya. Seperti yang kita tahu bahwa dimana terdapat jaringan jalan yang
memadai, maka disitu pula daerah akan berkembang. Hal ini menjadi bukti akan pentingnya
pengaruh transportasi terhadap perkembangan suatu kota.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalahnya :
1. Prasarana dan moda transportasi darat, air dan udara?
2. Transportasi yang ada di Indonesia
3. Transportasi regional Indonesia

C.
1.
2.
3.

Tujuan Penulisan
Mengetahui prasarana dan moda transportasi darat, air dan udara
Mengetahui transportasi yang ada di Indonesia
Mengetahui transportasi regional Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
1 Sistem Transportasi di Indonesia
Sistem transportasi merupakan seluruh kesatuan dari komponen-komponen yang ada dalam
hubungannya dengan pergerakan manusia ataupun barang. Baik buruknya suatu sistem
tra.nsportasi akan berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup masyarakatnya. Sistem
transportasi dapat dikatakan baik apabila seluruh masyarakat mendapatkan haknya secara adil
dan merata baik itu karena mereka menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan
umum. Sebaliknya, suatu sistem transportasi dapat dikatakan buruk apabila masyarakat sudah
merasa tidak nyaman baik itu terhadap sarana ataupun prasarana transportasinya.
Salah satu kenyamanan dan hak yang harusnya didapatkan oleh pengguna jalan adalah
terciptanya kelancaran dalam berkendara. Dengan adanya kelancaran dalam berkendara
secara tidak langsung akan mereduksi jumlah polusi yang dihasilkan dibandingkan dengan
jalan yang terkena macet dimana kendaraan harus berhenti terlalu lama sehingga
pembakarannya terbuang secara percuma. Polusi inilah yang menjadi ancaman kesehatan
bagi para pengendara dan pejalan kaki, yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan penurunan kualitas udara. Polusi dapat disebabkan karena buruknya kualitas
dari sarana transportasi yang umum digunakan pada wilayah tersebut. Proses pembakaran
bahan bakar yang tidak sempurna menyebabkan limbah kendaraan menjadi hitam pekat dan

semakin tidak layak, khususnya pada kendaraan yang sudah tua. Perlu adanya suatu uji emisi
bagi kendaraan yang sudah tidak memenuhi standar.
Di Indonesia, salah satu penyebab semakin parahnya polusi udara adalah kemacetan,
yang merupakan suatu hal yang wajar dijumpai khususnya di Jakarta. Banyak hal yang
menyebabkan kemacetan antara lain pertumbuhan penduduk yang tidak dapat dikendalikan,
buruknya sistem jaringan jalan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menumbuhkan sistem
transportasi yang berkelanjutan. Adanya pertumbuhan penduduk yang pesat khususnya di
Jakarta memiliki banyak faktor pendorong, yakni terdapat banyak sekali pusat-pusat kegiatan
yang ada di Jakarta sehingga orang-orang akan dengan mudah mengakses pusat kegiatan
tersebut dan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya. Sehingga, sekalipun Jakarta
sudah overload seperti saat ini dimana kuantitas lahan tidak lagi memenuhi untuk
menampung banyaknya penduduk, masyarakat yang tidak dapat bertempat tinggal di Jakarta

akan memilih tempat tinggal di wilayah sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi. Adanya penyebaran tempat tinggal di wilayah-wilayah pendukung ini, menyebabkan
tingginya aktivitas pergerakan pada saat jam-jam sibuk yakni pagi hari pada saat berangkat
sekolah dan bekerja, siang hari saat jam makan siang dan sore hari saat pulang dari kantor
dan sekolah.
Dengan peningkatan volume kendaraan dari pergerakan ini, tidak ada penyeimbangan
dengan kapasitas jalannya. Dengan kapasitas jalan tetap dan volume kendaraan yang terus
bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lain, maka tidaklah heran bahwa kemacetan menjadi hal yang wajar terjadi.
Ditambah lagi pola jaringan jalan yang terdapat di Jakarta umumnya adalah konsentris linier
karena terdapat pemusatan jalan penghubung antar kota yang kemudian menyebar secara
linier menjadi ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan antar wilayah kawasan
fungsionalnya serta banyaknya jalan-jalan besar yang menghubungkan antar wilayah.
Berbeda dengan pola jaringan jalan grid network seperti yang diterapkan di Manhattan, New
York, Amerika Serikat, karena dengan pola tersebut akan dapat meningkatkan aksesibilitas
serta banyaknya jalan-jalan alternatif sehingga memudahkan masyarakat untuk menuju lokasi
atau pusat-pusat kegiatan dan pelayanan. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya berpusat
pada satu ruas jalan saja yang akhirnya akan menyebabkan penumpukan pada jam-jam sibuk
tersebut.
Selain karena faktor pertumbuhan penduduk dan sistem jaringan jalan, faktor lain
yang sebenarnya merupakan faktor yang paling menentukan adalah kesadaran dari
masyarakat itu sendiri untuk menciptakan suatu sistem transportasi berkelanjutan. Mengingat
buruknya sistem transportasi yang ada sekarang ini, dibutuhkan adanya suatu inovasi untuk
menciptakan transportasi yang tidak hanya efisien dalam menampung banyaknya orang, tapi
juga ramah lingkungan. Busway sebagai salah satu sarana transportasi umum yang telah
dilaksanakan dan dapat dilihat kelebihan dan kekurangannya, merupakan salah satu usaha
pemerintah dalam upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
Selain itu, bahan bakar busway yang ramah lingkungan juga membantu mengurangi dampak
pencemaran udara. Namun dengan pengadaan busway yang membutuhkan lahan tersendiri
untuk jalurnya, dirasa kurang ampuh dalam mengurangi permasalahan kemacetan yang ada di
Jakarta karena malah mempersempit kapasitas jalan. Sebelum adanya busway, dengan
kapasitas jalan yang lebih lebar, kemacetan sudah terjadi, apalagi dengan penambahan jalur

tersendiri bagi busway yang kapasitas angkutnya masih lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah angkut berbagai macam moda transportasi apabila tidak terdapat jalur busway
tersebut. Hal ini tentunya dapat diantisipasi dengan kebijakan dari pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas busway yang ada
sehingga pengurangan kendaraan pribadi dapat terlihat secara signifikan. Dengan adanya
kebijakan ini maka tentunya harus disertai dengan perbaikan kualitas, kuantitas dan
pelayanan dari fasilitas busway tersebut. Misalnya dengan penambahan moda busway untuk
mengatasi lonjakan penumpang sehingga masyarakat tidak perlu terlalu lama menunggu
untuk dapat memanfaatkan transportasi umum tersebut. Sedangkan peningkatan kualitasnya
dapat dilakukan dengan perbaikan terminal busway dan sistem informasi pemberhentian
sehingga masyarakat dapat merasa nyaman dan efisien dalam memanfaatkannya.
2. Sistem Transportasi di Kota Bogota, Kolombia dan Penerapannya di Indonesia
Bogota merupakan ibukota dari Kolombia, layaknya Jakarta sebagai ibukota Indonesia.
Berdasarkan berita yang dilansir dalam Vivanews, awalnya kondisi Jakarta dan Bogota
tidaklah jauh berbeda, bahkan kurang lebih tujuh tahun yang lalu, Bogota merupakan salah
satu dari tujuh kawasan terkumuh dan termacet di seluruh dunia. Namun karena adanya
perubahan secara radikal yang dilakukan oleh Enrique Penalosa sebagai walikota Bogota
periode 1998-2001, maka pelayanan transportasi publik sukses dilakukan utamanya dengan
pemberlakukan konsep jaringan bus cepat (Bus Rapid Transportation / BRT) yang dinamakan
Trans Millenio dan diresmikan pada tahun 2002.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Vivanews pada saat kunjungan Enrique Penalosa ke
Indonesia, beliau menganggap bahwa transportasi publik sangat penting khususnya untuk
wilayah perkotaan di negara berkembang. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan
alternatif transportasi yang lebih baik dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Pada
dasarnya, masyarakat berhak mendapatkan sarana transportasi yang memudahkannya untuk
bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa menilai dari apakah dia menggunakan moda
transportasi sepeda, mobil, kendaraan umum, dll. Kota Bogota sama halnya dengan Jakarta
yang merupakan bagian kota dari negara berkembang dimana pusat kegiatannya berada di
tengah kota atau pada bagian kota tertentu sehingga menyebabkan adanya pergerakan yang
memusat menuju ke satu arah. Berbeda halnya dengan pola guna lahan yang terdapat di
negara maju, karena disana tidak terdapat pusat-pusat kegiatan yang berada di tengah kota

karena para ahli menganggap hal tersebut tidak akan memberikan kenyamanan bagi para
pejalan kaki.
Oleh karena permasalahan dasar berupa perbedaan guna lahan antara negara
berkembang dan negara maju ini, maka cara penanganannya pun berbeda pula. Masyarakat
yang ada di negara berkembang harus ‘dipaksa’ untuk melakukannya yakni dengan
pelaksanaan sistem. Di Bogota misalnya, disana terdapat jalan dimana pada hari-hari tertentu
memang sengaja ditutup untuk memberikan kesempatan masyarakat untuk melakukan
rekreasi dengan bersepeda, atau kegiatan-kegiatan tanpa kendaraan bermotor lainnya.
Kebijakan ini dilandasi atas adanya persamaan hak bagi tiap-tiap masyarakat, bukan hanya
pemilik kendaraan bermotor saja, untuk menikmati infrastruktur jalan yang ada.
Pentingnya transportasi publik untuk kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan
ini tentunya juga harus diimbangi dengan adanya perbaikan kualitas dari transportasi umum
tersebut. Harus ada ‘nilai tukar’ yang menjanjikan untuk meyakinkan masyarakat untuk
beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Seperti di Paris misalnya, transportasi
disana dipilih oleh masyarakat karena dirasa lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan
kendaraan pribadi. Apabila mereka memilih menggunakan kendaraan pribadi akan memakan
waktu 1 jam. Berbeda dengan apabila mereka memilih menggunakan transportasi umum yang
hanya memakan waktu 15 menit. Dengan begitu, wajar apabila masyarakat lebih memilih
menggunakan transportasi umum karena dinilai lebih efisien.
Menurut Enrique Penalosa, pengeluaran masyarakat 35% dihabiskan untuk kegiatan
transportasi. Tentu menjadi alasan yang kuat untuk mengalihkan pengeluaran sebanyak itu
kepada sesuatu yang dinilai lebih efisien. Dengan penyediaan jalur tersendiri bagi moda
transportasi yang paling sederhana yakni sepeda (ciclovias), tentunya hal ini akan
memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan yang diterima masyarakat
dapat berupa penghmatan dalam pengeluaran tersebut. Selain itu, terciptanya suatu
lingkungan yang kondusif dan minim akan polusi sehingga memperkecil resikoorang untuk
terkena penyakit, khususnya gangguan pernapasan. Perlu adanya penekanan pula dari
pemerintah untuk menarik statement bahwa sepeda hanyalah moda transportasi untuk orang
miskin, karena sama halnya dengan mobil, pengguna sepeda juga harus diperhatikan terlebih
lagi berdasarkan kondisi eksisting di Jakarta sendiri dimana pengguna sepeda seringkali
terabaikan haknya.

Langkah lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah seiring dengan pembatasan penggunaan
jumlah kendaraan pribadi dapat dicontoh dari kebijakan yang telah dilakukan oleh negaranegara maju, yakni dengan pemberlakuan pajak yang relatif besar yakni US$ 20 sehingga
membuat masyarakat untuk berpikir dua kali untuk memiliki kendaraan pribadi. Selain
dengan pemberlakuan pajak tinggi, dapat juga dengan membatasi lahan parkir pada gedunggedung bertingkat. Hal ini tentunya masih diperbolehkan sejauh dalam batas wajar, karena
pada dasarnya hal itu bukanlah merupakan kewajiban dari pemerintah. Terlebih lagi, apabila
tersedia lahan parkir yang jauh dari kuantitas moda yang ada, akan menimbulkan keinginan
masyarakat untuk membeli kendaraan pribadi karena mereka menganggap masih terdapat
lahan yang tersedia. Apabila 1.000 orang memiliki pemikiran yang sama tentang ini, tentunya
akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap jumlah transportasi yang terdapat pada
kota tersebut.
Namun perlu adanya pemahaman bahwa antara kemacetan dan mobilitas merupakan dua hal
yang sangat berbeda. Bagaimanapun, pergerakan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi
seorang manusia. Jadi, keberadaannya sendiri tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama
sekali. Yang diperlukan oleh pemerintah adalah kontrol yang menyeluruh dan terkonsep atas
kepemilikan kendaraan pribadi sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan
transportasi umum. Sehingga yang perlu ditekankan kepada pemerintah mengenai kemacetan
yang memang sudah membudidaya di Jakarta utamanya, bukanlah bagaimana mengurangi
kemacetan dengan pelebaran jalan karena sama halnya dengan lahan parkir yang telah
dijelaskan, hal tersebut malah akan memicu pertumbuhan kendaraan pribadi.
Konsep yang ada di Bogota yakni pembangunan sarana transportasi cepat berupa busway dan
pembangunan jalur bagi sepeda serta pejalan kaki merupakan contoh yang patut ditiru dalam
proses pembangunan khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Pengadaan busway Bogota
dinilai lebih sukses apabila dibandingkan busway yang ada di Jakarta, hal ini dikarenakan
adanya pengelolaan yang terintegrasi antara pihak swasta dan pemerintah. Maksudnya,
kepemilikan bus dapat dimiliki oleh swasta namun merupakan infrastruktur dari pemerintah.
Dengan adanya pemahaman konsep tersebut, maka tidak akan terjadi salah paham dan
monopoli dari satu pihak terkait dengan pengadaan sistem transportasi yang berkelanjutan.
Selain itu, Penalosa juga menilai dalam kunjungannya ke Indonesia bahwa busway yang
terdapat di Jakarta masih belum memenuhi standar karena lebar pintunya masih terlalu kecil
sehingga menyusahkan bagi para pengguna kursi roda yang ingin menggunakan busway

tersebut. Selain itu, menurutnya jangka waktu tunggu bus juga dinilai terlalu lama sehingga
mengganggu kenyamanan penumpang serta menyebabkan adanya penumpukan penumpang
di belakang. Yang harus dilakukan adalah mengadakan perbaikan baik secara operasional
ataupun manajerialnya sehingga transportasi umum ini dapat berfungsi maksimal dan
membawa pengaruh baik yang besar bagi masyarakat.
Seperti yang kita ketahui bahwa Jakarta sudah dipenuhi dengan lahan terbangun
sehingga sangat sedikit tersedia Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini menyebabkan kecilnya
kemungkinan pembukaan jalur yang diperuntukkan khusus bagi para pengguna sepeda dan
pejalan kaki. Hanya dengan tekad yang serius dari para stakeholder dan kesadaran
masyarakat akan kebutuhan jalur tersebut, maka bukan mustahil jalur tersebut akan terwujud.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan sebaiknya membuat rancangan yang sedetail mungkin
mengenai perencanaan jalur khusus pengguna sepeda dan pejalan kaki sehingga dapat
mengantisipasi adanya permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul dan dapat dicari
jalan keluarnya sebelum tahap pembangunan dimulai. Selain pemerintah, masyarakat juga
harus memiliki kesadaran bahwa jalur tersebut agaknya merupakan kebutuhan bersama dan
harus dirawat sebaik-baiknya secara bersama-sama pula.
3. Sistem Transportasi di Kota Curitiba, Brazil dan Penerapannya di Indonesia
Kota Curitiba, Brazil merupakan sebuah kota yang tergolong kumuh dan macet pada tahun
1970-an. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi Jakarta saat ini. Namun karena adanya
inovasi yang dikemukakan oleh Jaime Lerner, arsitek Universitas Federal Parana, maka kota
ini dapat berubah secara drastis sehingga pada tahun 1996 kota ini mendapatkan predikat
sebagai the most innovative city in the world. Kondisi yang berbalik secara signifikan ini
disebabkan karena komitmen yang kuat dari pemerintahnya sendiri untuk membangun suatu
kota yang mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan.
Pertama, perubahan dilakukan pada desain tata kotanya yang kemudian menurut Navastara
(2007) mendorong adanya perubahan radikal pada sistem transportasinya. Pemerintah
Curitiba kemudian membangun jalan-jalan yang menghubungkan tempat tinggal penduduk
langsung menuju ke pusat kota. Oleh karena itu, busway dijadikan alat transportasi utama.
Selain busway, disini juga terbangun jalur khusus sepeda sepanjang 150 km yang dapat
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pengguna sepeda. Karena disana,
pengguna sepeda sangat dihormati keberadaannya layaknya pengguna mobil dan busway.

Busway yang terdapat di Curitiba sebenarnya tidak jauh berbeda apabila dibandingkan
dengan yang terdapat di Jakarta. Hanya saja, pengelolaannya dibuat dengan sedemikian
kreatif, efektif dan efisien sehingga menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan
kendaraan pribadi. Moda yang digunakan dalam sistem ini adalah bus gandeng ganda (biarticulated bus) yang menampung 270 penumpang dengan waktu tunggu kurang lebih dua
menit. Desain haltenya berupa silinder transparan yang dilengkapi dengan lift untuk
pengguna kursi roda dan pintu yang dapat terbuka secara otomatis. Pintu bus sengaja dibuat
lebih lebar dibandingkan yang sudah ada di Jakarta sekarang ini karena memperhitungkan
masyarakat cacat yang menggunakan kursi roda dan saat terbuka terdapat lantai tambahan
yang dapat menempel sampai bibir lantai halte. Dengan harga tiket yang apabila
dinominalkan menjadi rupiah, hanya berkisar antara Rp 3.600, maka jelas moda transportasi
ini tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan petinggi saja tetapi juga kalangan menengah ke
bawah.
Jalur busway ini juga memiliki lebar dua kali lipat dari lebar jalan mobil pribadi. Sehingga
pada pengoperasiannya, busway ini benar-benar bebas hambatan, tidak seperti di Jakarta
dimana lajur busway terkadang masih digunakan sebagai lalu lintas moda transportasi yang
lain seperti mobil atau motor yang dikarenakan juga kurangnya pengawasan dari pihak
terkait. Rute busway ini diatur sedemikian hingga sehingga dapat menghubungkan berbagai
kawasan dengan mudah.
Dengan latar belakang Kota Curitiba yang hampir sama dengan kota-kota besar yang
ada di Indonesia, bukan tidak mungkin apabila konsep yang terdapat di kota ini dapat
diaplikasikan pula di kota-kota di Indonesia. Kekuatan utama yang menopang keberhasilan
perencanaan radikal kota ini berasal dari kekuatan seorang Jamie Lerner yang berhasil
mengintegrasikan antara konsep dan desain kota yang berkelanjutan dengan penyediaan
Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pemerintah tetap memegang kekuatan penuh atas kesuksesan
perencanaan ini dikarenakan konsepnya yang radikal sehingga menyebabkan perlunya
komitmen dan realisasi yang penuh dan tidak hanya baik diatas kertas saja. Kemudian faktor
pendukung lain yang juga menentukan keberhasilan pembangunan ini adalah adanya
partisipasi aktif dari masyarakatnya. Segala opini dari masyarakat menjadi pertimbangan
utama dalam segala bentuk pengambilan keputusan dan dengan hal ini maka masyarakat
tidak hanya ditempatkan sebagai objek pembangunan tetapi subjek pembangunan yang juga

memiliki wewenang dan kontrol terhadap pembangunan yang dilakukan serta berhak
melakukan evaluasi apabila terhadap penyimpangan dalam realisasinya.
Indonesia merupakan negara kaya yang memiliki banyak potensi baik dari segi sumber daya
alam maupun sumber daya manusianya. Sumber daya alam dan manusia ini hanya perlu
diolah supaya memiliki kualitas yang teruji dalam skala internasional. Seperti di Curitiba,
Brazil, hanya membutuhkan satu orang yang kemudian didukung oleh berbagai pihak untuk
dapat menciptakan suasana kota yang berkelanjutan. Hanya dalam waktu kurang lebih 40
tahun, kota ini sudah memberikan pelajaran bagi seluruh kota-kota yang ada di dunia bahwa
dengan kemauan untuk berubah menjadi lebih baik maka harapan tersebut akan terwujud
walaupun tidak mudah.
Tahap evolusi ini bukan melalui sesuatu yang sederhana seperti hasil yang dapat dinikmati
sekarang, namun melalui tahap-tahap yang rumit. Pada proses pembangunan transportasi
berkelanjutan ini misalnya, harus ada perubahan guna lahan untuk mendukung optimalisasi
dari fungsi busway yang ada. Tahap ini tentu saja bukanlah langkah yang mudah mengingat
perlunya pematangan konsep dan prakiraan mengenai apa-apa saja yang mungkin akan
terjadi baik pada saat konstruksi ataupun pasca konstruksi. Sehingga dengan adanya
perkiraan yang maksimal, akan mengurangi tingkat kegagalan karena segala alternatif dari
perkiraan tersebut sudah diperhitungkan dengan matang.
Apabila tenaga ahli yang ada di Indonesia untuk melaksanaan perencanaan radikal seperti ini
merupakan tenaga ahli yang memang berkompeten dalam bidangnya, maka bukan tidak
mungkin Indonesia dapat memiliki nasib yang serpa dengan Curitiba, Brazil. Harus ada
partisipasi aktif dari masyarakat Indonesia pula sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah
atas proyek pembangunan tersebut. Opini dari masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras dan adat istiadat tentunya akan semakin membuka pandangan
pemerintah dalam mengambil kebijakan yang paling optimal dan memberikan keuntungan
bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
Terkait dengan pengadaan radar yang terdapat di Kota Kuritiba dalam halnya untuk
mengurangi angka kecelakaan, agaknya masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan
keterbatasan biaya mengingat radar tersebut pastilah menggunakan perangkat teknologi yang
sangat canggih dan mutakhir. Belum lagi akan banyak sekali oknum-oknum tidak
bertanggung jawab yang akan menyalahgunakan fungsi radar tersebut dari kegunaan semula.

Hal ini tentu akan mengurangi efektivitas radar yang akhirnya menyebabkan kerugian bagi
negara dalam jumlah besar.
Penerapan busway di Kuritiba sangat berbeda dengan yang ada di Jakarta. Dari segi fisik
dapat dilihat dari model halte busway. Di Kuritiba model haltenya disesuaikan dengan
banyaknya iklim yang terdapat pada daerah tersebut, serta berbagai perubahan cuaca
sehingga apabila hujan turun maka calon penumpang tidak akan kehujanan dan pada saat
matahari terik maka mereka tidak akan merasa kepanasan. Selain itu juga terdapat lift yang
dapat memudahkan para pengguna kursi roda untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan
yang ada. Bentuk halte yang berupa silinder transparan juga meningkatkan estetika kota dan
secara tidak langsung dapat membangkitkan minat masyarakat untuk memanfaatkan busway
tersebut.
Lebar jalur busway Kuritiba yang dua kali lebih besar dibandingkan dengan jalur
untuk kendaraan pribadi, merupakan refleksi dari prioritas yang dibentuk oleh pemerintah
Kuritiba. Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan dan concern kepada transportasi
publik tanpa mengesampingkan kebutuhan prasarana untuk kendaraan pribadi. Adanya
bentuk skala prioritas ini merupakan wujud bahwa pemerintah Kuritiba sangat peduli
terhadap lingkungan. Karena dengan peningkatan penggunaan transportasi publik, dapat
mengurangi jumlah emisi gas buang. Misalnya apabila transportasi publik tersebut dapat
menampung 270 penumpang yang kesemuanya memiliki kendaraan pribadi apabila jumlah
gas buang yang dihasilkan oleh busway sama dengan 10 gas buang yang dihasilkan oleh
masing-masing kendaraan pribadi, maka akan terlihat perbedaan besar diantara keduanya.
Yang terakhir dan terpenting apabila sistem ini akan diaplikasikan di Indonesia adalah
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan transportasi publik. Banyak
masyarakat Indonesia yang lebih mempertahankan prestige dan harga diri bahwa apabila
menggunakan kendaraan pribadi maka akan meningkatkan status sosial. Perubahan pola pikir
ini tidak dapat diubah dalam waktu yang singkat melainkan harus dari pendidikan yang
mendasar dan ditanamkan sejak kecil. Sehingga seiring dengan pergantian generasi,
terbentuklah suatu sumber daya manusia yang berkualitas dan mengedepankan konsep
keberlanjutan dalam pembangunan.

4. Sistem Transportasi di Jepang dan Penerapannya di Indonesia
Jepang merupakan sebuah negara yang terkenal karena peningkatan teknologi khususnya
dalam bidang transportasinya yang pesat. Sempat mengalami kekalahan pada Perang Dunia II
dan adanya serangan bom atom yang menghancurkan dua kota besarnya yakni Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1942 dan 1945 tidak lantas membuat Jepang terpuruk dan terbelakang.
Justru dengan adanya kejadian tersebut, Jepang justru semakin giat untuk melakukan
berbagai langkah pembuktian diri.
Salah satu inovasi nyata Jepang untuk membuktikan diri kepada dunia adalah dengan
dibentuknya kereta api super cepat bernama Shinkansen. Shinkansen atau yang biasa juga
disebut bullet train karena bentuk moncong depannya yang menyerupai tabung, merupakan
kendaraan yang memiliki kecepatan maksimal hingga 300 km/jam dan merupakan yang
tercepat di dunia (hingga masuk ke dalam Guiness Book of Record). Kereta ini dibangun pada
tahun 1964 dalam rangka olimpiade Tokyo dengan rute pertama menghubungkan antara
Tokyo dan Osaka, dua kota yang sangat pesat pertumbuhan ekonominya, dimana apabila
menggunakan kereta biasa akan memakan waktu 10 jam dan apabila menggunakan
Shinkansen hanya 3 jam. Seiring dengan berjalannya waktu, sampai saat ini sudah terdapat
tujuh jalur Shinkansen yakni Tokaido Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Osaka),
Sanyou Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Hiroshima, Hakata), Tohoku Shinkansen
(menghubungkan Tokyo dengan Sendai, Morioka), Joetsu Shinkansen (menghubungkan
Tokyo dengan Niigata), Yamagata Shinkansen (menghubungkan Tokyo dengan Yamagata),
Akita Shinkansen )menghubungkan Tokyo dengan Akita), dan Nagano Shinkansen
(menghubungkan Tokyo dengan Nagano). Untuk rute Shinkansen terakhir yakni Nagano
Shinkansen yang menghubungkan Tokyo dengan Nagano, baru diresmikan pada Oktober
1997.
Menurut Adz Dzikr (2009) dalam blognya, tiap harinya Shinkansen mengangkut
hingga 800.000 orang dan menempuh jarak hingga 430 km yang setara dengan perjalanan 12
kali mengelilingi dunia. Kereta listrik ekspress ini juga memiliki ketepatan waktu yang luar
biasa dan rekor terburuknya hanya terlambat 12 detik dari jadwal, dan terjadi pada tahun
2003. Meskipun pada musim liburan jumlah penumpang dapat melonjak hingga dua kali lipat
dari penumpang biasanya, namun tidak ada yang sampai melakukan tindak-tindak berbahaya
seperti naik ke atas gerbong. Hal ini murni karena kesadaran masyarakat Jepang yang
memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan antar penumpang itu sendiri. Terlebih apabila

ada orang yang sengaja naik ke atas gerbong kereta dengan kecepatan maksimal mencapai
300 km/jam tersebut, maka hal tersebut terkesan seperti tindakan bunuh diri.
Perbedaan fisik Shinkansen dan rel kereta api biasa terletak pada relnya dan frekuensi
pengecekan kondisi rel dan perangkatnya yang dilakukan secara rutin setiap sepuluh hari
sekali. Selama jangka waktu tersebut, Adz Dzikr (2009) menyatakan bahwa akan terdapat
kereta inspeksi tersendiri yang juga disebut sebagai ‘doctor yellow’ yang mengecek kondisi
kabel, rel dan peralatan sinyal di seluruh jaringan rel, dengan kecepatan yang sama dengan
Shinkansen sendiri. Kerusakan yang ditemukan walaupun sekecil apapun akan segera
diperbaiki guna mengantisipasi kemungkinan kecelakaan karena kecepatannya yang sangat
tinggi yang tidak memungkinkan bagi masinis untuk memperhatikan sinyal-sinyal yang
terdapat di samping-samping rel. Dengan adanya sistem inspeksi, peralatan dan pengendalian
yang canggih dan mendetail ini, maka tidaklah heran bahwa Shinkansen merupakan sarana
transportasi yang teraman sekaligus tercepat di seluruh dunia.
Sudah terbukti bahwa negara Jepang merupakan negara yang mengedepankan kualitas dan
kenyamanan bagi masyarakatnya untuk melakukan pergerakan. Padahal dengan bentuk
Jepang yang terdiri dari berbagai macam kepulauan, justru transportasi darat yang
ditonjolkan. Tiap-tiap kota di Jepang telah dipenuhi dengan sistem jaringan jalan yang
sistematis sehingga memudahkan masyarakatnya untuk mencapai daerah tertentu dengan
berbagai macam pilihan moda transportasi. Dengan baiknya kualitas dari transportasi umum
yang ada, maka tidaklah heran kalau masyarakat di Jepang lebih memilih untuk
menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi karena dinilai lebih efektif dan
efisien baik dari segi waktu maupun biaya.
Mengapa kereta api merupakan moda transportasi yang diutamakan pembangunannya di
Jepang? Hal ini dikarenakan luas lahan Jepang yang terbatas. Tidak seperti di kota-kota lain
yang berkembang dengan mengedepankan konsep busway, lebar jalan yang ada di Jepang
tidak memungkinkan pembukaan jalur khusus busway yang nantinya tentu akan berdampak
pada kemacetan lalu lintas. Dengan kereta yang hanya bermodalkan rel sebagai prasarananya
yang bisa dikonsep dimanapun, termasuk di desa-desa yang berbukit atau malah di tepi laut,
maka dapat menghemat penggunaan lahan serta dapat menyelesaikan masalah tanpa
menambahnya dengan masalah baru.

Apabila Indonesia mencoba mengaplikasikan sistem transportasi seperti di Jepang, perlu
adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang signifikan. Hal ini dikarenakan
kereta api Shinkansen seperti yang diterapkan di Jepang sistem pengelolaannya sudah
berorientasi pada mesin dan teknologi. Kecepatan sudah diatur sedemikian rupa, begitu juga
dengan kendala-kendala yang mungkin terjadi, sehingga keterlambatan merupakan suatu hal
yang dianggap memalukan serta tidak wajar. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa
keterlambatan kereta Shinkansen terparah adalah pada tahun 2003 yakni selama 12 detik dari
jadwal keberangkatannya semula. 12 detik tidak memiliki arti yang besar bagi masyarakat
Indonesia tapi bagi masyarakat Jepang, 12 detik sangatlah berharga. Hal ini menunjukkan
betapa mereka disiplin dan sangat berorientasi pada profesionalitas kerja dan manajemen
waktu yang baik.
Meski Indonesia masih terlihat belum siap dalam menerima transportasi dengan teknologi
tinggi, namun berdasarkan berita yang dihimpun oleh TeleInformasi.com, nyatanya Indonesia
sudah menandatangan sebuah Memorandum of Agreement (MoA) di Los Angeles mengenai
proyek berbudget US$ 3 miliar bernama Hydrogen Hi-Speed Rail Super Highway (H2RSH).
Sarana transportasi bermediakan rel magnet ini nantinya akan menghubungkan antara
Jakarta-Cirebon-Bandung. Moda transportasi ini selain mengunggulkan kecepatannya yang
luar biasa juga mengusung tema dengan konsep ramah lingkungan sesuai dengan namanya.
Studi kelayakan pembangunan ini sudah dilaksanakan sejak tanggal 11Januari 2010 yang lalu
dan akan dilaksanakan selama 90 hari. Dari hasil studi ini, apabila dinilai layak maka dalam
waktu kurang lebih dua tahun maka kereta ini sudah dapat beroperasi, dan ini menjadikan
Indonesia sebagai tempat pertama yang menggunakan moda transportasi ini.
Sebenarnya banyak hal yang harus dipersiapkan selain materi dan kelayakan moda ini untuk
digunakan di Indonesia. Yang terpenting adalah kesiapan para sumber daya manusianya
dalam menyikapi sebuah terobosan baru tanpa tahapan. Bisa dikatakan tanpa tahapan karena
sebelumnya masyarakat Indonesia belum pernah menggunakan moda transportasi yang
memiliki konsep seperti ini. Dengan pengadaan busway TransJakarta tidak menjamin
masyarakat Indonesia siap dengan pengadaan kereta supercepat yang ramah lingkungan ini.
Terlebih lagi, busway yang terdapat di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan dalam
hal kualitasnya. Mengapa pemerintah tidak terkonsentrasi dalam memperbaiki sistem
transportasi yang ada terlebih dahulu, barulah kemudian menciptakan suatu terobosan baru?
Tentunya banyak yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Kesiapan masyarakat yang

dimaksud tidak terbatas pada itu saja, tetapi juga pada kemampuan masyarakat untuk mau
bersama-sama menjaga dan menimbulkan ‘sense of belonging’. Dengan menumbuhkan
kepekaan ini maka segala kemungkinan buruk dapat diminimalisir.
Terlepas apakah moda transportasi ini layak atau tidak untuk dioperasikan di Indonesia,
pengadaan moda ini yang hanya terdapat di Jakarta-Cirebon-Bandung seolah memang
mengindikasikan bahwa pemerintah memang sengaja meningkatkan kualitas transportasi di
sekitar Jakarta saja. Kita ambil contoh Shinkansen, yang pengadaan rute pertamanya
menghubungkan Tokyo (sebagai ibukota) dan Osaka. Osaka disini berperan sebagai pusat
perekonomian atau dapat dikatakan ibukota kedua setelah Tokyo. Sedangkan, seperti yang
kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan pesat selain Jakarta adalah
Surabaya. Surabaya sudah tidak lagi tergolong kepada kota metropolitan, namun
megapolitan, sama dengan Jakarta. Hal ini dikarenakan peningkatan penduduknya yang
pesat, terdapat banyaknya pusat-pusat kegiatan, serta adanya aktivitas ekonomi yang hampir
menyamai ibukota. Alangkah sayangnya apabila moda transportasi ini tidak menghubungkan
antara Jakarta dengan Surabaya.
Berdasarkan kondisi eksisting, pergerakan komuter dari Jakarta-Bandung atau JakartaCirebon dan sebaliknya, merupakan suatu hal yang wajar terjadi. Bisa diumpamakan bahwa
kebutuhan Bandung terhadap Jakarta sama halnya dengan kebutuhan Malang dengan
Surabaya. Selain karena waktu tempuhnya yang tidak terlalu jauh juga karena masyarakat
tidak mendapatkan kesulitan yang fatal terkait dengan pergerakan Malang-Surabaya atau
dalam hal ini Bandung-Jakarta. Shinkansen merupakan kereta api yang menghubungkan antar
kota dalam jarak yang relatif jauh yang apabila dibuat perumpamaan, apabila menggunakan
kereta biasa, waktu tempuhnya adalah 10 jam dan apabila menggunakan Shinkansen dapat
menurun drastis menjadi 3 jam. Efisiensi waktu disini jelas sangat terlihat. Sedangkan
Bandung dan Jakarta yang kurang lebih hanya memakan waktu 3 jam, hanya akan direduksi
waktu perjalanannya menjadi beberapa menit.
Meskipun moda transportasi ini memegang konsep ramah lingkungan, namun apabila moda
ini malah digunakan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah pergerakan, tentu
konsep dasarnya menjadi salah kaprah. Pemerintah tidak lagi memegang prinsip
pembangunan yang merata dan pembangunan sarana transportasi yang dapat mengalihkan
penggunaan kendaraan pribadi menjadi transportasi umum. Apabila terdapat kesalahan dari
maksud pemerintah yang sepele seperti ini saja, maka nantinya moda transportasi ini tidak

akan banyak berguna. Misalnya, seiring dengan membludaknya jumlah pergerakan manusia
dari Bandung dan Jakarta, menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat akan
transportasi ini. Peningkatan kebutuhan ini tidak diiringi dengan kesigapan pemerintah untuk
menyiapkan moda transportasi dengan kuantitas yang lebih banyak lagi. Akibatnya,
masyarakat mempertanyakan keefisienan moda transportasi ini dan kemudian beralih kembali
menggunakan kendaraan pribadi. Keadaan seperti ini dapat juga dikatakan sebagai ‘lingkaran
setan’ karena dari keadaan yang baik / sangat baik dapat menjadi buruk dan sangat buruk
yang disebabkan karena adanya peningkatan, dalam hal ini adalah peningkatan calon
penumpang yang tidak terlayani oleh moda transportasi H2RSH ini.
Perlu adanya tinjauan kembali mengenai fungsi dari kehadiran moda transportasi ini. Apakah
ia memang berfungsi untuk mempermudah aksesibilitas menuju suatu kawasan atau malah
berfungsi untuk meningkatkan intensitas pergerakan.
5. Solusi Permasalahan Transportasi di Indoneisia
Banyak sekali penyebab mengapa suatu transportasi dapat dilaksanakan di negara lain,
namun di Indonesia tidak bisa, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat
Indonesia untuk memasuki persaingan global dan menghadapi suatu perencanaan radikal
yang entah kapan, namun pasti akan terjadi. Perencanaan radikal ini ditempuh sebagai upaya
akhir dari pemerintah untuk menyamakan kedudukan dengan perkembangan transportasi di
negara-negara lain.
Masyarakat sebagai subjek pembangunan haruslah memanfaatkan peran tersebut dengan
sebaik-baiknya. Pada tahappra konstruksi sebuah perencanaan sistem transportasi, hendaknya
msyarakat mengemukakan pendapatnya dengan sebaik mungkin sehingga nantinya
pendapatnya tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan
kebijakan yang akan diambil berikutnya. Namun belajar dari pengalaman-pengalaman
sebelumnya, masyarakat cenderung berdemo anarki dalan mengemukakan pendapatnya, yang
biasanya berujung pada perusakan objek pembangunan, misalnya saja busway TransJakarta.
Dulu pada saat awal-awal bus ini muncul, sempat terdapat polemik mengenai pro don kontra
moda transportasi ini. Mereka yang tidak setuju karena menganggap busway hanya akan
menambah kemacetan yang ada di Jakarta kemudian melakukan tindakan-tindakan yang
merusak fasilitas sarana dan prasarana transportasi umum tersebut.

Sama halnya dengan orang-orang yang tidak menjaga kebersihan dari busway tersebut, dapat
dengan membuang sampah sembarangan di dalamnya, melakukan aksi corat-coret di dinding
haltes busway, yang secara tidak langsung akan mengurangi nilai estetika kota. Dari hal-hal
kecil tersebut yang membuat transportasi umum di Indonesia terlihat kumuh seperti angkotan
umum. Mungkin dulunya, angkutan umum tersebut dibuat bersih dan senyaman mungkin
dengan kebutuhan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan dan minimnya ‘sense
of belonging’ dari masyarakat itu sendiri kepada moda tersebut, jadilah angkutan umum
menjadi seperti sekarang keadaannya. Kumuh dan tidak terawat.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan juga harus memahami apa yang sebenarnya benarbenar dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak saja mengedepankan visi untuk membangun sebuah
moda transportasi yang super canggih dan belum terdapat dimanapun, tapi lebih kepada
pertanyaan dasar, ‘apakah itu diperlukan?’. Apabila hal tersebut tidak begitu diperlukan,
maka sebaiknya pemerintah terfokus pada hal-hal yang memang benar-benar sedang
dibutuhkan masyarakat supaya nanti hasil dari pembangunan tersebut tidaklah salah sasaran.
Hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh tidak hanya satu atau beberapa kalangan saja
namun semua kalangan dan elemen masyarakat.
Sistem transportasi berkelanjutan merupakan sebuah gabungan dari sistem-sistem lain yang
mendukung suatu keadaan transportasi yang tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat
sekarang tetapi juga generasi yang akan datang. Salah satu langkah yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan adalah dengan
mengalihkan konsumsi BBM bersubsidi ke pertamax. Beragam reaksi muncul dari
masyarakat akibat fenomena ini. Namun pada akhirnya, masyarakat merasa mau tidak mau
menerima kebijakan dari pemerintah demi kelancaran aktivitas pergerakan mereka.
Perlu adanya kajian yang mendalam tentang maksud pemerintah mengalihkan premium
sebagai BBM bersubsidi ini menuju pertamax. Keterbatasan sumber daya untuk BBM
menjadi alasan utama p