BMT MERUPAKAN LEADING SECTOR UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO

  

BMT MERUPAKAN LEADING SECTOR UNTUK PEMBIAYAAN

USAHA MIKRO

Oleh:KMT.Lasmiatun.

  

Abstract

  BMT is one of the micro economy organization which focused for increasing the exertion quality and member prosperity in particular and its society in general by menas of giving the financial capital loan. BMT plays role and function in some cases for reaching that goal : The first, identified, mobilized, organized, motivated, and developed the economic potency of member and muamalat member group in its region of occupation. The second, raised the quality of member human resources for being more professional and “islami” with the result that more and more intact and strong in facing the global rivalry. The thirth, supported and mobilized the public potency for raising the member prosperity, except that, also could give the added value for member and society. The fourth, be a financial mediator between agniya’ as shohibul maal and dhu’afa as mudharub, especially for social donation like zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah and etc. BMT, in this case, as a amil who asking it and furthermore, it would be distributed again for the group of society in case of need. The fifth, be a financial mediator between fund owner, as a financier and depositor with fund user for developing productive effort.

  Keywords:BMT.

  PENDAHULUAN.

  Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga menyajikan pandangan dalam konteks aktivitas ekonomi manusia. Dasarnya ada dalam teks yang suci sebagai petunjuk bagi perilaku manusia. Ekonomi Islam merupakan warisan yang kaya dari pemikiran muslim untuk dibuka kembali meskipun kebanyakan dari hal-hal tersebut tidak bisa langsung diaplikasikan dalam waktu sekarang tetapi memberikan ladang subur untuk menyelidiki di masa depan.

  Ada beberapa faktor berkembangnya ekonomi Islam, yakni; pertama, adanya ketidakpuasan yang sangat besar dalam hal penyelesaian masalah-masalah ekonomi dan cara-cara yang digunakan. Kedua, arti penting ekonomi neoklasik mempunyai dasar yang sempit dan mempunyai asumsi yang tidak realistik tentang manusia. Ekonomi pasar telah banyak dipertahankan pendekatan dan kesimpulannya. Ketiga, selama kolonial terjadi, maka ajarannya masuk ke dalam nilai budaya penduduk setempat, lembaga sosial dan teknologi lokal negara jajahan. Keempat, Ekonomi internasional timbul sebagai hasil pemikiran ekonomi yang lebih banyak mengeksploitasi negara miskin ke Negara yang kaya. Ketidakseimbangan antara keduanya tidak memberikan pelayanan keadilan dan persaingan yang jujur. Mekanisme ekonomi secara keseluruhan telah dibuat untuk mengabadikan hegemoni kemajuan industri, yang sekarang ini telah disadari secara luas akan membawa benih kehancuran sendiri. Dari sinilah dibutuhkan sebuah perasaan yang segar dalam tatanan ekonomi.

  Capaian regulasi tentang perbankan syari’ah berupa undang-undang, hadirnya Direktorat Perbankan Syari’ah di Bank Indonesia, usulan asuransi syari’ah di bawah naungan Departemen Keuangan dan dikeluarkannya 61 fatwa tentang perekonomian yang berbasis syari’ah oleh DSN-MUI, kiranya belum dapat dijadikan ukuran sebagai political will pemerintah. Padahal, masyarakat pada hakekatnya hanya membutuhkan suatu sistem dan mekanisme ekonomi yang lebih menjanjikan kesejahteraan dan keadilan. Dengan demikian ekonomi syari’ah dapat disebut icon market driven dalam percaturan perekonomian nasional.

  Akibat perekonomian global, baik dalam sektor makro maupun mikro yang mana modal asing menguasai hampir dari semua sektor itu melahirkan kesenjangan. Maka sebagai upaya untuk mengembangkan keuangan sektor mikro yang menyentuh secara riil pada dataran praktiknya diharapkan dapat memberikan keseimbangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dalam perekonomian nasional. Gerakan BMT yang kemudian menjadi dapat terasakan disebabkan karena beberapa alasan sebagai berikut; pertama, usaha mikro dan kecil berperan aktif dalam memberikan kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Kedua, pelaku usaha di Indonesia dikategorikan dalam skala mikro dan kecil, menunjukkan populasi yang paling beasr (banyak) dibandingkan skala usaha menengah dan besar. Sehingga keberadaannya tidak dapat diabadikan dalam membentuk struktur perekonomian suatu negara. Ketiga, banyaknya jumlah usaha mikro dimana Pemerintah terus berusaha dan berupaya untuk memperdayakan melalui berbagai kebijakan dan program-program yang melibatkan berbagai stakeholder, termasuk di dalamnya adalah perbankan dan koperasi.

  Perkembangan pesat yang dialami oleh perbankan syari’ah adalah merupakan bentuk respon positif bagi perekonomian Islam di tengah masyarakat. Secara kelembagaan, perbankan syari’ah di Indonesia dapat dipetakan menjadi bank umum syari’ah, bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS) dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). BMT pada dasarnya bukan lembaga perbankan murni, melainkan lembaga keuangan mikro syari’ah yang menjalankan sebagian besar sistem operasional perbankan syari’ah.

  Lahirnya BMT membawa angina segar bagi usaha sektor kecil, karena bagi mereka kesulitan dalam hal pendanaan untuk merespon perubahan di sekelilingnya butuh dilakukan secara cerdas, efisien, efektif, produktif, dan menguntungkan. Mereka bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain dan dengan aset perputaran usaha di bawah 50 juta bahkan di bawah 10 juta. Pengelompokkan pengusaha kecil dapat dibagi menjadi tiga ketegori yakni kategori mikro dengan aset usaha tidak lebih dari 50 juta, kelompok menengah dengan aset antara 50 - 100 juta dan kelompok besar dengan aset 100-200 juta. Masing-masing kelompok memiliki problem dalam usaha yang berbeda. Problem yang paling besar dalam pengembangan usaha kecil terletak pada keuangan dan permodalan.

  PEMBAHASAN.

  Baitul maal wat tamwil (BMT) terdiri atas dua istilah, yaitu baitul maal

  dan bait at-tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti zakat, infaq, dan shadaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumnpulan dana dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil berdasarkan prinsip syari’ah.

  LKMS BMT adalah sebutan ringkas dari Baitul Mall wat Tamwil atau Balai-Usaha Mandiri Terpadu, yaitu sebuah lembaga keuangan mikro syari’ah (LKMS) yang memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

  Kegiatan LKMS BMT adalah mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif dengan mendorong kegiatan menabung dan membantu pembiayaan kegiatan usaha ekonomi anggota serta masyarakat di lingkungannya. LKMS BMT juga dapat berfungsi sosial dengan menggalang titipan dana sosial untuk kepentingan masyarakat, seperti zakat, infaq, dan shadaqoh lalu kemudian mendistribusikannya dengan prinsip pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

  Baitul maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni

  dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam. Pada masa ini baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus men-tasyaruf-kan dana sosial. Sedangkan baitut tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. Dengan artian, peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal yang berfungsi dan berperan sama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Baitut tamwil mempunyai peran bisnis yang lebih mengembangkan usahanya di sektor keuangan, yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Perbedaannya dengan bank terletak pada obyek dana, jika bank dapat menarik dana dari masyarakat tanpa syarat, maka BMT hanya boleh menarik dana dari masyarakat dengan syarat menjadi anggota atau calon anggota. Namun, terbuka luas bagi GMT untuk memngembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain. Karena BMT bukan bank maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.

  Dalam kerangka manajemen BMT, secara fungsional lembaga ini berperan dalam beberapa hal antara lain sebgaai berikut; pertama, membantu baitul maal dalam menyediakan kas untuk alokasi pembiayaan non-komersial qardh al-hasan.

  

Kedua , menyediakan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan macet akibat

  kebangkrutan usaha nasabah baitut tamwil yang berstatus al-gharim. Ketiga, dengan kiprahnya yang nyata dalam usaha-usaha peningkatan bidnag kesejahteraan sosial, ia dapat membantu baitut tamwil dalam mensukseskan kegiatan promosi produk-produk penghimpunan dana (funding) dan penyalurannya kepada masyarakat (lending).

  BMT yang berbadan hukum koperasi, pada dasarnya mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia merupakan representasi dari koperasi modern. Langkah-langkah yang harus duitempuh menuju koerasi modern yang berkwalitas dapat dilakukan dengan;

  1. Membentuk BMT yang legal secara hukum nasional. Ini mensyaratkan BMT berbadn hukum yang sah, daan mampu memenuhi persyaratan legalitas lainnya.

  2. Konsekwen dalam merealisasikan akad-akad sesuai syari’ah dan aturan perundangan di Indonesia.

  3. Manajemen pengelolaan yang professional sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat yang akhirnya mampu mengelola asset yang besar.

  4. Memiliki sistem standar dalam pelayanan dan pengelolaan opini publik melalui public relition yang professional.

  5. Mampu mengangkat kesejahteraan anggotanyaa dan masyarakat yang bukan anggotanya.

  Lembaga keuangan syari’ah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik modal (rabbul maal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus pinjaman dana atau pengelolaan usaha.

  Pada sisi pengerahan dana masyarakat, rabbul maal berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima rabbul maal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha lembaga keuangan dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Tidak adanya biaya yang perlu digeserkan karena bagi hasil bukan konsep biaya.

  Sedangkan penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan BMT disalurkan dalam bentuk barang dan jasa yang diberikan untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang dan jasanya telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dulu, baru ada uang, maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang dan jasa atau mengadakan barang dan jasa. Selanjutnya barang yang diadakan menjadi barang jaminan (collateral) hutang.

  Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syari’ah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad. Dalam menjalankan usahanya BMT tidak jauh berbeda dengan BPR Syari’ah, yakni menggunakan 3 prinsip:

  1. Prinsip bagi hasil. Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT. Seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah.

  2. Prinsip jual beli. Prinsip ini merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut ditambah markup. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana. Seperti bai’ al-murabahah, bai’ as-salam, bai’ al-istishna,

  bai'bistaman ajil .

  3. Prinsip non-profit. Prinsip yang sering disebut sebagai pembiayaan qardul hasan, merupakan pembiayaan bersifat sosial dan non-komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.

  Untuk meningkatkan peran BMT dalam kehidupan ekonomi masyarakat, maka BMT terbuka untuk menciptakan produk baru. Tetapi produk tersebut harus memenuhi syarat; pertama, sesuai dengan syariat dan disetujui oleh Dewan Syari'ah. Kedua, dapat ditangani oleh sistem BMT bersangkutan. Ketiga, membawa kemaslahatan bagi masyarakat.

  Di samping itu, terdapat pula produk input dana non bisnis atau dana ibadah, yaitu zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) yang diserahkan langsung. Oleh karena ZIS disimpan melalui tabungan atau simpanan wadiah dari pihak lain, maka konsep wakalah ini, ZIS diserahkan langsung ke lembaga keuangan syari'ah yang dapat disamakan dengan badan amil untuk menyalurkan ZIS tersebut kepada para mustahiq ataupun dalam bentuk pembiayaan qardhul hasan.

  Secara fungsional, dari prinsip-prinsip dasar dalam operasional BMT di atas, ada dua fungsi pokok dalam kaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat, yakni fungsi pengumpulan dana (funding) dan fungsi penyaluran dana (financing). Dari kedua fungsi tersebut, sebagai lembaga keuangan Islam, BMT memiliki dua jenis dana yang dapat menunjang kegaitan operasinya, yaitu: dana bisnis dan dana ibadah. Dana bisnis sebagai input dana dapat ditarik kembali oleh pemiliknya. Tetapi dana ibadah sebagai input dana tidak dapat ditarik kembali oleh yang beramal, kecuali input dana ibadah untuk pinjaman.

  Sesuai dengan fungsi dan prinsip dasar tersebut, melahirkan produk- produk BMT, yakni pengumpulan dan penyaluran dana. Adapun produk pengumpulan dana BMT, pelayanan jasa simpanan berupa simpanan yang diselenggarakan oleh BMT dalam bentuk simpanan yang terkait dan tidak terkait atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkaitan itu, jenis simpanan yang dapat dikumpulkan oleh BMT adalah sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut. Akad yang mendasari berlakunya simpanan dapat berupa akad wadiah dan mudharabah.

  Sedangkan produk penyaluran dana BMT, sebagai orientasi pembiayaan, dapat diberikan untuk mengembangkan dan atau meningkatkan pendapatan anggota dan BMT. Ada beberapa jenis pembiayaan, tapi kesemuanya mengacu pada dua jenis akad, yakni akad syirkah dan akad jual beli. Dari kedua akad ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh BMT dan anggota. Seperti pembiayaan bai’u bistaman ajil, murabahah, mudharabah,

  musyarakah dan qardhul hasan .

  BMT sangat berperan dalam memberikan kontribusi kepada pengusaha besar maupun kecil yang berorientasi untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, BMT yang didirikan perlu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Lembaga-lembaga ini haruslah mudah untuk didirikan. Artinya lembaga tersebut harus cukup sederhana untuk dapat ditangani dan dimengerti oleh para pengusaha yang sebagian besar berpendidikan SD atau setingkatnya. Dengan begitu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat membantu mengatasi kesenjangan ekonomi dan membantu pemulihan krisis ekonomi.

  2. Agar semua yang terlibat memiliki motivasi yang kuat untuk bukan saja mendirikan tetapi membina dan mengembangkan lebih lanjut maka lembaga tersebut haras terkait dengan kepentingan yang paling dasar dari pemilik- pemiliknya. BMT yang berbasis koperasi, diharapkan meningkatkan mutu dan kemampuan pembangunan koperasi sehingga peranannya lebih nyata dalam kehidupan ekonomi, baik di perkotaan apalagi di pedesaan.

  3. Untuk dapat melayani keperluan para pengusaha kecil ini secara berkelanjutan, maka lembaga yang demikian bukan saja harus memiliki aturan-aturan bekerja yang membuat mereka lentur, efisien dan efektif tetapi juga harus mandiri.

  4. Dalam kaitan dengan globalisasi, ada ciri BMT yang wajar mendapat perhatian yaitu bahwa transaksi-transaksi bisnis semuanya dilakukan atas dasar bagi hasil. Secara efektif dan produktif BMT mendorong keikutsertaan secara individu dalam mendapatkan peluang, memperbaiki taraf hidupnya dan kecerdasan lahir batin yang lebih baik.

  5. Pengurus dan anggota BMT perlu terus melaksanakan “iqra” dan penggalangan ke dalam dengan sungguh-sungguh agar BMT yang bersangkutan dapat bertahan hidup. Ini berkaitan dengan adanya kemajuan ekonomi, perbaikan pasar dan globalisasi informasi dan kegiatan ekonomi, maka keuntungan besar yang mudah akan semakin sulit diperoleh. Sebagaimana program nasioal dalam meningkatkan kemampuan dan peran usaha kecil, BMT secara signifikan dapat memberi modal usaha kepada pengusaha kecil di samping memberikan pembinaan manajerial.

  6. Untuk dapat melaksanakan sistem bagi hasil sebagai salah satu bentuk kerjasama secara berkelanjutan maka diperlukan sikap amanah dan saling percaya mempercayai.

  Perkembangan lembaga keuangan mikro syari’ah di Indonesia, khususnya BMT tumbuh dengan pesat, namun belum diikuti dengan pengaturan atau landasan hukum yang memadai. Eksistensi BMT tidak dapat dilepaskan dari masalah regulasi, pembinaan, dan pengawasan BMT. Oleh karena itu, pembinaan dan pengawasan BMT sebagai lembaga keuangan yang memiliki risiko yang sangat tinggi merupakan hal yang sangat penting. Dalam realitanya di lapangan, meskipun pertumbuhan BMT dari segi kuantitas cukup pesat, namun dari segi kualitas, lembaga ini secara umum relatif lambat perkembangannya. Tidak sedikit pula BMT yang bubar karena kehabisan modal, miss management , bahkan pengurusnya ditangkap aparat karena tidak bisa mengembalikan dana nasabah.

  Dalam perkembangannya, BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala, walaupun tidak berlaku sepenuhnya di setiap BMT. Adapun kendalanya sebagai berikut : 1) Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi oleh BMT. Hal ini yang menjadikan nilai pembiayaan dan jangka waktu pembayaran kewajiban dari nasabah cukup cepat dan belum tentu pembiayaan yang diberikan BMT cukup memadai untuk modal usaha masyarakat. 2) Walaupun keberadaan BMT cukup dikenal tetapi masih banyak masyarakat berhubungan dengan rentenir. Hal ini disebabkan masyarakat membutuhkan pemenuhan dana yang memadai dan pelayanan cepat, walaupun ia membayar bunga yang cukup tinggi. Ternyata ada beberapa daerah yang terdapat BMT masih ada rentenir. Artinya, BMT belum mampu memberikan pelayanan yang memadai baik dalam jumlah dana maupun waktu. 3) Beberapa BMT cenderung menghadapi masalah yang sama, misalnya nasabah yang bermasalah di satu tempat tetapi di tempat lain juga bermasalah. Oleh karena itu perlu upaya dari masing-masing BMT untuk melakukan koordinasi dalam rangka mempersempit gerak nasabah yang bermasalah. 4) BMT cenderung menghadapi BMT lain sebagai lawan yang harus dikalahkan, bukan sebagai partner dalam upaya untuk mengeluarkan masyarakat dari permasalahan ekonomi yang dihadapi. Keadaan ini kadang menciptakan iklim persaingan yang tidak Islami, bahkan hal ini mempengaruhi pola pengelolaan BMT tersebut lebih pragmatis. 5) Dalam kegiatan rutin, BMT cenderung mengarahkan pengelola untuk lebih berorientasi pada persoalan bisnis. Sehingga timbul kecenderungan kegiatan

  BMT bernuansa pragmatis lebih dominan daripada kegiatan yang bernuansa religi . 6) Dalam upaya untuk mendapatkan nasabah, timbul kecenderungan BMT mempertimbangkan besarnya bunga di bank konvensional terutama untuk produk yang berprinsip jual beli. Hal ini akan mengarahkan nasabah untuk berfikir profit oriented daripada memahami aspek syari'ah, lewat cara membandingkan keuntungan bagi hasil BMT dengan bunga di bank dan lembaga keuangan konvensional. 7) BMT lebih cenderung menjadi baitut tamwil daripada batul maal. Di mana lebih banyak menghimpun dana yang digunakan untuk bisnis daripada untuk mengelola zakat, infaq dan shadaqah. 8) Pengetahuan pengelola juga sangat mempengaruhi BMT dalam menangkap dan menyikapi masalah ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

  Sehingga menyebabkan dinamisasi dan inovasi BMT tersebut kurang.

  Tetapi begitu, berkembangnya masalah ekonomi masyarakat menjadikan berbagai kendala tidak mungkin dilepaskan dari keberadaan BMT. Oleh karena itu, perlu strategi yang jitu guna mempertahankan eksistensi BMT tersebut. Strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Sumber daya manusia yang kurang memadai kebanyakan berkorelasi dari tingkat pendidikan dan pengetahuan. BMT dituntut meningkatkan sumber daya melalui pendidikan formal ataupun non-formal, oleh karenanya, kerjasama dengan lembaga pendidikan yang mempunyai relevansi dengan hal ini tidak bisa diabaikan, misalnya kerjasama BMT dengan lembaga-lembaga pendidikan atau bisnis Islami. 2) Strategi pemasaran yang local oriented berdampak pada lemahnya upaya

  BMT untuk mensosialisasikan produk-produknya di luar masyarakat di mana

  BMT itu berada. Guna mengembangkannya maka upaya-upaya meningkatkan teknik pemasaran perlu dilakukan, guna memperkenalkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. 3) Perlunya inovasi. Produk yang ditawarkan kepada masyarakat relatif tetap, dan kadangkala BMT tidak mampu menangkap gejala-gejala ekonomi dan bisnis yang ada di masyarakat. Hal ini timbul dari berbagai sebab; pertama, timbulnya kekhawatiran tidak sesuai dengan syari'ah; kedua, memahami produk BMT hanya seperti yang ada. Kebebasan dalam melakukan inovasi produk yang sesuai dengan syari'ah diperlukan supaya BMT mampu tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. 4) Untuk meningkatkaan kualitas layanan BMT diperlukan pengetahuan strategi dalam bisnis. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme BMT dalam bidang pelayanan. Isu-isu yang berkembang dalam bidang ini biasanya adalah pelayanan tepat waktu, pelayanan siap sedia, pelayanan siap dana, dan sebagainya. 5) Pengembangan aspek paradigmatik, diperlukan pengetahuan mengenai aspek bisnis Islami sekaligus meningkatkan muatan-muatan Islam dalam setiap perilaku pengelola dan karyawan BMT dengan masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya. 6) Sesama BMT sebagai partner dalam rangka mengentaskan ekonomi masyarakat, demikian antara BMT dengan BPR syari’ah atau pun bank serta antara satu dengan lainnya mempunyai tujuan untuk menegakkan syariat Islam di dalam bidang ekonomi. 7) Perlu adanya evaluasi bersama guna memberikan peluang bagi BMT untuk lebih koperatif. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan cara mendirikan lembaga evaluasi BMT atau lembaga sertifikasi. Lembaga ini bertujuan khusus untuk memberikan laporan peringkat kinerja kwartalan atau tahunan BMT di seluruh Indonesia.

  Di masa mendatang, strategi penanaman modal dalam lembaga keuangan Islam ini perlu melibatkan para pengusaha sebagai investor. Hal ini tergantung dari kinerja lembaga keuangan Islam selama ini. Ada tiga kinerja yang harus dapat dipertanggung jawabkan. Pertama, tingkat keuntungan lembaga keuangan tersebut. Kedua, manfaat lembaga keuangan bagi masyarakat, khususnya dalam pengembangan usaha atau peningkatan kesejahteraan. Ketiga, ketergantungan (akses) masyarakat terhadap sumber dana, yang menyangkut ketersediaan dana (likuiditas) dalam jumlah yang mencukupi, biaya modal yang harus dibayar dan kemudahan dalam pelayanan.

  KESIMPULAN.

  Dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa sejak dikembangkan oleh ICMI melalui PINBUK pada tahun 1995, BMT telah menjadi lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat bawah. Maka tidak mengherankan jika pertumbuhan BMT sangat pesat. Namun demikian, perkembangan BMT belum diikuti dengan pengaturan atau landasan hukum yang memadai. Kekosongan hukum ini menyebabkan banyak penunggang liar (free riders) yang memanfaatkan keberadaan BMT untuk tujuan pragmatis dan kepentingan pribadi. BMT gadungan inilah yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan mikro syari’ah ini.

  Di samping persoalan kekosongan hukum, masih terdapat permasalahan- permasalahan mendasar yang perlu segera ditangani, antara lain : pertama, badan hukum BMT yang tidak seragam. Sebagian ada yang berbadan hukum yayasan, koperasi, perkumpulan atau tidak berbadan hukum sama sekali. Kedua, terkait dengan masalah perlindungan nasabah adalah belum adanya SOP yang baku dalam pengelolaan BMT, terutama menyangkut produk, akad dan standar pelayanan minimal BMT. Sebenarnya PINBUK sudah mengembangkan SOP ini, namun tidak semua BMT mengadopsinya. Ini disebabkan tidak adanya landasan hukum yang mengatur BMT. Oleh karena itu diperlukan aturan operasional yang jelas dari lembaga berwenang seperti Kementerian Koperasi dan UKM. Dewan Pengawas Syari’ah yang punya tanggung jawab menguji kesesuain produk BMT dengan prinsip syari'ah juga tidak banyak berfungsi. Sehingga banyak produk BMT yang sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip syari’ah. Di samping itu, BMT juga tidak memiliki lembaga penjamin dana nasabah, sehingga jika sewaktu- waktu BMT mengalami masalah likuiditas tidak ada yang melindungi dana nasabah. Dalam rangka mengatasi persoalan kekosongan hukum yang menjadi landasan BMT, maka DPR dan pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan baik dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan di bawahnya yang mengatur pendirian, kinerja dan pengawasan BMT. Termasuk di dalamnya adalah pembentukan lembaga penjamin nasabah BMT. Hanya dengan cara inilah maka masyarakat dapat merasa aman dan nyaman memanfaatkan jasa keuangan BMT.

  

Ketiga , memberikan pembekalan yang berkelanjutan kepada SDM, sebagai

  pengelola BMT dalam manajemen operasional, produk-produk dan pelayanan yang berlandaskan syari’ah. Karena, dipandang selama ini masih kurangnya pengetahuan ekonomi syari’ah yang mumpuni dan komperhensif, sehingga bisa tercermin nilai-nilai Islami dalam tindakan nyata pada pengelolaannya.

  Abu Su’ud, Mahmud. 1992. Fiqh Az-Zakah Al-Mu’asharah. Kuwait : Dar Al- Qalam. Ad-Dasuqi, Muhammad dan Aminah Al-Jabir. 1411 H/1990 M. Muqaddimah fi Dirasat Al-Fiqh Al-Islami . Qatar : Dauhah. Al-Baihaqi, Ahmad bin Husein. tt. As-Sunan Al-Kubra. Kairo : Dar Al-Fikr. Al-Barzanji, ‘Abd Al-Latif. 1993. At-Ta’arudl wa At-Tarjih Bayna Al-Adillah

Asy-Syariyyah . Beirut-Libanon : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad l414 H/1994 M. Ihya’

‘Ulum Ad-Din . ed. Sayyid bin Ibrahim. Kairo : Dar Al-Hadits.

Al-Ghazali, Abu Hamid. tt. Al-Mustashfa min Ilm Al-Ushul. Beirut-Libanon : Dar Al-Fikr. Al-Hushain, Syekh Shalih. 1409 H/Februari 1989 M. Al-Muhawalat At-

  Tawfiqiyyah li-ta ‘nis Al-Fa’idah fi Al Mujtama ‘Al-Islami , dalam majalah Al-Fikr Al-Islami, No. 2, Tahun XVIII, Jumada Ats-Tsaniyah.

  Beirut : Dar Al-Fatwa. Al-Kurdi, Ahmad Al-Hajji. 1989, Fiqh Al-Mu’awadlat. Syiria : Universitas Damaskus.

  Al-Mishri, Rafiq Yunus. 1991. Al-Jami’fi Ushul Ar-Riba. Damaskus : Dar Al- Qalam.

  . 1993. Ushul Al-Iqtishad Al-Islamiy. Syiria : Dar Al-Qalam, Damaskus. An-Nadwi, Ali Ahmad. 1994. Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah; Mafhumuha,

  Nasy’atuha, Tathawwuruha, Dirasat Mu’allafatuha, Adillatuha, Muhimmatuha, Tathbiqatuha . Damaskus : Dar Al-Qalam.

Dokumen yang terkait

MODEL PENGUKURAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH MELALUI KEMANDIRIAN FISKAL DAN DERAJAT EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA BARAT

0 0 10

View of PENGGUNAAN INTERNAL STANDAR NITROBENZENA UNTUK PENENTUAN KUANTITATIF BTEX DALAM KONDENSAT GAS ALAM DENGAN KROMATOGRAFI GAS

0 3 9

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN SELULOSA ASETAT-PVC DARI ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) UNTUK ADSORPSI LOGAM TEMBAGA (II) SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANE- PVC FROM WATER HYACINTH (Eichhornia crassipes) FOR COPPER (II)

0 0 7

STUDI PENGGUNAAN KITOSAN KOMPOSIT CuO SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM BESI (Fe), MANGAN (Mn) DAN SENG (Zn) PADA AIRSUNGAI BELAWAN THE STUDY OF CHITOSAN-CuO COMPOSITE’S APPLICATION AS ADSORBENT IN THE REMOVAL OF Fe, Mn, AND Zn IN BELAWAN RIVER WATER

0 0 5

IDENTIFIKASI POTENSI JERUK PURUT SEBAGAI DEMULSIFIER UNTUK MEMISAHKAN AIR DARI EMULSI MINYAK DI LAPANGAN MINYAK RIAU IDENTIFICATION OF POTENTIAL KAFFIR LIME AS DEMULSIFIER TO SEPARATE WATER FROM OIL EMULSION IN RIAU’S OIL FIELD

0 0 5

KOREAN WAVE SEBAGAI INSTRUMEN SOFT POWER UNTUK MEMPEROLEH KEUNTUNGAN EKONOMI KOREA SELATAN Ni Putu Elvina Suryani Alumni Program Magister Terorisme dalam Keamanan Internasional, Universitas Indonesia Email: seabalineseyahoo.com Abstrak - Korean Wave sebag

0 1 15

Oleh: Darsono Abstrak - MENINGKATKAN DAYA SAING DI ERA GLOBALISASI UNTUK PROSPEK “ C 59 “ DI PASAR INTERNASIO

0 0 7

1. Latar Belakang Masalah - ANALISIS KEBIJAKAN PRODUKSI SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPERLANCAR PROSES PRODUKSI (Studi Kasus pada PT Arindo Garmentama Semarang)

0 0 13

MEMAHAMI INTERNAL AUDIT SEBAGAI ALAT PERLENGKAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENCEGAH KECURANGAN

0 1 12

CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) : PILIHAN STRATEGI UNTUK MERAIH KEUNGGULAN BERSAING

0 1 14