Laporan Analisis Kebijakan KAJIAN MASTER (1)

Laporan Analisis Kebijakan

KAJI AN MASTERPLAN PERCEPATAN DAN
PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI I NDONESI A
( MP3EI )

Handew i P. Saliem
Supriyati
Erizal Jamal
Sri Hery Susilow aty
Helena Juliani Purba
Rina Cantayani

PUSAT SOSI AL EKONOMI DAN KEBI JAKAN
PERTANI AN
BADAN PENELI TI AN DAN
PENGEMBANGAN PERTANI AN
KEMENTERI AN PERTANI AN
2011
1


PENDAHULUAN
1.1.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia
( MP3EI ) 2011- 2025
Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang

Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025,
maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia adalah “Mewujudkan
Masyarakat I ndonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur” (Republik I ndonesia, 2011). Visi
menjadi negara maju dan sejahtera dengan indikator PDB sekitar USD 4,3 Triliun dan menjadi
negara dengan PDB terbesar ke-9 di dunia. Untuk mewujudkan visi tersebut maka pada tanggal
20 Mei 2011 telah diterbitkan Peraturan Presiden Republik I ndonesia Nomor 32 Tahun 2011
tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia

(MP3EI )

2011-2025. Ditargetkan kontribusi PDB dari koridor ekonomi sebagai bagian dari transformasi
ekonomi sekitar 82 persen atau USD 3,5 Triliun. MP3EI merupakan dokumen rencana
pembangunan dimana arahnya tidak pernah bergeser, tetap berpatokan pada Visi I ndonesia

2025, yaitu mengangkat I ndonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar
dunia di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi
yang inklusif dan berkelanjutan.
MP3EI adalah program pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah
I ndonesia.

Pembangunan koridor ekonomi di I ndonesia dilakukan berdasarkan potensi dan

keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh I ndonesia. Sebagai negara yang
terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah
kepulauan I ndonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya
memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk
mencapai visi I ndonesia tahun 2025. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran
strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masingmasing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi.
Melalui langkah MP3EI ,

percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan

menempatkan I ndonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita
yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar

antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar
6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025.

2

Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen
pada periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi
seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju (Gambar 1).

Gambar 1. Aspirasi Pencapaian PDB I ndonesia (Republik I ndonesia 2011)

Dalam penjelasan UU 17 tahun 2007, dinyatakan bahwa visi 2025 akan diwujudkan
melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:
1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari
pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan
kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusatpusat pertumbuhan ekonomi.
2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar
domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.
3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran
untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.

Terkait dengan focus misi untuk mencapai visi 2015, maka t ema pembangunan masingmasing koridor ekonomi dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah
sebagai berikut:

3

1. Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “ Sentra Produksi dan

Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional ”;
2. Koridor Ekonomi Jaw a memiliki tema pembangunan sebagai “ Pendorong I ndustri dan Jasa

Nasional ”;
3. Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “ Pusat Produksi dan

Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional ”;
4. Koridor Ekonomi Sulaw esi memiliki tema pembangunan sebagai ‟ Pusat Produksi dan

Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional” ;
5. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai ‟Pintu

Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional ”;

6. Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai
“ Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional ”.
Dengan diterapkannya koridor ekonomi yang tertuang di dalam MP3EI ini, secara
keseluruhan, PDB I ndonesia akan bertumbuh lebih cepat dan lebih luas, baik untuk daerah di
dalam koridor, maupun untuk di daerah di luar koridor. Pertumbuhan tahunan PDB nasional
dengan penerapan MP3EI

akan menjadi sekitar 12,7 persen secara nasional, dengan

pertumbuhan wilayah di dalam koridor sebesar 12,9 persen. Pertumbuhan di luar koridor juga
akan mengalami peningkatan sebesar 12,1 persen sebagai hasil dari adanya spillover effect
pengembangan kawasan koridor ekonomi.

Pertumbuhan tahunan di Koridor Ekonomi Jawa

disesuaikan dengan RPJMN agar tercapai pengurangan dominasi Pulau Jawa dibandingkan
dengan pulau-pulau lain pada tahun 2025. Selain itu, diharapkan juga terjadi kenaikan
pertumbuhan ekonomi secara merata untuk koridor-koridor ekonomi di luar Jawa (BBSDL,
2011).
Pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian, pertambangan,

energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis.
Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama yang disesuaikan
dengan potensi dan nilai strategisnya masing-masing di koridor yang bersangkutan.
Pengembangan kegiatan ekonomi utama Koridor Ekonomi membutuhkan dukungan dari
sisi energi. Dengan adanya Masterplan P3EI ini, penambahan kebutuhan energi listrik di
I ndonesia hingga tahun 2025 diproyeksikan mencapai sekitar 90.000 MW (dalam kondisi beban
puncak). Dari jumlah tersebut, sebagian besar kebutuhan energi akan digunakan untuk

4

mendukung pembangunan dan pengembangan kegiatankegiatan ekonomi utama di dalam
koridor. Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama, telah diindikasikan nilai
investasi yang akan dilakukan di keenam koridor ekonomi tersebut sebesar sekitar Rp 4.012
Triliun. Dari jumlah tersebut, Pemerintah akan berkontribusi sekitar 10% dalam bentuk
pembangunan infrastruktur dasar, seperti: jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, serta rel
kereta dan pembangkit tenaga listrik, sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari swasta
maupun BUMN dan kolaborasi antara BUMN dan swasta.

1.2.


I nisiatif Strategi
Laporan BBSDL (2011) mengemukakan bahwa pelaksanaan MP3EI dilakukan melalui 3

(tiga) strategi utama yang dioperasionalisasikan dalam inisiatif strategis, yaitu:

1. Strategi pertama adalah pengembangan potensi melalui 6 koridor ekonomi yang
dilakukan dengan cara mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional dan FDI dalam skala
besar di 22 kegiatan ekonomi utama. Penyelesaian berbagai hambatan akan diarahkan pada
kegiatan ekonomi utama sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan realisasi investasi
untuk memacu pertumbuhan ekonomi di 6 koridor ekonomi. Berdasarkan potensi yang ada,
maka sebaran sector, fokus dan kegiatan utama di setiap koridor ekonomi ditampilkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Fokus dan kegiatan utama tiap koridor ekonomi MP3EI .
No

Koridor

Fokus kegiatan utama

1


Sumatera

Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Besi-Baja, JSS

2

Jawa

I ndustri Makanan Minuman, Tekstil, Permesinan, Transportasi,
Perkapalan, Alutsista, Telematika, Metropolitan Jadebotabek

3

Kalimantan

Kelapa Sawit, Batubara, Alumina/ Bauksit, Migas,
Perkayuan, Besi-Baja

4


Sulawesi

Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Nikel, Migas

5

Bali NT

Pariwisata, Peternakan, Perikanan

6

Papua- Maluku

Food Estate, Tembaga, Peternakan, Perikanan, Migas, Nikel.

2. Strategi kedua , memperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi
nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil. Untuk itu akan ditetapkan jadwal


5

penyelesaian masalah peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Menurut laporan
Menko Perekonomian, berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan,
khususnya dunia usaha, teridentifikasi sejumlah regulasi dan perijinan yang memerlukan
debottlenecking yang meliputi:
i.

Mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-undang

ii.

Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik ditingkat pusat
dan daerah, maupun antara sektor/ lembaga

iii.

Merevisi atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
strategi MP3EI (seperti Bea keluar beberapa komoditi)


iv.

Memberikan insentif kepada kegiatan-kegiatan utama yang sesuai dengan strategi
MP3EI

v.

Mempercepat dan menyederhanakan proses serta memberikan kepastian perijinan

Adapun Elemen Utama dari Strategi Kedua adalah:
i.

Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan
pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman.

ii.

Memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat
pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems.

iii.

Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur & pelayanan dasar dalam
menyebarkan manfaat pembangunan secara luas. (Pertumbuhan yang inklusif)

3. Strategi ketiga , pengembangan Center of Excellence di setiap koridor ekonomi. Dalam hal
ini akan didorong pengembangan SDM dan I PTEK sesuai kebutuhan peningkatan daya saing.
Percepatan transformasi inovasi dalam ekonomi yang dilakukan melalui:
i.

Pengembangan modal manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi
secara terencana dan sistematis.

ii.

Memasukkan unsur Sistem I novasi Nasional (SI NAS) dan berbagai upaya
transformasi inovasi dalam kegiatan ekonomi.

Adapun I nisiatif Strategisnya adalah sebagai berikut:
i.

Revitalisasi Puspitek sebagai Science and Technology Park

ii.

Pengembangan I ndustrial Park

iii.

Pembentukan klaster inovasi daerah untuk pemerataan pertumbuhan

iv.

Pengembangan industri strategis pendukung konektivitas

v.

Penguatan aktor inovasi (SDM dan I novasi).

6

I I . PERMASALAHAN PENGEMBANGAN SENTRA PRODUKSI PERTANI AN
Kementerian Pertanian (Kemtan) menindaklanjuti rencana Pengembangan Koridor Ekonomi
I ndonesia di 6 (enam) koridor utama yang telah direncanakan dalam MP3EI , dengan tema
pembangunan pertanian pada masing-masing koridor sebagai sentra

pengembangan baru

yaitu:
(a) Koridor Ekonomi Sumatera sebagai “Produksi Kelapa Sawit dan Karet”
(b) Koridor Ekonomi Jawa sebagai “Pengembangan I ndustri Makanan/ Pangan”
(c) Koridor Ekonomi Kalimantan sebagai “Produksi Kelapa Sawit ”
(d) Koridor Ekonomi Sulawesi sebagai “Produksi Beras, Jagung dan Kakao”
(e) Koridor Ekonomi Bali-NTB-NTT sebagai “ Produksi Jagung, Kedelai dan Ternak”
(f) Koridor Ekonomi Papua sebagai “Produksi Pangan, Perkebunan dan Peternakan”
Dalam periode 2010-2014, Kemtan mempunyai landasan program yang tertuang dalam
Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2009-2014 (Renstra Kemtan). Tujuan pembangunan
pertanian dalam periode 2010-2014 adalah: (i) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul
berkelanjutan

yang

berbasis sumberdaya

local;

(ii)

Meningkatkan

dan

memantapkan

swasembada berkelanjutan; (iii) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk
diversifikasi pangan; (iv) Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor produk pertanian;
dan (v) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Kemtan, 2010).
Sesuai dengan tujuan tersebut, maka selama lima tahun ke depan (2010-2014), dalam
membangun pertanian di I ndonesia, Kemtan mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu:
1. Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan.
3. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor.
4. Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan utam a yaitu: kedelai, gula dan
daging sapi. Swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung. Di
samping prioritas pada lima komoditas pangan utama, juga akan dikembangkan 34 komoditas
lainnya sehingga berjumlah 39 komoditas yang disebut komoditas unggulan nasional.
Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri dari 7 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas
hortikultura, 15 komoditas perkebunan, dan 7 komoditas peternakan (Tabel 2).

7

Tabel 2.
No

Komoditas Unggulan Nasional

1

Komoditas
Tanaman Pangan
(7)

2

Hortikultura (10)

3

Perkebunan (15)

4

Peternakan (7)

Pangan
padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang
hijau, ubi kayu, ubi jalar
cabe, bawang merah, kentang, mangga,
pisang, jeruk, durian, manggis
kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada,
jambu mete, teh, tebu

Non-Pangan

rimpang, tanaman
hias
karet, kapas,
tembakau, cengkeh,
jarak pagar, nilam,

sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/
domba, babi, ayam buras, itik

Sumber: Kemtan, 2010
Dalam pengembangan komoditas/ subsector di enam koridor, secara umum masih
dijumpai permasalahan pada masing-masing kelompok komoditas/ subsector. Dalam tulisan ini,
sentra pengembangan baru dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (i) Pengembangan Sentra
Produksi Pangan (Padi, Jagung dan Kedelai); (ii) Pengembangan Sentra Produksi Ternak (Sapi
potong dan sapi perah); dan (iii) Sentra Produksi Perkebunan (kakao, karet, dan kelapa sawit).
Uraian berikut akan membahas permasalahan 3 kelompok komoditas sentra pengembangan
dalam aspek pengembangan wilayah, produksi dan mutu, serta agroindustri dan pemasaran.
Dalam masing-masing aspek akan dibahas permasalahan dalam bidang regulasi, infrastruktur,
insentif, sumberdaya manusia (SDM) serta riset dan teknologi.

2.1. Permasalahan Pengembangan Sentra Produksi Pangan ( Padi, Jagung dan
Kedelai)
2.1.1. Aspek Pengembangan Wilayah
Komoditas padi dan jagung ditargetkan menjadi komoditas yang mencapai swasembada
berkelanjutan, sementara komoditas kedele ditargetkan mencapai swasembada pada tahun
2014. Dalam periode 2000-2010, luas panen padi dan kedele cenderung meningkat dengan laju
peningkatan 0.83 persen dan 2.49 persen, sementara itu, luas panen kedele cenderung
menurun sebesar 0.93 persen (Tabel 3). Untuk mencapai target swasembada dan swasembada
berkelanjutan, pemerintah memerlukan tambahan lahan pertanian minimal seluas 161,400 ha
per tahun (Wahyunto et al, 2011). Penyediaan lahan untuk pangan menghadapi tekanan
persaingan penggunaannya dengan sektor lain sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan
penduduk. Dengan total luas lahan sawah 7,89 juta ha dan luas panen 12,69 juta ha serta

8

produktivitas 5,16 ton per ha, kemampuan lahan pertanian

( land carrying capacity)

menyediakan pangan yang layak bagi penduduk sejumlah 237 juta telah berada pada batas
kritis. Apalagi dari luas lahan tersebut hanya 40 persen (3,15 juta ha) yang beririgasi teknis dan
diantaranya hanya 818.423 yang pengairannya berasal dari bendung air permanen (Sumarno,
2011).
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen Padi, Jagung, Kedele di I ndonesia, 2000-2010

Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Pertumbuhan (%)

Padi
11,793,475
11,499,997
11,521,166
11,488,034
11,922,974
11,839,060
11,786,430
12,147,637
12,327,425
12,883,576
12,147,637
0.83

Luas Panen (Ha)
Jagung
3,500,318
3,285,866
3,109,448
3,358,511
3,356,914
3,625,987
3,345,805
3,630,324
4,001,724
4,156,706
4,131,676
2.49

Kedele
824,484
678,848
544,522
526,796
565,155
621,541
580,534
459,116
590,956
721,499
660,823
-0.93

Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pengembangan wilayah, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Untuk melindungi lahan pertanian telah diterbitkan Undang Undang
No. 41 tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
Namun, belum semua rancangan PP, Permentan dan Perda sebagai penjabaran UU
tersebut belum selesai sampai saat ini; (ii) Diperlukan UU I rigasi untuk menjamin
ketersediaan air irigasi untuk lahan-lahan pertanian.

2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Terbatas dan belum memadainya

areal produksi tanaman

pangan utama (padi, jagung, kabi); (ii) Ketersedian bendungan dan jaringan irigasi
terbatas; (iii) Kondisi bendungan dan jaringan irigasi kurang terpelihara.
3.

Bidang I nsentif: (ii) Diperlukan dana yang memadai untuk penyediaan data dan
informasi ketersediaan SDL dan SD Air pada skala yang operasional

4.

Bidang SDM: (i) Tenaga kerja pertanian langka, umumnya berusia lanjut; (ii) Peneliti
dan teknisi di bidang pengembangan wilayah semakin terbatas; (iii) Pengelola tata air
mikro terbatas.

9

5.

Bidang Riset dan Teknologi: (i) I nventarisasi dan Karakterisasi SDL dan SD Air pada
tingkat opersional untuk tujuan peningkatan I P maupun untuk perluasan areal masih
terbatas; (ii) Tata air mikro lahan rawa belum berkembangng; dan (iii) Disain pintu air
sesuai dengan agroekosistem dan kebutuhan belum berkembang.

2.1.2. Aspek Produksi dan Mutu
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek produksi dan mutu, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Rancangan Permentan tentang Penjabaran UU No. 12 Tahun 1992
Tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya
Tanaman, belum tersusun; (ii) Revisi Permentan

No. 40/ 2009, tentang Rekomendasi

Pemupukan NPK spesifik lokasi belum selesai; (iii) Diperlukan Pedum Pembinaan terkait
dengan Permentan Permentan No. 43/ 2011 tentang syarat dan tata cara pendaftaran
pupuk anorganik dan Revisi Permentan No. 28/ 2009 tentang Pupuk Organik;
2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Kondisi Jalan usahatani untuk pengangkutan hasil kurang
memadai; (ii)

Kondisi transportasi desa

kurang memadai; (iii) Perlu modernisasi

peralatan laboratorium tanah dan pupuk; (iv) Peralatan Uji Tanah yang sederhana dan
mudah dibawa masih terbatas; ; (v) Penyediaan dan jaringan penyedia benih sumber
belum terbentuk; dan (vi) Rendemen dan mutu giling RMU rendah
3.

Bidang I nsentif: (i) Diperlukan jaminan harga output di tingkat petani; (ii) Diperlukan
Ketersediaan saprodi yang memenuhi 6 tepat ( jenis, jumlah, mutu, lokasi,

dan harga); (iii) masih terbatasnya BUMA traktor tangan dan

tepat

kredit alsintan (alat dan

mesin pertanian); (iv) Subsidi pupuk organik yang selama ini diberikan ke pabrik pupuk
(BUMN) dinilai kurang tepat, sebaiknya dialihkan ke petani/ kelompok tani produsen
pupuk organic; (v) Belum diberlakukannya insentif mutu.
4.

Bidang SDM: (i) Ketrampilan petani menggunakan teknologi masih rendah, cenderung
secara manual
menggunakan

sehingga produksi
benih

berlabel

dan

masih

rendah;

pemupukan berimbang masih rendah; (iv)
organik

efisiensi
(iii)

rendah;

(ii)

Kesadaran

Kesadaran
petani

petani

melakukan

Kesadaran petani menggunakan pupuk

masih rendah; (v) Ketrampilan petani memproduksi pupuk organik masih

rendah; (vi) Pengetahuan para petugas/ penyuluh kurang mutakhir; (vii)

Extention

Linkage belum berjalan; (viii) Kesenjangan antara tunjangan fungsional peneliti K/ L
dengan perguruan tinggi

10

5.

Bidang Riset dan Teknologi: (i) Mekanisasi di Lahan Rawa belum berkembang; (ii)
Teknologi alsin yang mampu menekan kehilangan hasil belum tersedia; (iii) Teknologi
alsin yang efektif dan efisien menurut jenis lahan dan komoditas belum berkembang;
(iv) Teknologi dan keragaman genetik varietas unggul pilihan petani masih terbatas; (v)
Penelitian dan pengembangan Perangkat Uji Tanah, pupuk,

teknologi Nano, pupuk

hayati Silikat dan pembenah tanah masih terbatas; (vi) Diperlukan penelitian dan
pengembangan teknologi

Penaggulangan Lahan Tercemar di lahan Sawah; (vii)

Penelitian dan pengembangan Teknologi Perubahan I klim

masih terbatas; (viii)

Penelitian dan pengembangan teknologi Pengelolaan Air di Lahan Rawa Lebak, hemat
Air di Lahan Sawah belum memadai; (ix) Penelitian dan pengembangan Teknologi
Pengelolaan Sawah Bukaan Baru belum cukup; (x) Diperlukan pemuliaan tanaman untuk
pangan fungsional

2.1.3. Aspek Agroindustri dan Pemasaran
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek agroindustri dan pemasaran tanaman pangan, antara
lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Regulasi impor terigu masih kurang; (ii)Regulasi produk pangan
non-beras belum ada; (iii) I mplementasi Permentan No. 43 Tahun 2009 tentang
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber
Daya Lokal belum berkembang;

(iv) Petani kurang terlindungi dari tengkulak;

Pembentukan dan pemberdayaan keltan berorientasi pemasaran belum diatur; (v)
Sistem informasi pasar yang up to date belum diatur; (vi) Standar mutu dan pengolahan
belum diatur; (vii) I mplementasi aturan permodalan petani untuk

usaha-tani belum

optimal; (viii) Aturan pembentukan jaringan kerjasama petani dengan swasta sebagai
mitra belum ada; (ix) Tata manajemen pemasaran bagi petani belum diatur.
2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Belum berkembangnya pabrik mini pengolah hasil pertanian
tanaman pangan; (ii) Clustering kawasan ubi kayu belum berkembang; (iii) Terbatasnya
sarana akses petani ke pasar; (iv) Belum terbentuknya jaringan informasi tentang harga
pasar dan permintaan; (v) Belum dibangunnya sentra pendidikan berbasis pemasaran
hasil pertanian; (vi) Pasar tani bagi produsen belum ada di semua sentra produksi; (vii)
Pemanfaatan STA (Sub Terminal Agribisnis) dan

TA (Terminal Agribisnis) belum

optimal; (viii) Kemitraan Keltan dengan Lembaga pemasaran dan pengolahan masih

11

terbatas; (ix) Belum terbentuknya jaringan koneksi antar sentra produsi; (x) Standar
peralatan pengolahan belum ada; (xi) kesepahaman antara pemerintah dan Bank belum
optimal; (xii) Belum terbentuknya sistim informasi pasar dan perangkat pendukungnya.
3.

Bidang I nsentif: (i) Harga mocaf lebih tinggi dari harga terigu, diperlukan subsidi harga
tepung mocaf agar dapat bersaing dengan tepung terigu; (ii) Belum ada insentif mutu;
(iii) Memberikan

berbagai kemudahan bagi produsen bahan pangan non beras yang

murah dan praktis; (iv) Jaminan harga bahan pangan non beras melalui subsidi harga;
(v) Dibentuk

lembaga penjaminan harga output; (vi) Pemerintah

perlu memberikan

subsidi bunga bagi petani dikombinasikan dengan penjaminan kredit; (vii) Diperlukan
I nsentif

bagi

swasta yang melakukan kemitraan (misal berupa bunga kredit modal

kerja rendah ); (viii) I nsentif yang memadai bagi petugas sistim informasi pasar.
4.

Bidang SDM: (i) Kemampuan kewirausahaan masih relative kurang; (ii) Pelatihan
teknologi pengolahan masih terbatas; (iii) Kemampuan pengolahan produk masing
rendah; (iv) Sosialisasi Diversifikasi pangan masih rendah; (v) Komitmen dan gerakan
Pemda mempromosikan gerakan diversifikasi pangan belum optimal; (vi) Kapasitas
petani melakukan rebut tawar masih rendah; Keterampilan manajemen dan

peran

kelompok dalam pemasaran masih rendah; (vii) Keterampilan manajemen kelompok
untuk pemasaran masih rendah; (viii) Keterampilan dalam mutu dan penanganan masih
rendah; (ix) Belum ada keseragaman mutu; (x) Sosialisasi kredit program oleh Dinas
Pertanian / penyuluh masih rendah; (xi) Pemberdayaan penyuluh untuk melakukan
sosialisasi

kredit program masih rendah; (xii) Belum semua petani dapat memenuhi

standar mutu yang diminta oleh lembaga mitra;

(xiii)

Perlu peningkatan kemampuan

petani dalam perencanaan pemasaran dan antisipasi harga
5.

Bidang Riset dan Teknologi: (i) Masih diperlukan teknologi pengolahan MOCAF; (ii)
Masih diperlukan teknologi pengolahan tepung komposit;

(iii) Masih diperlukan alsin

Beras buatan; (iv) Masih diperlukan teknologi pengolahan tepung pangan non-beras; (v)
Perlu dikaji tingkat bunga dan tingkat penjaminan yang
akses petani terhadap kredit program; (vi) Perlu
saling menguntungkan.

12

optimal untuk meningkatkan

dikaji pola/ model kerjasama yang

Permasalahan Pengembangan Sentra Produksi Ternak ( Sapi potong dan sapi
perah)
2.2.1. Aspek Pengembangan Wilayah
2.2.

Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pengembangan wilayah, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Belum ada Permentan/ Ekuin tentang penyertaan sapi dalam
integrasi sapi- kelapa sawit; (ii) Belum ada Permentan/ Ekuin tentang pembatasan
ekspor limbah pertanian sebagai pakan ternak

2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Belum tersedia infrastruktur untuk lahan peternakan ( sumber
air : sumur dalam/ em-bung, padang penggembalaan, jalan untuk akses tataniaga) ; (ii)
Belum tersedia transportasi (kapal laut dan KA) dari daerah produsen ke konsumen; (iii)
Belum tersedia RPH modern terintegrasi dengan pengolah daging segar dan olahan; (iv)
Belum tersedia

I ndustri Pangan olahan asal ternak

yang bahan bakunya dari

luar

Jawa; (v) Belum semua perusahaan / plasma kelapa sawit bersedia menerima sapi; (vi)
Belum tersedia pabrik pengolah bahan pakan berbasis limbah pertanian
3.

Bidang I nsentif: -

4.

Bidang SDM: (i) Kurangnya petugas RPH terlatih dan bersertifikat; (ii) Kurangnya
ketrampilan petani kelapa sawit dalam

budi daya sapi; (iii) Kurangnya pengetahuan

pengusaha sawit tentang penggunaan bahan pakan ternak berbasis lokal
5.

Bidang Riset dan Teknologi:

2.2.2. Aspek Produksi dan Mutu
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek produksi dan mutu, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Permentan/ Permendag

tentang kuota pemasukan/ impor sapi

bakalan, daging beku dan susu belum sesuai Blue Print PSDSK/ 2014; (ii) Belum ada
peraturan

tentang kewajiban pemurnian sapi induk lokal melalui I B; (iii) Belum

ditegakkan UU 18/ 2009 beserta PP nya dalam pengamanan produk ternak dari cemaran
penyakit / residu/ bahan pengawet dan kandungan bahan berbahaya lainnya; (iv) Gelum
ada UU I mpor Sapi Hidup
2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Belum semua RPH memenuhi syarat; (ii) Keterbatasan sarana
budidaya sapi perah; (iii) Masih terdapat I nstalasi Karantina Hewan Sementara (I KHS)
di beberapa lokasi/ propinsi; (iv) Kandang kumunal masih terbatas; (v) I nstalasi APPO
masih terbatas; (vi) I nstalasi Biogas masih terbatas.

13

3.

Bidang I nsentif: (i) Pajak

impor susu rendah ; (ii) Kesenjangan insentif

petugas

karantina dengan bea cukai ; (iii) Aturan KUPS perlu diperbaiki; (iv) Bantuan sapi perlu
digalakkan lagi.
4.

Bidang SDM: (i) SDM pengelola RPH
Kurangnya

ketrampilan

peternak

pengetahuan petugas mengenai

dan

belum semua terlatih dan bersertifikat; (ii)
lemahnya

kelembagaan;

(iii)

Kurangnya

gejala penyakit berbahaya dan cara penanggu-

langannya; (iv) Kurangnya ketrampilan deteksi cepat penyakit hewan/ residu/ bahan
pengawet; (v) Kurangnya pelatihan dan pendampingan
5.

Bidang Riset dan Teknologi: (i) Diperlukan prototipe alsin SI TT (shredder, APPO,
biogas)

2.2.3. Aspek Agroindustri dan Pemasaran
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek agroindustri dan pemasaran, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Belum ada Permenhub/ Permendagri tentang penyediaan moda
transportasi ternak (kapal laut dan kereta api); (ii) Belum ada Permentan/ Permendag
tentang penetapan batas minimal harga jual sapi berdasarkan kategori bibit, bakalan,
dan pejantan; (iii) Peraturan impor daging beku masih longgar

2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Belum tersedia kapal laut di sentra produksi dan transportasi
KA untuk ternak di Pulau Jawa; (ii) Belum tersedia pasar hewan modern; (iii) RPH dan
RPA belum menerapkan SOP ketahanan pangan

3.

Bidang I nsentif: (i) Adanya pungutan dan retribusi berlebihan pada setiap check-point
daerah; (ii) I nsentif mutu belum ada

4.

Bidang SDM: Keterampilan

pengolahan pasca panen ternak masih kurang untuk

memberi nilai tambah
5.

Bidang Riset dan Teknologi: Teknologi penanganan karkas belum diterapkan.

2.3. Permasalahan Sentra Produksi Perkebunan ( kakao, karet, dan kelapa saw it)

2.3.1. Aspek Pengembangan Wilayah
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pengembangan wilayah, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) I jin pelepasan lahan untuk perkebunan sawit belum jelas; (ii)
Sosialisasi Perpres No. 10/ 2011 tentang Moratorium Hutan dan Lahan gambut masih
terbatas; (iii) Keterkaitan Perpres No 32 tahun 2011 tentang Masterplan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi I ndonesia (MP3I ) dengan kebijakan lain perlu
diselaraskan ; (iv) Pengaturan RTRW tingkat Nasional dan Regional belum jelas.

14

2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Terbatasnya jalan usahatani perkebunan rakyat; (ii) Data dan
informasi lahan gambut yang rinci dan mutakhir sangat terbatas; (iii) (iii) Data dan
informasi lahan sesuai pada skala yang lebih rinci untuk pengembangan tanaman Sawit,
Karet dan Kakao belum tersedia.

3.

Bidang I nsentif: Diperlukan dana yang memadai untuk penyediaan data dan informasi
penyebaran lahan gambut.

4.

Bidang SDM: (i) Terbatasnya tenaga terampil perkebunan; (ii) Peneliti dan teknisi di
bidang ini semakin terbatas

5.

Bidang Riset dan Teknologi: (i) Kajian RTRW tingkat Nasional dan Regional; (ii) Evaluasi
SDL untuk pengembangan Kelapa sawit, karet dan Kakao pada skala yang lebih rinci di
setiap koridor pengembangan

2.3.2. Aspek Produksi dan Mutu
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek produksi dan mutu, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: (i) Permentan

yang mengatur harga biji kakao fermentasi dan

nonfermentas belum ada; (ii) Penyelesaian Perda sebagai penjabaran Permentan No. 14
tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Kelapa
Sawit belumselesai.
2.

Bidang I nfrastruktur: Belum tersedia pembangunan sentra pengolahan kakao

3.

Bidang I nsentif: (i) I nsentif harga kakao fermentasi relatif rendah, petani cenderung
memproduksi mutu

rendah; (ii) dukungan kredit investasi dan modal kerja dengan

subsidi bunga.
4.
5.

Bidang SDM: Tenaga terampil terbatas
Bidang Riset dan Teknologi: (i) Belum tersedianya bahan tanam dan benih unggul yang
cukup disentra produksi perkebua; (ii) Teknologi pengelolaan gambut ramah lingkungan
dikaitkan dengan penurunan emisi GRK

2.3.3. Aspek Agroindustri dan Pemasaran
Permasalahan yang dihadapi dalam aspek agroindustri dan pemasaran, antara lain:
1.

Bidang Regulasi: -

2.

Bidang I nfrastruktur: (i) Pabrik pengolah hasil perkebunan rakyat terbatas; (ii) Belum
tersedianya kelembagaan yang memadai.

15

3.

Bidang I nsentif: (i) Modal usaha yang dimiliki umumnya kecil; (ii) Diperlukan dukungan
kredit modal kerja dengan subsidi bunga.

4.

Bidang SDM: Peningkatan keterampilan pekebun dalam hal pengolahan

5.

Bidang Riset dan Teknologi:

III.

RENCANA TI NDAK LANJUT ( RTL) PROGRAM PENGEMBANGAN
SENTRA PRODUKSI PERTANI AN

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka di bawah ini disampaikan rencana
tindak lanjut (RTL) program pengembangan sentra produksi tanaman pangan (padi, jagung,
kedele), ternak sapi potong dan sapi perah, serta tanaman perkebunan (kakao, karet, kelapa
sawit). Dalam RTL, diperlukan dukungan dari kementerian/ lembaga di luar Kementerian
Pertanian, sehingga program pengembangan menjadi program bersama lintas sektor (Tabel 4,
5 dan 6).

16

Tabel 4. Matrik RTL Program Bersama Pengembangan Sentra Produksi Pangan (Padi, Jagung dan Kedelai)

KEMENTERI AN
/ I NSTI TUSI

REGULASI

I NFRA STRUKTUR

I NSENTI F
(fiscal/ non-fiskal

SDM

RI SET &
TEKNOLOGI

Aspek Pengembangan Wilayah
Kementerian
Pertanian
Pemda

 Finalisasi

 Pembukaan lahan

Permentan/ Perda
pertanian untuk
serta sosialisasi
produksi tanaman
kepada
pangan (padi, jagung,
masyarakat.
dan aneka kacang)
 Finalisasi
 Pembangunan/ perbaik
Permentan/ Perda
an bendungan; waduk ,
dan serta
embung, jaringan
sosialisasi kepada
irigasi, dan jalan
masyarakat
usahatani pada
wilayah pengembangan

Aspek Produksi dan mutu
 kementan
 Kemenperin
 Kemendag

 Kementan
 Kemenperin

KEMENTERI AN
/ I NSTI TUSI

 Bantuan alsin
 Demplot

 Penyusunan
panduan umum
penekanan
kehilangan hasil
REGULASI

Penyediaan sarana
pascapanen

I NFRA STRUKTUR

 Harga output

 Membenahi tata

yang memberhubungan penelitian
kan keuntungan
dan penyuluhan.
ke petani;
 Pelatihan penyuluh
 Ketersediaan
berjenjang dan
Saprodi yang
teratur
memenuhi 6 T
Pemberian insentif Pelatihan teknologi
mutu
penekanan kehilangan
hasil

I NSENTI F
(fiscal/ non-fiskal

17

SDM

 Penciptaan
teknologi dan
varietas unggul ,
 Penyediaan
logistik benih
sumber

 Teknologi

penekanan susut
hasil

RI SET &
TEKNOLOGI

Aspek Produksi dan mutu ( Lanjutan)
Kemendiknas

Perbaikan kurikulum
pendidikan pertanian
berorientasi
peningkatan nilai
tambah dan daya
saing

Kemenristek

Konsorsium Riset
pangan
 Perakitan varietas
 Teknologi pasca
panen
(pengawetan)
 Lomba karya ilmiah  Pemuliaan
dengan teknik
biomol
 Eksplorasi
sumberdaya
hayati
 Teknologi mitigasi
perubahan iklim
 Riset pangan
potensial
 Teknologi inderaja
(pemantauan luas
tanam)

PATI R-BATAN

LI PI

Reaktor nuklir

Perbaikan
tunjangan
fungsional peneliti
K/ L

LAPAN

18

KEMENTERI AN
/ I NSTI TUSI

REGULASI

I NFRA STRUKTUR

I NSENTI F
(fiscal/ non-fiskal

SDM

RI SET &
TEKNOLOGI

Aspek Agro- I ndustri dan pemasaran




Kemen PU
Kemendag
Kementan

Peraturan akses ke
pasar

 Pembangunan akses




 Kementan,

Peraturan
Kemenperin Pengolahan Pangan
non beras
 Kementan
Peraturan
 Kemendag manajemen
pemasaran



ke pasar
Jaringan informasi
harga antar sentra
produksi
I nformasi harga
Pengembangan pasar
produk olahan
Ketersediaan peralatan
pengolahan

 Pengembangan pasar
komoditas/ pasar
tradisional

Kemudahan
peraturan akses
pasar

Kemudahan
perijinan industri,
hak patent
Kemudahan atur
an/ akses untuk
memasarkan hasil

19

Pelatihan sistem
informasi pasar

 Pelatihan
pengolahan bahan
pangan non beras
 Pelatihan manajemen pemasaran
bagi pelaku pasar

Perlu model sistem
informasi pasar yang
efektif

Teknologi
pengolahan bahan
pangan non beras
Perlu dikaji hambatan pada setiap
tingkat rantai pasar

Tabel 5. Matrik RTL Program Bersama Pengembangan Sentra Produksi Ternak (Sapi potong dan sapi perah)
KEMENTERI AN/
REGULASI
I NFRA STRUKTUR
I NSENTI F (fiscal/ nonSDM
RI SET &
I NSTI TUSI
fiskal
TEKNOLOGI

Aspek Pengembangan Wilayah

 Kemenhub
 Kemendagri
 Kemenristek

Permenhub/ Permenda
gri tentang penyediaan
moda transportasi
ternak (kapal laut dan
kereta api)

 Kem PU
 Kementan

 Kem PU
 Kementan






Kementan
Swasta

Kementrian
Perindustrian

Penyiapan I nvestasi
untuk I ndustri daging
segar dan olahan di
daerah produsen sapi

Penyediaan kapal laut di
sentra produksi dan
revitalisasi transportasi
KA untuk ternak di
Pulau Jawa

Peninjauan ulang
tentang pungutan
dan retribusi
berlebihan pada
setiap check-poin
daerah
Prioritisasi pembangun- Pemberlakuan sistem
an jalan angkutan terin-sentif (biaya
nak dari sentra produksi angkut disub-sidi
ke sentra pemasaran
untuk 2 tahun pertama) bagi pengguna
KA
Pembangunan infrastruktur untuk lahan
peternakan ( sumber air
: sumur dalam/ embung,
padang penggembalaan, jalan untuk akses
tataniaga)
Pembangunan RPH
modern terintegrasi dengan pengolah daging
segar dan olahan
Pengepakan daging
segar dan pengolahan
daging dan fasilitas alat
angkutannya

20

Pelatihan
penanganan
ternak dalam
transportasi
jarak jauh

Teknologi
transportasi ternak

Pemanfaatan
teknologi kincir air
dan sumur artesis
sebagai sumber air
dikawasan padang
penggembalaan
Peningkatan
ketrampilan
SDM RPH yang
bersetifikat
Pelatihan para
pemotong
hewan &
Butcher agar
bersertifikat

KEMENTERI AN/
I NSTI TUSI

REGULASI

I NFRA STRUKTUR

I NSENTI F
(fiscal/ non-fiskal

SDM

Aspek Pengembangan Wilayah ( Lanjutan)
 Kementan
Permentan / Ekuin:
Pembangunan
 Kemenperin
Penyertaan sapi dalam
pabrik pengolahan
integrasi sapi- kelapa
sawit

RI SET & TEKNOLOGI

Pemanfaatan hasil
samping pertanian
untuk pakan ternak
(BI S, lumpur sawit,
pelepah sawit, dll)
Konsorsium penelitian
pengkayaan limbah
pertanian

pakan ternak lokal
di lokasi
perkebunan sawit

Kemenristek
(BATAN, LI PI )

Aspek Produksi dan mutu
Kementan

Permentan tentang
kewajiban pemurnian
sapi induk lokal melalui
IB

Kementan dan
Kemendag

Permentan/ Permendag
tentang kuota pemasukan/ impor sapi bakalan, daging beku dan
susu sesuai Blue Print
PSDSK-2014
Review/ perbaikan Blue
print PSDSK
berdasarkan hasil
sensus ternak 2011

Kementan/
Kemendiknas

Penyediaan
insentif fiscal
bagi peternak
sapi lokal
(terutama PO)
yang melakukan I B
dengan pejantan
PO untuk
pemurnian

Peningkatan pemahaman
peternak tentang
teknologi reproduksi
(penyapihan tepat waktu
agar induk bisa
dikawinkan lagi,
mengawinkan induk
dengan pejantan sejenis
minimal satu kali)

Penyuluhan/ disemaina
si teknologi reproduksi

Peningkatan pengetahuan
peternak melalui
pembinaan kelompok
model Sarjana
Membangun Desa
Membangun sistem
identifikasi dan
registrasi ternak
nasional

Sistem identifikasi dan
registrasi ternak
menggunakan
teknologi informasi

21

Kemenristek
(BATAN, LI PI )

Konsorsium penelitian
pengkayaan limbah
pertanian
Teknologi inderajauh
(mobilitas sapi potong)

Kemeristek
(LAPAN)
KEMENTERI AN/ REGULASI
I NSTI TUSI

I NFRA
STRUKTUR

I NSENTI F
(fiscal/ non-fiskal

SDM

RI SET &
TEKNOLOGI

Pembangunan
lokasi pasar
hewan dengan
sistem lelang
yang transparan menggunakan electronicboard.

Pembebasan biaya
pemasaran untuk 2
tahun pertama oleh
pemerintah daerah
yang akan menguntungkan sebagai
sumber PAD pada
tahun2 selanjutnya
Peninjauan ulang
tentang pungutan
dan retribusi
berlebihan pada
setiap check-point
daerah

Sosialisasi manfaat
penjualan langsung secara
lelang terbuka yang dapat
menstimulasi peningkatan
produktivitas

Studi Analysis
lelang terbuka
dalam
meningkat
kan produktivitas

Aspek Agro- I ndustri dan pemasaran
 Kementan
 Kemendag
 Pemprov

Permentan/ Permendag
tentang penetapan
batas minimal harga
jual sapi berdasarkan
kategori bibit, bakalan,
dan pejantan

22

Tabel 6. Matrik RTL Program Bersama Sentra Produksi Perkebunan (kakao,karet dan kelapa sawit)
KEMENTERI
AN/ I NSTI
TUSI

REGULASI

I NFRA STRUKTUR

I NSENTI F (fiscal/ nonfiskal

SDM

RI SET &
TEKNOLOGI

Aspek Pengembangan Wilayah
Kemhut

I jin pelepasan lahan
untuk perkebunan

Pengaturan RTRW
komoditas perkebunan
harus jelas, disesuaikan
dengan RTRW Nasional
dan kabupaten/ Kota

Kemtan

Peningkatan keterampilan
tenaga penyuluh
Perkebunan
Peningkatan tenaga
terampil dan terdidik

Kemen

Kemen PU

Pembanguan Jalan
usahatani perkebunan
rakyat

Aspek Produksi dan mut u
Kemtan

 Permentan yang

 Bantuan benih dan

mengatur harga biji
kakao fermen-tasi
dan nonfer-mentasi
Kemperin

Pembangunan sentra
pengolahan kakao

Kemen PU

Pembanguan jalan
usahatani perkebunan
rakyat

bibit
 I nsentif harga un-tuk
produk ermen-tasi
yang memadai
Perbaikan mutu sesuai
dengan I SO 9001

23

Pembinaan Penangkar dan  Tersedianya
petani pekebun.
bahan tanam dan
Pembinaan petani dan
benih ung-gul,
kelompok secara periodik
pengenda-lian
OPT

KEMENTERI
AN/ I NSTI
TUSI

REGULASI

I NFRA STRUKTUR

I NSENTI F (fiscal/ nonfiskal

SDM

RI SET &
TEKNOLOGI

Aspek Agro- I ndustri dan pemasaran
Kementan

Kemenperin

Pengaturan Kembali
peran KPB dengan
Gapoktan

Pembinaan kelompok
tani dan Ga[ poktan
Tersedia Pabrik pengolah hasil
perkebunan rakyat

Kemendag

jaminan harga yang
berbasis kualitas

Kemenristek

Konsorsium
Perkebunan

Kemenkeu
Kementan

Skim Kredit yang
mudah diakses
pekebun

24

25

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Penyusunan Data Dasar
Mendukung MP3EI Koridor Kalimantan Dan Lintas Koridor. Laporan Penelitian.
Kementerian Pertanian. 2010a. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014.
Republik I ndonesia. 2011. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia 20112025 Peraturan Presiden Republik I ndonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tanggal 20 Mei 2011.
Sumarno .(2011). Ketersediaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah
Seminar di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor, 29 Novem ber 2011.
Wahyunto, r. Hofiyati, F. Agus. 2011. Sinkronisasi Basis Data Sumber Daya Lahan Mendukung Perencanaan Pembangunan Pertanian dalam Dukungan Penelitian dalam Pelaksanaan UU 41 Tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. PSEKP. Laporan Penelitian

26

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83