MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TASAWU
MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TASAWUF
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu tasawuf semester IV
Dosen pengampu: Nanang Nurcholis
Disusun Oleh:
1. Muhammad Nur Hidayat
2. Mudrikatul Maghfiroh
(166010106)
(166010060)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITSAS WAHID HASYIM SEMARANG
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sepantasnya dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, penulis diberi
kemudahan
dalam
menyelesaikan
makalah
yang
bertemakan
“Sejarah
Perkembangan Tasawuf” ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita nabi agung Muhammad SAW sebab berkat beliau kita dapat
terbebas dari belenggu kebodohan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis dan semua anggota kelompok telah
mengupayakan semaksimal mungkin mulai dari pencarian materi hingga
penyusunannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan kami
mengucapkan terimakasih atas pihak-pihak yang telah banyak memberikan
bantuan.
Pada akhirnya kami menyadari, bilamana dalam pembuatan dan
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan
kekeliruan yang kami tidak ketahui. karena segala kesempurnaan hanyalah milik
Tuhan Yang Maha Esa sedangkan kekurangan adalah milik kita sebagai makhlukNya.
Untuk itu, kekurangan yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi
penulis, dan penulis mengharapkan koreksi, berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca, terutama pengoreksi, untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
Mudah-mudahan makalah yang telah penulis sajikan ini dapat sangat
bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Latar Belakang Munculnya Tasawuf..................................................
B. Faktor-Faktor yanng Melahirkan Tasawuf ........................................
C. Perkembangan Tasawuf Pada Zaman Dahulu....................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
Simpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sejak pertama kali dibawa oleh Rasulullah selalu mengedepankan
akhlak yang baik, hidup dalam kesederhanaan di samping mengedepankan
Ibadah. Islam sendiri terdiri dari beberapa aspek yaitu aqidah, syariat, dan
akhlak. Aspek ketiga ini menjadi hal yang penting dimana, akhlak merupakan
implementasi dari usaha manusia mengenal Tuhannya atau yang disebut
sebagai tasawuf.
Tasawuf merupakan suatu metode untuk mengobati hati manusia dari
nafsu duniawi dalam rangka mengenal Allah SWT. Tasawuf menjadi suatu
yang penting bagi manusia yang ingin menggapai tingkatan makrifatullah, di
mana hanya manusia pilihan seperti Rasulullah yang terjaga dari perbuatan
dosa serta cinta dunia sehingga mampu melihat Tuhan dengan hatinya. Sesuatu
yang tampak pada seseorang yang bertasawuf yaitu akhlak yang mulia.
Sejak zaman Rasulullah sudah ada golongan orang yang telah bersungguhsungguh mengorbankan seluruh waktu dan hartanya serta meninggalkan hal
yang bersifat duniawi untuk berjuang bersama Rasulullah. Seiring dengan
perkembangan zaman, banyak orang-orang yang mulai gemar bertasawuf di
samping melakukan ritual ibadah. Akhirnya banyak bermunculan aliran-aliran
tasawuf yang berbeda-beda coraknya yang disebabkan oleh faktor yang
mempengaruhinya serta pengalaman spiritual yang berbeda tiap individu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang munculnya tasawuf?
2. Bagaimana faktor-faktor yang melahirkan Tasawuf?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf pada zaman dahulu?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan latar belakang munculnya tasawuf.
2. Untuk memaparkan faktor-faktor yang melahirkan tasawuf.
3. Untuk menjelaskan perkembangan tasawuf pada zaman dahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Munculnya Tasawuf
Secara etimologi, tasawuf berasal dari beberapa asal makna kata
diantaranya yaitu shuf (bulu domba), shaff (barisan), shafa (jernih), dan shuffah
(Seranbi masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat rasulullah)
kemudian disebut dalam bahasa Arab dengan tashawwafa, yatashawwafu,
tashawwufan.1 Secara terminologi tasawuf memiliki pengertian yang berbedabeda pada setiap tokoh karena pengalaman spiritual pada seseorang berbeda-beda
yang berdampak pada pemaknaan tasawuf. Sedangkan menurut Samsul Munir
1 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah (2012), Hlm. 2-3
Amin, Tasawuf didefinisikan sebagai usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan
duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan sehingga jiwanya menjadi bersih,
mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupannya, dan menemukan kebahagiaan
spiritualitas.
Menurut Samsul Munir yang mengutip pendapat Ibnu Al-Jauzi dan Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa secara garis besar kehidupan kerohanian dalam
Islam terbagi menjadi dua, yaitu zuhud dan tasawuf. Diakui bahwa keduanya
merupakan istilah baru, sebab belum ada pada masa Rasulullah SAW dan tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, kecuali zuhud yang disebut sekali dalalm Surah Yusuf
(12) ayat 20. Term tasawuf kemudian mulai dikenal secara luas di kawasan Islam
sejak penghujung abad II Hijriah, sebagai perkembangan lanjut dari keshalehan
askestis atau para zahid yang mengelompok di seramnbi masjid Madinah. Abu
Hasyim Al-Kufi adalah orang pertama yang dipanggil dengan nama sufi.
Tasawuf tumbuh dan berkembang selaras dengan pertumbuhan Islam
sendiri. Maka sejatinya tasawuf dan Islam tidak bisa dipisahkan, karena Islam
sendiri memiliki corak tasawuf. Tasawuf identik dengan perilaku seseoramg
sederhana dan hal ini tercermin dari kepribadian Rasulullah SAW bahkan sebelum
masa kenabiannya hal ini sudah banyak diriwayatkan melalui hadits-hadits. Maka,
dapat dikatakan bahwa tasawuf bersumber pada sifat umum Rasulullah dan para
sahabat yaitu kesederhanaannya dan kegigihan mereka dalam beribadah kepada
Alloh SWT.
Dalam perkembangan sejarah, para sahabat mencoba untuk mendalami
amalan dan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang kemudian
lahirlah filsafat ibadah. Kemudian muncul sahabat yaitu Hudzaifah Al-Yamani
yang memperkenalkan ilmu tasawuf beserta teori-teorinya. Setelah itu
perkembangan sufi dilanjutkan oleh para tabi’in dan mulai berdiri madrasahmadrasah tasawuf.
B. Faktor-Faktor Munculnya Tasawuf
Dalam perkembangannya orang-orang memiliki pendapat tersendiri
dengan hadirnya tasawuf, ada yang pro adapula yang kontra. Mereka yang kontra
dengan tasawuf mengemukakan alasan bahwa tasawuf bersumber dari luar Islalm.
Pendapat ini diwakili oleh para orientalis. Para sarjana Islam sendiri mempunyai
pendapat yang berbeda tentang faktor munculnya tasawuf maupun gerakan
tasawuf dalam Islam.
Abu Al-A’la Al-Afifi mengklasifikasikan pendapat sarjana tentang faktor
tasawuf menjadi empat aliran. Pertama, tasawuf berasal dari India melalui persia.
Kedua, tasawuf berasal dari asketisme Nasrani. Ketiga, tasawuf dari ajaran Islam
sendiri. Keempat, tasawuf berasal dari sumber yang berbeda-beda kemudian
menjelma menjadi satu konsep. Dengan demikian, tasawuf dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Menurut Al-Afifi masing-masing faktor tersebut dapat dipecah dua
sehingga menjadi empat, yaitu sebagai berikut.2
1. Faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, AlQur’an dan sunnah.
Kedua sumber ini mendorong untuk hidup wara’, takwa, rajin beribadah,
bertingkah laku baik, berpuasa, dan sebagainya. Semua itu sejalan dengan surat
Al-Ahzab (33).
2. Reaksi kerohanian kaum muslim terhadap sistem sosial-politik dan ekonomi di
kalangan umat Islam sendiri.
Dahulu sempat terjadi pertikaian yang disebabkan kepentingan ekonomi dan
politik yaitu antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah yang bermula dari alfitnah al-kubra yang menimpa Utsman bin Affan. Dengan fenomena sosialpolitik seperti itu, ada sebagian masyarakat yang mengasingkan diri agar tidak
terlibat dalam pertikaian tersebut.
3. Kependetaan (rabbaniyyah) agama Nasrani sebagai konsekuensi agama yang
lahir sebelum Islam.
4. Reaksi terhadap fiqh dan ilmu kalam.
Keduanya tidak dapat memuaskan batin seseorang muslim. Ilmu fiqh
mementingkan formalisme dan legalisme dalam menjalankan syariat Islam.
2 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah (2012), Hlm. 94
Sementara ilmu yang kedua mementingkan pemikiran rasional dalam
pemahaman agama Islam.
C. Perkembangan Tasawuf pada Zaman Dahulu
Menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A. dalam bukunya
intelektualisme tasawuf, menyatakan bahwa sejarah perkembangan tasawuf
dikalangan islam mengalami beberapa periode, yang secara rinci dapat dapat
disebutkan sebagai berikut.
1. Periode Pembentukan
Pada abad I Hijriah bagian kedua muncul Hasan Al-Bashari (w.110 H)
dengan ajaran khauff untuk mempertebal takut kepada Tuhan. Begitu juga
tampilnya guru-guru yang lain, yang disebut qari’, mengadakan gerakan
pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum muslim. Bibit tasawuf sudah
mulai ada sejak itu, garis besar mengenai thariq atau jalan beribadah sudah
kelihatan disusun. Dalam ajaran yang dikemukakan sudah mulai dianjurkan
mengurangi makan (ju’), menjauhkan diri dari keramaian duniawi (zuhud), dan
mencela dunia (dzam ad-dunya) seperti harta keluarga dan kedudukan. Kemudian
pada akhir abad I Hijriah , Hasan Al-Bashri diikuti oleh Rabi’ah Al-Adawiyyah
(w. 185 H), seorang sufi wanita yang terkenal dengan ajaran mahabbah.
Selanjutnya pada abad ke II Hijriah, tasawuf tidak banyak berbeda dengan
abad sebelumnya, yaitu sama dengan corak kezuhudan meskipun penyebabnya
berbeda. Penyebab pada abad ini adalah adanya kenyataaan pendangkalan ajaran
agama dalam melaksanakan syariat agama (lebig bersifat fiqih). Hal tersebut
menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupan seperti itu.
Abu Al-Wafa’ menyimpulkan zuhud islam pada abad I dan II Hijriah mempunyai
karakter sebagai berikut.
a. Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama.
b. Masih beraifat Praktis.
c. Ciri lain dari motif zuhudnya ialah rasa takut.3
2. Periode Pengembangan
Tasawuf pada abad III dan IV Hijriah sudah mempunyai corak yang
berbeda dengan tasawuf sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak
kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan khalik. Seperti
yang diungkapkan Abu Yazid Al-Bushtami (261 H). Ia adalah orang pertama yang
menggunakan istilah fana (lebur atau hancurnya perasaan), sehingga ia dibilang
sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini.
Nicholos mengatakan, Yazid dijuluki sebagai pendiri tasawuf yang berasal
dari Persia, yang memasukkan ide wahdah al-wujud sebagai pemikiran orisinal
teosofi dari Timur yang merupakan kekhususan pemikiran Yunani. Fariduddin AlAththar menyampaikan beberapa pandangan Abu Yazid, antara lain yang artinya,
“Aku keluar dari Yang Haq kepada Yang Haq sehingga ia berteriak, Hai dzat, kau
adalah Aku. Pada saat ini aku berada dalam maqam fana".
Sesudah Abu Yazid Al-Bushtami, lahirlah seorang sufi kenamaan, yaitu
Al-Hallaj yang menampilkan teori hulul (reinkarnasi Tuhan). Pada akhir abad II
orang berlomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya. Kemudian
datanglah Junaidi Al-Baghdadi yang meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan
thariqah (tarekat), mengajarkan ilmu tasawuf, memperkenalkan sistem syaikh,
murshid, murid, dan murad, sehingga ia dinamakan Syaikh at-tha’ifah (ketua
rombongan suci).
Dengan demikian, tasawuf abad III dan IV Hijriah sudah berkembang
sehingga mempunyai madzhab, bahkan seolah-olah agama berdiri sendiri.
Menurut Abu Al-Wafa’, tasawuf pada abad-abad ini telah mencapai peringkat
tertinggi sekaligus terjernih dan mereka menjadi panutan bagi sufi-sufi
sesudahnya. Pada abad III dan IV Hijriah , terdapat dua aliran. Pertama aliran
tasawuf Sunni dan aliran tasawuf Falsafi.4
3 Ibid. Hlm. 129-131
4 Ibid. Hlm. 129-131
3. Periode Konsolidasi
Fase ini terjadi pada abad V Hijriah. Pada masa ini ditandai kompetisi dan
pertarungan antara tasawuf semifalsafi dengan tasawuf Sunni. Tasawuf Sunni
memenangkan pertarungan sehingga berkembang sedemikian rupa. Sementara itu,
tasawuf semifalsafi tenggelam dan kembali muncul pada abad VI Hijriah dalam
bentuk yang lain. Kemenangan tasawuf Sunni dikarenakan menangnya teologi
Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah yang dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asy’ari.
Periode
ini
cenderung
mengadakan
pembaharuanserta
pemantapan
dan
pengembalian tasawuf ke landasannya, Al-qur’an dan sunnah.
tokoh-tokohnya adalah Al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (196 H), dan
Al-Ghazali (450-505 H). 5
4. Periode Falsafi
Setelah tasawuf Falsafi mendapat hambatan dari tasawuf Sunni, maka
pada abad VI Hijriah tampillah tasawuf Falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur
dengan ajaran filsafat, berkompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang
maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau
filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf, juga tidak dapat dikatakan
sebagai filsafat, scbut saja tasawuf Falsafi karena di satu pihak memakai termterm filsafat, namun di lain pihak pendekatan terhadap Tuhan memakai metode
dzauq, intuisi, dan wajd.
Ibnu Khaldun dalam bukunya, Muqaddimah, menyimpulkan bahwa
tasawuf Falsafi mempunyai empat objek utama yang menurut Abu Al-Wafa’ dapat
dijadikan karakter sufi Falsafi, yaitu sebagai berikut.
a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi yang timbul
darinya.
b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib.
5 Ibid. Hlm. 134-137
c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap
berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
d. Pemakaian ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar
(syatahiyat) .
Adapun metode pencapaian tujuan tasawuf sama dengan tasawuf
sebelumnya, baik mengenai maqamat, ahwal, riyadhah, muujahadah, dzikir,
mematikan kekuatan syahwat, maupun yang lainnya.
Tokoh-tokohnya ialah Suhrawardi Al-Maqtul. dengan teori isyraqiyah-nya
(pancaran), Ibnu Arabi dengan teori wahdah al-wujud-nya, Ibnu Sabi’in dengan
teori ittihad-nya, Ibnu Faridl dengan teori cinta, fana, dan wahdah asy-syuhudnya.
Pada abad VI dan dilanjutkan abad VII Hijriah, muncul cikal-bakal tarekat
sufi kenamaan. Hingga dewasa ini, pondok-pondok tersebut merupakan oase-oase
di tengah gurun pasir kehidupan duniawi. Kemudian tibalah mereka berjalan
dalam suatu kekerabatan para sufi yang tersebar luas, yang menyangkut seorang
guru, dan menerapkan disiplin dan ritus yang lazim. Tarekat terkénal yang lahir
dan berkembang sampai sekarang antara lain, tarekat Qadariyah yang dikaitkan
kepada Abdul Qadir Al-]ailani (471-562 H), tarekat Suhrawardiyyah yang
dicetuskan Syihabuddin Umar bin Abdillah Al-Suhrawardi (539-631 H), tarekat
Rifa’iyyah yang dikaitkan kepada Ahmad Rifa’i (512 H), tarekat Syadziliyyah
yang dikaitkan pada Abu Al-Hasan Al-syadzili (592-656 H), tarekat Badawiyyah
yang dikaitkan pada Ahmad Al-Badawi (596-675 H), tarekat Naqsyabandiyyah
yang dikaitkan kepada Muhammad bin Bahauddin Al-Uwaisy Al-Bukhari (717791 H).6
5. Periode Pemurnian
A. J. Arberry menyatakan, masa Ibnu Arabi, Ibnu Faridh, dan Ar-Rumi
adalah masa keemasan gerakan tasawuf, baik secara teoretis maupun praktis.
6 Ibid. 137-138
Pengaruh dan praktik-praktik tasawuf kian tersebar luas melalui tarekat-tarekat
dan para sultan serta pangeran yang tidak segan mengeluarkan perlindungan dan
kesetiaan pribadi mereka. Contoh paling menonjol adalah figur terhormat,
Dharma Syaikh, putra Kaisar Moghul, Syaikh Johan yang menulis sejumlah kitab,
di antaranya Al-Majma’ Al-Bahrain, di dalamnya ia mencoba merujuk teori
tasawuf Verdania. Tanda-tanda keruntuhan tampak jelas ketika penyelewengan
dan skandal melanda dan mengancam kehancuran reputasi baiknya.
Kemudian, tasawuf pada waktu itu ditandai bid’ah, khurafat, mengabaikan
syariat dan hukum-hukum moral, dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan,
membentengi diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari
rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional, azimat, ramalan, dan
kekuatan ghaib.
Bersamaan dengan itu muncullah Ibnu Taimiyah yang dengan lantang
menyerang penyelewengan-penyelewengan para sufi tersebut. Ia terkenal kritis,
peka tethadap lingkungan sosial, polemis dan tegas berusaha meluruskan ajaran
Islam yang telah diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber
ajaran Islam, Alquran dan sunnah. Kepercayaan yang menyimpang diluruskan,
seperti kepercayaan kepada wali, khurafat, dan bentuk bid’ah pada umumnya.
Menurut Ibnu Taimiyah, yang disebut wali ialah orang yang berperilaku baik
(shaleh), konsisten dengan syariat Islam. Sebutan yang tepat diberikan kepada
orang-orang tersebut ialah muttaqin (QS. Yunus (10): 62-63).
Ibnu Taimiyah cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajarkan
oleh Rasulullah, yaitu menjelaskan dan menghayati ajaran Islam, tanpa embelembel lain, tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu dan tetap melibatkan diri dalam
kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf model ini yang
cocok untuk dikembangkan di masa modern seperti sekarang.
TASAWUF SUNNI
Tasawuf Sunni ialah tasawuf yang pengikut-pengikutnya memagari dengan
Alquran dan sunnah, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka
dengan keduanya.
Berkembangnya tasawuf Sunni ini tidak lepas dari aliran teologi Ahl As-Sunnah
wa Al-Jama’ah, karena keunggulan Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) atas aliranaliran (teologi) lainnya, dengan kritiknya yang keras terhadap keekstreman
tasawuf Abu Yazid Al-Busthami dan Al-HalIaj maupun para sufi lain yang
ungkapan-ungkapannya terkenal ganjil, termasuk kecamannya terhadap semua
bentuk penyimpangan yang mulai timbul di kalangan tasawuf.
. Secara materiil, yang membedakan tasawuf Sunni dengan yang Iain hanya dalam
tingkatan maqamat menuju Al-Haq. Materi paham tasawuf Sunni tidak
menunjukkan paham yang ekstrem sehingga produk materi yang dikembangkan
tetap tidak melampaui secara ekstrem petunjuk nash-nash agama. Itikad Ahl AsSunnah wa Al-jama’ah itu bertauhid menurut konsepsi paham Imam Al-Asy’ari
dan Imam Al-Maturidi, berfiqh mengikuti salah satu mazhab empat dan berakhlak
sesuai dengan perumusan Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid
Al-Ghazali.
Tasawuf Sunni merupakan tasawuf yang mempunyai karaktcr dinamis karena
selalu mendahulukan syariat. Seseorang tidak akan mencapai haqiqah apabila
tidak melalui syari’ah, sedangkan proses pencapaian haqiqah harus melalui
maqamat (terminal-terminal). Aliran Al-Asy’ari menolak mazhab hulul. Paham
Al-Asy’ariyah tidak dapat menerima jika Ilahi turun ke dalam manusia, di
samping tidak dapat menerima jika manusia naik menuju Ilahi.
Tasawuf Sunni terus berkembang sejak zaman klasik Islam hingga zaman modern.
Tasawuf ini sering digandrungi orang karena penampilan paham atau ajaranajarannya tidak terlalu rumit. Tasawuf jenis ini banyak berkembang di dunia
Islam, terutama di negara-negara bermazhab Syafi’i.
Adapun ciri-ciri tasawuf Sunni antara lain sebagai berikut.
1. Melandaskan diri pada Alquran dan sunnah.
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat
pada ungkapan-ungkapan syatahat.
3. lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan
manusia.
4. Kesinambungan antara haqiqah dan syari’ah.
5 Lebih berkonsentrasi pada soaI pembinaan, pendidikan akhlak, serta pengobatan
jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan Iangkah takhalli, tahalli, dan
tajalli.
TASAWUF SYI’I
Di luar dua aliran tasawuf di atas, ada Juga yang memasukkan tasawuf lain
yaitu tasawuf Syi’i atau Syi’ah. Pembagian ini atas ketajaman pemahaman kaum
sufi dalam menganalisis kedekatan manusia dengan kaum Syi’ah golongan yang
dinisbahkan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib.
Hubungan antara Syi’ah dan tasawuf terbilang rumit oleh kenyataan dalam
membicarakan dua hal ini. Tidak berhubungan dengan tingkatan atau dimensi
keislaman pada keduanya. Islam memiliki dimensi eksoteris (lahir) dan dimensi
esoteris (batin), yang bersama dengan segenap perbedaan di dalamnya, mewakili
susunan vertikal wahyu. Namun, hal tersebut juga dibedakan menjadi aliran Sunni
dan Syi’ah yang dapat dikatakan mewakili susunan horizontalnya.
Dalam sejarah, setelah peristiwa Perang Shiffin orang-orang pendukung
fanatik Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan Persia, yaitu suatu
daratan yang terkenal banyak mewarisi tradisi pemikiran sejak Imperium Persia
berjaya. Di daratan inilah kontak budaya antara Islam dan Yunani telah berjalan
sebelum dinasti Islam berkuasa. Ketika itu di daratan Persia ini sudah berkembang
tradisi ilmiah. Pemikiran-pemikiran kefilsafatan juga sudah berkembang
mendahului wilayah-wilayah Islam lainnya.
Oleh karena itu, perkembangan tasawuf Syi’i dapat ditinjau melalui
kacamata keterpengaruhan Persia oleh pemikiran-pemikiran filsafat Yunani Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan kaum Syi’ah
dengan paham tasawuf. Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf Falsafi dengan
sekte Isma’illiyah. Sekte ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan para
imam mereka. Menurutnya, kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususnya
dalam persoalan quthb dan abdal. Bagi para sufi Falsafi, quthb adalah puncaknya
kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan
bahwa doktrin seperti ini mirip dengan doktrin aliran Isma’iliyyah tentang imam
dan para wakil. Begitu juga tentang pakaian compang-camping yang disebut
berasal dari imam Ali.
TASAWUF DI INDONESIA
Masuknya tasawuf di Indonesia sejalan dengan masuknya Islam di Indonesia.
Islam masuk Indonesia melalui berbagai metode yang memerlukan proses dan
penyesuaian terhadap adat dan budaya. Sebelum Islam masuk ke Indonesia,
masyarakat sudah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, maka Islam
pun disebarkan salah satunya adalah melalui mistisisme (tasawuf).
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu tasawuf semester IV
Dosen pengampu: Nanang Nurcholis
Disusun Oleh:
1. Muhammad Nur Hidayat
2. Mudrikatul Maghfiroh
(166010106)
(166010060)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITSAS WAHID HASYIM SEMARANG
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sepantasnya dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, penulis diberi
kemudahan
dalam
menyelesaikan
makalah
yang
bertemakan
“Sejarah
Perkembangan Tasawuf” ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita nabi agung Muhammad SAW sebab berkat beliau kita dapat
terbebas dari belenggu kebodohan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis dan semua anggota kelompok telah
mengupayakan semaksimal mungkin mulai dari pencarian materi hingga
penyusunannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan kami
mengucapkan terimakasih atas pihak-pihak yang telah banyak memberikan
bantuan.
Pada akhirnya kami menyadari, bilamana dalam pembuatan dan
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan
kekeliruan yang kami tidak ketahui. karena segala kesempurnaan hanyalah milik
Tuhan Yang Maha Esa sedangkan kekurangan adalah milik kita sebagai makhlukNya.
Untuk itu, kekurangan yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi
penulis, dan penulis mengharapkan koreksi, berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca, terutama pengoreksi, untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
Mudah-mudahan makalah yang telah penulis sajikan ini dapat sangat
bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Latar Belakang Munculnya Tasawuf..................................................
B. Faktor-Faktor yanng Melahirkan Tasawuf ........................................
C. Perkembangan Tasawuf Pada Zaman Dahulu....................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
Simpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sejak pertama kali dibawa oleh Rasulullah selalu mengedepankan
akhlak yang baik, hidup dalam kesederhanaan di samping mengedepankan
Ibadah. Islam sendiri terdiri dari beberapa aspek yaitu aqidah, syariat, dan
akhlak. Aspek ketiga ini menjadi hal yang penting dimana, akhlak merupakan
implementasi dari usaha manusia mengenal Tuhannya atau yang disebut
sebagai tasawuf.
Tasawuf merupakan suatu metode untuk mengobati hati manusia dari
nafsu duniawi dalam rangka mengenal Allah SWT. Tasawuf menjadi suatu
yang penting bagi manusia yang ingin menggapai tingkatan makrifatullah, di
mana hanya manusia pilihan seperti Rasulullah yang terjaga dari perbuatan
dosa serta cinta dunia sehingga mampu melihat Tuhan dengan hatinya. Sesuatu
yang tampak pada seseorang yang bertasawuf yaitu akhlak yang mulia.
Sejak zaman Rasulullah sudah ada golongan orang yang telah bersungguhsungguh mengorbankan seluruh waktu dan hartanya serta meninggalkan hal
yang bersifat duniawi untuk berjuang bersama Rasulullah. Seiring dengan
perkembangan zaman, banyak orang-orang yang mulai gemar bertasawuf di
samping melakukan ritual ibadah. Akhirnya banyak bermunculan aliran-aliran
tasawuf yang berbeda-beda coraknya yang disebabkan oleh faktor yang
mempengaruhinya serta pengalaman spiritual yang berbeda tiap individu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang munculnya tasawuf?
2. Bagaimana faktor-faktor yang melahirkan Tasawuf?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf pada zaman dahulu?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan latar belakang munculnya tasawuf.
2. Untuk memaparkan faktor-faktor yang melahirkan tasawuf.
3. Untuk menjelaskan perkembangan tasawuf pada zaman dahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Munculnya Tasawuf
Secara etimologi, tasawuf berasal dari beberapa asal makna kata
diantaranya yaitu shuf (bulu domba), shaff (barisan), shafa (jernih), dan shuffah
(Seranbi masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat rasulullah)
kemudian disebut dalam bahasa Arab dengan tashawwafa, yatashawwafu,
tashawwufan.1 Secara terminologi tasawuf memiliki pengertian yang berbedabeda pada setiap tokoh karena pengalaman spiritual pada seseorang berbeda-beda
yang berdampak pada pemaknaan tasawuf. Sedangkan menurut Samsul Munir
1 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah (2012), Hlm. 2-3
Amin, Tasawuf didefinisikan sebagai usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan
duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan sehingga jiwanya menjadi bersih,
mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupannya, dan menemukan kebahagiaan
spiritualitas.
Menurut Samsul Munir yang mengutip pendapat Ibnu Al-Jauzi dan Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa secara garis besar kehidupan kerohanian dalam
Islam terbagi menjadi dua, yaitu zuhud dan tasawuf. Diakui bahwa keduanya
merupakan istilah baru, sebab belum ada pada masa Rasulullah SAW dan tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, kecuali zuhud yang disebut sekali dalalm Surah Yusuf
(12) ayat 20. Term tasawuf kemudian mulai dikenal secara luas di kawasan Islam
sejak penghujung abad II Hijriah, sebagai perkembangan lanjut dari keshalehan
askestis atau para zahid yang mengelompok di seramnbi masjid Madinah. Abu
Hasyim Al-Kufi adalah orang pertama yang dipanggil dengan nama sufi.
Tasawuf tumbuh dan berkembang selaras dengan pertumbuhan Islam
sendiri. Maka sejatinya tasawuf dan Islam tidak bisa dipisahkan, karena Islam
sendiri memiliki corak tasawuf. Tasawuf identik dengan perilaku seseoramg
sederhana dan hal ini tercermin dari kepribadian Rasulullah SAW bahkan sebelum
masa kenabiannya hal ini sudah banyak diriwayatkan melalui hadits-hadits. Maka,
dapat dikatakan bahwa tasawuf bersumber pada sifat umum Rasulullah dan para
sahabat yaitu kesederhanaannya dan kegigihan mereka dalam beribadah kepada
Alloh SWT.
Dalam perkembangan sejarah, para sahabat mencoba untuk mendalami
amalan dan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang kemudian
lahirlah filsafat ibadah. Kemudian muncul sahabat yaitu Hudzaifah Al-Yamani
yang memperkenalkan ilmu tasawuf beserta teori-teorinya. Setelah itu
perkembangan sufi dilanjutkan oleh para tabi’in dan mulai berdiri madrasahmadrasah tasawuf.
B. Faktor-Faktor Munculnya Tasawuf
Dalam perkembangannya orang-orang memiliki pendapat tersendiri
dengan hadirnya tasawuf, ada yang pro adapula yang kontra. Mereka yang kontra
dengan tasawuf mengemukakan alasan bahwa tasawuf bersumber dari luar Islalm.
Pendapat ini diwakili oleh para orientalis. Para sarjana Islam sendiri mempunyai
pendapat yang berbeda tentang faktor munculnya tasawuf maupun gerakan
tasawuf dalam Islam.
Abu Al-A’la Al-Afifi mengklasifikasikan pendapat sarjana tentang faktor
tasawuf menjadi empat aliran. Pertama, tasawuf berasal dari India melalui persia.
Kedua, tasawuf berasal dari asketisme Nasrani. Ketiga, tasawuf dari ajaran Islam
sendiri. Keempat, tasawuf berasal dari sumber yang berbeda-beda kemudian
menjelma menjadi satu konsep. Dengan demikian, tasawuf dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Menurut Al-Afifi masing-masing faktor tersebut dapat dipecah dua
sehingga menjadi empat, yaitu sebagai berikut.2
1. Faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, AlQur’an dan sunnah.
Kedua sumber ini mendorong untuk hidup wara’, takwa, rajin beribadah,
bertingkah laku baik, berpuasa, dan sebagainya. Semua itu sejalan dengan surat
Al-Ahzab (33).
2. Reaksi kerohanian kaum muslim terhadap sistem sosial-politik dan ekonomi di
kalangan umat Islam sendiri.
Dahulu sempat terjadi pertikaian yang disebabkan kepentingan ekonomi dan
politik yaitu antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah yang bermula dari alfitnah al-kubra yang menimpa Utsman bin Affan. Dengan fenomena sosialpolitik seperti itu, ada sebagian masyarakat yang mengasingkan diri agar tidak
terlibat dalam pertikaian tersebut.
3. Kependetaan (rabbaniyyah) agama Nasrani sebagai konsekuensi agama yang
lahir sebelum Islam.
4. Reaksi terhadap fiqh dan ilmu kalam.
Keduanya tidak dapat memuaskan batin seseorang muslim. Ilmu fiqh
mementingkan formalisme dan legalisme dalam menjalankan syariat Islam.
2 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah (2012), Hlm. 94
Sementara ilmu yang kedua mementingkan pemikiran rasional dalam
pemahaman agama Islam.
C. Perkembangan Tasawuf pada Zaman Dahulu
Menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A. dalam bukunya
intelektualisme tasawuf, menyatakan bahwa sejarah perkembangan tasawuf
dikalangan islam mengalami beberapa periode, yang secara rinci dapat dapat
disebutkan sebagai berikut.
1. Periode Pembentukan
Pada abad I Hijriah bagian kedua muncul Hasan Al-Bashari (w.110 H)
dengan ajaran khauff untuk mempertebal takut kepada Tuhan. Begitu juga
tampilnya guru-guru yang lain, yang disebut qari’, mengadakan gerakan
pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum muslim. Bibit tasawuf sudah
mulai ada sejak itu, garis besar mengenai thariq atau jalan beribadah sudah
kelihatan disusun. Dalam ajaran yang dikemukakan sudah mulai dianjurkan
mengurangi makan (ju’), menjauhkan diri dari keramaian duniawi (zuhud), dan
mencela dunia (dzam ad-dunya) seperti harta keluarga dan kedudukan. Kemudian
pada akhir abad I Hijriah , Hasan Al-Bashri diikuti oleh Rabi’ah Al-Adawiyyah
(w. 185 H), seorang sufi wanita yang terkenal dengan ajaran mahabbah.
Selanjutnya pada abad ke II Hijriah, tasawuf tidak banyak berbeda dengan
abad sebelumnya, yaitu sama dengan corak kezuhudan meskipun penyebabnya
berbeda. Penyebab pada abad ini adalah adanya kenyataaan pendangkalan ajaran
agama dalam melaksanakan syariat agama (lebig bersifat fiqih). Hal tersebut
menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupan seperti itu.
Abu Al-Wafa’ menyimpulkan zuhud islam pada abad I dan II Hijriah mempunyai
karakter sebagai berikut.
a. Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama.
b. Masih beraifat Praktis.
c. Ciri lain dari motif zuhudnya ialah rasa takut.3
2. Periode Pengembangan
Tasawuf pada abad III dan IV Hijriah sudah mempunyai corak yang
berbeda dengan tasawuf sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak
kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan khalik. Seperti
yang diungkapkan Abu Yazid Al-Bushtami (261 H). Ia adalah orang pertama yang
menggunakan istilah fana (lebur atau hancurnya perasaan), sehingga ia dibilang
sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini.
Nicholos mengatakan, Yazid dijuluki sebagai pendiri tasawuf yang berasal
dari Persia, yang memasukkan ide wahdah al-wujud sebagai pemikiran orisinal
teosofi dari Timur yang merupakan kekhususan pemikiran Yunani. Fariduddin AlAththar menyampaikan beberapa pandangan Abu Yazid, antara lain yang artinya,
“Aku keluar dari Yang Haq kepada Yang Haq sehingga ia berteriak, Hai dzat, kau
adalah Aku. Pada saat ini aku berada dalam maqam fana".
Sesudah Abu Yazid Al-Bushtami, lahirlah seorang sufi kenamaan, yaitu
Al-Hallaj yang menampilkan teori hulul (reinkarnasi Tuhan). Pada akhir abad II
orang berlomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya. Kemudian
datanglah Junaidi Al-Baghdadi yang meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan
thariqah (tarekat), mengajarkan ilmu tasawuf, memperkenalkan sistem syaikh,
murshid, murid, dan murad, sehingga ia dinamakan Syaikh at-tha’ifah (ketua
rombongan suci).
Dengan demikian, tasawuf abad III dan IV Hijriah sudah berkembang
sehingga mempunyai madzhab, bahkan seolah-olah agama berdiri sendiri.
Menurut Abu Al-Wafa’, tasawuf pada abad-abad ini telah mencapai peringkat
tertinggi sekaligus terjernih dan mereka menjadi panutan bagi sufi-sufi
sesudahnya. Pada abad III dan IV Hijriah , terdapat dua aliran. Pertama aliran
tasawuf Sunni dan aliran tasawuf Falsafi.4
3 Ibid. Hlm. 129-131
4 Ibid. Hlm. 129-131
3. Periode Konsolidasi
Fase ini terjadi pada abad V Hijriah. Pada masa ini ditandai kompetisi dan
pertarungan antara tasawuf semifalsafi dengan tasawuf Sunni. Tasawuf Sunni
memenangkan pertarungan sehingga berkembang sedemikian rupa. Sementara itu,
tasawuf semifalsafi tenggelam dan kembali muncul pada abad VI Hijriah dalam
bentuk yang lain. Kemenangan tasawuf Sunni dikarenakan menangnya teologi
Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah yang dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asy’ari.
Periode
ini
cenderung
mengadakan
pembaharuanserta
pemantapan
dan
pengembalian tasawuf ke landasannya, Al-qur’an dan sunnah.
tokoh-tokohnya adalah Al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (196 H), dan
Al-Ghazali (450-505 H). 5
4. Periode Falsafi
Setelah tasawuf Falsafi mendapat hambatan dari tasawuf Sunni, maka
pada abad VI Hijriah tampillah tasawuf Falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur
dengan ajaran filsafat, berkompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang
maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau
filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf, juga tidak dapat dikatakan
sebagai filsafat, scbut saja tasawuf Falsafi karena di satu pihak memakai termterm filsafat, namun di lain pihak pendekatan terhadap Tuhan memakai metode
dzauq, intuisi, dan wajd.
Ibnu Khaldun dalam bukunya, Muqaddimah, menyimpulkan bahwa
tasawuf Falsafi mempunyai empat objek utama yang menurut Abu Al-Wafa’ dapat
dijadikan karakter sufi Falsafi, yaitu sebagai berikut.
a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi yang timbul
darinya.
b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib.
5 Ibid. Hlm. 134-137
c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap
berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
d. Pemakaian ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar
(syatahiyat) .
Adapun metode pencapaian tujuan tasawuf sama dengan tasawuf
sebelumnya, baik mengenai maqamat, ahwal, riyadhah, muujahadah, dzikir,
mematikan kekuatan syahwat, maupun yang lainnya.
Tokoh-tokohnya ialah Suhrawardi Al-Maqtul. dengan teori isyraqiyah-nya
(pancaran), Ibnu Arabi dengan teori wahdah al-wujud-nya, Ibnu Sabi’in dengan
teori ittihad-nya, Ibnu Faridl dengan teori cinta, fana, dan wahdah asy-syuhudnya.
Pada abad VI dan dilanjutkan abad VII Hijriah, muncul cikal-bakal tarekat
sufi kenamaan. Hingga dewasa ini, pondok-pondok tersebut merupakan oase-oase
di tengah gurun pasir kehidupan duniawi. Kemudian tibalah mereka berjalan
dalam suatu kekerabatan para sufi yang tersebar luas, yang menyangkut seorang
guru, dan menerapkan disiplin dan ritus yang lazim. Tarekat terkénal yang lahir
dan berkembang sampai sekarang antara lain, tarekat Qadariyah yang dikaitkan
kepada Abdul Qadir Al-]ailani (471-562 H), tarekat Suhrawardiyyah yang
dicetuskan Syihabuddin Umar bin Abdillah Al-Suhrawardi (539-631 H), tarekat
Rifa’iyyah yang dikaitkan kepada Ahmad Rifa’i (512 H), tarekat Syadziliyyah
yang dikaitkan pada Abu Al-Hasan Al-syadzili (592-656 H), tarekat Badawiyyah
yang dikaitkan pada Ahmad Al-Badawi (596-675 H), tarekat Naqsyabandiyyah
yang dikaitkan kepada Muhammad bin Bahauddin Al-Uwaisy Al-Bukhari (717791 H).6
5. Periode Pemurnian
A. J. Arberry menyatakan, masa Ibnu Arabi, Ibnu Faridh, dan Ar-Rumi
adalah masa keemasan gerakan tasawuf, baik secara teoretis maupun praktis.
6 Ibid. 137-138
Pengaruh dan praktik-praktik tasawuf kian tersebar luas melalui tarekat-tarekat
dan para sultan serta pangeran yang tidak segan mengeluarkan perlindungan dan
kesetiaan pribadi mereka. Contoh paling menonjol adalah figur terhormat,
Dharma Syaikh, putra Kaisar Moghul, Syaikh Johan yang menulis sejumlah kitab,
di antaranya Al-Majma’ Al-Bahrain, di dalamnya ia mencoba merujuk teori
tasawuf Verdania. Tanda-tanda keruntuhan tampak jelas ketika penyelewengan
dan skandal melanda dan mengancam kehancuran reputasi baiknya.
Kemudian, tasawuf pada waktu itu ditandai bid’ah, khurafat, mengabaikan
syariat dan hukum-hukum moral, dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan,
membentengi diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari
rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional, azimat, ramalan, dan
kekuatan ghaib.
Bersamaan dengan itu muncullah Ibnu Taimiyah yang dengan lantang
menyerang penyelewengan-penyelewengan para sufi tersebut. Ia terkenal kritis,
peka tethadap lingkungan sosial, polemis dan tegas berusaha meluruskan ajaran
Islam yang telah diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber
ajaran Islam, Alquran dan sunnah. Kepercayaan yang menyimpang diluruskan,
seperti kepercayaan kepada wali, khurafat, dan bentuk bid’ah pada umumnya.
Menurut Ibnu Taimiyah, yang disebut wali ialah orang yang berperilaku baik
(shaleh), konsisten dengan syariat Islam. Sebutan yang tepat diberikan kepada
orang-orang tersebut ialah muttaqin (QS. Yunus (10): 62-63).
Ibnu Taimiyah cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajarkan
oleh Rasulullah, yaitu menjelaskan dan menghayati ajaran Islam, tanpa embelembel lain, tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu dan tetap melibatkan diri dalam
kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf model ini yang
cocok untuk dikembangkan di masa modern seperti sekarang.
TASAWUF SUNNI
Tasawuf Sunni ialah tasawuf yang pengikut-pengikutnya memagari dengan
Alquran dan sunnah, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka
dengan keduanya.
Berkembangnya tasawuf Sunni ini tidak lepas dari aliran teologi Ahl As-Sunnah
wa Al-Jama’ah, karena keunggulan Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) atas aliranaliran (teologi) lainnya, dengan kritiknya yang keras terhadap keekstreman
tasawuf Abu Yazid Al-Busthami dan Al-HalIaj maupun para sufi lain yang
ungkapan-ungkapannya terkenal ganjil, termasuk kecamannya terhadap semua
bentuk penyimpangan yang mulai timbul di kalangan tasawuf.
. Secara materiil, yang membedakan tasawuf Sunni dengan yang Iain hanya dalam
tingkatan maqamat menuju Al-Haq. Materi paham tasawuf Sunni tidak
menunjukkan paham yang ekstrem sehingga produk materi yang dikembangkan
tetap tidak melampaui secara ekstrem petunjuk nash-nash agama. Itikad Ahl AsSunnah wa Al-jama’ah itu bertauhid menurut konsepsi paham Imam Al-Asy’ari
dan Imam Al-Maturidi, berfiqh mengikuti salah satu mazhab empat dan berakhlak
sesuai dengan perumusan Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid
Al-Ghazali.
Tasawuf Sunni merupakan tasawuf yang mempunyai karaktcr dinamis karena
selalu mendahulukan syariat. Seseorang tidak akan mencapai haqiqah apabila
tidak melalui syari’ah, sedangkan proses pencapaian haqiqah harus melalui
maqamat (terminal-terminal). Aliran Al-Asy’ari menolak mazhab hulul. Paham
Al-Asy’ariyah tidak dapat menerima jika Ilahi turun ke dalam manusia, di
samping tidak dapat menerima jika manusia naik menuju Ilahi.
Tasawuf Sunni terus berkembang sejak zaman klasik Islam hingga zaman modern.
Tasawuf ini sering digandrungi orang karena penampilan paham atau ajaranajarannya tidak terlalu rumit. Tasawuf jenis ini banyak berkembang di dunia
Islam, terutama di negara-negara bermazhab Syafi’i.
Adapun ciri-ciri tasawuf Sunni antara lain sebagai berikut.
1. Melandaskan diri pada Alquran dan sunnah.
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat
pada ungkapan-ungkapan syatahat.
3. lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan
manusia.
4. Kesinambungan antara haqiqah dan syari’ah.
5 Lebih berkonsentrasi pada soaI pembinaan, pendidikan akhlak, serta pengobatan
jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan Iangkah takhalli, tahalli, dan
tajalli.
TASAWUF SYI’I
Di luar dua aliran tasawuf di atas, ada Juga yang memasukkan tasawuf lain
yaitu tasawuf Syi’i atau Syi’ah. Pembagian ini atas ketajaman pemahaman kaum
sufi dalam menganalisis kedekatan manusia dengan kaum Syi’ah golongan yang
dinisbahkan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib.
Hubungan antara Syi’ah dan tasawuf terbilang rumit oleh kenyataan dalam
membicarakan dua hal ini. Tidak berhubungan dengan tingkatan atau dimensi
keislaman pada keduanya. Islam memiliki dimensi eksoteris (lahir) dan dimensi
esoteris (batin), yang bersama dengan segenap perbedaan di dalamnya, mewakili
susunan vertikal wahyu. Namun, hal tersebut juga dibedakan menjadi aliran Sunni
dan Syi’ah yang dapat dikatakan mewakili susunan horizontalnya.
Dalam sejarah, setelah peristiwa Perang Shiffin orang-orang pendukung
fanatik Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan Persia, yaitu suatu
daratan yang terkenal banyak mewarisi tradisi pemikiran sejak Imperium Persia
berjaya. Di daratan inilah kontak budaya antara Islam dan Yunani telah berjalan
sebelum dinasti Islam berkuasa. Ketika itu di daratan Persia ini sudah berkembang
tradisi ilmiah. Pemikiran-pemikiran kefilsafatan juga sudah berkembang
mendahului wilayah-wilayah Islam lainnya.
Oleh karena itu, perkembangan tasawuf Syi’i dapat ditinjau melalui
kacamata keterpengaruhan Persia oleh pemikiran-pemikiran filsafat Yunani Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan kaum Syi’ah
dengan paham tasawuf. Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf Falsafi dengan
sekte Isma’illiyah. Sekte ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan para
imam mereka. Menurutnya, kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususnya
dalam persoalan quthb dan abdal. Bagi para sufi Falsafi, quthb adalah puncaknya
kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan
bahwa doktrin seperti ini mirip dengan doktrin aliran Isma’iliyyah tentang imam
dan para wakil. Begitu juga tentang pakaian compang-camping yang disebut
berasal dari imam Ali.
TASAWUF DI INDONESIA
Masuknya tasawuf di Indonesia sejalan dengan masuknya Islam di Indonesia.
Islam masuk Indonesia melalui berbagai metode yang memerlukan proses dan
penyesuaian terhadap adat dan budaya. Sebelum Islam masuk ke Indonesia,
masyarakat sudah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, maka Islam
pun disebarkan salah satunya adalah melalui mistisisme (tasawuf).