HASIL DAN PEMBAHASAN Saat Muncul Tunas
SECARA IN VITRO PADA BEBERAPA JENIS SITOKININ DAN KONSENTRASI
AIR KELAPA
In Vitro Propagation Response of Stevia rebaudiana Bertoni in Different Types of
Cytokinin and Coconut Water Concentration
Sepdian Luri Asmono*, Vega kartika Sari, dan Rudi Wardana
Politeknik Negeri Jember Jl. Mastrip PO BOX164 Jember
- Alamat Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan beberapa jenis sitokinin dan beberapa level
konsentrasi air kelapa terhadap respon pertumbuhan tunas mikro stevia. Rancangan Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), meliputi 3 jenis sitokinin (2 ppm Kinetin, 2ppm BAP, 2ppm TDZ) dan 4 level
konsentrasi air kelapa (0%; 5%; 10%; 15%) dengan 5 ulangan. Parameter pengamatan meliputi persentase
kontaminasi, persentase browning, saat muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah ruas. Data dianalisis
dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji DMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian pada 30 HST untuk parameter
saat muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah ruas, interaksi antara BAP dan air kelapa menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata. Namun hasil analisis menunjukkan pengaruh tunggal sitokinin dan air kelapa dalam
pembentukan dan pertumbuhan tunas. Media perlakuan dengan menggunakan MS+2ppm BAP tanpa air kelapa
terbukti memacu kemunculan tunas lebih cepat, yaitu rata-rata 3,05 Hari Setelah Kultur (HSK) serta memacu
pertambahan jumlah ruas (2,6 ruas per tunas) dan tunas (3,7 tunas per eksplan). Penambahan air kelapa
menghambat kecepatan pertumbuhan tunas. Parameter pertumbuhan tunas menunjukkan semakin besar
konsentrasi air kelapa yang ditambahkan semakin menurunkan pertumbuhan tunas baik dari jumlah, panjang atau
ruas.Kata kunci: Stevia, in vitro, air kelapa, sitokinin ABSTRACT
This study aimed to determine effect of use of several types of cytokinin and levels of coconut water
concentration on stevia micro shoot growth response. This study was arranged in a Randomized Block Design,
including 3 types of cytokines (2 ppm Kinetin, 2ppm BAP, 2ppm TDZ) and 4 levels of coconut water concentration
(0%, 5%, 10%, 15%) with 5 replications. The parameters included percentage of contamination, percentage of
browning, time to form shoots, number of shoots, shoot length and number of nodes. Analyzed by variance analysis
(ANOVA) and DMRT test at 5% level. For analysis results of time to form shoots, number of shoots, shoot length
and number of segments showed that the interaction between BAP and coconut water gave no significant
difference. However, the results of the analysis showed a single effect of cytokinin and coconut water in shoot
formation and growth. Treatment media using MS + 2ppm BAP without coconut water proved to accelerate the
appearance of shoot more rapidly, that is average 3.05 days after culture and induced the increase of the number
of node (2.6 node per shoot) and shoot number (3.7 shoots per explant). The addition of coconut water inhibited
the growth rate of buds. Shoot growth of the number, length, and node number of shoots decline due to high
concentration of coconut water added further decrease the growth of shoot either from the number, length, and
node number of shoots .Key words: Stevia, in vitro, coconut water, cytokinins PENDAHULUAN
dalam produksi bibit stevia secara masal Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana adalah menggunakan teknik kultur in vitro
Bertoni) tumbuh baik di daerah tropis (Djadjadi, 2015). Secara umum, stevia termasuk Indonesia. Metode yang efektif dapat diperbanyak secara generatif
Goettemoeller and Ching (1999); Mishra et
al. (2010), persentase perkecambahannya
sangat rendah. Budidaya skala besar akan membutuhkan bibit dalam jumlah banyak, sehingga informasi mengenai media kultur dalam percepatan pertumbuhan tunas mikro stevia sangat diperlukan.
Salah satu faktor yang terpenting pada kultur jaringan tanaman khususnya tahap perbanyakan ialah hormon sitokinin. Sitokinin diketahui banyak berperan dalam perkembangan tanaman seperti pembelahan sel dan ekspansi sel dalam menstimulasi sintesis protein tanaman serta aktivitas beberapa enzim (Arab et al ., 2014). Sitokinin diketahui juga berperan dalam induksi pembentukan tunas. Buah et al. (2010) menerangkan bahwa terdapat perbedaan antar jenis sitokinin dalam menginduksi tunas. Perbedaan kemampuan antar jenis hormon sitokinin dalam menginduksi tunas dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh faktor seperti stabilitas, mobilitas, dan laju konjugasi dan oksidasi hormon. Sitokinin sintetis terdiri atas beberapa macam antara lain BAP, Kinetin, dan TDZ.
Peran air kelapa memang sudah terbukti baik untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan tunas yang ditumbuhkan secara in vitro. Selain kaya akan nutrisi dan hormon, air kelapa juga murah dan mudah didapatkan. Air kelapa termasuk dalam ditambahkan dalam media kultur jaringan karena kaya akan gula, vitamin, fitohormon dan asam amino yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Yong et al. (2009) menyebutkan bahwa air kelapa mengandung zeatin gluoksida, zeatin riboside, 1,3 diphenilurea dan auksin. Dalam kultur jaringan, sitokinin dan auksin berperan penting dalam siklus sel serta meregulasi proses morfogenesis atau pembentukan organ baru (Su et al., 2011).
Beberapa peneliti telah melaporkan keberhasilan teknik kultur in vitro untuk memproduksi bibit stevia. Ahmed et al. (2007) telah berhasil melakukan induksi dan memultiplikasi tunas mikro stevia menggunakan eksplan ruas dalam media MS+1,5 ppm BA+0,5 ppm Kinetin. Selain itu, Sivaram and Mukundan (2003) juga telah berhasil meregenerasi tunas stevia secara
in vitro
menggunakan media MS+2ppm BA. Percobaan untuk memacu pertumbuhan tunas stevia juga telah dilakukan Sridhar and Aswath (2014), menggunakan MS + 2,0 ppm BAP + 0,5 ppm Kinetin + 0,1 mg/l NAA dengan penambahan beberapa konsentrasi air kelapa. Hasil terbaik terhadap pertumbuhan tunas stevia didapatkan pada media dengan penambahan 15% air kelapa.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan beberapa jenis pertumbuhan tunas mikro stevia, baik secara parsial atau interaksi antara keduanya. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan para peneliti atau praktisi yang tertarik mengembangkan tanaman stevia di Indonesia.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama meliputi 3 jenis sitokinin (Kinetin, BAP, TDZ) dengan tingkat konsentrasi sama, yaitu 2 ppm.
Faktor kedua meliputi 4 konsentrasi air kelapa (0%, 5%, 10%, 15%). Dengan demikian, penelitian ini terdiri dari 12 perlakuan dan diulang sebanyak 5 kali. Parameter pengamatan meliputi: waktu inisiasi tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah ruas. Data diolah dengan menggunakan program SPSS 22.0.0.0. Apabila terdapat faktor perlakuan yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Saat Muncul Tunas
Hasil inisiasi awal eksplan memperlihatkan bahwa sebesar 92% eksplan mampu bertahan hidup. Hal tersebut dicirikan dengan kondisi eksplan yang masih segar dan menunjukkan adanya setelah kultur).
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara air kelapa dan jenis sitokinin tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan sitokinin dan air kelapa secara parsial memberikan pengaruh sangat nyata pada awal inisiasi atau kemunculan tunas (Tabel 1).
METODE PENELITIAN
Dari ketiga jenis sitokinin yang diujikan pada media perlakuan, pengaruh BAP memberikan hasil yang terbaik untuk memacu kemunculan tunas yaitu pada rerata 3,05 HSK. Hasil penelitian Sridhar and Aswath (2014), juga menunjukkan bahwa BAP lebih baik dari jenis sitokinin lain untuk memacu kemunculan tunas Stevia.
Selain itu, dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa penambahan air kelapa terlihat menghambat kecepatan tumbuh tunas. Penggunaan air kelapa diduga mempengaruhi keseimbangan hormon untuk memacu diferensiasi sel induk dalam membentuk tunas, karena terdapat berbagai senyawa fenolik serta berbagai jenis hormon seperti auksin dan sitokinin (Akhter et al., 2009 ; Tan et al., 2014 dan Kristina dan Syahid, 2012) mempengaruhi sel eksplan dalam merespon diferensiasi dari sel meristem untuk membentuk calon tunas, sehingga kemunculan tunas lebih lama dibandingkan eksplan yang dikulturkan pada media yang air kelapa dan sitkokinin Konsentrasi Air
Kelapa Sitokinin
Rerata Kinetin BAP TDZ
3,0±1,73 2,6±0,89 3,4±1,14 3,00±1,25 a 5% 4,2±1,48 2,8±1,10 5,0±0,71 4,00±1,41 b
10% 4,8±0,84 2,8±0,45 5,0±1,00 4,20±1,26 b 15% 5,2±0,84 4,0±1,00 5,0±1,22 4,73±1,01 b
Rerata 4,30±0,96 b 3,05±0,64 a 4,60±0,80 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji Duncan 0,05. hanya mengandung ZPT sitokinin, tanpa air kelapa. George et al .(1984), juga menyatakan bahwa dalam air kelapa terdapat vitamin, asam amino, mineral, serta hormon alami yang juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Lebih lanjut, Chairani (1997) air kelapa mengandung senyawa fenolik berupa asam benzoik yang mampu menghampat bertumbuhan tunas jahe.
Jumlah Tunas
Tunas yang dihitung merupakan tunas dari ketiak daun dan tunas aksilar yang tumbuh dari eksplan. Data hasil pengamatan terhadap jumlah tunas yang dihitung di akhir penelitian (30 HST), tertera pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil analisis, interaksi antara jenis sitokinin dan air kelapa memberikan hasil berbeda tidak nyata pada rataan jumlah tunas. Tetapi pada jenis sitokinin, BAP memberikan hasil yang berbeda nyata, selain itu media perlakuan tanpa air kelapa memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan penambahan air kelapa (Gambar 1). Kemunculan tunas aksilar sangat dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Pada keadaan normal, auksin yang diproduksi pada daerah pucuk apikal menahan pembentukan tunas pada daerah ketiak daun (Müller and Leyser, 2011), tetapi dengan penambahan sitokinin dengan konsentrasi yang tepat, mampu memacu pembentukan tunas aksilar atau lateral yang mengalami dorman karena auksin (Shimizu-Sato et al., 2009). Dari beberapa jenis sitokinin yang digunakan, BAP memberikan hasil terbaik untuk memacu pembentukan tunas. Hasil penelitian Buah
et al. (2010) juga menunjukkan bahwa BAP
memberikan hasil terbaik dalam memacu pembentukan tunas tanaman Musa sp. dibanding dengan TDZ. Selain itu pada penelitian Zayova et al. (2013), BAP memberikan hasil terbaik untuk memacu multiplikasi tunas Stevia dibanding TDZ dan Zeatin.
Penambahan air kelapa dalam penelitian ini mempengaruhi pembentukan tunas. Hal tersebut terlihat dari rerata jumlah tunas terbanyak terbentuk dari eksplan yang dikulturkan pada media tanpa sitokinin Konsentrasi Air Sitokinin
Rerata Kelapa Kinetin BAP TDZ
4,1±1,2 5,5±0,5 4,2±1,7 4,6±1,3 a 5% 2,9±1,0 4,8±1,5 3,8±1,4 3,8±1,5 b 10% 1,9±0,5 2,8±1,1 1,8±0,4 2,1±0,8 b 15% 2,2±1,6 1,6±0,5 2,0±1,2 1,9±1,1 b
Rerata 2,7±0,9 b 3,7±1,7 a 2,9±1,2b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji Duncan 0,05.
Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada 30 HSK. a. Perlakuan MS+ 2ppm BAP dan b. Perlakuan MS+2ppm TDZ+15% Air Kelapa. air kelapa. Rata-rata tunas yang terbentuk memacu pembelahan sel tanaman. Dalam pada media tersebut berjumlah 4,6 tunas per penelitian ini, peran air kelapa tidak terlihat eksplan, sedangkan semakin tinggi dominan dalam memacu pertumbuhan konsentrasi air kelapa justru menghambat tunas, karena dalam media perlakuan sudah pembentukan tunas. Jumlah tunas teredah ditambahkan sitokinin sintetis dengan pada perlakuan, dengan penambahan 15% konsentrasi yang cukup untuk memacu air kelapa dengan rata-rata 1,9 tunas per pembentukan tunas. eksplan. Penelitian Surachman (2011) pada Panjang Tunas tanaman nilam, juga menunjukkan bahwa Hasil pengukuran dianalisis semakin tinggi konsentrasi air kelapa yang menggunakan analisis sidik ragam dan ditambahkan pada media, akan semakin diketahui bahwa interaksi antara jenis menghambat pembentukan tunas. Yong et sitokinin dan konsentrasi air kelapa
al. (2009) menyatakan bahwa dalam air berpengaruh tidak nyata terhadap rataan
kelapa terdapat hormon alami sitokinin dan panjang tunas yang terbentuk. Tetapi auksin, dan berinteraksi dengan vitamin konsentrasi air kelapa secara tunggal serta mineral lain yang berfungsi untuk berpengaru sangat nyata terhadap tersebut diuji dengan uji lanjut DMRT jenis sitokinin yang diujikan berpengaruh seperti yang tertera pada Tabel 3. tidak nyata pada pemanjangan tunas. Hasil Pemanjangan tunas atau batang dapat tersebut menunjukkan bahwa sitokinin terjadi akibat peningkatan ukuran sel. tidak berperan aktif dalam pemanjangan hormon auksin dan sitokinin mempengaruhi tunas. Tetapi perbedaan panjang tunas yang laju pembelahan sel, pembesaran dan nyata terlihat dari pengaruh beberapa level pemanjangan sel (George et al., 2007). konsentrasi air kelapa. Tabel 3. Rerata panjang tunas Stevia pada media dengan kombinasi konsentrasi Air kelapa dan sitkokinin
Konsentrasi Air Sitokinin Rerata
Kelapa Kinetin BAP TDZ 2,7±0,6 3,4±1,1 2,8±0,6 2,9±0,8 a
5% 2,4±0,6 2,1±0,3 2,0±0,5 2,2±0,4 b 10% 1,7±0,4 1,2±0,5 1,8±0,2 1,6±0,5 c 15% 1,1±0,6 1,1±0,6 0,9±0,4 1,1±0,6 d
Rerata 1,9±0,7 1,9±1,1 1,9±0,8 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji Duncan 0,05. a b
Gambar 2. Panjang tunas pada 30 HSK. a. MS+ 2ppm BAP, dan b. MS+ 2ppm BAP + 5% Air Kelapa. Tabel 4. Rerata jumlah ruas Stevia pada media dengan kombinasi konsentrasi Air kelapa dan sitkokinin
Sitokinin Konsentrasi Air
Rerata Kelapa
Kinetin BAP TDZ 2,8 ±0,9 3,6±0,5 2,5±0,8 3,0±0,6 a
5% 2,6±0,5 3,1±0,9 2,0±0,1 2,6±0,7 ab 10% 1,5±0,5 2,5±0,8 2,1±0,4 2,0±0,3 c 15% 1,8±0,8 1,3±0,5 2,1±0,4 1,7±0,6 cd
Rerata 2,2±0,9 ab 2,6±0,5 a 2,2±0,3 bc Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji Duncan 0,05. air kelapa mempengaruhi pertambahan panjang tunas. Terlihat dari perlakuan tanpa air kelapa mampu menumbuhkan tunas lebih panjang daripada perlakuan dengan menggunakan air kelapa (Gambar 2). Semakin tinggi konsentrasi air kelapa semakin menurunkan panjang tunas. Hasil penelitian Ahmed et al. (2007) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi air kelapa justru pertumbuhan panjang tunas akan terhambat. Dalam penelitian ini, air kelapa yang ditambahkan diduga menyebabkan ketidakseimbangan fitohormon dalam eksplan, sehingga pertumbuhan tunas terhambat. Hormon auksin alami yang dibentuk oleh tanaman sendiri sudah optimal memacu pemanjangangan batang. Hopkins and Huner (2004) menyebutkan bahwa pertumbuhan tunas dapat disebabkan oleh faktor internal, termasuk juga keberadaan hormon. Dalam hal ini hormon endogen sudah mampu memacu pemanjangan tunas stevia. Penambahan air kelapa juga dapat menyebabkan bertambahnya level konsentrasi sitokinin. Taiz and Zeiger (2002); George et al., (2007) menyatakan bahwa pengunaan sitokinin dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan pemendekan tunas.
Jumlah Ruas
Perhitungan terhadap jumlah ruas, dilakukan pada 30 HSK dengan hasil ruas menandakan banyaknya bahan tanam untuk dilakukan subkultur atau multiplikasi. Interaksi antara jenis sitokinin dan air kelapa menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata. Jumlah ruas terbanyak terdapat pada perlakuan yang menggunakan BAP yaitu rata-rata 2,6 ruas/tunas.
Penambahan air kelapa juga berpengaruh pada jumlah ruas yang terbantuk. Media tanpa air kelapa justru mampu memacu pertumbuhan tunas terbanyak yaitu rata-rata 3 ruas, dan hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5% air kelapa dengan rata-rata 2,6 ruas per tunas. Pembentukan ruas terjadi akibat pembelahan sel. Dalam hal ini sitokinin memiliki peranan penting dalam memacu pembelahan sel. Ruas pada tanaman terbentuk dari perkembangan periclinal sel yang terbentuk dari pembelahan sel (George et al., 2007). Hasil tersebut menunjukkan bahwa BAP mampu memacu multiplikasi tunas stevia walau tanpa penambahan air kelapa.
KESIMPULAN
1. Eksplan stevia sangat responsif terhadap media perlakuan karena menunjukkan tanda-tanda kemunculan tunas pada kisaran 2 HSK. Pengaruh BAP lebih kuat dalam memacu kemunculan tunas jumlah dan panjang TDZ.
2. Penambahan air kelapa justru memperlambat saat kemunculan tunas serta mempengaruhi pertumbuhan tunas.
Biotechnology , 12(2):81-87.
Chairani, F. 1997. Pengaruh larutan air kelapa terhadap penurunan tunas rimpang jahe. Buletin Tanaman Rempah dan Obat, II (2).
Baidoo. 2010. The effects of different concentrations cytokinins on the in vitro multiplication of plantain (Musa spp.). Biotechnology, 9: 343-347.
Buah J.N., E. Danso, K.J. Taah, E.A. Abole, E.A. Bediako,J. Asiedu, and R.
UCAPAN TERIMA KASIH
Arab M.M., A. Yadollahi, A. Shojaeiyan, S. Shokri, and S.M. Ghojah. 2014.
Goettemoeller, J. and A. Ching. 1999. Seed
Müller, D. and O. Leyser. 2011. Auxin, cytokinin and the control of shoot
of Biotecnology & Biochemistry , 5(1): 62–74.
Prakash. 2010. Stevia rebaudiana- a Magical Sweetener. Global Journal
Mishra, P., R. Singh, U. Kumar, and V.
Jurnal Littri, 18(3):125–134.
Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan xanthorrhizol temulawak di lapangan.
Cytokinins these are synthesized primarily in the root. Introduction to plant physiology. Wiley: 325–326. Kristina, N.N. and S.F. Syahid. 2012.
Hopkins, W.G. and N.P.A. Huner. 2004.
Germination in Stevia rebaudiana Perspectives on New Crops and New Uses. ASHS Press, Alexandria.
Plant Propagation by Tissue Culture- Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetics Ltd., Edington.
Effects of nutrient media, different cytokinin types and their concentration on in vitro multiplication of G x N15 (hybrid of almond x peach) vegetative rootstock.
Edition. Springer, Netherlands. George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984.
rd
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kapala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Politeknik Negeri Jember yang telah memberikan dana PNBP dengan Nomor: 705/PL17.4/PL/2017 Tanggal 14 Agustus 2017.
2007. Plant Propagation by Tissue Culture
George, E.F., M.A. Hall and G.J, De Klerk.
Djadjadi, D. 2015. Pengembangan tanaman pemanis Stevia rebaudiana (Bertoni) di Indonesia. Perspektif, 13(1): 25– 33.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed M.B., M. Salahin, R. Karim, M. A.
Razvy, M. M. Hannan, R. Sultana, M. Hossain and R. Islam. 2007. An efficient method for in vitro clonal propagation of a newly introduced sweetener plant (Stevia rebaudiana Bertoni.) in Bangladesh. American-
Eurasian Journal of Scientific Research , 2(2):121–125.
Akhter, A., S. Zaman, U. Ali, Y. Ali, and M.J. Miah. 2009. Isolation of polyphenolic compounds from the green coconut (Cocos nucifera) shell and characterization of their benzoyl ester derivatives. Journal of Scientific Research. 2(1):186-190.
3
1203–1212. Shimizu-Sato, S., M. Tanaka, and H. Mori,
Pertanian , (16): 31-33.
rebaudiana Bertoni plants of different
Zayova. E., S. Ira, M. Geneva, M. Petrova, and L. Dimitrova. 2013. Antioxidant activity of in vitro propagated Stevia
Molecules , 14(12): 5144–5164.
2009. The chemical composition and biological properties of coconut (Cocos nucifera L.) Water.
Yong, J.W.H., L. Ge, Y.F. Ng and S.N. Tan.
Chromatography , 1(4): 211–226.
Sunderland Tan, S.N., J.W.H. Yong and L. Ge. 2014. Analyses of phytohormones in coconut (Cocos Nucifera L.) water using capillary electrophoresis- tandem mass spectrometry.
Physiology. 3rd.. Sinauer Associates,
Taiz, L, and E. Zeiger, E., 2002. Plant
air kelapa untuk perbanyakan nilam secara in vitro . Buletin Teknik
2009. Auxin--cytokinin interactions in the control of shoot branching.
Plant, 4(4):616–625.
Auxin-cytokinin interaction regulates meristem development. Molecular
Su, Y.H., Y.B. Liu, and X.S. Zhang. 2011.
Rebaudiana (Bert.)—an important anti diabetic medicinal plant. American Journal of Plant Sciences, 5(1):192.
Influence of additives on enhanced in vitro shoot multiplication of Stevia
Sridhar, T.M. and C.R. Aswath. 2014.
Vitro Culture Studies on Stevia rebaudiana . In Vitro Cellular and Developmental Biology-Plant , 39(5):520–523.
Sivaram, L and U. Mukundan. 2003. In
Plant Molecular Biology, 69(4): 429.
origins. Turkish Journal of Biology, 37(1):106–113.