Kata kunci: perlindungan, kekerasan seksual, anak-anak, kajian kriminologis

  

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK-ANAK DALAM KAJIAN

KRIMINOLOGIS DIKAITKAN DENGAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

  

Yusnanik Bakhtiar

Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Nangro Aceh Darussalam

Abstract: Sexual crime recently has become a phenomenon. It occurs not only in adults but

also on children. Many factors contribute to it. It may happen anywhere, either in the

neighborhood, on the street, or at the school. The sexual crime that occurs on children will

be an obstacle on children’s psychological behavior, who are victims of the sexual

violence. Act Number 23 of 2002 on the Child Protection is still not effectively enacted to

fight against the sexual crime on children. Limitation about child and the ineffectiveness of

this Act to ensnare the perpetrators of the sexual violence on children is also an obstacle in

providing legal protection. A light sentence does not provide a deterrent effect on the

offenders. It can be seen from the increasing number of the sexual crime that occurs on

children. An effort to prevent the sexual crime can also be done by promulgating and

socializing legislations and regulations that protect children as the victims of violence and

by monitoring, reporting and sanctioning. Furthermore, everyone is prohibited to place, to

let, to do, to order, and to involve in the violence. Then, the role of parents is very

important in providing protection to children, especially in providing protection against

crime of sexual crime on children.

  Keywords: protection, sexual crime, children, criminological analysis

Abstrak: Kekerasan seksual akhir-akhir ini telah menjadi fenomena, tidak hanya terjadi

  pada orang dewasa justru kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja, baik di lingkungan tempat tinggal, jalanan, maupun di sekolah. Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak tentu saja akan berdampak pada psikologis perilaku anak- anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak masih belum efektif dalam upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak. Parameter tentang anak dan belum efektifnya Undang-Undang ini menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak juga menjadi kendala dalam memberikan perlindungan hukum. Ancaman hukuman yang ringan, tidak memberikan efek jera terhadap pelaku. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak. Dalam upaya pencegahan terhadap kekerasan seksual ini juga dapat dilakukan dengan cara penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan dan pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi. Di samping itu, setiap orang dilarang menempatkan membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serta melakukan kekerasan. Di samping itu, peran serta orang tua yang sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak terutama dalam memberikan perlindungan terhadap tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak-anak.

  Kata kunci: perlindungan, kekerasan seksual, anak-anak, kajian kriminologis

  Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 1 Mei 2014 : 61-67 Pendahuluan

  Kekerasan seksual akhir-akhir ini telah menjadi fenomena, tidak hanya ter- jadi pada orang dewasa justru kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak. Banyak faktor yang menyebabkan ter- jadinya kekerasan seksual. Faktor pe- nyebab terjadinya kekerasan seksual ini tidak hanya dipicu oleh perilaku korban tetapi juga dipicu oleh perilaku pelaku dan juga dilatarbelakangi oleh masa lalu pelaku.

  Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja, baik di lingkungan tempat tinggal, jalanan, maupun di sekolah. Sekolah maupun lingkungan tempat ting- gal seharusnya tempat yang aman bagi anak-anak, namun justru di tempat ter- sebut dapat terjadinya kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual ini dapat di- lakukan oleh orang-orang terdekat dan orang yang mengenal korban dengan baik.

  Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak tentu saja akan ber- dampak pada psikologis perilaku anak- anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Oleh sebab itu, kekera- san seksual yang dilakukan terhadap anak-anak tersebut harus menda-patkan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Sanksi tegas tersebut tentu saja di atur di dalam peraturan perundang-undangan yang ber- laku di Indonesia, khususnya yang ber- kaitan dengan hukum pidana.

  Perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual dituangkan di da- lam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dari uraian tersebut maka penulis membahas mengenai kekerasan seksual pada anak-anak dalam kajian hukum pidana.

  Pembahasan Hukum Pidana dan Tindak pidana

  Membuat atau memberikan defi- nisi atau membuat rumusan mengenai hukum pidana yang berlaku secara umum sangat sulit sekali, dan sampai sekarang- pun belum ada definisi hukum pidana yang berlaku secara umum. Menurut Pompe, hukum pidana adalah semua atu- ran hukum yang menentukan perbuatan- perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macam-macam pida- na itu. Sedangkan Simons memberikan definisi hukum pidana adalah perintah- perintah dan larangan-larangan yang di- adakan oleh negara dan diancam dengan suatu nestapa (pidana), barang siapa yang tidak mentaatinya, semua aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan semua aturan untuk me- ngadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. Van Hamel memberikan definisi hukum pidana adalah semua dasar dan aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan keterti- ban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larang- an tersebut.

  1 Di samping itu, Pompe

  membuat rumusan hukum pidana sama halnya dengan hukum tata negara, hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu ke- seluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang di- abstrakkan dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret.

  2 Hukum pidana dapat dibagi

  menjadi hukum pidana material dan 1 Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 7-8 . 2 Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 3. Yusnanik Bakhtiar, Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak ……….

  hukum formil. Menurut Profesor Van Hamel, hukum pidana material itu menunjukkan asas-asas dan peraturan- peraturan yang mengaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman; sedangkan hukum pidana formal menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana material. Hukum pidana juga dibagi ke dalam hukum pidana yang dikodifikasi (gecodificeerd), misal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dan hukum pidana yang tidak dikodifikasi (niet gecodificeerd) seperti peraturan pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan atau per- aturan-peraturan yang bersifat khusus.

  Hukum pidana juga dapat dibagi ke da- lam bagian umum (algemene deel) dan bagian khusus (bijzonder deel). Bagian umum memuat asas-asas umum atau apa yang juga disebut algemene leerstukken, sehingga pada dasarnya ia hanya terbatas pada apa yang telah diatur di dalam Buku Ke I KUHP; sedangkan bagian khusus itu memuat masalah kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran baik yang di kodifikasi maupun yang tidak di kodifi- kasi.

  rita berupa sanksi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika me- lakukan kesalahan. Tujuan dari pidana itu sendiri adalah untuk memberikan efek jera kepada pelaku dengan cara pemberi- an sanksi (nestapa) kepada pelaku keja- hatan. Dengan adanya sanksi pidana ma- ka diharapkan seseorang akan takut untuk melakukan perbuatan yang dilarang di dalam perundang-undangan. 3 Ibid, hal. 10-12.

  Menurut G. Peter Hoefnagels, tu- juan pidana adalah untuk penyelesaian konflik (conflict resolution) dan mempe- ngaruhi para pelanggar dan orang-orang lain ke arah perbuatan yang kurang sesuai atau melampaui batas hukum (influencing

  offenders and possibly other than offen- ders toward more or less law conforming behavior ). Sedangkan fungsi pidana me-

  nurut Emile Durkheim adalah mencipta- kan kemungkinan bagi pelepasan emosi- emosi yang ditimbulkan atau diguncang- kan oleh adanya kejahatan (the function

  of punishment is to create a possibility for the release of emotions that are arroused by the crime ).

  4 Ada beberapa jenis pidana yang

  dapat dijatuhkan kepada seseorang yang telah diputuskan bersalah. Jenis pidana ini tercantum di dalam Pasal 10 KUHP. Jenis pidana ini juga berlaku bagi delik yang tercantum diluar KUHP, kecuali ketentuan Undang-Undang itu menyim- pang (Pasal 103 KUHP). Jenis Pidana dibagi ke dalam pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya di- jatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan kecuali dalam hal tertentu. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan (KUHP terjemahan BPHN, ber- dasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946). Pidana tambahan berupa penca-butan hak-hak tertentu, perampas- an barang-barang tertentu, dan peng- umuman putusan hakim.

3 Pidana merupakan pemberian de-

  5

  4 Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Teori dan Kebijakan Pidana , PT Alumni, Bandung, hal. 20- 21. 5 A. Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, 2006, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier , PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal 279-280. Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 1 Mei 2014 : 61-67 Kekerasan Seksual pada Anak-Anak dalam Kajian Kriminologis Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

  Kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan salah satu wujud bahwa anak-anak berada dalam posisi yang rentan. Kekerasan seksual merupa- kan pencerminan terhadap kegagalan hu- kum dalam melindungi hak-hak anak.

  Kekerasan merupakan salah satu tindak pidana yang diatur di dalam Undang-Undang. Kekerasan seksual da- pat terjadi pada siapa saja dan pelakunya bisa siapa saja, tidak jarang pelakunya adalah orang-orang yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal korban. Secara yuridis, apa yang dimaksud dengan ke- jahatan kekerasan tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hanya saja di dalam Bab IX Pa- sal 89 KUHP menyebutkan bahwa mem- buat orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan meng- gunakan kekerasan. Dengan demikian da- pat dikatakan bahwa kejahatan kekerasan adalah kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik. Kekerasan tidak hanya berupa kekerasan fisik tetapi juga meliputi kekerasan secara seksual. Tindak kekerasan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual dapat dikategorikan se- bagai tindak pidana.

  Pengertian anak menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah setiap manusia yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan pe-ngertian anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

  Banyak faktor yang dapat menye- babkan terjadinya kekerasan seksual ter- hadap anak-anak. Faktor terjadinya keke- rasan seksual ini dilatarbelakangi oleh berbagai sebab yang kompleks yang saling berkaitan satu sama lain. Kebera- daan korban secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi terjadinya kekeras- an seksual pada anak-anak. Keterkaitan antara korban dan pelaku serta hubungan yang dekat dan interaksi yang sering juga merupakan salah satu pemicu pelaku me- lakukan kekerasan seksual terhadap kor- ban.

  Berkaitan denga peran korban, Steven Schafer mengemukakan beberapa tipe korban yang dikaitkan dengan per- tanggungjawaban yaitu:

  6 a.

  Unrelated victims, yaitu mereka yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan penjahat, kecuali jika si pen- jahat telah melakukan kejahatan ter- hadapnya. Pada tipe ini tanggung- jawab sepenuhnya terletak di tangan si penjahat.

  b.

  Provocative victims, yaitu mereka yang melakukan sesuatu terhadap pe- laku dan konsekuensinya mereka menjadi korban. Korban merupakan pelaku utama. Pertanggungjawaban terletak pada dua pihak yaitu pelaku dan korban.

  c.

  Precipitative victims, yaitu perilaku korban yang tanpa disadari mendo- rong pelaku untuk berbuat jahat. Pertanggungjawaban terletak pada pelaku.

  d.

  Biologically weak victims, yaitu me- reka yang mempunyai bentuk fisik 6 Yusnanik Bakhtiar, 2014, Kriminologi, Unimal Press, Lhokseumawe, hal 41. Yusnanik Bakhtiar, Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak ……….

  dan mental tertentu yang mendorong orang melakukan kejahatan terhadap- nya. Yang bertanggung jawab adalah masyarakat dan pemerintah.

  e.

  Socially weak victims: mereka yang tidak diperhatikan oleh masyarakat sebagai anggota, seperti kaum imi- gran dan kaum minoritas. Pertang- gungjawaban terletak pada pelaku dan masyarakat.

  f.

  Self victimizing victims: mereka yang menjadi korban pemerkosaan karena diri sendiri, seperti kecanduan narko- tika, homo seksual dan judi. Pertang- gungjawaban sepenuhnya terletak pa- da korban.

  g.

  Political victims: mereka yang men- derita karena lawan politiknya. Pada tipe ini tidak ada yang dapat diper- tanggung jawabkan.

  Dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual pada anak-anak ini telah diberi- kan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan masing-masing da- lam proses peradilan pidana, mulai dari laporan kekerasan seksual yang terjadi sampai dengan putusan pengadilan. Na- mun demikian, tentu saja ini belum cukup membantu anak-anak korban kekerasan seksual tersebut, sehingga di samping pe- negakan hukum yang dapat dikenakan terhadap pelaku, bimbingan dan pemulih- an trauma harus dilakukan terhadap kor- ban kekerasan seksual ini.

  Terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlin- dungan Anak, upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak masih belum efektif. Parameter tentang anak dan belum efektifnya undang-undang ini menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak juga menjadi kendala dalam memberikan perlindungan hukum.

  Ancaman hukuman yang ringan, tidak mem-berikan efek jera terhadap pelaku. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka ke-kerasan seksual yang terjadi pada anak-anak.

  Jika ditelusuri lebih mendalam, dampak terhadap anak-anak korban ke- kerasan seksual tidak hanya dapat dirasa- kan dalam jangka pendek. Efek jangka panjang dari kekerasan yang dialami korban juga akan menjadi pelaku ketika mereka menjadi dewasa, apabila korban tidak dibimbing secara baik. Hukuman maksimalpun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak diberikan kepada pelaku kekerasan seksual ini. Undang-undang ini lebih menfokuskan kepada pelaku anak-anak, sementara per- lindungan terhadap hak-hak korban anak belum diakomodasi oleh undang-undang ini dengan baik.

  Perlindungan terhadap anak meru- pakan segala bentuk kegiatan yang men- jamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup dan tumbuh ber- kembang serta berpartisipasi secara opti- mal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlin- dungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ini tertuang di dalam Pasal 1 ayat (2). Setiap anak tentu saja harus mendapatkan perlindungan baik dari orang tua maupun wali yang mengasuhnya. Perlindungan terhadap anak meliputi perlindungan ter- hadap diskriminasi, eksploitasi baik seca- ra ekonomi maupun seksual, penelantar- an, kekejaman, kekerasan dan peng- aniayaan, ketidakadilan, dan perlakuan yang salah. Sebagai orang tua atau wali tentu saja harus melindungi anak-anak yang menjadi tanggungjawabnya. Namun kekerasan seksual ini terkadang juga di- lakukan oleh orang yang seharusnya melindungi anak-anak tersebut, seperti Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 1 Mei 2014 : 61-67

  ayah, paman, kakak, dan tetangga di seki- tar rumah.

  Tujuan pemberian perlindungan terhadap anak yaitu untuk menjamin ter- penuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan ber- partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekeras- an dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, ber- akhlak mulia dan sejahtera.

7 Mengenai

  perlindungan terhadap anak-anak ini ter- tuang di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.

  Pengaturan mengenai korban juga tercantum di dalam Pasal 18 dimana se- tiap anak yang menjadi korban berhak mendapat pendampingan dari seorang pe- nasehat hukum/advokat dan bantuan lain- nya seperti bimbingan seorang psikolog. Di samping orang tua, negara, pemerintah dan masyarakat juga bertanggungjawab dalam memberikan perlindungan ter- hadap anak-anak.

  Mengenai kekerasan seksual ter- hadap anak ini sebagaimana diatur di dalam Pasal 59 berbunyi:

  “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan ber- tanggung jawab memebrikan per- lindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan ter- isolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjual-an dan perdagangan, anak korban 7 Aziz Syamsuddin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 107. kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”. Dalam Pasal 59 ini juga dijelas-kan mengenai tanggungjawab pemerintah dan masyarakat dalam melindungi anak-anak diantaranya adalah anak korban ke- kerasan seksual. Perlindungan ini tidak hanya mengenai pendampingan oleh se- orang advokat tetapi juga pendampingan dalam proses pemulihan psikologis bagi anak-anak. Sehingga rasa trauma yang di- alami anak tidak akan memberi dampak buruk bagi kehidupannya di masa yang akan datang.

  Perlindungan khusus terhadap anak-anak korban kekerasan seksual ini diatur di dalam Pasal 64 ayat (3), per- lindungan tersebut meliputi perlindungan dari pemberitaan identitas media massa dan untuk menghindari labelisasi ter- hadap korban. Pemberian jaminan kesela- matan dan perlindungan bagi saksi kor- ban baik secara fisik maupun mental.

  Upaya pencegahan terhadap ke- kerasan fisik, psikis dan seksual diatur di dalam Pasal 69 yaitu dapat dilakukan me- lalui upaya penyebarluasan dan sosiali- sasi ketentuan peraturan perundang- undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan dan pemantauan, pe- laporan dan pemberian sanksi. Di samping itu, setiap orang dilarang me- nempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serta melakukan kekerasan.

  Perlindungan terhadap korban ke- kerasan seksual dalam Undang-Undang ini masih banyak kekurangan, belum di- akomodasi dengan baik, seperti belum ada penjabaran secara khusus mengenai korban khususnya kekerasan seksual. Yusnanik Bakhtiar, Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak ……….

  Undang-Undang ini lebih menekankan lindungan terhadap tindak pidana ke- pemberian perlindungan kepada pelaku kerasan seksual terhadap anak-anak. anak-anak.

  Daftar Bacaan

Kesimpulan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

  tentang Perlindungan Anak (Lem- Berdasarkan uraian diatas penulis baran Negara Republik Indonesia dapat menyimpulkan bahwa kekerasan

  Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan seksual terhadap anak dapat terjadi di- Lembaran Negara Republik Indo- mana saja dan dapat dilakukan oleh siapa nesia Nomor 4235). saja. Pelaku umumnya adalah orang yang berinteraksi secara intens dengan korban,

  Bakhtiar, Yusnanik, 2014, Kriminologi, Unimal Press, Lhokseumawe. seperti ayah, kakek, paman, kakak, dan

  Darma, Made, 1996, Kriminologi, Raja tetangga dan tidak jarang juga guru dapat Grafindo Persada. menjadi pelaku kekerasan seksual yang

  Farid, Abidin , A.Z dan Hamzah, A, terjadi pada anak-anak didik di sekolah.

  2006, Bentuk-Bentuk Khusus Perlindungan terhadap anak kor-

  Perwujudan Delik (Percobaan,

  ban kekerasan seksual pada anak-anak

  Penyertaan, dan Gabungan Delik)

  diatur di dalam Undang-Undang Nomor dan Hukum Penitensier , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan.

  Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Perlindungan ini tidak hanya diberikan

  Pidana , PT. Citra Aditya Bakti,

  oleh orang tua maupun wali tetapi Bandung. pemerintah dan masyarakat juga harus

  Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Teori berperan serta dalam memberikan per-

  dan Kebijakan Pidana , PT Alum-

  lindungan terhadap anak-anak korban ni, Bandung.

  Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum kekerasan seksual tersebut. Perlindungan

  Pidana , Rineka Cipta, Jakarta.

  terhadap korban kekerasan seksual khu- Syamsuddin, Aziz, 2011, Tindak Pidana susnya anak-anak belum terakomo-dasi

  Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.

  dengan baik oleh Undang-Undang Waluyadi, 2009, Hukum Petlindungan

  Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlin- Anak , Mandar Maju, Bandung. dungan Anak. Oleh sebab itu, upaya pencegahan terhadap kekerasan seksual ini juga dapat dilakukan dengan cara penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak ke- kerasan, pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi. Di samping itu, setiap orang dilarang menempatkan, mem- biarkan, melakukan, menyuruh, melaku- kan atau turut serta melakukan kekerasan. Tidak kalah pentingnya, peran serta orang tua sangat diperlukan dalam mem- berikan perlindungan terhadap anak- anak, terutama dalam memberikan per-

Dokumen yang terkait

Kata Kunci: Audiovisual, demonstrasi, psikomotor, skills laboratory. Abstract - INTEGRASI METODE DEMONSTRASI DAN AUDIOVISUAL TERHADAP PENINGKATAN PSIKOMOTOR PADA PEMBELAJARAN SKILLS LABORATORY

0 0 7

Kata kunci : Sampoinet, budidaya, tambak dan kualitas air PENDAHULUAN - Studi Pendahuluan Kualitas Air Untuk Pengembangan Budidaya Perikanan di Kecamatan Sampoinit Aceh Jaya Pasca Tsunami

0 0 7

Kata Kunci: Identifikasi, Drosophila sp PENDAHULUAN - Studi Keanekaragaman Drosophila Sp. di Kota Jambi

0 1 8

Kata Kunci: evolusi sel, molekul organik, sintesis protein, prokariot, eukariot, hipotesis endosimbiosis. PENDAHULUAN - Pengaruh Jenis dan Dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Cabai (Capsicum annuum L.) Pada Tanah Ultisol

0 0 6

Kata kunci: lutung, Presbytis cristata, pola aktivitas harian PENDAHULUAN - Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi

0 0 6

Kata kunci: Hipertensi, Kualitas hidup, Lansia, World Health Organization Quality Of Life – Bref

0 0 12

Kata kunci: Kombinasi estrogen dan progesteron, kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron,

0 0 6

Kata kunci : Teh kulit buah manggis (Garcinia mangostana L), Methicillin Resistant

0 1 6

Kata kunci: SDVLHQ SUHKRVSLWDO 67(0, ABSTRACT - PENGALAMAN PREHOSPITAL PASIEN DENGAN STEMI (St Elevation Myocard Infract) PERTAMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA

0 2 9

Kata kunci: Akut Miokard Infark, sindrom metabolik, faktor dominan ABSTRACT - FAKTOR-FAKTOR DOMINAN SINDROM METABOLIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) DI RUANG INTENSIVE CARDIOVASKULER CARE UNIT (ICVCU) RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 20

0 0 12