My Riset S 1 Analisis Komunitas Burung P

ANALISIS KOMUNITAS BURUNG PADA BERBAGAI TIPE HABITAT
DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO SEBAGAI SUMBER BELAJAR
DALAM MENDUKUNG PRAKTIKUM KONSEP KOMUNITAS HEWAN
REBY OKTARIANDA, SUWONDO, YUSTINA
E-mail: rebyoktarianda@ymail.com
Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau

ABSTRACT
A research has been done to determine the structure of bird communities in various
habitat types in TNTN and become an alternative source of learning support lab. The study
was conducted in April-November 2013 by using a combination of point count method and
transect. Location research purposive sampling by taking into account the type of habitat in
secondary forest, river flow Nilo and plantations (rubber and oil palm). Parameters measured
were the composition, diversity, richness, evenness and species dominance. The research
found 79 species of birds belonging to 11 orders and 27 into the family. In the secondary
forest sites found 53 species with a diversity index of 3.67, 0.92 and evenness of species
richness 10.57. Nilo watersheds found 38 species with a diversity index of 3.36, 0.92 and
evenness of species richness 8.51. Plantation (rubber and oil palm) found 27 species with a

diversity index of 2.86, 0.87 evenness and species richness of 5.89. At all locations there are
two dominant types of birds. The results of the study used as a learning resource in the form
of student work sheet .
Key words: Community, Birds, TNTN and learning resources.

1

PENDAHULUAN
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan kawasan pelestarian alam yang
terdapat di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Tesso Nilo ditetapkan sebagai Taman
Nasional (TN) pada tahun 2004 melalui SK Menteri Kehutanan No.Sk.255/Menhut-II/2004.
Walaupun sudah ditetapkan sebagai TN, Tesso Nilo tidak terlepas dari permasalahan,
khususnya permasalahan pelestarian ekosistem hutan. Aktivitas masyarakat seperti
perambahan dan illegal logging turut menyebabkan rusaknya ekosistem hutan di kawasan
TNTN. Qomar (2008) mengungkapkan bahwa interaksi masyarakat dengan hutan alam
semakin tinggi melalui praktek pembalakan liar dan perambahan sehingga menimbulkan
tekanan besar terhadap ekosistem hutan Tesso Nilo. Hasil investigasi WWF bersama pihak
Balai TNTN (2011) melaporkan luas total perambahan di kawasan hutan TNTN mencapai
52.266,50 ha (Suara Tesso Nilo, 2013). Kondisi ini mengakibatkan hilangnya habitat serta
terfragmentasinya habitat dan dampaknya berpengaruh terhadap komunitas burung.

Degradasi suatu habitat jelas mengakibatkan jumlah jenis dan kehadiran burung di suatu
kawasan menurun.
Burung merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang mendapatkan tekanan
kuat dari aktivitas manusia terhadap hutan Tesso Nilo. Burung merupakan salah satu
komponen ekosistem yang memiliki peranan penting dan tidak sedikit dalam mendukung
berlangsungnya suatu siklus kehidupan organisme. Keadaan ini dapat dilihat dari rantai
makanan dan jaring-jaring kehidupan yang membentuk sistem kehidupannya dengan
komponen ekosistem lainnya seperti tumbuhan. Oleh karena itu keadaan burung disuatu
kawasan sangatlah penting karena dapat menjadi suatu indikator perubahan lingkungan yang
terjadi pada daerah dimana burung tersebut berada (Bibby et al., 2000).
TNTN sebagai suatu ekosistem berfungsi sebagai tempat habitat bagi burung untuk
mencari makan, berkembang biak serta berinteraksi dengan ekosistem. Sebagai salah satu
komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung
dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat ini maka kehadiran burung dalam suatu
ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari dalam Kristanto, 2007).
Permasalahan yang terjadi di TNTN merupakan objek yang dapat dijadikan sumber
belajar mahasiswa pada bahasan komunitas hewan. Komunitas hewan merupakan salah satu
konsep yang harus diberikan kepada mahasiswa. Dengan demikian kegiatan penelitian
analisis komunitas burung pada berbagai tipe habitat di TNTN diharapkan dapat menjadi
sumber belajar dalam mendukung bahan ajar konsep komunitas hewan.

Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui struktur komunitas burung pada berbagai
tipe habitat di TNTN dan menghasilkan sumber belajar untuk mendukung bahan ajar konsep
komunitas hewan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi dasar mengenai komunitas burung di TNTN untuk masukan di dalam mendukung
kehidupan berbagai jenis burung yang ada di TNTN dan pengayaan sumber belajar untuk
mendukung parkatikum konsep komunitas hewan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan April 2013. Penelitian ini dilakukan di TNTN
wilayah kerja seksi konservasi pengelola TN wilayah I Lubuk Kembang Bunga dalam
kawasan zona penyangga. Penentuan lokasi pencuplikan dilakukan secara Purposive
Sampling, di mana tipe habitat di TNTN menjadi pertimbangan. Pengamatan dilakukan di
tiga habitat yang berbeda yaitu di hutan sekunder, aliran Sungai Nilo dan Perkebunan.
Data dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan pengamatan burung secara langsung dan mencatat di lembar pengamatan
2

burung. Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi titik hitung
dan metode transek (Bibby et al., 2000). Pengamatan dengan metode ini jarak antar titik
ditetapkan 200 meter dengan radius pengamatan 50 meter, pengamatan pada setiap titik
dilakukan selama 20 menit. Pengamatan burung dilakukan satu kali pada waktu yang

berbeda. Pengamatan dilakukan antara pukul 06:00-08:00 & 16:00-18:00 WIB dalam waktu
cerah/baik. Pengamatan burung dilakukan dengan cara pengamatan morfologi dan suara.
Parameter yang diamati adalah komposisi jenis di lokasi pengamatan. Perhitungan
dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis (S), dan menghitung indeks keragaman jenis
(H), indeks kemerataan jenis (E), indeks kekayaan jenis (J) dan dominansi (D).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Burung di Taman Nasional Tesso Nilo
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap burung di tiga habitat berbeda yaitu hutan
sekunder, aliran Sungai Nilo, dan perkebunan didapatkan 79 jenis burung yang masuk ke
dalam 11 ordo dan 27 famili. Ordo yang paling banyak dijumpai jenisnya adalah
passeriformes (Gambar 1). Dalam kelas aves ordo passeriformes merupakan ordo dengan
jumlah jenis dan famili yang terbesar dibandingkan dengan ordo lainnya (MacKinnon et al.
2010).
16
14
14

Jumlah Famili

12

10
8
6
4

3
2

2

1

1

1

1

1


1

1

1

0

Ordo
Gambar 1. Komposisi Famili Burung Berdasarkan Ordo di TNTN
Hasil metode kombinasi titik hitung dan transek mencatat 79 jenis burung dari 27
famili dapat dilihat pada Gambar 2. Famili collumbidae merupakan famili yang spesiesnya
sering dijumpai di lokasi penelitian, diikuti oleh timaliidae, pycnonotidae, cuculidae,
alcenidae, silviidae, capitonidae, picidae dan ploceidae. Sebagian besar famili lain diwakili
oleh satu atau tiga spesies saja di lokasi pengamatan.

3

9
8

7
6

5

5

4

4 4
2 3

2

2 2
1

2 2

1 1


2
1 1

1

1 1 1 1

Acciptridae
Phasianidae
Rallidae
Collumbidae
Psittacidae
Cuculidae
Strigidae
Trogonidae
Alcenidae
Meropidae
Bucerotidae
Capitonidae

Picidae
Eurylamidae
Chloropseidae
Pycnonotidae
Dicruridae
Corvidae
Timaliidae
Turdidae
Silviidae
Muscicapidae
Laniidae
Sturnidae
Nectariniidae
Dicaeidae
Ploceidae

Jumlah
speies

10

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Famili
Gambar 2. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Famili di TNTN
Penemuan jenis burung sangat berkaitan erat dengan kondisi habitatnya. Satwa akan
memilih habitat yang memiliki kelimpahan sumberdaya bagi kelangsungan hidupnya,
sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang menguntungkan
baginya (Bibby et al. 2001). Selain itu, Odum (1993) menyebutkan bahwa penyebaran
burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan, kompetisi serta seleksi alam.
Famili Collumbidae ditemukan sembilan jenis burung, yaitu Punai siam (Treron
bincinta ), Punai gading (Treron vernans), Punai besar (Treron capellei), Punai bakau

(Trerron fulvicollis), Pergam hijau (Ducula aenea ), Dederuk jawa (Geopelia striata ),
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis), Delimukan zamrud (Chalcophaps indica ), dan
Merpati batu (Columba livia ). Jenis burung ini sering dijumpai pada tiga lokasi pengamatan
hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan ditemukan banyak tumbuhan hutan yang
sedang berbuah. famili collumbidae merupakan jenis burung pemakan buah-buahan
(MacKinnon et al., 2010).
Banyaknya dijumpai famili timalidae (8 jenis) dan pycnonotidae (7 jenis) ditemukan
ditiga lokasi penelitian disebabkan oleh habit makan dari masing-masing spesies dalam famili
tersebut yang umumnya mencari makanan berupa serangga dan buah-buahan pada lapisan
tajuk bawah dan tengah hutan. Disamping itu kelompok ini merupakan kelompok dengan
anggota jenis yang cukup banyak untuk kawasan barat Indonesia (MacKinnon et al., 2010).
Suku alcenidae (raja udang) banyak ditemukan dihabitat tepian Sungai Nilo
dikarenakan jenis burung ini memang dikenal menyenangi habitat di tepian Sungai atau yang
berhubungan dengan air secara langsung (Strange, 2001; MacKinnon et all., 2010). Suku
bucerotidae (enggang) banyak dijumpai pada habitat hutan sekunder dan aliran Sungai Nilo,
hal ini dikarenakan pada kedua lokasi tersebut umum dijumpai vegetasi pohon yang
berukuran besar dan berbuah seperti pohon ara yang menjadi makanan favotit bagi suku
burung ini. Suku Bucerotidae menggunakan lubang pohon sebagai sarangnya (MacKinnon et
al, 2010). Oleh karena ukuran burung ini besar (berkisar antara 70-120 cm), maka tentunya
pohon yang digunakan juga harus pohon yang besar.
Penemuan burung suku picidae (pelatuk) yang banyak hanya dijumpai di habitat hutan
sekunder, pada habitat ini menunjukkan bahwa kondisi hutan tersebut terdapat beberapa
vegetasi yang tua. Ini sesuai perilakunya yang menyukai struktur vegetasi tua karena akan

4

digunakan untuk mencari makan berupa serangga yang terdapat di batang pohon (MacKinnon
et al., 2010).
Penemuan burung pemangsa (raptor) menunjukkan bahwa habitat tersebut masih
tergolong baik. Sebagai pemangsa puncak (top predator ) dalam piramida atau rantai
makanan, burung pemangsa merupakan penyeimbang ekosistem, sehingga bila ekosistem
terganggu, maka mereka juga akan terganggu (Zulkifli et al., 2012).
Penemuan burung suku ploceidae (Bondol) sangat terkait dengan rerumputan yang
ada dilokasi pengamatan habitat hutan sekunder. Hal ini yang menyebabkan jenis ini
(Lonchura maja, lonchura punculata, & Lonchura striata ) tidak dijumpai di lokasi yang lain,
karena tidak dijumpainya unsur habitat rerumputan yang merupakan makanan utamanya
(MacKinnon et al., 2010).
Jenis Burung Dilindungi
TNTN merupakan daerah penting bagi burung hal ini didasarkan dengan ditemukan
79 jenis dari penelitian ini, hal ini juga didukung dengan adanya jenis-jenis yang dilindungi
dalam red list IUCN, CITES dan Perundang-undangan Indonesia.
Bila dilihat dari statusnya 12 jenis burung yang terdapat di kawasan TNTN yaitu
Elang ular bido (Spilornis cheela ), Elang Brontok (Spizaetus cirrhattus), Luntur putri
(Harpactes duvaecelli), Raja udang meninting (Alcedo meninting), Cekakak emas
(Pelargropsis capensis), Cekakak batu (Lacedo pulchella ), Cekakak belukar (Halcyon
symernensis), Cekakak sungai (Todirhampus sanctus), Rangkong badak (Buceros
rhinoceros), Kangkareng hitam (Antharacoceros malayanus), Julang jambul hitam (Aeros
corrugatus) dan Pijantung kecil (Arachnotera longirostra ) dilindungi UU No 5 Tahun 1990
mengenai konservasi dan Sumber Daya Alam dan Hayati dan Ekosistemnya dan diperkuat
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa serta Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar.
Menurut status red list IUCN (International Union for the Conservation of Nature
and Natural Resource) 2012 terdapat 12 jenis burung yang terdapat di kawasan TNTN
berstatus terancam punah yaitu Puyuh sengayan (Rollulus roulul), Punai bakau (Treron
fulvicollis), Nuri tanau (Psittinus cyanurus), Luntur putri (Harpactes duvacelli), Rangkong
badak (Buceros rhinoceros), Kangkareng hitam (Antharacoceros malayanus), Julang jambul
hitam (Aeros corrugatus), Madi hijau kecil (Cayptonema viridis), Asi topi jelaga
(Malacopteron affine), Tepus tunggir merah (Stachyris maculata ), Tepus kaban (Stachyris
nigricollis), Seriwang jepang (Terpsiphone atrocaudata ) dan 2 jenis burung berstatus rentan
yaitu Punai besar (Treron capellei) dan Empuloh paruh kait (Setornis criniger ).
Ditinjau dari Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES (Convention
on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora ) terdapat 8 jenis
burung termasuk dalam daftar CITES Appendix II (jenis yang statusnya belum terancam
tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan) yaitu Elang ular bido (Spilornis
cheela ), Elang Brontok (Spizaetus cirrhattus), serindit melayu (Louriculus galgulus), Nuri
tanau (Psittinus cyanurus), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Kangkareng hitam
(Antharacoceros malayanus) dan Julang jambul hitam (Aeros corrugatus).
Burung-burung yang terdaftar dalam red list IUCN, CITES dan Perundang-undangan
Indonesia akan mengalami resiko kepunahan yang tinggi apabila tidak dilakukan upaya
konservasi terhadap burung tersebut dan melakukan pengaturan didalam perdagangan agar
jenis burung yang diperdagangkan tetap lestari di alam.

5

Struktur Komunitas Burung di Taman Nasional Tesso Nilo
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan nilai keanekaragaman jenis
burung pada tiga habitat berbeda dan menunjukkan nilai pada kisaran 3,67-2,86. Tingkat
kekayaan jenis burung yang dijumpai memiliki perbedaan, Tabel 1 menunjukkan bahwa
habitat hutan sekunder memiliki nilai kekayaan jenis tertinggi (10,37) dimana ditemukannya
53 spesies di lokasi penelitian daripada dua tipe habitat lainnya. Habitat aliran sungai nilo
memiliki nilai kekayaan jenis (8,51) dengan 38 jenis burung yang ditemukan sedangkan
untuk habitat perkebunan memiliki nilai kekayaan jenis (5,89) dengan 27 jenis burung yang
ditemukan disekitar lokasi.
Tabel 1. Indeks Struktur Komunitas Burung di Masing-Masing Lokasi
Lokasi
Hutan sekunder
Aliran sungai Nilo
Perkebunan
(karet dan sawit)

53
38

Indeks
Keanekaragaman
(H')
3,67
3,36

Indeks
Kemerataan
(E)
0,92
0,92

Indeks
Kekayaan
(R)
10,37
8,51

27

2,86

0,87

5,89

Jumlah
Jenis

Nilai Indeks keragaman jenis pada lokasi perkebunan berbeda bila dibandingkan
dengan nilai keragaman jenis pada kedua lokasi diatas. Hal tersebut dikarenakan pada lokasi
perkebunan komposisi jenis penyusun tegakan vegetasi telah berubah. Struktur vegetasi
merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kekayaan spesies burung (Wiens
dalam Purnomo 2008). Hubungan yang sangat erat antara komunitas burung dengan
keragaman habitat menunjukkan bahwa burung sangat tergantung pada keragaman
kompleksitas dari pohon, tiang, dan semak (Chettri et al., 2005).
Keberadaan tumbuhan sangat terkait dengan ketersedian pakan, tempat bersarang,
perlindungan dari pemangsa dan juga faktor mikroklimat. Perubahan komposisi komponen
habitat berupa jenis-jenis tumbuhan yang berimplikasi langsung terhadap perubahan
ketersediaan sumber daya, akan merubah pula komposisi burung-burung yang
memanfaatkannya yang sekaligus akan merubah jenis burung yang mendiami habitat tersebut
(Partasasmita, 2003).
Hilangnya keanekaragaman spesies tumbuhan menjadi salah satu faktor terpenting
penurunan keanekaragaman spesies burung karena tumbuhan yang beragam pada suatu
habitat akan menyediakan tempat pakan yang berlimpah (Dendi, 2012; Beukema et al., 2007;
Tata HL et al., 2011; Aratrakorn et al.,2007).
Berdasarkan pada tabel 2 dapat dilihat bahwa indeks kemerataan jenis burung
disemua lokasi memiliki nilai kurang dari 1 (satu) hal tersebut menunjukkan bahwa di semua
lokasi terdapat dominansi satu atau beberapa spesies artinya satu atau beberapa spesies
memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan spesies yang lain.
Golongan jenis yang mengendalikan sebagian besar arus energi dan mempunyai
pengaruh besar terhadap lingkungan dan jenis lain dikatakan mempunyai dominasi ekologis.
Berdasarkan pada komposisi jenis pada gambar 5 (bawah) terdapat 2 jenis burung yang
dominan dan 8 jenis burung subdominan, walaupun jenis-jenis tersebut tidak seluruhnya
menyebar pada masing-masing habitat yaitu Merbah cerukcuk (Pycnonotus goaiver ) 6%,
Cabai rimba (Dicaeum chrysorrheum) 6%, Takur ampis (Colarhampus fuliginosus) 4%,
Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster ) 4%, Merbah belukar (Pycnonotus plumosus) 4%,
Merbah corok-corok (Pycnonotus simplex) 4%, Bondol Peking (Lonchura puncullata ) 3%,
Bondol haji (Lonchura maja ) 3%, Pijatung kecil (Arachnotera longirostra ) 3% dan Prenjak
6

Nilai dominansi (%)

jawa (Prinia familaris) 3%. Burung-burung tersebut mendominasi di seluruh lokasi hutan
TNTN yang sebagian besar menggunakan strata tajuk bawah, tajuk tengah dan tajuk atas. Hal
ini didukung oleh kondisi habitat yang cukup memadai bagi jenis burung tersebut terutama
dalam ketersediaan makanan. Relatif cukup pohon-pohon yang sedang berbunga dan berbuah
serta diikuti dengan jumlah serangga yang membuat sarang disekitar lokasi menjadi pakan
bagi jenis burung pemakan omnivora.

7
6
5
4
3
2
1
0

6

6
4

4

4

4

4
3

3

3

Nama Spesies

Gambar 3. Spesies Dominan dan Subdominan di TNTN
Pemanfaatan hasil penelitian sebagai Sumber Belajar
Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar merupakan suatu usaha untuk
penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Hasil penelitian yang
digunakan untuk memberi informasi kepada peserta didik sebagai pengayaan materi pada
konsep komunitas hewan.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dengan mengacu pada
fakta-fakta yang diperoleh dari penelitian. Fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian
analisis komunitas burung pada berbabagai tipe habitat di TNTN dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 1. Fakta-Fakta Hasil Penelitian
No

Fenomena

1

Komposisi
jenis burung

Dijumpai 79 jenis burung yang masuk
ke dalam 11 ordo dan 27 famili.

Fakta

Konsep komunitas
-

2

Keragaman
jenis burung

Komunitas
di
dalam
lingkungan/habitat yang mantap
mempunyai keragaman jenis yang
tinggi (Odum, 1993).

3

Kemerataan
jenis burung

Indeks keragaman jenis burung pada 3
lokasi berbeda. Keragaman jenis
tertinggi (3,67) pada habitat hutan
sekunder, aliran Sungai Nilo (3,36) dan
keragaman jenis terendah (2,86) pada
habitat perkebunan.
Indeks kemeraataan jenis burung
disemua habitat memiliki nilai kurang
dari satu (

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3