makalah morfologi bahasa jawa.docx (1)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul………………………………………………………………………...…….…i
Daftar isi………………………………………………………………………………………….ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………………..……...iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah

2

D. Manfaat Makalah……………………………………………………………………………....2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Morfologi
2.2 Pengertian Kata

3


4

2.3 Proses Pembentukan Verba Bahasa Jawa

5

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

15

15

Daftar Pustaka

1

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Morfologi
Bahasa Jawa”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pembelajaran
Bahasa Jawa SD.
Kami sebagai penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Sehingga kami sangat mengharapkan adanya masukan, kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sebagai upaya untuk menyempurnakan makalah ini.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaikan makalah ini:
1.

Ibu Henny Kusuma W.,M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah ini yang telah
memberikan arahan dalam penulisan makalah ini.

2. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
3. Kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu persatu.
Pada akhirnya hanya kebahagiaan yang dapat kami sampaikan apabila makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.


Madiun, 31 Oktober 2017

Penulis

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Morfologi pada dasarnya memiliki arti yaitu suatu sistem pengkajian kata. Dari
objek kajiannya, morfologi memiliki kajian yang mencakup kata, bagian-bagian kata dan
pembentukan kata (Kridalaksana 1992:6). Dalam hal ini kata adverbia adalah salah satu
kategori kata yang cukup rumit untuk diketahui karena sulit dalam menentukan identitas
atau kejati-dirian kata tersebut. Dalam bahasa Jawa kata adverbia dapat ditentukan
sebagai kata yang memberi keterangan pada adjektiva , verba, nomina predikatif atau
nomina yang menempati predikat dalam kalimat.
Menurut fungsinya, kata adverbia biasanya memberi keterangan kepada kata
kerja, kata sifat, kata adverbia itu sendiri dan kepada seluruh klausa yang dijajarinya.
Sedangkan menurut artinya kata adverbia biasanya berarti keterangan tentang cara suatu
perbuatan terjadi, bagaimana kata sifat terjadi, kata adverbia terjadi dan suatu klausa

terjadi. Selain itu juga sebagai pemberi keterangan tempat, waktu dan tingkat kejadian
sesuatu. Maka dapat disimpulkan bahawa kata adverbia adalah kata yang menerangkan
tentang cara, frequensi, waktu, atau tempat suatu kata kerja, kata sifat kata adverbia atau
suatu klausa. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa materi guna
mempermudah dalam penganalisisan kategori kata adverbia. Seperti halnya kategori yang
lain, kata adverbia memiliki tiga satuan analisis yaitu dengan melalui kajian morfologis,
kajian sintaksis dan kajian semantik.
B. Rumusan Masalah
1.

Apa pengertian dari morfologi?

2.

Apa pengertian proses morfologi?

3.

Apa pengertian dari kata dan jenis-jenis kata dalam bahasa Jawa?
1


4.

Bagaimana proses pembentukan verba dalam bahasa Jawa?

C. Tujuan
1.

Untuk mengetahui pengertian dari morfologi

2.

Untuk mengetahui pengertian proses morfologi

3.

Untuk mengetahui pengertian kata dan jenis-jenis kata dalam bahasa Jawa

4.


Untuk mengetahui proses pembentukan verba dalam bahasa Jawa

D. Manfaat
Makalah ini penulis buat agar bermanfaat bagi diri penulis sendiri maupun bagi
pembaca. Semoga dengan membaca makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
pembaca tentang bagaimana proses morfologi dalam bahasa Jawa. Dan bagi penulis
semoga dengan adanya makalah yang penulis tulis, maka makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis untuk mengetahui berbagai macam proses pengulangan serta cara
menentukan bentuk dasar kata ulang, dan pembagian proses pengulangan.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Morfologi
Morfologi ialah cabang kajian linguistik (ilmu bahasa) yang mempelajari tentang
bentuk kata, perubahan kata, dan dampak dari perubahan itu terhadap arti dan kelas kata
(Mulyana, 2007 : 6). Ramlan (1987 : 21) menjelaskan morfologi sebagai bagian dari ilmu
bahasa yang bidangnya menyelidiki seluk-beluk bentuk kata, dan kemungkinan adanya
perubahan golongan dari arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.

Golongan kata sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Kata sepeda
termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata
verbal. Menurut Verhaar (dalam Nurhayati, 2001 : 1) morfologi adalah cabang linguistik
yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Pengertian
lain menyatakan bahwa morfologi adalah cabang linguistik yang membicarakan atau
mengidentifikasi seluk beluk pembentukan kata (Nurhayati, 2001 : 2). Berdasarkan
beberapa pendapat tentang pengertian morfologi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata,
pengaruh perubahan kata terhadap arti dan kelas kata, serta mengidentifikasi satuansatuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
2.2 Pengertian Proses Morfologi
Pengertian proses morfologi ada beberapa macam. Proses morfologis merupakan
proses pengubahan kata dengan cara yang teratur atau keteraturan cara pengubahan
dengan alat yang sama, menimbulkan komponen maknawi baru pada kata hasil
pengubahan, kata baru yang dihasilkan bersifat polimorfemis (Sudaryanto, 1992: 15).
Proses morfologi ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan
bentuk dasarnya (Ramlan, 1987: 51). Proses morfologis sebagai cara pembentukan katakata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lain (Samsuri,1988: 190).
Proses morfologi tentu berlaku pada setiap bahasa. Pada bahasa Jawa, proses
pembentukan kata terdiri atas tiga proses, yaitu proses afiksasi, proses pengulangan, dan
proses pemajemukan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
proses morfologi adalah proses pembentukan kata dari bentuk dasar menjadi kata baru

3

melalui suatu proses, yaitu proses afiksasi, proses pengulangan, dan proses
pemajemukan. Dalam pembentukan kata kerja, proses morfologi yang terjadi adalah
afiksasi dan reduplikasi. Proses pemajemukan tidak membentuk kata kerja.
2.2

Pengertian Kata
Nurlina, dkk. (2004: 8), menyebutkan kata (word), yaitu satuan bahasa yang dapat
berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Menurut Chaer (1994:
162), kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian ; atau kata adalah deretan
huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Kata dapat juga disebut
morfem bebas. (Ramlan, 1987 : 33) menyatakan bahwa kata merupakan dua macam satuan,
ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu
atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Dari penuturan
diatas dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan terbesar dari morfologi. Menurut
(Tarigan, 1985 : 19) kata terbagi menjadi dua macam, yaitu kata dasar dan dasar kata. Kata
dasar adalah satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan sesuatu kata kompleks.
Dasar kata adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar
pembentukan bagi satuan yang lebih besar atau kompleks. Berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut di atas dapat disimpulkan pengertian kata adalah satuan bebas yang dibatasi oleh
spasi pada kedua sisinya yang mempunyai arti.
Menurut Suhono dan Padmosoekotjo (dalam Mulyana, 2007: 49), pada umumnya, jenis
kata dalam bahasa Jawa dibagi menjadi 10 macam. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Tembung aran/benda/nomina/noun (kata yang menjelaskan nama
barang, baik kongkrit maupun abstrak). Contoh : meja, roti
b. Tembung kriya/kerja/verba/verb (kata yang menjelaskan atau bernosi
perbuatan, pekerjaan). Contoh : turu = tidur, mangan = makan
c. Tembung katrangan/keterangan/adverbia/adverb (menerangkan
predikat atau kata lainnya). Contoh : wingi = kemarin, during = belum
d. Tembung kaanan/keadaan/adjektiva/adjective (menerangkan keadaan
suatu benda/lainnya). Contoh : ayu, ijo = hijau , jero = dalam
e. Tembung sesulih/ganti/pronominal/pronoun (menggantikan kedudukan
orang, barang, tempat, waktu, lainnya. Contoh : aku, dheweke = dia

4

f. Tembung wilangan/bilangan/numeralia (menjelaskan bilangan).
Contoh : telu= tiga, selawe = duapuluh lima

g. Tembung panggandheng/sambung/konjungsi/conjuction (menyambung
kata dengan kata). Contoh : lan = dan , karo = dengan
h. Tembung ancer-ancer/depan/preposisi/preposition (kata yang
mengawali kata lain, bernosi memberikan suatu tanda terhadap asalusul,
tempat, kausalitas). Contoh : ing = di, saka = dari
i. Tembung panyilah/sandang/artikel (menerangkan status dan sebutan
orang/binatang/lainnya). Contoh : Sang, Si, Hyang
j. Tembung panguwuh/penyeru/interjeksi (bernosi satuan, ungkapan
verbal bersifat emotif). Contoh : lho, adhuh, hore, dsb.
2.3 Proses Pembentukan Verba Bahasa Jawa
Kata kerja adalah kata yang menerangkan suatu pekerjaan atau aktivitas. Dalam struktur
kalimat, kata kerja menduduki fungsi predikat dan secara umum bersifat aktif dan pasif.
Setyanto (2007 : 101) menambahkan bahwa, kata kerja yang telah berubah dari bentuk
dasarnya dengan cara diberi ater-ater, seselan, panambang, dan sebagainya. Verba
deadjektival merupakan verba yang berasal dari adjektiva setelah melalui proses morfemis
menghasilkan kata yang berkategori verba (Kridalaksana, 2001: 57). Disebutkan oleh Endang
Nurhayati dan Siti Mulyani (2006: 120) bahwa sipat = sifat menjelaskan sifat benda misalnya
anteng dan braok.
Contoh verba deadjektival:
(1) ngalusake → memperhalus

(2) nuntumake → mengikat
Contoh pada nomor (1) ditemukan adanya verba deadjektival bahasa Jawa ngalusake
„menghaluskan berasal dari adjektif alus = halus yang mendapat prefix {N-} dan sufiks {–
ake}. Dipadankan dengan verba deadjektival bahasa Indonesia memperhalus berasal dari
adjektif halus yang mendapat prefiks {memper-}. Sedangkan pada nomor (2) ditemukan
adanya verba deadjektival bahasa Jawa nuntumake = memulihkan berasal dari adjektif
tuntum „pulih yang mendapat prefix {N-} dan sufiks {–ake}. Dipadankan dengan verba
deverbal bahasa Indonesia mengikat berasal dari verba ikat yang mendapat prefiks me-.

5

Berikut adalah pola pembentukan verba deadjektival bahasa Jawa yang melalui proses
morfologis.
1. Afiksasi
Proses afiksasi terdiri dari prefiks, infiks, sufiks, konfiks dan afiks gabung. Masingmasing proses perubahannya adalah:
a. Prefiks (awalan)
Prefiks adalah afiks yang ditambahkan di awal kata. Prefiks pembentuk verba
terdiri dari {N-}, {di-/-dipun}, {tak-/dak-}, {kok-/mbok-}, {ka-}, {ke-}, {a-},
{ma-/me-}, {mer}, {kuma-}, dan {kapi-} Contoh prefiks pola pembentukan verba
deadjektival bahasa Jawa (Wedhawati, 2006 : 106-144):
1. di + adjektiva
Verba bentuk di- memiliki varian verba bentuk dipun-.
Contoh:
{di-} + abang = diabang “dibuat menjadi merah”
2. tak + adjektiva
Verba bentuk tak- memiliki varian verba bentuk dak-.
Contoh:
{dak-} + isis = dakisis “menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh orang
pertama tunggal”
3. N + adjektiva
Contoh:
(a) {ny-} + cedhak = nyedhak “berbuat menjadi dekat”
(b) {ng-} + adoh = ngadoh “berbuat menjadi jauh”
(c) {ng-} + edan = ngedan “berbuat menjadi gila”
b. Infiks (sisipan)
Infiks adalah afiks yang bergabung dengan kata dasar di posisi tengah. Infiks
pembentuk verba terdiri dari {-in-} dan {-um-}. Contoh infiks pola pembentukan
verba deadjektival bahasa Jawa (Wedhawati, 2006 : 106-144):

6

–um- + adjektiva
Contoh:
a. {-um-} + bagus = gumagus berlagak sebagaimana dinyatakan oleh
bentuk dasar
b. {-um-} + sugih = sumugih berlagak sebagaimana dinyatakan oleh bentuk
dasar
-in- + adjektiva
Contoh :
a. {-in-}+ cukur = cinukur “dicukur”
b.{-in} + sawang = sinawang “melihat”
c. Sufiks (-akhiran)
Sufiks adalah afiks yang ditambahkan di akhir kata. Sufiks pembentuk verba terdiri
dari {-i}, {ake}, {-a}, {-en}, (-na}, dan {-ana} Contoh sufiks pola pembentukan verba
deadjektival bahasa Jawa (Wedhawati, 2006 : 106-144):
(1) adjektiva + a
Contoh:
a). apik + {-a} = apika “meskipun bagus”
b). elek + {-a} = eleka “meskipun jelek”
(2) adjektiva + na
Contoh:
(a) amba + {-na} = ambakna, “perintah kepada mitra tutur untuk bertindak
memperluas (bagi orang lain)”
(b) banter + {-na} =banterna, “meskipun melakukan memperkeras”
Misalnya :Banterna suwarane tetep wae ora bakal krungu.
(c) panas + {-na} = panasna “seandainya melakukan memanaskan”
Misalnya : Mau kumbahane panasna rak ya wes garing.
(3) adjektiva + ana
Contoh:
Resik + {-ana} = resikana “jadikanlah subjek (bersih) sebagai sasaran tindakan‟
(4) adjektiva + (a)ke
Verba bentuk –(a)ke memiliki varian verba bentuk -(a)ken.
7

Contoh:
Amba + {ake} = ambakake “melakukan perbuatan memperluas” misalnya: Dalane
ambakke!
(5) Adjektiva + i
Verba bentuk -i memiliki varian verba bentuk –ni karena pengaruh fonem
akhir bentuk dasar.
Contoh : Resik + {-i} = resiki “melakukan tindakan menjadi bersih”
misalnya: Resiki mejane!
d. Konfiks
Konfiks adalah bergabungnya dua afiks di awal dan di akhir yang dilekatinya
secara bersamaan. Konfiks pembentuk verba terdiri atas {N-/-i}, {N-/-ake}, {N-/-a},
{mi-/-i}, {tak-/-i}, {tak-/-ake}, {tak-/-e}, {tak-/-ne}, {tak-/-ane}, {kok-/-i}, {kok-/ake}, {di-/-i}, {di-/-ake}, {di-/-ana}, {ka-/an}, {ke-/-a}, {ka-/-ana}, {ka-/-na},
{ka-/-ake}, {kami-/-en}, {-in-/-an}, {-in-/-ake}, {-in-/-ana} dan {-in-/-na}. Contoh
konfiks pola pembentukan verba deadjektival bahasa Jawa (Wedhawati, 2006 : 106144):
(1) ka + adjektiva + na
Contoh:
{ka-} + tebih + {-na} = katebihna “semoga dijauhkan” misalnya: Anak kula
katebihna saking bebaya.
(2) ka + adjektiva + ana
Contoh:
(a) {ka-} + welas + {-ana} = kawelasana “meskipun dikasihi”
misalnya:
Wong kuwi kawelasana ya ora bakal ngerti.
(b) {ka-} + welas + {-ana} = kawelasana “seandainya dikasihi”
misalnya: Gelem kawelasana, wong kuwi rak ora kesrakat.
(3) –in- + adjektiva + an
Verba bentuk –in-/-an memiliki varian verba bentuk -in-/-nan.
Contoh:
{-in-} + reged + {-an} = rinegedan “dikenai tindakan menjadi kotor”
8

(4) ka + adjektiva + (a)ke
Contoh:
{ka-} + jembar + {-ake} = kajembarake “suatu tindakan yang menyebabkan suatu
menjadi luas”
e. Afiks Gabung
Afiks gabung adalah proses penggabungan prefiks dan sufiks dalam bentuk dasar.
Menurut Mulyana (2007: 41) yang termasuk sejumlah afiks gabung dalam bahasa
Jawa antara lain adalah {tak-/-e}, {tak-/-ne}, {tak-/-ake}, {tak-/-ane}, {tak-/-i},
{tak-/-na}, {tak-/-ana}, {tak-/-a}, {dak/-ne}, {dak-/e}, {kami-/-en}, {kok-/-i}, {kok-/ake}, {kok-/-ana}, {di-/-i}, {di-/-a}, {di-/ana}, {di-/-ake}.
Afiks gabung juga dapat dibentuk oleh penggabungan anuswara {N-} dan sufiks
{-i}, {-a}, {-ana}, {-ake}, {-ana}, dan {-e}. Sasangka (2001: 81) menyatakan bahwa
afiks gabung dalam bahasa Jawa jumlahnya sangat banyak, yaitu {N-/-i}, {N-/-a},
{N-/-ake}, {N-/-ana}, {di-/-i}, {di-/-a}, {di-/-ake}, {di-/-ana}, {-in-/-i}, {-in-/-ake},
{-in-/-ana} dan {sa-/-e}.
Contoh afiks gabung pola pembentukan verba deadjektival bahasa Jawa
(Wedhawati, 2006 : 106-144):
(1) di + adjektiva + i
Verba bentuk di-/-i memiliki varian verba bentuk dipun-/-i.
Contoh:
{di-} + reged + {-i} = diregedi “dijadikan menjadi kotor”
(2) di + adjektiva + (a)ke
Verba bentuk di-/-(a)ke memiliki varian verba bentuk dipun-/-(a)ken.
Contoh:
(a) {di-} + panas + {ake} = dipanasake “menjadi mempunyai sifat panas”
(b) {di-} + ilang + {ake} = diilangake “menjadi mempunyai sifat hilang”
(3) tak + adjektiva + i
Verba bentuk tak-/-i memiliki varian verba bentuk dak-/-.
Contoh:
(a) {tak-} + resik + {-i} = takresiki “dibuat menjadi bersih”

9

(b) {tak-} + amba + {-i} = takambani “dibuat menjadi luas”
(c) {dak-} + owah + {-i} = dakowahi “dibuat menjadi berubah”
(4) tak + adjektiva+ (a)ke
Verba bentuk tak-/-(a)ke memiliki varian verba bentuk dak-/-(a)ke.
Contoh:
(a) {dak-} + cedhak + {-ake} = dakcedhakake “dibuat menjadi dekat”
(b) {dak-} + dawa + {-ake} = dakdawakake “dibuat menjadi panjang”
(5) tak + adjektiva + ne
Verba bentuk tak-/-ne memiliki varian verba bentuk dak-/-ne.
Contoh:
(a) {tak-} + amba + {-ne} = takambakne “saya lakukan perbuatan agar
(subjek) menjadi luas”
(b) {dak-} + cedhak + {-ne} = dakcedhakne “saya lakukan perbuatan agar
(subjek) menjadi dekat”
(6) tak + adjekktiva + ane
Verba bentuk tak-/-ane memiliki varian verba bentuk dak-/-ane
Contoh:
{tak-} + resik + {-ane} = takresikane “tindakan yang akan dilakukan oleh orang
pertama tunggal (menjadi bersih) untuk kepentingan seseorang atau sesuatu”
(7) kok + adjektiva + i
Contoh:
(a) {kok} + resik + {-i} = kokresiki “(subjek) dijadikan bersih”
(b) {kok} + apik + {-i} = kokapiki “(subjek) dijadikan bagus”
(c) {kok} + reged + {-i} = kokregedi “(subjek) dijadikan kotor”
(8) kok + adjektiva + (a)ke
Contoh:
{kok-} + dhuwur + {-ake} = kokdhuwurake “dibuat menjadi tinggi”
(9) di + adjektiva + ana
Contoh:
(a) {di-} + resik + {-ana} = diresikana “meskipun bersih” misalnya: kamar kuwi
diresikana ora ana sing gelem turu kono.

10

(b) {di-} + resik + {-ana} = diresikana “seandainya bersih” misalnya: Mau kamar
iki diresikana rak bisa dienggo leren.
(10) N + adjektiva + ana
Contoh:
(a) {ng-} + resik + {-ana} = ngresikana “meskipun bersih”
misalnya: Ngresikana wadhah pirang-pirang wong nyatane ora kanggo.
(b) {m-} + welas + {-ana} = melasana “seandainya mengasihi”
misalnya: Melasana wong cilik-cilik rag malah gedhe ganjarane.
(c) {ng-} + resik + {-ana} = ngresikana “menyatakan perintah membersihkan”
misalnya: Kowe ngresikana kandhang wedhus, aku ora ngresiki kandhang sapi.
(11) N + adjektiva + (a)ke
Verba bentuk N-/-(a)ke mempunyai varian N-/-(a)ken di dalam tingkat tutur krama.
Contoh:
{ng-} + gampang + {-ake} = nggampangake “menjadikan mudah”
(12) N + adjektiva + i
Contoh:
(a) {ng-} + reged + {-i} = ngregedi “menjadikan kotor”
(b) {n-} + teles + {-i} = nelesi “menjadikan basah”
(c) {m-} +panas + {-i} = manasi “menjadikan panas”
(d) {ng-} + kandel + {-i} = ngandeli “membuat menjadi lebih tebal”
(e) {n-} + jero+ {-i} = njeroni “membuat menjadi lebih dalam”
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 1994:
182). Reduplikasi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Reduplikasi parsial, yaitu proses morfemis yang mengulang bentuk dasar secara
sebagian. Dalam bahasa jawa tradisional, reduplikasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Reduplikasi suku pertama (dwipurwa),yaitu proses morfemis dengan mengulang
bentuk dasar suku pertama.Contoh:


R + lara = lelara ‘penyakit’
11



R + tela = tetela ‘jelas’



R + sotya = sesotya ‘permata’



R + tuku = tetuku ‘membeli’



R + resik = reresik ‘bersih-bersih’

2) Reduplikasi suku terakhir (dwiwasana),yaitu proses morfemis dengan mengulang
bentuk dasar suku terakhir. Contoh:
 R + cekik = cekikik ‘mengikik’
 R + celuk = celuluk ‘berkata’
 R + jeges = jegeges ‘tertawa terus’
 R + dengek = dengengek ‘melihat agak ke atas’
b) Reduplikasi penuh, yaitu proses morfemis yang mengulang bentuk dasar secara
penuh. Reduplikasi ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Reduplikasi penuh tanpa variasi bunyi, contoh:


R + bocah = bocah-bocah ‘anak-anak’



R + dalan = dalan-dalan ‘jalan-jalan’



R + mlaku = mlaku-mlaku ‘berjalan-jalan’



R + omah = omah-omah ‘rumah-rumah’



R + wong = wong-wong ‘orang-orang’

2) Reduplikasi penuh dengan variasi bunyi, contoh:


R + sapa = sopa-sapa ‘selalu berkata siapa’



R + mati = mota-mati ‘selalu padam/mati’



R + mlaku = mloka-mlaku ‘ selalu berjalan’



R + mangan = mangan-mangen ‘ selalu makan’



R + undang = undang-undeng ‘ selalu memanggil’

3. Komposisi
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki
identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru ( Chaer, 1994: 185). Komposisi dalam
bahasa jawa dibedakan menjadi 2, yaitu:

12

1. Komposisi sempurna,yaitu komposisi atau persenyawaan yang unsur-unsurnya
berupa kata, contoh:


Wong tuwa ‘orang tua, ayah-ibu, guru’



Semar mendem ‘makanan lemper terbungkus telor’



Nagasari ‘makanan terbuat dari tepung beras di dalamnya berisi pisang’



Gantung siwur ‘nama keturunan ke tujuh ke atas atau ke bawah’



Balung kuwuk ‘ makanan dari singkong’

2. Komposisi tidak sempurna, yaitu komposisi atau persenyawaan yang salah satu atau
semua unsurnya hanya merupakan sebagian dari kata, contoh:


Idu + abang = dubang ‘ludah orang makan sirih’



Balung + kulit = lunglit ‘ sangat kurus’



Dhemen + anyar = dhemenyar ‘ suka hanya waktu masih baru’



Bapak + cilik = paklik ‘paman adiknya bapak/ibu’



Bapak + gedhe = pakdhe ‘paman kakaknya bapak/ibu’

4. Modifikasi
Modifikasi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Modifikasi kosong/ konversi/ transposisi/ derivasi zero, yaitu proses morfologis dari
sebuah morfem menjadi morfem lain tanpa mengubah unsur segmental.
Contoh:
Bapak tuku pacul ‘bapak membeli cangkul’
b) Modifikasi internal atau perubahan fonem adalah proses morfologis dengan mengubah
atau menambah salah satu fonem.
Contoh:


Abang => abing ‘sangat merah’



Abot => abut ‘sangat berat’



Ijo => iju ‘sangat hijau’



Akeh => akih ‘sangat banyak’



Abang => abung / uabang ‘sanagat merah

5. Pemendekan

13

Pemendekan kata adalah proses morfologis dengan cara menanggalkan atau
memendekan bagian-bagian morfem atau menggabungkannya sehingga menjadi bentuk
singkatan, tetapi maknanya sama dengan makna bentuk utuhnya. Pemendekan dibagi
menjadi 4, yaitu:
1. Singkatan, yaitu sebuah huruf atau sekumpulan huruf sebagai bentuk pendek dari
sebuah atau beberapa kata. Contoh:


UGM = Universitas Gajah Mada



SD = Sekolah Dasar



RA = Raden Ajeng



SMA = Sekolah Menengah Atas



SMP = Sekolah Menengah Pertama

2. Akronim, yaitu kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata, atau bagian
lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Contoh:


Puskesmas = pusat kesehatan masyarakat



Posyandu = pusat pelayanan terpadu



Sinetron = sinema elektronik



Kades = kepala desa



Pelita = pembangunan lima tahun



Petrus = penembakan misterius

3. Kontraksi, yaitu pemendekan suatu kata, suku kata, atau gabungan kata dengan cara
menghilangkan huruf yang melambangkan fon di dalam kata tersebut.
Contoh:
Ra ruh = ora weruh
4. Aferesis, yaitu gejala bahasa yang cenderung menanggalkan huruf awal atau suku
awal kata. Contoh:


Jeng = ajeng ‘akan’



Teng = dhateng ‘ke’



Neng = ana ing ‘di’
14



King = saking ‘dari’



Ngge = kangge ‘ untuk’



Nika = menika ‘itu’

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morfologi ialah cabang kajian linguistik (ilmu bahasa) yang mempelajari tentang bentuk
kata, perubahan kata, dan dampak dari perubahan itu terhadap arti dan kelas kata
menjelaskan morfologi sebagai bagian dari ilmu bahasa yang bidangnya menyelidiki selukbeluk bentuk kata, dan kemungkinan adanya perubahan golongan dari arti kata yang timbul
sebagai akibat perubahan bentuk kata.
Kata terbagi menjadi dua macam, yaitu kata dasar dan dasar kata. Kata dasar adalah
satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan sesuatu kata kompleks. Dasar kata adalah
satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar pembentukan bagi satuan yang
lebih besar atau kompleks. Proses pembentukan verba bahasa jawa kata kerja adalah kata
yang menerangkan suatu pekerjaan atau aktivitas. Dalam struktur kalimat, kata kerja
menduduki fungsi predikat dan secara umum bersifat aktif dan pasif. Ada pola pembentukan
verba deadjektif bahasa jawa yang melalui proses morfologis ada lima yang pertama afiksasi
dibagi menjadi prefix (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konflik, afiks gabung.
Kedua reduplikasi dibagi menjadi dua yaitu reduplikasi persial dan reduplikasi penuh.
Ketiga komposisi dibagi menjadi dua yakni komposisi semprna dan komposisi tidak
sempurna. Keempat modifikasi terbagi menjadi komposisi kosong dan komposisi internal.
Yang kelima terakhir ada pemendakan ada empat yaitu singkatan, akronim, kontraksi dan
aferesis.
3.2 Saran

15

Kami berharap semoga pembahasan mengenai Morfologi Bahasa Jawa, sedikit
banyaknya dapat dipahami oleh pembaca. Selain itu kami sebagai penulis mohon maaf
apabila masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu,
kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk kesempurnaan dari makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Sudaryanto dkk.1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana Press.
Wedhawati dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius.
Poedjosoedarmo, Soepomo dkk.1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
http://eprints.uny.ac.id (Diakses tanggal 26 Oktober 2017 Pukul 14.10 WIB)
https://plus.google.com (Diakses tanggal 26 Oktober 2017 Pukul 14.20 WIB)

16

Pertanyaan :
1. Berikan contoh dari komposisi sempurna dan tidak sempurna ! (Devi Rina Cahyani.
15141.228)
2. Jelaskan reduplikasi parsial dan reduplikasi penuh serta berikan contoh ! (Riski Putri.
15141.293)
3. Apakah ada kesulitan yang dialami guru dalam pembelajaran morfologi bahasa Jawa?
(Ratih. 15141.287 )
Jawaban :
1. a) Komposisi sempurna,yaitu komposisi atau persenyawaan yang unsur-unsurnya
berupa kata, contoh:


Wong tuwa ‘orang tua, ayah-ibu, guru’



Semar mendem ‘makanan lemper terbungkus telor’



Nagasari ‘makanan terbuat dari tepung beras di dalamnya berisi pisang’



Gantung siwur ‘nama keturunan ke tujuh ke atas atau ke bawah’



Balung kuwuk ‘ makanan dari singkong’

b) Komposisi tidak sempurna, yaitu komposisi atau persenyawaan yang salah satu
atau semua unsurnya hanya merupakan sebagian dari kata, contoh:


Idu + abang = dubang ‘ludah orang makan sirih’



Balung + kulit = lunglit ‘ sangat kurus’



Dhemen + anyar = dhemenyar ‘ suka hanya waktu masih baru’



Bapak + cilik = paklik ‘paman adiknya bapak/ibu’



Bapak + gedhe = pakdhe ‘paman kakaknya bapak/ibu’
17

2. a) Reduplikasi parsial, yaitu proses morfemis yang mengulang bentuk dasar secara
sebagian. Dalam bahasa jawa tradisional, reduplikasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Reduplikasi suku pertama (dwipurwa),yaitu proses morfemis dengan mengulang
bentuk dasar suku pertama.Contoh:


R + lara = lelara ‘penyakit’



R + tela = tetela ‘jelas’



R + sotya = sesotya ‘permata’



R + tuku = tetuku ‘membeli’



R + resik = reresik ‘bersih-bersih’

2) Reduplikasi suku terakhir (dwiwasana), yaitu proses morfemis dengan
mengulang

bentuk dasar suku terakhir. Contoh:



R + cekik = cekikik ‘mengikik’



R + celuk = celuluk ‘berkata’



R + jeges = jegeges ‘tertawa terus’



R + dengek = dengengek ‘melihat agak ke atas’

b) Reduplikasi penuh, yaitu proses morfemis yang mengulang bentuk dasar secara
penuh. Reduplikasi ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Reduplikasi penuh tanpa variasi bunyi, contoh:


R + bocah = bocah-bocah ‘anak-anak’



R + dalan = dalan-dalan ‘jalan-jalan’



R + mlaku = mlaku-mlaku ‘berjalan-jalan’



R + omah = omah-omah ‘rumah-rumah’



R + wong = wong-wong ‘orang-orang’

2) Reduplikasi penuh dengan variasi bunyi, contoh:


R + sapa = sopa-sapa ‘selalu berkata siapa’



R + mati = mota-mati ‘selalu padam/mati’



R + mlaku = mloka-mlaku ‘ selalu berjalan’



R + mangan = mangan-mangen ‘ selalu makan’
18



R + undang = undang-undeng ‘ selalu memanggil’

3. Kesulitan yang dialami guru dalam pembelajaran morfologi terjadi apabila guru
tidak terlalu menguasai materi morfologi,maka dari itu guru harus menguasai
mteri agar tidak terjadi miskonsepsi. Kesulitan biasanya terjadi pada siswa bukan
karena siswa belum menguasai materi namun mereka terkadang lupa atau keliru
dalam menerapkan kaidah bahasa (morfologi). Kesalahan yang terjadi antara lain
sebagai berikut :
1) Salah Menentukan Bentuk Awal
Suatu kata yang penentuan bentuk katanya salah, mengakibatkan kesalahan
bentuk penulisnnya.
Contoh : Ana bocah sing kepingin duwe sepatu anyar yaiku Murni
Kata “kepingin” dianggap berasal dari kata dasar pingin, yang tentu saja
salah. Penulisan yang benar seharusnya kepengin, yang berasal kata dasar
pengin.
2) Fonem Yang Luluh Dalam Proses Afiksasi Tidak Diluluhkan
Sasangka (2008 : 41) menyatakan bahwa dalam proses afiksasi fonem /p/,
/w/, /t/, /th/, /k/, /s/, dan /c/ apabila diberi prefik nasal seharusnya luluh.
Begitu juga pada fonem /e/ pada prefiks (ka-) juga harus diluluhkan seperti
pada kalimat berikut.
Contoh : Tempe gorenge keirengen gara-gara kesuwen.
Fonem /e/ pada kata keirengen dalam kalimat diatas seharusnya di luluhkan,
sehingga menjadi kirengen.
3) Fonem Yang Tidak Luluh Dalam Proses Afiksasi Di Luluhkan
Contoh : Aku digawaake rambutan marang ani.
Kata digawaake pada kalimat diatas memiliki kata dasar gawa dan mendapat
afiks di-/-ake, setelah mengalami afiksasi kata tersebut menjadi di gawakake
bukan digawaake.
4) Penulisan depan yang tidak tepat
Penulisan kata depan tidak dirangkai dengan kata yang mengikutinya
melainkan dipisah.
Contoh : Aku lan kanca-kancaku ingkana dolanan banyu.
19

Kata ingkana seharusnya dipisah menjadi ing kana.
5) Kesalahan reduplikasi
Ada dua sumber yang menyebabkan kesalahan kata ulang, yaitu kata
penulisan dan penentuan bentuk kata yang di ulang.
a) Kata ualng di tulis lengkap dan diantara kedua unsurnya diberi tanda garis
hubung (-).
Contoh : Bocah* mangkat mancing.
Kata bocah* seharusnya ditulis bocah-bocah.
b) Setiap kata ulang bentuk dasar yang diulang, bentuk dasar diulang itu ada
atau dijumpai dalam pemakaian bahasa.
Contoh : Kabeh padha genti-genti nunggoni simbah
Kata genti-genti seharusnya ditulis gonta ganti.
6) Kata majemuk yang ditulis serangkai
Contoh : Wingi ibu tuku naga sari ing pasar kanggo slametan
Kata naga sari seharusnya ditulis nagasari karena telah mengalami proses
perpaduan secara sempurna.
7) Kata majemuk yang ditulis terpisah
Contoh : Adhik seneng banget karo dhadhamenthok sing akeh daginge tur
empuk
Kata dhadhamenthok seharusnya ditulis terpisah yaitu dhadha menthok.
8) Perulangan kata majemuk (Reduplikasi)
a) Reduplikasi pasial
Contoh : Tukang bakso - tukang bakso padha kumpul ing ngarep omahku
Kata majemuk tukang bakso lebih efektif jika ditulis tukang – tukang
bakso.
b) Reduplikasi sempurna
Contoh : Ing lapangan bocah gedhe – gedhe cilik pada dolanan bal-balan
Kata gedhe – gedhe cilik seharusnya ditulis menjadi gedhe cilik – gedhe
cilik.

20