PEMIKIRAN JEAN JACQUES ROUSSEAU 1712 177 (1)

PEMIKIRAN JEAN-JACQUES ROUSSEAU [1712-1778] TENTANG
KEHENDAK UMUM DAN USAHA MENCARI NEGARA IDEAL1
Oleh A. Hajar Mutahir
hajarmutahir1994@outlook.co.id
Mahasiswa Jurusan Aqidah & Filsafat Islam Program Pascasarjana (Strata-2)
Institut Agama Islam Negeri Tulungagung
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang sejarah singkat kehidupan Jean-Jacques Rousseau
sebagai salah seorang filsuf berpengaruh di abad Pencerahan (abad-18).
Pemikirannya, terutama di bidang politik, sangat mempengaruhi revolusi di
Prancis kala itu. Menurut Rousseau, kehendak umum adalah sebuah kehendak
yang berorientasi pada kepentingan umum, di mana kehendak ini dimiliki oleh
setiap orang seperti kesejahteraan sosial, mempertahankan kepemilikan,
keamanan bersama, dan sebagainya. Demikian pula dengan negara, menurut
Rousseau, negara adalah sebuah bentuk pasif dari persatuan beberapa individu
yang memiliki sebuah kesamaan tujuan, kemudian mereka melakukan kontrak dan
membentuk pribadi publik yang bergerak dalam rangka politik. Tugas utama
negara adalah melakukan kehendak umum rakyat yang tertuang dalam undangundang. Pemerintahan hanya sah sepanjang masih dapat menjamin kepentingan
dan kebebasan warga negara.
Keywords: Jean-Jacques Rousseau, Kehendak Umum, Kontrak Sosial
A. PENDAHULUAN

Tanggal 17 Januari 1793 mungkin adalah hari yang tidak akan pernah
dilupakan oleh Raja Louis XVI (Louis-Auguste, Duc de Berry) sampai ke
neraka. Hari itu adalah saat pembacaan tuntutan mati untuknya atas dakwaan
“konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum” dan akhirnya
sang raja dieksekusi pada 21 Januari.2
Eksekusi tersebut merupakan rangkaian akhir dari revolusi politik yang
terjadi di Prancis pada abad ke-18. Rakyat Prancis yang sudah muak dengan
sistem feodal dengan raja yang tidak kompeten (Louis XVI) ditambah adanya
pembagian strata oleh raja. 3 Belum lagi pada masa itu, Prancis sedang
mengalami krisis ekonomi dan kerajaan dalam ambang kebangkrutan. Alasan
1

Tulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Filsafat
Barat, dosen pengampu Dr. Teguh, M.Ag. Telah dipresentasikan di Kelas Filsafat IAIN
Tulungagung pada tanggal 16 Maret 2017.
2
Lih. Ensiklopedia Britanica.
3
Tingkatan bangsawan dan kaum gereja mendapat keistimewaan. Sementara rakyat jelata
sebagai strata ketiga mengalami pembiaran, tidak diperhatikan nasibnya, dan ditekan dengan biaya

pajak yang tinggi. Lih. Hans Fink, Social Philosophy. Terjemahan Jatmiko, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h.81

1

keterpurukan ini juga diakibatkan oleh keluarga kerajaan senang berfoya-foya
dengan uang negara. 4 Akhirnya rakyat membentuk aliansi guna
menggulingkan kekuasaan feodal dan menggantinya dengan sistem
demokrasi.
Semboyan yang diusung oleh aktivis revolusi saat itu adalah liberte
(kebebasan), egaliter (persamaan), fraternite (persaudaraan). Ini tidak lepas
dari pengaruh pemikiran zaman Aufklarung (pencerahan), banyak filsuf yang
hasil karyanya bercorak tentang tema kebebasan dan menentang doktrin
gereja. Dari semangat pencerahan ini, rakyat Prancis khususnya, banyak
belajar tentang teori-teori kemanusiaan dari kaum romantisme terkait
penghargaan terhadap perasaan dan hati nurani tiap manusia.5
Salah satu filsuf yang bisa dibilang paling berjasa menyulut semangat
revolusi adalah Jean-Jeacques Rousseau. Karya masterpiece Rousseau yang
berjudul Du Contract Social setidaknya telah memberi pencerahan pada
rakyat Prancis kala itu, bahwa bentuk negara yang dianut mereka adalah salah.

Negara yang hanya menitikberatkan pada kepentingan individu, menurut
Rousseau tidak bisa dibilang sebagai sebuah negara. Dalam beberapa
diskursusnya, Rousseau juga berusaha mencari sebuah bentuk negara yang
manusiawi juga adil, tanpa adanya ketimpangan sosial di masyarakat.
Melalui tulisan ini, penulis akan mencoba berdialog dengan pemikiran
Rousseau tentang teori “kehendak umum” dalam bukunya Du Contract Social.
Diawali dengan membahas sejarah kehidupan Rousseau (1) dan gagasan
pentingnya, yaitu teori kehendak umum (2). Terakhir, penulis juga akan
membahas tentang bentuk negara ideal menurut pandangan Rousseau (3). Di
tangan filsuf Prancis inilah, negara-nagara di Eropa mengalami perubahan
mengejutkan dari segi politik. Pemikirannya amat dikenal di seluruh penjuru
dunia. Melalui pemikirannyalah cita-cita membentuk negara yang ideal
banyak dijadikan sebagai rujukan oleh aktivis-aktivis politik di penjuru dunia,
terutama oleh rakyat Prancis.
B. SEKILAS TENTANG KEHIDUPAN ROUSSEAU
Rousseau lahir dia Geneva pada 28 Juni 1712. Ia adalah anak kedua
dari Isaac Rousseau. Ibu Rousseau adalah seorang perempuan kaya bernama
Suzanne. Pada 4 Juli 1712, Rousseau dibabtis sebagai seorang pengikut
Kalvinisme. Namun, sayangnya, dua hari kemudian, ibunya meninggal. Pada
waktu itu, ibunya masih berumur 40 tahun. Peristiwa ini amat mempengaruhi

hidup Rousseau. Gaya reflektif dan pemahamannya soal hubungan antar
4

Ibid, h. 83.
J. Favier, Cronicle of le French Revolution. Washington: J. Bradburry & Associates,
1989), h. 24.
5

2

manusia amat diwarnai oleh peristiwa ini. 6 Ayah Rousseau adalah seorang
tokoh ternama di Geneva. Sebagaimana pada masa itu, Geneva memiliki tiga
jenis penduduk. Ayah Rousseau adalah warga kota penuh. Maka, ia memiliki
hak untuk aktif di dalam politik. Penting juga untuk dicatat, bahwa jumlah
warga negara penuh di Geneva pada masa itu kurang dari sepuluh persen dari
jumlah total penduduk.7
Sebagai seorang filsuf, Rousseau bertumbuh dalam suasana akademik
yang baik. Ayahnya adalah orang yang berpendidikan tinggi. Di satu sisi, ia
adalah seorang pembuat jam. Di sisi lain, ia adalah orang yang memiliki minat
membaca amat tinggi. Dari ayahnyalah, Rousseau tertarik membaca tulisantulisan klasik, seperti karya Plutarch, seorang sejarahwan Yunani ternama.

Bahkan, di dalam buku autobiografinya yang berjudul The Confessions,
Rousseau menyatakan, bahwa karena membaca Plutarch, ia sering melihat
dirinya sendiri sebagai orang Yunani, atau orang Romawi. Namun, dalam
perjalanan waktu, kekayaan ayahnya mulai berkurang. Mereka pun terpaksa
pindah pada 1722. Rousseau kemudian tinggal bersama paman dan sepupunya
yang bernama Abraham. Seperti ditulis di The Confession, Rousseau
mengingat masa-masa itu dengan penuh kebahagiaan, sekaligus kepahitan.8
Pada Maret 1728, sebagaimana dicatat oleh Dent, Rousseau
mengalami peristiwa yang mengejutkan. Pada waktu itu, ia sedang berjalanjalan di luar gerbang kota. Namun, ketika ia pulang, ia melihat pintu gerbang
kota telah tertutup. Ia pun membuat keputusan ganjil, yakni memutuskan
untuk pergi meninggalkan kotanya saat itu juga, tanpa pertimbangan, dan
tanpa persiapan apapun. Ia “ingin mencoba kesempatannya di dunia yang
lebih luas”. Selama beberapa waktu, ia menggelandang, hingga akhirnya
berjumpa dengan Françoise-Louise de la Tour, Baronne de Warens, yang juga
dikenal sebagai Madam de Warens. Setelah itu, ia sempat pergi ke Turin,
namun kembali lagi tinggal bersama Madam de Warens. Pada 1731, mereka
pindah ke Chambery, dan tinggal bersama selama sepuluh tahun ke depan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Dent, hubungan mereka dua amat istimewa,
penuh trauma, sekaligus penuh dengan kasih sayang. Rousseau tidak hanya
menjadi kekasih untuk Madam de Warens, tetapi juga pengelola urusanurusan rumah tangganya. Bersamanya, Rousseau membaca beragam karya

klasik, dan mulai berani menulis. Namun, pada 1738, hubungan mereka retak.
Rousseua mulai menjalin hubungan dengan Wintzenfried, asistennya.9
6

Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta: Ircisod,
2012), h. 188.
7
Hans Fink, Social Philosophy…, h. 82.
8
Reza A. A. Wattimena, Jean-Jacques Rousseau, dalam www.rumahfilsafat.com, diakses
tanggal 04 Maret 2017.
9
Ibid,

3

Pada 1762, sekitar tiga puluh tahun kemudian, Rousseau menulis salah
satu karya terbesarnya, yakni The Social Contract. Buku itulah yang menjadi
acuan saya di dalam tulisan ini. Buku itu disambut dengan meriah oleh
berbagai kalangan. Ia bahkan diminta untuk menuliskan konstitusi untuk

Corsica pada 1764 dan Polandia pada 1771.10 “Jika Corsica tidak diinvasi, dan
Polandia tidak pecah”, demikian tulis Wokler, “mungkin saja, di akhir abad
18, kita bisa melihat penerapan prinsip-prinsip Kontrak Sosial di konstitusi
negara yang nyata.” 11 Sebenarnya, inilah cita-cita Rousseau, yakni
mengawinkan teori dan praktek politik praktis. Ini jugalah yang membuatnya
amat dikagumi oleh para pemikir lainnya, terutama oleh para pemikir
Pencerahan. Berbeda dengan Filsafat Politik Plato, yang berbicara tentang
praktek-praktek ideal suatu negara, filsafat politik Rousseau berbicara tentang
situasi konkret tempat tinggalnya, dan bagaimana sebaiknya tempat itu
dikelola dengan prinsip-prinsip yang tepat.
Di sisi lain, banyak juga pihak yang marah dengan tulisan Rousseau
tersebut, terutama pada bagian yang membicarakan agama. Di dalam buku itu,
sebagaimana ditegaskan oleh Wokler, Rousseau menegaskan kaitan antara
agama dan politik. Artinya, orang berpolitik haruslah menggunakan semangat
yang sama, seperti orang beragama, yakni melihat tugas-tugas politik sama
sucinya dengan tugas-tugas suci agama yang melibatkan keberadaan Tuhan.
Pandangan ini menuai banyak kritik, baik dari kalangan agama, maupun dari
kalangan para pemikir sekular. Di mata para filsuf Pencerahan, Rousseau
dianggap sebagai penjilat yang masih berpihak pada tradisi kuno, yakni
agama. Di mata kaum agamawan, ia dianggap sebagai pemikir bejat yang

menyamakan agama dengan kekotoran dunia politik. Namun, posisinya
sebenarnya adalah pada komitmen pencerahan itu sendiri, yakni penggunaan
akal budi dalam kehidupan pribadi, maupun kehidupan publik. Karyakaryanya terus mengalami sensor. Di Paris, buku-buku Rousseau dilarang
terbit. Bahkan, buku-buku itu dibakar di jalan-jalan kota Geneva. Pada 1762,
ia menjadi buronan para penegak hukum. Ia dibenci, baik oleh kaum
agamawan, maupun oleh para pemikir Pencerahan. Dua kelompok yang pada
masa-masa itu juga saling bertentangan.12
Pada 1763, Rousseau mendapatkan perlindungan dari Frederick,
penguasa Prussia (Jerman) pada masa itu. Pada saat yang sama, ia pun
melepaskan kewarganegaraannya di Geneva. Di Prussia, ia seringkali harus
menggelandang, karena tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Sebagaimana
10

Dwi Rahmatanto, Ikhtar Mencari Negara Ideal Bersama J.J. Rousseau, dalam
www.lsfcogito.org, diakses 04 Maret 2017.
11
Lih. Wokler dalam tulisan Reza A. A. Wattimena, Jean-Jacques Rousseau, dalam
www.rumahfilsafat.com, diakses tanggal 04 Maret 2017.
12
Ibid,


4

dicatat oleh Wokler, Rousseau pada masa-masa itu seringkali mengalami
ketakutan berlebihan atas niat-niat orang-orang di sekitarnya. Ia merasa,
bahwa semua orang memiliki niat jahat padanya. Pada 1766, ia menemukan
pelindung baru, yakni David Hume di Inggris. Di sana, Rousseau tinggal lebih
dari 18 bulan, terutama di Wootton, Staffordshire, Inggris. Namun, kecemasan
dan ketakutannya terus ada, dan semakin bertambah. Ia selalu merasa, semua
teman-temannya, termasuk Hume dan para pemikir Pencerahan di Prancis
lainnya, bersekongkol untuk menjatuhkannya. Kecemasan dan ketakutan ini
sungguh membuat hidup Rousseau menderita. Pada masa-masa yang sama,
berbagai tulisan lahir dari tangannya, mulai dari tentang musik, botani, puisi,
sampai karya-karya tentang pendidikan. Ia juga menulis autobiografi
perjalanan hidupnya sendiri. Perasaan cemas, takut, dan kebencian pada
orang-orang yang mengejarnya membuatnya harus kembali melarikan diri ke
Paris bagian Utara, yakni di Ermenonville. Di tempat inilah, ia mengalami
pendarahan, dan meninggal dalam diam. Namun, sebagaimana dicatat oleh
Wokler, banyak orang menduga, Rousseau membunuh dirinya sendiri.13
Menurut Nicholas Dent, di dalam bukunya tentang Rousseau,

perjalanan hidup Rousseau dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama
adalah 1712-1749. Ini adalah masa-masa penempaan awal Rousseau sebagai
seorang pemikir. Pada masa-masa ini, ia banyak menulis soal musik. Bagian
kedua adalah masa pendewasaan, yakni 1750-1764. Pada masa-masa ini,
banyak karya-karya terbaik Rousseau terbit. Diantaranya adalahDiscourses,
La Nouvelle Héloïse, Émile, The Social Contract, dan Letter to d’Alembert.
Bagian ketiga adalah 1764-1768. Di masa ini, ia mengalami banyak gangguan
mental. Pada masa ini pulalah ia menulis The Confession, autobiografinya
yang terkenal.14 Pembagian ini, pada hemat saya, dapat membantu kita untuk
memahami berbagai konteks peristiwa yang mempengaruhi hidup serta
pemikiran Rousseau.
C. PEMIKIRAN ROUSSEAU TENTANG KEHENDAK UMUM
Garis besar kritikan Rousseau dalam semua karya tulisnya adalah
pendapat yang mengatakan agar kembali ke keadaan alamiah (state to nature).
Rousseau mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa pada kodratnya manusia
itu adalah baik. Anggapan ini menjadi prinsip dasar dari tulisannya tentang

13

Ibid,

Lih. Nicolas Dent, Rousseau, (London: Routledge, 2005), h. 08. Dalam tulisan Reza
A.A Wattimena, di www.rumahfilsafat.com, diakses tanggal 04 Maret 2017.
14

5

etika, di mana pendapat ini berasal dari ketakutannya bahwa ia sendiri adalah
orang yang jahat.15
Menurut Rousseau bahwa “manusia alamiah” itu hidup dalam keadaan
polos dan mencintai dirinya sendiri secara spontan. Ia sesungguhnya bebas
dari kewenangan orang lain dan semua individu memiliki kedudukan yang
sama. Kepolosan manusia tersebut pada akhirnya akan hancur sewaktu ia
menjamin kebutuhan-kebutuhannya masuk ke dalam kesatuan masyarakat.
Dengan manusia telah bermasyarakat, maka “ketidaksamaan” menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dengan kehidupan mereka. Ketidaksamaan itulah yang
akan dapat menimbulkan segala kemerosotan dan egoisme. Namun, di lain
pihak, Rousseau melihat bahwa manusia tidak mungkin kembali kepada
keadaan state of nature. Walau bagaimanapun, sosialisasi adalah perihal yang
tidak dapat dihindari karena hanya dalam kesatuan masyarakat itulah manusia
dapat menjamin kebutuhan-kebutuhannya. 16 Dalam hal ini, Rousseau
berhadapan dengan dilema, yaitu di satu pihak proses pemasyarakatan
manusia menghasilkan suatu keadaan akan kehilangan akan kepolosan dan
kebebasannya yang alamiah, sementara di pihak lain manusia itu tidak dapat
tidak bermasyarakat.
Untuk itu, ia memandang bahwa diperlukannya suatu negara yang
dapat menjamin dengan sungguh-sunguh akan kebebasan setiap warga negara.
Dalam hal ini antara kehendak negara dengan kehendak warganya tidak ada
perbedaan ataupun pertentangan. Begitu pula dengan spontanitas alamiah
manusia tidak dipatahkan, melainkan ditampung. Dalam keadaan seperti ini
individu yang masuk ke dalam negara itu tidak kehilangan apapun dari
individualitas alamiahnya. Sarana untuk merancang negara yang ideal
menurutnya adalah paham “kehendak umum”.
Rousseau menggarisbawahi makna kehendak umum agar tidak disalah
artikan dengan de-liberasi massa.17 Kehendak umum senantiasa mengacu pada
kepentingan umum, sementara de-liberasi massa bisa disebut kehendak semua.
Karena dalam kenyataannya, hasil dari de-liberasi massa hanyalah sebuah
kehendak yang merupakan kumpulan kehendak khusus. Pada titik ini, terdapat
perbedaan istilah antara; kehendak khusus, kehendak umum, dan kehendak
semua, yang mana satu sama lain tidaklah sama namun kerap mengaburkan
pengertian. Pertama, kehendak khusus adalah kehendak yang dimiliki oleh
setiap individu, sifatnya cenderung egosentris. Sebagai contoh: hasrat menjadi
15

Tonny P. Situmorang, “Pandangan Rousseau tentang Negara sebagai Kehendak
Umum”, dalam Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, digital library Universitas Sumatera
Utara, 2014, h. 02.
16
Ibid, h. 03.
17
Jean-Jacques Rousseau, Du Contract Social. Terjemahan Rahayu Sutiati Hidayat dan
Ida Sundari Husen, (Jakarta, PT. Dian Rakyat, 2010), h. 47.

6

kaya harta, selalu menang dari orang lain, dsb. Kedua, kehendak umum secara
mudah dapat dinyatakan sebagai sebuah kehendak yang berorientasi pada
kepentingan umum. Kehendak ini dimiliki oleh setiap orang disamping
kehendak khusus. Contohnya: kesejahteraan sosial, mempertahankan
kepemilikan dan sebagainya. Ketiga, kehendak semua (de-liberasi massa)
merupakan kumpulan kehendak khusus dari mayoritas masyarakat. Ini
cenderung banyak disalahartikan sebagai kehendak umum karena dianggap
mewakili hasrat masyarakat.18
Maka, dapat dikatakan bahwa kehendak umum merupakan himpunan
beberapa kehendak khusus yang memiliki kesamaan. Sementara, kehendak
semua tidaklah kehendak yang sama, jadi kekurangan dan kelebihan dari
kehendak ini akan saling membatalkan satu sama lain. Kaburnya pemahaman
atas kehendak umum dan kehendak semua menjadikan seolah-olah dalam
keadaan tertentu, kehendak umum terlihat salah. Padahal, sebenarnya
kehendak itu merupakan kehendak semua yang dipaksakan. Rousseau sendiri
sebenarnya membenarkan kehendak semua karena ia berpegang pada prinsip
“kehendak kita kebaikan kita”. 19 Namun terkadang, kebaikan yang
sesungguhnya tidak bisa dilihat masyarakat secara jernih akibat kurangnya
informasi yang didapat. Namun, harus diakui dalam dunia nyata, banyak
“pihak kepentingan” yang dapat dengan mudah menggunakan kuasanya untuk
mengolah informasi yang berkembang di masyarakat. Sebagai contoh, media
massa yang berperan besar dalam memberikan informasi pada masyarakat,
dewasa ini sudah terjerat oleh kepentingan kapitalis dengan jumlah modal
raksasa. Tentu saja, hal ini juga akan memengaruhi kehendak masyarakat.
Dengan argumennya tersebut, maka Rousseau dengan tegas menolak
adanya lembaga perwakilan rakyat. Dia berpendapat bahwa kedaulatan itu
tidak dapat diwakilkan dengan cara apapun juga. Setiap bentuk perwakilan,
sebagaimana yang dihasilkan dalam pemilihan umum dengan sendirinya
sudah mencampuri identitas dengan memasukkannya ke dalam kehendak
negara, yang dengan demikian dapat menciptakan “keterasingan” yang
dialami oleh individu tersebut. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan adanya
sistem perwakilan langsung sebagaimana yang terdapat di zaman Yunani
Kuno. Undang-undang dan segala kebijaksanaan yang berkenaan dengan
negara diputuskan secara bersama-sama dalam suatu pertemuan yang dihadiri
oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Upaya semacam ini memungkinkan
kebebasan dari setiap orang itu dapat dibatasi karena mereka mempunyai

18
19

Ibid, h, 47-48.
Ibid, h. 48.

7

kehendak dan kebebasan yang sama, maka kehendak itu perlu disalurkan
dengan bebas.20
Rousseau menganggap bahwa kehendak umum itu hanya ada satu
karena kepentingan umum itu memang hanya satu adanya. Masalahnya, di
dalam kenyataanya, tidak semua orang menyetujui kebijaksanaan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dari suatu negara. Menurut Rousseau, keadaan
ini akan dapat mengancam konstruksi negara secara keseluruhan. Untuk
tujuan itu, ada dua masalah yang hendak dipecahkannya, yakni: Pertama,
bahwa bagaimana fakta ketidaksepakatan itu dapat diatasi sehingga kehendak
negara tetap satu. Kedua, bagaimana fakta ketidaksepakatan itu dijelaskan
dalam teorinya. Untuk itu, dia berupaya memberi penjelasan bahwa kehendak
umum muncul dalam kehendak mayoritas. Kalaupun ada pertentangan dalam
kehendak, maka yang lebih diutamakan adalah kehendak umum di mana
kehendak umum itu ditafsirkan sebagai kehendak mayoritas. Pendapat ini
sekaligus merupakan kelemahan utama dari teorinya, karena dengan demikian
pendapat kaum minoritas tidak diperhatikan atau tertampung lagi.21 Padahal
untuk keadaan semacam ini, dengan jelas Rousseau menolak dengan tegas
akan kebebasan warga negara dimana tak seorangpun warga negara itu tidak
tertampung kehendaknya dalam negara sehingga tak setuju juga dengan
konsep perwakilan, karena kedaulatan tidak dapat diwakilkan kepada siapapun
juga.
Kemudian, dijelaskan pula oleh Rousseau bahwa orang yang
berkehendak minoritas ini tidak perlu diindahkan karena mereka memiliki
pandangan yang menyimpang dan terlalu egois, belum sadar dan keliru,
dimana mereka ini perlu diberi pencerahan terlebih dahulu agar mereka sadar
dan sederajat dengan orang yang berpendapat mayoritas. Untuk tujuan itu
diperlukan adanya lembaga yang bertugas untuk mengembangkan kesadaran
politik masyarakat, sehingga dengan demikian orang-orang yang tak sadar ini
dapat dieliminir dengan cara memberikan penerangan kepada mereka.22 Pada
titik ini, nampak adanya kontradiksi yang besar mengenai paham kebebasan
dalam pemikiran Rousseau. Dia rnelihat kebebasan alamiah manusia
hendaknya dipertahankan, kemudian di lain pihak dikatakannya pula bahwa
negara sebagai suatu kondisi yang tak dapat dihindarkan, sehingga wujud
kebebasan yang diinginkan dengan terbentuknya negara itu semakin kabur.
D. MENGIDAMKAN NEGARA IDEAL MELALUI KONTRAK SOSIAL
Rousseau mempunyai pandangan yang berbeda dalam melihat negara
dengan penganut paham teori kontrak (perjanjian) sosial yang lain. Thomas
20

Tonny P. Situmorang, “Pandangan Rousseau…., h. 01.
Ibid, h. 04.
22
Ibid, h. 04.
21

8

Hobbes dan John Locke bertolak dari pengandaian yang sarna yaitu suatu
pendapat bahwa dengan mendirikan sebuah negara maka berarti melepaskan
beberapa hak kepada negara. Di samping itu Hobbes dan Locke juga pada
dasarnya mempunyai pandangan yang sama tentang; negara merupakan suatu
lembaga yang berhadapan dengan para warga negara yang pernah
mendirikannya, sebab itu negara perlu dikontrol. Sedangkan Rousseau dalam
karyanya bertolak dari identitas antara negara dengan rakyat, maka di satu
pihak individu melepaskan diri seluruhnya kepada negara.23
Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya kita memahami terlebih
dahulu pengertian negara menurut Rousseau. Negara, menurut Rousseau,
adalah sebuah bentuk pasif dari persatuan beberapa individu yang memiliki
sebuah kesamaan tujuan, kemudian mereka melakukan kontrak dan
membentuk pribadi publik yang bergerak dalam rangka politik. 24 Berangkat
dari pengertian ini, maka hakikat dari negara, menurut Rousseau, terletak pada
individu dengan latar kehendak yang sama. Perjanjian akan terjadi dengan
“kesadaran diri” masing-masing individu tersebut, bahwa ada sebuah
kepentingan yang tidak dapat diraih apabila tidak membentuk suatu
kekompakan sosial.
Misalnya, kebutuhan mempertahankan harta milik sebagai kepentingan
bersama. Pasti akan sulit apabila seseorang menjamin keamanan semua
miliknya secara sendirian. Maka setiap individu pasti juga akan membutuhkan
bantuan orang lain. Di sinilah peran kekompakan sosial dirasa amat penting
bagi individu. Beberapa orang yang memiliki sebuah keinginan yang sama,
menyerahkan diri mereka kepada suatu perjanjian. Maka tujuan yang semula
bersifat khusus menjelma menjadi tujuan umum tanpa mengurangi hak dan
kebebasan individu tersebut.25
Konsekuensi dari penyerahan ini adalah hilangnya peran individu yang
mengatasi anggota lain dan dapat mengambil keputusan. Karena setiap orang
akan memiliki pandangan yang sama tentang apa yang akan diperbuat.
Mereka secara alamiah sadar bahwa segala yang terjadi pada komunitas
berdampak langsung bagi dirinya, jadi mereka menjadi penentu nasib
komunitas dan diri mereka sendiri. Pelaku perjanjian, selain mendapat hak
yang setara dalam komunitas juga mendapat keuntungan berupa tambahan
kekuatan untuk melindungi semua miliknya.26
Dari sini, dapat kita pahami bahwa secara singkat, kontrak (perjanjian)
sosial, menurut Rousseau, adalah kesepakatan antara beberapa orang demi
membentuk persekutuan karena dilandasi kebutuhan terhadap masyarakat.
23

Ibid, h. 01.
Jean-Jacques Rousseau, Du Contract Social…, h. 25.
25
Ibid, h. 25.
24

9

Kontrak sosial nantinya akan melahirkan rasa persamaan, persaudaraan, dan
senasib-sepenanggungan diantara anggotanya. Akibat moral yang ditimbulkan
sangat bermanfaat bagi negara, khususnya karena merupakan cikal-bakal jiwa
nasionalisme dan semangat patriotik untuk mempertahankan kedaulatan dan
kebebasan diri sebagai bentuk dari kehendak umum.
Pengaruh filsafat Plato sangat kental dalam tulisan Rousseau. Hal ini
terlihat dari: Pertama, keyakinan bahwa pendudukan politik pada hakekatnya
adalah persoalan etika, baru pada persoalan ke dua berada pada tingkat hukum
dan kekuasaan. Kedua, ia mengambil dari dalil-dalil Plato yang termaktub
dalam pemikiran filosofis tentang negara kota (city state), bahwa masyarakat
itu sendirilah yang menjadi lembaga pembentuk kesusilaan yang utama, oleh
karena itu masyarakat itu sendiri menjadi nilai susila yang tertinggi. Mengenai
pandangan tentang negara kota ini, Rousseau berpendapat bahwa bentuk suatu
negara yang ideal adalah negara dengan besar wilayahnya berpenghuni kecil,
dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak. Hal ini berarti bentuk
negara yang kira-kira ideal itu adalah bentuk negara kota sebagaimana yang
terdapat pada masa Plato, Zaman Yunani kuno.27
Jadi, dapat kita pahami bahwa Rousseau menganggap negara itu
sebagai panitia yang diangkat oleh rakyat untuk jangka waktu tertentu dengan
tugas utama melakukan kehendak rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Pemerintah itu hanya sah sepanjang masih dapat menjamin kepentingan dan
kebebasan warga negara. Kebebasan ini adalah menjadi persyaratan yang
diharapkan dalam pembertukan negara tersebut.
Melalui penggambaran semacam itu, maka adanya identitas individu
masyarakat dan identitas negara akan teratasi dengan baik. Dengan begitu,
manusia secara keseluruhan memasukkan dirinya ke dalam negara tanpa
khawatir kehilangan kebebasan dan kepolosannya. Maka apabila terjadi
kontras antara kepentingan negara dengan keadaan akan kebebasan individual
manusia dapat teratasi dengan adanya suatu mekanisme yang mengatur agar
tidak bersentuhan (konflik) antara keduanya. Mekanisme ini diatur oleh
Rousseau dengan cara yang ideal yaitu “pelepasan total manusia ke dalam
negara”. Rakyat tetap berdaulat sepenuhnya dimana kedaulatannya itu tidak
diserahkannya kepada negara, melainkan tetap menjadi miliknya yang hakiki.
Jadi, masyarakat dapat merayakan kebebasannya dan sepenuhnya berada
dalam ikatan dengan adanya suatu negara, tanpa ada pambatasan yang
dilakukan oleh negara.28

26

Tonny P. Situmorang, “Pandangan Rousseau…, h. 04.
Ibid, h. 04.
28
Hans Fink, Social Philosophy…, h. 80.
27

10

E. KESIMPULAN
Jean-Jacques Rousseau adalah salah seorang filsuf berpengaruh di
abad Pencerahan (abad-18). Pemikirannya, terutama dalam bidang politik,
sangat mempengaruhi revolusi di Prancis. Selain sebagai seorang pemikir,
Rousseau juga tercatat banyak menulis soal musik, serta banyak karya-karya
terbaiknya terbit, diantaranya adalah Discourses, La Nouvelle Héloïse, Émile,
The Social Contract, dan Letter to d’Alembert. Kemudian pada masa sebelum
akhir hidupnya ia menulis The Confession, yaitu autobiografinya yang
terkenal.
Menurut Rousseau, kehendak umum adalah sebuah kehendak yang
berorientasi pada kepentingan umum. Kehendak ini dimiliki oleh setiap orang
seperti kesejahteraan sosial, mempertahankan kepemilikan, keamanan
bersama, dan sebagainya.
Menurut Rousseau, negara adalah sebuah bentuk pasif dari persatuan
beberapa individu yang memiliki sebuah kesamaan tujuan, kemudian mereka
melakukan kontrak dan membentuk pribadi publik yang bergerak dalam
rangka politik. Pemerintahan hanya sah sepanjang masih dapat menjamin
kepentingan dan kebebasan warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Favier, J. 1989. Cronicle of le French Revolution. Washington: J. Bradburry &
Associates.
Fink, Hans. 1980. Social Philosophy. Terjemahan Jatmiko, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Murtiningsih, Wahyu. 2012. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah,
Yogyakarta: Ircisod.
Rahmatanto, Dwi. 2017. Ikhtar Mencari Negara Ideal Bersama J.J. Rousseau,
dalam www.lsfcogito.org.
Rousseau, Jean-Jacques. 2010. Du Contract Social (Kontrak Sosial). Terjemahan
Rahayu Sutiati Hidayat dan Ida Sundari Husen, Jakarta, PT. Dian Rakyat.
Situmorang, Tonny P. 2014. “Pandangan Rousseau tentang Negara Sebagai
Kehendak Umum”, dalam Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, digital
library Universitas Sumatera Utara.
Wattimena,
Reza
A.
A.
2017.
Jean-Jacques
Rosseau,
dalam
www.rumahfilsafat.com.
.

11