Filsafat Manusia Oral Presentation in

FILSAFAT MANUSIA

HAKIKAT MANUSIA MENURUT
HEIDEGER

 

Oleh









 

:


Alisya Fajrin (07013185)
Anisa Kartika Wulan (11013078)
Sutrianingrum (11013097)
Annisa Adya (11013122)
Sri Handayani (11013140)
Amalia SJ Kahar (11013142)
Elnita (11013147)
Arsepta Kurnia Sandra (11013148)

Kritik Heidegger Terhadap
Fenomenologi Husserl
Fenomenologi Husserl pada prinsipnya
bercorak idealistik. Kedudukan maupun
tindakan manusia sudah diatur atau di
tentukan oleh kekuasaan Tuhan. Seruan
Husserl yaitu “kembali pada subjek atau
kesadaran”. Melalui proses reduksi
transedental yaitu Lebih menekankan pada
esensi subjek (kesadaran) dan aktivitasnya,
Husserl terus bergelut dengan masalah

esensi dan aktivitas kesadaran. Namun ketika
kita asyik membahas tentang masalah kesadaran,
melupakan Eksistensi manusia sendiri yang unik dan
aktual, sehingga luput dari perhatian.Konsep Husserl
tentang “aku Transendental” membuktikan hal itu.



Heidegger menyadari kenyataan itu, tidak
mau mengikuti anjuran husserl untuk
“kembali kepada subjek” ,Kembali kepada
subjek dan melupakan objek.

Fenomenologi Heidegger dan
Filsafat Eksistensi
(Eksistensialisme)


Dalam salah satu karyanya berjudul “Sein
und Zeit” yang artinya Ada dan Waktu.

Heidegger menyatakan bahwa manusia
modern telah mengalami gejala yang
disebut “lupa akan makna Ada”. Lupa akan
makna Ada bersifat universal dalam
berbagai tingkatan aktivitas manusia .
Dapat dilihat pada tingkat teoritis serta
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan
kenyataan tersebut Heidegger
mengembangkan metode yang disebut
fenomenologi.





Fenomenologi Heidegger bertujuan untuk
“mengajukan pertanyaan tentang Ada dan
mencari jawaban atas makna Ada”.
Filsafat heidegger juga disebut ontology
fundamental yaitu, Ilmu Dasar tentang

Makna Ada. Unit analisis dari filsafat
Heidegger tentang eksistensi manusia,
oleh sebab itu fenomenologi Heidegger
sering disebut juga “Analisis Eksistensial”.
Fokus utama dan titik tolak penyelidikan
Heidegger pada eksistensi manusia dan
pada mengadanya manusia (Dasein).

Ciri-ciri Fenomenologi Heidegger




Heidegger beranggapan bahwa selama ini
pendekatan-pendekatan yang terdapat di
filsat berkaitan dengan asumsi-asumsi
metafisis yang menggambarkan asal-usul “
ada” (sein) dari ada (sein).
Oleh sebab itu diperlukan destruksi
fenomologis yang betujuan untuk

menghilangkan metafisika tradisional itu.
Oleh Heidegger diartikan sebagai “kembali
kepada gejala pertama dan sebenarnya”
yakni gejala Ada.



Dalam arti ini Heidegger menanamakan
metode tersebut sebagai “fenomenology”
yakni interpretasi atas makna tersembunyi
dari setiap gejala Ada.



Makna gejala Ada yang akan di ungkap oleh
Heidegger adalah mengadanya manusia ,
untuk mengugkap makna tersebut diperlukan
teknik khusus yang disebut “hermeneutika”.
Dengan demikian fenomenologinya bisa
disebut dengan fenomenologi Hermeneutik,

yakni suatu metode yang dipakai untuk
mengungkap makna tersembunyi dari
mengadanya manusia

Tema-tema Eksistensi
Manusia

Eksistensi sebagai “Milik
Pribadi” dan Berada dalam
Waktu.


Setiap dasein mempunyai status personal atau
individualnya karena ada-nya hal ini
ditunjukkan dari penyelidikan Heidegger atas
dasein, bahwa ada ternyata memiliki ciri
personalnya dalam dasein. Disamping itu,
waktu juga memiliki peran dalam menjadikan
dasein sebagai individualitas. Waktu
merupakan dimensi eksistensi yang

memungkinkan dasein menuju ke eksistensinya
sendiri. Tetapi, konsekuensinya individualitas
dasein adalah fakta, karena apapun yang ada
pada dasein dan apapun yang dialami dasein
adalah milik pribadi dasein.



Dalam konteks yang lebih luas, fakta milik
sendiri itu pada asasnya sering merupakan
beban yang teramat berat dan beban itu
harus di pikul sendirian. Milik sendiri
identik dengan kesendirian total manusia,
kesendirian yang sangat mencekam.
Kecemasan, semua tema yang kelak akan
di ungkap maknanya di dalam analisis
eksistensial, sedikit banyak di pengaruhi
oleh kesadaran manusia akan fakta
kesendirian dirinya. Kesendirian adalah
fakta yang tidak dapat dihindari oleh

siapapun, karna fakta itu berasal dari
karakter personal “ada”, dari status
manusia “menuju adanya sendiri” (zu-

Ada dalam Dunia


Heidegger memperlihatkan fakta, bahwa dasein pada
dasarnya adalah “ada dalam dunia” (in-der-welt-sein)
ada dalam dunia adalah struktur dasar mengadanya
manusia, sedemikian rupa sehingga mengadanya
manusia tidak bisa lepas dari (dan tidak dapat
terealisasi tanpa) dunianya. Heidegger mengistilahkan
ada dalam dunia namun kita perlu memahami terlebih
dahulu, dua kata kunci “dalam” dan “dunia”. kata
“dalam” pada istilah ada dalam dunia. Ada dalam
dunia mempunyai makna yang sangat ekstensial
yakni ”keterlibatan” (concerned with), “keterikatan”
(preoccupation), “komitmen” dan “keakraban”
(familiarity).




Demikian pula halnya dengan kata “dunia”. yang
di maksud kata “dunia” dalam analisis eksistensial
Heidegger adalah dunia manusia yakni dunia
pengalaman hidup keseharian (the world of daily
experience) yang di dalamnya manusia merasa
“terlibat”, “terikat”, “berkomitmen” dan “akrab”.
Dunia dalam arti ini berpusatkan pada manusia
(dasein) dan bersesuaian dengan keadaan
subjektif manusia, sedemikian rupa sehingga
setiap kontak manusia dengan sesuatu di luar
dirinya (realitas luar), selalu ditandai oleh
subjektifitasnya.






Kenyataan itu, tampak jelas dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-sehari,
benda-benda tidak dialami atau dihayati oleh
manusia sebagai objek-objek fisik yang ada
(vorhanden atau before our hands), tampa
campur tangan manusia.
Sebaliknya dialami atau dihayati oleh manusia
dalam kaitanya dengan “cetak-biru” pikiran,
kemauan, atau perasaan manusia, yang bersifat
subjektif dan individual.

“Orang” (Das Man atau Manusia
Impersonal)

Status eksistensi manusia di dalam “Ada
dalam dunia”, menimbulkan pertanyaan
siapakah Dasein yang ada dalam dunia itu?
Heidegger menjawab dengan tegas bahwa
yang “ada” dalam dunia pertama-tama adalah
“Orang” (das Man). Heidegger mengatakan

tentang “keterjatuhan” manusia, bahwa
manusia pada awalnya berada dalam kondisi
“lari” dari dirinya sendiri dan masuk dalam
eksistensi yang anonym atau tidak otentik





Suasana hati dan
Faktisitas

Menurut Heidegger manusia juga disebut Datarsein.
Menurutnya, manusia adalah “ada” (sein) yang terdampar
“disitu”(da) ini adalah kenyataan manusia yang tidak dipilih
manusia, melainkan “terlempar begitu saja seperti “buah dadu
diatas meja judi”.
Dalam situasi ini manusia tidak memiliki alternatif. Manusia
tidak pernah memilih, misalnya untuk menjadi seorang
perempuan lahir dari dalam rahim seorang ibu yang suka
kawin cerai dan ayah yang tidak bertanggung jawab,
dibesarkan dalam masyarakat yang berpandangan munafik
serta berkebudayaan dangkal. ini merupakan faktisitas
manusia, yang dibebankan pada dirinya da menjadi milik
pribadinya, tanpa diberi pilihan untuk menolak atau
menerimanya.



faktisitas berawal dari “keterlemparan”
(Geworfenheit) manusia dari masa lampau
yang tidak dimengerti dari masa akan
datang yang juga tidak bisa dipahami arah
tujuannya. Manusia juga mempunyai tugas
untuk menuju ada-nya sendiri.



Dalam kondisi seperti itu, hubungan antar
manusia dan dunianya ditandai oleh peran
“suasana hati”. Suasana hati manusia memberi
andil besar dalam memberi karakter tertentu pada
benda, pada manusia lain, dan bahkan pada
kemungkinan eksistensinya sendiri.



Rasionalitas dan objektifitasnya juga sering
kali luluh oleh suasana hati. Program jangka
panjang yang telah disusun secara rasional
sering kali harus mundur secara mendadak
atau bahkan berantakan, ketika suasana hati
yang arah dan tujuannya tidak pasti yang tibatiba muncul didalam diri manusia.

Kecemasan dan Ketiadaan



Kecemasan (Angst atau anxiety)
adalah kondisi mencekam di mana
manusia berhadapan dengan
“ketiadaan” (Nicht atau No-thing, Nonbeing).Ketiadaan merupakan ancaman
yang nyata dan hebat karna ketiadaan
bukan hanya mengancam sebagian
kecil eksistensi manusia melainkan
dapat menghancurkan dan
mengancam status dan posisi manusia
dalam dunia.



eksistensi manusia yang telah
dibangun dan dibina dengan susah
payah kemudian akan menjadi goyah,
tidak pasti karna terancam menjadi
tidak ada.



Dalam bukunya yang berjudul Was ist
metaphysik, Heidegger menjelaskan bahwa
ketiadaan adalah ancaman langsung bagi
ada dan dengan demikian bagi mengadanya
manusia (dasein) juga. Manusia tidak dapat
melepaskan dirinya dari ketiadaan karna
ketiadaan selalu hadir di tengah-tengah ada
dan manusia. pada dasarnya manusia
hanya menunda ketiadaan, menunda
kemungkinan untuk menjadi tidak ada.
Puncak dari ketiadaan itu adalah “kematian”





Kematian dan Hati
Nurani
Jika manusia menerima peristiwa kematian berarti
manusia juga menerima kenyataan bahwa dirinya
tidak lain adalah “ada menuju kematian” , dan
menerima kenyataan bahwa ada adalah ada
menuju kematian, berarti telah membuka pintu
untuk menuju eksistensi yang otentik atau dirin
yang solid.
Denganmenerima kematian, yang identik dengan
ketiadaan dan kesendirian total yang mencekam,
manusia terpanggil untuk melepaskan diri dari
kontrol orang lain, yang membuat eksistensi
mejadi tidak otentik . dengan demikian,
eksistensinya akan diisi oleh dirinya sendiri.



Dengan mengisi eksistensinya sendiri,
artinya bahwa manusia bersedia
mendengarkan panggilan “hati
nuraninya”, yaitu suatu “panggilan”,
yang tidak berasal dari kontrol dari
luar, melainkan panggilan dari “dalam
diri sendiri”. Panggilan hati nurani
adalah panggilan sejati suara
keprihatinan manusia. Pada tahap
inilah manusia menjalani
eksistrensinya yang otentik.

Keprihatinan dan
Temporalitas


Martin Heidegger menyebutkan bahwa
“akar” dari suasana hati yang telah
dibahas sebelumnya pada asasnya
adalah “keprihatinan” (Sorge).
Keprihatinan letaknya jauh “dibawah
sadar” dan merupakan struktur Dasein.
Dan ketika manusia berada dalam
keprihatinan tersebut, maka manusia
lebih mengandalkan suasana hatinya
daripada hati nuraninya atau sikap
rasional dan objektif.



Heidegger juga menyebutkan bahwa
keprihatinan memilki hubungan dengan waktu
atau temporalitas. Mengadanya manusia selalu
melinbatkan tiga keterarahan dalam waktu,
yaitu pada.
1. Kemungkinan-kemungkinan eksistensinya
di masa depan,
2. Sudah “terlempar” dan terikat pada
keterlemparanya di masa lalu,
3. Jatuh dalam kuasa (kontrol) orang lain dan
hidup dalam rutinitas keseharian yang dangkal.

Historisitas


Temporalitas mengadanya
manusia adalah dasar bagi
historisitas manusia. “Manusia”
menurut Heidegger adalah Ada
historisis, Historisitas
mengadanya manusia menurut
analisa Heidegger menunjukkan
adanya “takdir” individu, yaitu
setiap individu adalah ahli waris
dari masa lalunya.

Pengaruh Heidegger


Pengaruh Heidegger terhadap lingkungan akademis lebih
besar dari pada pengaruh Husserl karena pemikiran
Heidegger tidak hanya diterima dalam lingkungan filsafat
saja tetapi juga dalam lingkungan ilmu-ilmu manusa
khususnya psikologi dan psikiatri gejala-gejala manusiawi
yang diungkap oleh Heidegger memang merupakan
gejala-gejala yang selalu dialami manusia secara
universal. Gejala-gejala tersebut berdekatan dengan
gejala-gejala yang hendak dijelaskan oleh psikologi dan
psikiatri. Pengaruh Heidegger pada psikologi dan psikiatri
misalnya pada Binswangen dan Medard, dua orang
psikiter dari Swiss yang menggunakan filsafat dan metode
fenomenologi Heidegger untuk mendiskripsikan
pengalaman-pengalaman para pasiennya dan untuk
mempraktekkan psikoterapi-psikoterapi eksisitensialnya.

SEKIAN
WASSALAMUA’LAIKUM WR. WB