Analisis Balancing Power Antara Uni Erop

NIM
: 1242500377
Nama
: Kurniasari
Mata Kuliah
: Strategi Keamanan
Tema
: Balance of Power dan Turunannya
................................................................................................................................................
Analisis Balancing Power Antara Uni Eropa dengan Rusia Melalui Pembentukan Uni
Eurasia di Kawasan

Pengembangan kekuatan Uni Eropa di kawasan melalui tranformasi keorganisasiannya menimbulkan
kekhawatiran bagi Rusia. Paska keterpurukan ekonomi akibat disintegrasi Uni Soviet, pada tahun
1999, Rusia mulai bangkit dan menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam kancah
internasional. Melihat hal tersebut, melalui kebijakan enlargement, Uni Eropa berupaya untuk
meredam perkembangan kekuatan Rusia melalui peningkatan dominasinya di Eropa Timur dan
Tengah. Lebih lanjut, menanggapi hal tersebut Rusia bersama dengan negara-negara eks-soviet
mencoba membangun dan mengimbangi kekuatan dari Uni Eropa melalui pembentukan Uni Eurasia.
Tulisan ini akan membahas dan mengkaji lebih lanjut mengenai analisis balancing power antara Uni
Eropa dan Rusia melalui pembentukan Uni Eurasia. Dalam upaya mengkaji hal tersebut, penulis

menggunakan konsep balance of influence yang mana proses perimbangan dilakukan dengan
memperhatikan perkembangan konstalasi internasional yaitu melalui perkembangan ekonomi.
Kata Kunci : Uni Eropa, Uni Eurasia, Enlargement, balancing power, balance of influence.
Perluasan Kekuatan dan Pengaruh Uni Eropa di Kawasan
Paska perang dunia II, hampir seluruh negara peserta perang mulai berhitung mengenai
komposisi kerugian ekonomi yang dialami, tidak terkecuali negara-negara di wilayah dataran Eropa.
Melihat kehancuran sektor ekonomi yang berdampak pada sektor lainnya menyebabkan 6 negara
Eropa yaitu Belgia, Belanda, Luksemburg, Italia, Perancis, dan Jerman menyetujui pembentukan
kerjasama ekonomi dibidang batu bara dan baja, yaitu European Coal and Steel Community (ECSC)
yang diresmikan pada tahun 1952.1 Dilihat dari sisi politis, pembentukan ECSC yang diresmikan
melalui Perjanjian Paris ini bertepatan dengan pemberian bantuan ekonomi dalam bentuk Marshall

Plan sebagai upaya pembentukan aliansi kekuatan Amerika Serikat untuk menangkal kekuatan dan
pengaruh Uni Soviet di Eropa.2 Namun demikian, lepas dari sisi politis sejarah pembentukannya, ECSC
terus mengalami transformasi menjadi organisasi yang semakin terpadu dan terintegrasi.
Memasuki tahun 1957, para Mentri Luar Negri keenam negara tersebut bertemu di Roma dan
menyepakati perluasan kerjasama ekonomi. Hal ini ditandai dengan penandatanganan 2 traktat
pembentukan European Atomic Energy Community (Euratom) dan European Economy Community
(EEC). Delapan tahun berselang, pertemuan kembali dilakukan di Brussel untuk membicarakan
tahapan integrasi yang lebih spesifik dan mendalam melalui peleburan ECSC, Eurotom, dan EEC

dalam European Community (EC). Pada tahap ini, beberapa kebijakan dibentuk untuk semakin
mempermudah perkembangan ekonomi seperti penandatanganan perjanjian Schengen yang
mempermudah perpindahan tenaga ahli dan pembentukan pasar tunggal Eropa. Selanjutnya, pada
tahun 1992 European Community kembali mengalami perkembangan menjadi European Union (Uni

1 Dinan, D. (2004). Europe recast: a history of European Union (Vol. 373). Basingstoke: Palgrave Macmillan. Hal 3
2 Fanny Dastanta. (2009). Uni Eropa. Hubungan Internasional: Universitas Indonesia. Hal 33

Eropa).3 Uni Eropa pun menjadi organisasi supranasional yang terintegrasi secara penuh. Selain
mengalami perkembangan dalam struktur organisasi, Uni Eropa pun mulai mengalami pertambahan
jumlah anggota yang cukup signifikan. Pada kisaran tahun 1973 – 1995, beberapa negara telah resmi
bergabung diantaranya: Denmark, Irlandia, Inggris, Yunani, Portugal, Spanyol, Austria, Finlandia, dan
Swedia.4
Identifikasi Masalah
Melihat dominasi Uni Eropa yang semakin besar, Rusia pun mencoba melakukan balancing
melalui dengan membentuk Customs Union (CU) pada tahun 1996 bersama beberapa negara eksSoviet yaitu Belaruz, Kazakhstan, Tajikistan, dan Kyrgystan menginisiasikan, walaupun tidak ada titik
temu negosiasi yang diharapkan 5. Namun demikian, belajar dari kegagalan balancing yang dilakukan,
Rusia melakukan perimbangan dengan memanfaatkan perkembangan sektor

ekonominya. Hal ini


kemudian dilihat oleh Uni Eropa sebagai sebuah ancaman, oleh sebab itu, Uni Eropa kemudian
mengambil kebijakan perluasaan anggota ke negera-negara Eropa Timur dan Tengah menimbulkan
kekhawatiran bagi terbentuknya kembali hegemoni tunggal di kawasan. Merujuk pada hal tersebut,
Rusia dibawah kepemimpinan Vladimir Putin bersama beberapa negara eks-Soviet menginisiasikan
pembentukan Uni Eurasia demi melakukan upayanya dalam pengimbangi dominasi Uni Eropa. Melihat
dialektika penyelarasan kekuatan di benua Eropa, melalui konsep balancing penulis akan mengkaji
lebih mendalam mengenai “analisis balancing power antara Uni Eropa dengan Rusia melalui
pembentukan Eurasia di Kawasan”.
Kerangka Teori: Balance of Influence , Balancing Power
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan teori balance of influence. Kemunculan teori ini
merupakan hasil evolusi dari teori balance of power dan balance of threat yang melihat bahwa proses
perimbangan kekuatan seyogyanya dilakukan dengan cara yang lebih koopreatif mengikuti
perkembangan konstalasi internasional.6 Menelisik lebih jauh, prilaku suatu negara dapat
diidentifikasikan menjadi 3 yaitu bandwagoning, hedging, dan balancing yang mana tulisan ini akan
berfokus pada prilaku negara balancing. Balancing sendiri dapat diartikan sebagai strategi negara
untuk mengimbangi ancaman atau lawan . Seorang ahli bernama Kenneth Waltz lebih jauh
mengatakan bahwa, alasan utama suatu negara melakukan balancing adalah sebagai upaya menahan
perkembangan kekuatan negara hegemon menjadi lebih kuat.


7

Dalam perkembangannya, prilaku balancing menjadi kecenderungan dalam hubungan
internasional. Sebuah negara dapat memilih untuk melakukan internal balancing atau unilateral

balancing. Internal balancing sendiri dapat diartikan sebagai upaya internal negara untuk membangun
kapabilitas kekuatannya sebagai deterrent terhadap kekuatan lawan. Sedangkan unilateral balancing
3 Dinan, D. Loc.cit hal 5-10
4 Perluasan. Diakses melalui

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/key_eu_policies/enlargement/index_id.htm pada

tanggal 09 Jan 2016 pukul 21:50
5 Idib hal 4

6Denik

Iswardani Witarti, Ph.D. (2013). Tinjauan Teoritis Proyeksi Kepentingan Strategis Cina, Amerika Serikat, Dan NegaraNegara Asia Tenggara Dalam Sengketa Laut Cina Selatan. Jurnal Pertahanan. Volume 3: no 3. Hal 4
7Annisa Lestari. (2010). Strategi Pertahanan. Fisip : Universitas Indonesia. Hal 17-20


dapat diartikan sebagai upaya suatu negara untuk akan melakukan provokasi kepada negara lainnya
untuk beraliansi melawan negara pengancam. Semakin besar dominasi negara pengancam, maka
semakin besar juga oposisi yang akan dilakukan. Lebih lanjut, konsepsi balancing semakin kekinian
terlihat semakin samar. Apabila pada era sebelumya balancing dilakukan dengan menggunakan
kekuatan militer yang berarti tindakan dilakukan secara jelas, di era kontemporer balancing dilakukan
dengan tindakan tersirat yang dipandang menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan melakukan
serangan secara agresif.8
Analisis Balancing Power Rusia Melalui Proses Pembentukan Uni Eurasia
Transformasi Uni Eropa dalam bidang keorganisasian menjadikannnya sebagai aktor global
yang sangat diperhitungkan di kawasan. Merujuk pada hal tersebut, negara Rusia pun mencoba
melakukan balancing dengan membentuk Custom Union (CU) pada tahun 1996, yang dinyatakan
gagal karena kerjasama ini tidak pernah mencapai kesepakatan yang diinginkan. Penulis juga
memandang bahwa kegagalan dari pembentukan CU disebabkan karena negara-negara yang
tergabung adalah negara-negara eks-Soviet yang mana pada akhir Perang Dingin mengalami
disintegrasi sehingga secara ekonomi dan politik masih belum stabil. Kegagalan Rusia untuk
mengimbangi Uni Eropa menyebabkan Uni Eropa muncul sebagai hegemoni tunggal di kawasan.
Namun seiring perkembangan waktu, Rusia kembali melakukan balancing.
Pada tahun 1999, di era kepemimpinan Vladimir Putin, Rusia bangkit dari keterpurukan
ekonomi dan menjadi negara pengekspor senjata serta peralatan militer yang menguasai 30% pasar
dunia sehingga meningkatkan GDP secara bertahap. Selain itu, memasuki tahun 2000 inflasi dan

angka pengangguran pun mengalami penurunan. Negara ini dinyatakan berhasil mengentaskan
kemiskinan, pengangguran, masalah sosial, dan pendidikan dalam kurun waktu yang terbilang
singkat. Rusia kemudian muncul sebagai kekuatan baru khususnya di kawasan Eropa. 9 Peningkatan
kekuatan ekonomi Rusia merupakan salah satu bentuk ‘internal balancing’ yang mengancaman bagi
hegemoni tunggal, Uni Eropa. Menangapi hal tersebut, Uni Eropa kemudian mengambil tindakan
dengan menerapkan kebijakan Enlargement sebagai upaya mencegah dominasi Rusia. Dalam
kebijakan ini dinyatakan bahwa setiap negara yang akan bergabung harus memenuhi kriteria yang
ditetapkan oleh Uni Eropa yang terdapat dalam Copenhagen Criteria. Kriteria ini pada dasarnya
menekankan pada penyelenggaraan demokrasi dan HAM disetiap negara kandidat.
Dalam menuju keanggotaannya, setiap negara akan dimonitoring secara ketat dan hasil
monitoring tersebut kemudian diterbitkan Stabilisation and Association Process (SAP).10 Apabila dalam
perkembangannya negara kandidat dianggap telah memenuhi syarat, maka negara tersebut akan
menjadi salah satu anggota Uni Eropa. Melalui penerapan kebijakan Enlargement, pada tahun 2004,
10 negara Eropa Timur dan Tengah secara resmi bergabung, yang diantaranya: Republik Ceko,
8 Ibid
9 Movchan,

V., & Giucci, R. (2011). Quantitative assessment of Ukraine’s regional integration options: DCFTA with European
Union vs. Customs Union with Russia, Belarus and Kazakhstan. Policy Paper PP/05/2011 (November). Institute for Economic
Research and Policy Consulting. Hal 2

10 Schimmelfenning, Frank and Ulrich Sedelmeier. (2005). The Politics of European Union Enlargement. New York: Routledge.

Siprus, Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slowakia, dan Slovenia. 11 Penambahan
10 anggota bagi Uni Eropa secara signifikan telah meningkatan volume siklus perdagangan dan
dominasinya di kawasan Eropa. Hal ini memicu reaksi dari Rusia. Melalui beberapa tahapan, Rusia
kemudian menjalin kerjasama demi membentuk Uni Eurasia sebagai perimbangan kekuatan Uni
Eropa.
Pada tahun 2006, tanpa melibatkan Tajikistan dan Kyrgystan, Rusia berasama Belaruz dan
Kazakhstan melakukan renegosiasi dan sepakat untuk kembali menjalankan Custom Union dengan
kebijakan Single Customs Tariff (SCT). Hal ini merupakan tahapan awal bagi Rusia untuk
mengimbangi kekuatan Uni Eropa. Selanjutnya, pada Juli 2011, ketiga negara tersebut sepakat untuk
penghapusan

kontrol

pabean

yang

membatasi


kerjasama

ekonomi

ketiga

negara

hingga

menyebabkan peningkatan 35% siklus perdagangan ketiga negara. Selain itu, CU juga menciptakan
potensi industri sebesar USD 600 Miliar, 90 miliar barel cadangan minyak, dan produksi pertanian USD
112 miliar. Mendekati akhir tahun 2011, ketiga petinggi negara ini kembali bertemu dan
menandatangani Deklarasi Intergrasi Ekonomi Eurasia (Declaration of Eurasian Economic Integration)
yang mengubah CU menjadi Common Economic Space (CES). Lebih lanjut, pada tanggal 1 Juli 2012,
pertemuan di Moskow membawa perubahan Common Economic Space (CES) menjadi Eurasian

Economic Commision (EEC).12
Semakin terintegrasinya ketiga negara eks-Soviet menunjukan bahwa terdapat upaya yang

sungguh-sungguh dari pihak Rusia sebagai penggagas terbentuknya kerjasama tersebut untuk
menciptakan atau membangun kekuatan baru dalam rangka mengimbangi kekuatan Uni Eropa. Lebih
lanjut,

menjelang

tahun

2015

Eurasian

Economic

Commision

(EEC)

kembali


mengalami

perkembangan baik keanggotaan maupun bentuk organisasi. Tepat tanggal 1 Januari 2015 Rusia,
Belarus, dan Kazakhtan bersama Armenia dan Kyrgyzstan sepakat membentuk Uni Eurasia. Dalam
beberapa dokumen resmi, disampaikan bahwa Uni Eurasia tidak hanya akan mencakup perdagangan
bebas namun juga mencakup pengkoordinasian sistem keuangan negara anggota, pengaturan
bersama sistem industri dan kebijakan pertanian, serta pengembangan jaringan transportasi dan
pasar tenaga kerja.13
Menganalisis pola integrasi yang dipelopori oleh Rusia, maka terlihat jelas keinginan negara
komunis tersebut untuk melakukan balancing melalui penggabungan kekuatan negara-negara ekssoviet. Obsesi Rusia ini semakin ditunjukan oleh Presiden Vladimir Putin melalui tulisannya yang
berkata, "Kami menetapkan tujuan yang lebih ambisius untuk maju ketingkat selanjutnya, melalui
integrasi yang lebih tinggi, yaitu Uni Eurasia, yang akan dibangun berdasarkan pengalaman Uni
Eropa”.14 Pernyataan tersebut mengisaratkan adanya ambisi untuk membentuk organisasi yang setara
11 Ibid
12 Dragneva,

R., & Wolczuk, K. (2012). Russia, the Eurasian Customs Union and the EU: cooperation, stagnation or rivalry?.
Chatham House Briefing Paper REP BP, 1. Hal 30-35
13 Palupi Annisa Auliani. (24 Des 2014). Rusia dan 4 Negara Bekas Uni Soviet Bangun Aliansi Eurasia, Efektif Per 1 Januari.
Diakses

melalui
http://internasional.kompas.com/read/2014/12/24/00124341/Rusia.dan.4.Negara.Bekas.Uni.Soviet.Bangun.Aliansi.Eurasia.Efekt
if.Per.1.Januari . pada 10 Jan 2016. Pukul 17:02
14 Egidius Patnistik. (4 Okt 2010). Putin Serukan Pembentukan "Uni Eurasia". Diakses melalui
http://tekno.kompas.com/read/2011/10/04/15084248/Putin.Serukan.Pembentukan.Uni.Eurasia. pada 20 Jan 2016. Pukul 17:25

dengan Uni Eropa dalam kawasan yang sama. Mengkaji lebih dalam, Vladimir Putin juga berkata
bahwa negara-negara eks-Soviet adalah prioritas kebijakan luar negri Rusia. Hal ini seakan
mengisyrakatkan keinginan Rusia untuk menggabungkan kembali kekuatan negara-negara eks-Soviet
demi mengembalikan kejayaan masa lalu. Lebih lanjut hal tersebut dapat diartikan sebagai balancing
untuk menekan pengembangan dominasi Uni Eropa yang mulai memasuki kawasan Eropa Timur dan
Tengah melalui kebijakan Enlargment.
Kesimpulan
Perkembangan kekuatan Uni Eropa yang menempatkannya sebagai hegemoni tunggal
kawasan mendapat sorotan dari Rusia. Salah satu negara eks-Soviet yang terbesarini kemudian
melakukan balancing power dalam 2 tahapan. Tahapan pertama adalah internal balancing melalui
pengembangan kekuatan ekonominya. Namun dalam tahap pertama, Uni Eropa dapat kembali
melakukan dominasinya dengan menerapkan kebijakan enlargement yang kemudian membawa
dampak pada pertambahan jumlah anggota Uni Eropa. Menanggapi hal tersebut, Rusia kembali
melakukan eksternal balancing. Tahapan ini direalisasikan melalui kerjasama ekonomi dengan
beberapa negara eks-Soviet hingga puncaknya pada tahun 2015 Rusia bersama 4 negara eks-Soviet
sepakat membentuk Uni Eurasia

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4