BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Resiko dan Kebijakan Moneter Terhadap Kemampuan Perbankan Dalam Penyaluran Kredit
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu fungsi bank adalah sebagai perantara keuangan (financial
intermediary ) yang memiliki pengertian bahwa bank melakukan kegiatan
menghimpun dana yang dilakukan dengan mencari sumber dana, salah satu sumber utama dana bank berasal dari masyarakat (Kasmir, 2005 : 64). Dana yang telah diperoleh tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Kegiatan perkreditan merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan sehingga dapat diamati bahwa penyaluran kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan.
Permasalahan yang dapat dilihat terkhusus dari dampak krisis Finansial Global 2008-2009 yang mempengaruhi perlambatan ekonomi Indonesia telah berimbas pada penurunan ekspansi kredit perbankan dan menyebabkan terjadinya penurunan posisi kredit yang turun sebesar 2,1 persen dari Rp.1.300 triliun pada akhir desember 2008 menjadi Rp. 1.273 triliun per januari 2009 (KOMPAS 5 Maret 2009). Hal ini menciptakan peningkatan pengetatan kredit untuk rumah tangga dan perusahaan besar atau dengan kata lain terjadi keketatan likuiditas.
Likuiditas yang ketat membuat perbankan cenderung untuk memegang aset yang likuid dan relatif kurang beresiko, seperti Sertifikat Bank Indonesia(SBI), obligasi pemerintah dan pasar uang antar bank (hipotesis liquidity preference). Hal itu dapat dilihat dari meningkatnya porsi Sertifikat Bank Indonesia dan Fasilitas Bank Indonesia (FASBI) terhadap aktiva produktif. Berdasarkan
hipotesis liquidity preference tersebut, dapat menyebabkan jumlah kredit yang
disalurkan akan cenderung berkurang. Peningkatan (penurunan) suku bunga Sertifikat Bank Indonesia memberikan dampak yang negatif (positif) terhadap penyaluran kredit (Rusdianto, 2012; Anggrahini, 2005).
Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Andriani (2008) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya di negara Indonesia kebijakan melalui penetapan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kredit yang disalurkan. Periode awal tahun 2002 suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 16,93 persen sampai akhir 2003 sebesar 8,31 persen. Hal yang dapat diamati adalah terjadi kebijakan moneter yang tidak efektif. Pada saat itu bank sentral melakukan kebijakan moneter yang ekspansif dengan menurunkan suku bunga SBI. Penurunan tersebut diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit ternyata tidak terjadi, melainkan hal sebaliknya yang terjadi. Kenaikan suku bunga kredit tidak direspon baik oleh investor (debitur) sehingga penyaluran kredit menjadi tidak seperti yang diperkirakan.
Pada perbankan terdapat proses perputaran uang termasuk didalamnya penyaluran kredit, disinilah salah satu jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter terjadi. Dengan berbagai instrumen yang dimiliki, bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan suku bunga perbankan yang kemudian akan dapat mempengaruhi jumlah kredit perbankan dan pada akhirnya jumlah investasi serta kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Mekanisme yang melalui sistem perbankan ini dinamakan transmisi kebijakan moneter jalur pinjaman/ kredit bank (bank lending channel of monetary transmission).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu terdapat perbedaan apakah jalur pinjaman kredit semakin melemah atau tidak di Indonesia, seperti pada penelitian (Agung et al. 2001; Andriyani, 2008) yang membuktikan keberadaan bank
lending channel dalam transmisi kebijakan moneter terjadi di Indonesia, di lain
hal penelitian Hadikusumah (2007) menyatakan bahwa kebijakan moneter melalui jalur kredit di Indonesia belum memberikan pengaruh yang signifikan, dengan kata lain bahwa bank lending channel di Indonesia tidak terjadi.
Melemahnya transmisi kebijakan moneter jalur pinjaman (kredit) bank dapat disebabkan karena dua faktor yang bekerja bersamaan : pertama, karena tingkat konsentrasi industri perbankan yang tinggi (Ridho, 2007). Dikarenakan konsentrasi yang identik dengan adanya perusahaan besar yang menguasai pasar, maka sebagaimana halnya dengan konsentrasi perbankan menyebabkan semakin besar ukuran bank (size), sehingga efektivitas tansmisi kebijakan moneter melalui jalur pinjaman bank akan berkurang. Kedua, peran perbankan (role bank) di dalam mekanisme transmisi telah mengalami perubahan (Kishan dan Opiela, 2000), salah satunya di karenakan inovasi keuangan.
Inovasi keuangan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem keuangan. Namun, di sisi lain inovasi keuangan pada saat yang bersamaan juga berdampak kepada kompleksitas operasi dan transmisi kebijakan moneter sehingga menjadi lebih rumit. Perkembangan inovasi keuangan juga akan mendorong tambahan ketidakpastian dalam lingkungan ekonomi yang dilakukan bank sentral. Pada akhirnya inovasi keuangan memungkinkan untuk menciptakan perubahan peranan perbankan (role bank). Perubahan ini dapat menciptakan peran baru dari perbankan yang memiliki dampak terhadap cara perbankan menyalurkan kredit dan bereaksi terhadap dorongan kebijakan moneter.
Resiko bank harus dipertimbangkan dengan cermat bersamaan dengan karakteristik spesifik-spesifik bank (capital, size, liquidity) dalam menganalisa transmisi kebijakan moneter jalur pinjaman bank (Borio and Zhu, 2008; Altunbas
et al . 2009). Hal ini dikarenakan inovasi keuangan dapat mempengaruhi variabel
dari setiap indikator karakteristik spesifik bank yang digunakan pada literatur jalur kredit bank yang mungkin tidak cukup memadai untuk penilaian yang akurat terhadap kemampuan bank dan kemauan dalam menyalurkan kredit tambahan.
Penelitian Kishan dan Opiela (2000) menemukan bahwa penyaluran kredit dipengaruhi oleh ukuran bank (size) dan modal bank (leverage ratio) yaitu melalui penambahan ekuitas (modal sendiri). Namun, di lain hal indikator size telah menjadi kurang dalam mengindikasikan kemampuan bank dalam penyaluran kredit karena sejumlah besar aset yang telah disekuritisasikan mengakibatkan pengurangan size yang diukur dengan indikator neraca keseimbangan. Sekuritisasi yang disebabkan oleh inovasi keuangan mempengaruhi bank untuk mengurangi batasan likuiditasnya sehingga memperlemah efektivitas saluran kredit dan pada akhirnya menghasilkan ketidakpastian baru dalam transmisi kebijkan moneter. Inovasi keuangan mempersulit dalam interpretasi data keuangan karena seringnya data berubah dengan cepat (Sahabat, 2009) sehingga dapat melemahkan kekuatan penting dari indikator capital to asset ratio. Bila dapat ditelaah lebih lanjut inovasi keuangan mungkin telah mengubah insentif perbankan menuju pengambilan resiko (Hansel and Krahnen, 2007; Instefjord, 2005).
Dalam konteks perekonomian Indonesia, pengamatan terhadap peran faktor risiko di sektor keuangan pada bekerjanya mekanisme transmisi kebijakan moneter belum dilakukan secara mendalam. Goeltom et al. (2009) secara umum menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis empiris, persepsi risiko cukup berperan dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia. Perbankan di Indonesia umumnya mempunyai probabilitas kegagalan (default risk) lebih tinggi diantara perusahaan industri lain (Manurung, 2005). Ini mengindikasikan perbankan memiliki potensi risiko cukup tinggi yang timbul akibat penerbit obligasi (emiten perbankan) tidak bisa melakukan kewajiban atas pembayaran bunga atau kewajiban pokok pada saat jatuh tempo. Berdasarkan kondisi dan kompleksitas Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter, terdapat permasalahan dampak asimetris dari kebijakan moneter (Doni dan Solikin, 2011). Kondisi asimetris tersebut dipengaruhi oleh perilaku sektor keuangan yang cenderung pro siklis dan jalur pengambilan resiko seperti yang dikemukakan oleh Borio dan Zhu (2008).
Doni dan Solikin (2011) menyatakan bahwa pengelolaan stabilitas sektor keuangan dan moneter masih menghadapi permasalahan rigiditas tingkat bunga kredit, dalam artian perkembangan suku bunga pasar keuangan belum sepenuhnya merespon perkembangan suku bunga kebijakan. Pengamatan menunjukan bahwa
spread antara tingkat bunga kebijakan dengan cost of fund semakin menurun,
namun pada saat yang bersamaan spread tingkat bunga kebijakan dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) cenderung meningkat. Dimana didalam SBDK terdapat unsur premi resiko perbankan.
Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan interaksi antara kebijakan moneter dengan resiko bank dalam pengaruhnya terhadap bank lending channel.
Di Indonesia peran sektor perbankan dalam sektor keuangan masih menjadi sangat dominan sehingga sangat menarik memahami pengaruh perubahan risiko sektor keuangan (terkhusus perbankan), karakteristik spesifik bank dan interaksinya dengan kebijakan moneter terhadap penyaluran kredit perbankan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “ANALISIS PENGARUH RESIKO PERBANKAN DAN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KEMAMPUAN PERBANKAN DALAM PENYALURAN KREDIT”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah resiko bank (rasio loan-loss provisions dan expected default
frequency ), karakteristik spesifik bank (rasio capital, size, liquidity)
berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan? 2. Apakah resiko bank (rasio loan-loss provisions dan expected default
frequency ), karakteristik spesifik bank (rasio capital, size, liquidity)
berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan dengan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebagai variabel moderasi?
1.3 Tujuan penelitian
Seperti yang telah dikatakan dalam perumusan masalah diatas maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menguji pengaruh resiko bank, karakteristik spesifik bank yang dimiliki perbankan terhadap penyaluran kredit perbankan di Indonesia.
2. Menguji pengaruh resiko bank, karakteristik spesifik bank terhadap penyaluran kredit perbankan dengan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebagai variabel moderasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit serta pada akhirnya memberikan rekomendasi terhadap investor pasar keuangan guna menilai kemampuan perbankan dan keinginan untuk menyalurkan pinjaman baru.
2. Regulator yaitu Bank Indonesia dapat menjadikan penelitian ini sebagai pertimbangan indikator mikro dan makro ekonomi dalam menjalankan transmisi kebijakan moneter.