20. Analisis Instan Problematika Dakwah Kampus (Ridwansyah)

Menghilangkan Kesan Eksklusif

  

Bagaimana caranya agar menghilangkan eksklusifias aniara kader dakwah dengan

objek dakwah. Hal ini sangai menghambai keberierimaan dakwah di massa kampus ?

  Eksklusif atau terbatas bagi sebagian orang saja. Coba Anda berpikir terlebih dahulu mengapa hal ini bisa terjadi, mengapa eksklusiftas ini menjadi sebuah irademark tersendiri bagi aktifs dakwah. Berbagai pendapat sering terdengar seperti kuper, tidak gaul, sok suci, kaku, tidak bisa menerima perbedaan, tidak mau bergabung dengan kita- kita, dan sebagainya. Pertama kali tiba di kampus saya sangat merasakan kekentalan dalam hal ini. Apakah memang kader dakwah harus terasing untuk mendapat kemenangan Allah ?. Saya berpikir, sebetulnya kader dakwah yang menjauh dari massa atau memang massa menolak kader dakwah. Pengamatan saya berlanjut sekitar beberapa pekan hingga mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa memang kader dakwah lah yang menjauh dari massa. Entah bagaimana sebab nya, kader lebih senang menyendiri dengan Qur’an ketimbang diskusi perkuliahan dengan teman-teman satu lab, kader lebih senang “kabur” dengan cepat setelah kuliah selesai untuk ke masjid ketimbang bersapa dan berbasa-basi ria dengan teman satu kelas, kader lebih senang makan sendirian atau makan dengan sesama kader ketimbang makan bersama teman-teman satu himpunan program studi. Kenyataan pahit ini harus kita terima dengan sebuah pernyataan bahwa kader belum siap berbaur dengan massa. Daya imunitas yang lemah ini justru membuat kader semakin tampak aneh dan tidak diterima. Ketidakterimaan ini membuat tidak adany kepercayaan massa terhadap kader yang membuat apapun agenda dakwah yang dilakukan tidak akan direspon positif oleh massa.

  Mengapa hal ini bisa terjad?, memang dalam materi mentoring tidak ada materi khusus terkait bagaimana menjadi kader yang inklusif. Untuk menjadi kader yang inklusif kita perlu belajar di sekolah dunia, alias belajar secara mandiri. Kemampuan adaptasi dari seorang menentukan kemampuan seorang untuk berkembang dimasa yang akan datang. Saat ini kemampuan adaptasi dan bisa diterima atau bahkan memimpin di setiap kelompok masyarakat menjadi sebuah advaniage yang akan menjadi poin plus bagi pihak personalia dalam menerima seorang pegawai. Kita tidak akan berbicara tentang pekerjaan, kita akan sedikit berdiskusi tentang sejauh mana kita mengenal massa kita. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan yang bisa Anda jawab sendiri dan silahkan intropeksi setiap poin pertanyaan untuk kebaikan keberterimaan dakwah di Kampus Anda.

  1. Apakah anda mengetahui tempat makan siang teman-teman satu kelas

  2. Apakah anda mengetahui gosip atau isu yang beredar diantara teman satu program studi

  3. Apakah anda mengetahui siapa saja teman satu lab anda yang akan menjadi dosen, pengusaha, politikus, atau pegawai setelah lulus ?

  4. Apakah anda pernah mengikuti kebiasaan teman satu kelas dalam menghabiskan akhir pekan ?

  5. Apakah anda pernah belajar kelompok atau mengerjakan tugas bersama dan anda diminta oleh mereka sebagai pemimpin kelompok dengan pertimbangan kompetensi dan kepercayaan, bukan sebagai “tumbal” belaka ?

  6. Pernahkan anda memenangi pooling sebagai “terbaik”, “suami idaman”, “terpercaya”, “terasik”, atau “terfavorit” dalam pooling sederhana di kelas?

  7. Apakah anda pernah diminta memimpin do’a atau imam sholat saat sedang acara syukuran ?

  8. Seberapa sering teman anda yang paling tidak dekat dengan anda bercerita dan berkonsultasi masalah pribadinya kepada anda ?

  9. Seberapa banyak teman anda yang bertanya masalah agama ke anda ?

  10. Sejauh mana anda dibutuhkan di kelas ? ketika anda sakit berapa banyak teman sekelas anda yang meng-sms, atau menelpon, atau menjenguk anda ?

  11. Seberapa banyak teman satu program studi anda yang mengetahui tempat kost anda ?

  12. Apakah ketika ada acara ulang tahun atau jalan-jalan bareng satu kelas anda diajak secara khusus oleh teman anda ? Pertanyaan ini bukan sebuah justifkasi buat Anda, akan tetapi 12 pertanyaan sederhana ini bisa menggambarkan sejauh mana kita diterima oleh teman-teman satu kelas atau satu program studi yang notabene nya adalah objek dakwah terdekat kita. saya berpendapat bahwa hilangnya eksklusiftas dari kader kita akan berdampak pada penilaian publik akan kadar eksklusiftas lembaga dakwah. Sehingga pendekatan mengurangi eksklusiftas ini akan saya paparkan dengan menangani permasalahan eksklusiftas kader.

  Berpikir positif tentang objek dakwah

  Yakinlah bahwa semua teman kita juga sebetulnya juga sangat mencintai Islam, akan tetapi mengapa mereka belum menjalankan dengan baik dikarenakan alasa mereka belum memahaminya, dan itu merupakan tugas kita untuk memberikan pemahaman kepada mereka untuk belajar tentang Islam. Seburuk apapun teman anda bersikap tentang dakwah, jangan jadikan itu sebagai alasan untuk membencinya, siapa tau ia berkata seperti itu karena ia memang “melihat” islam yang seperti itu, bantulah ia untuk mampu melebarkan pandangannya untuk melihat sisi yang lebh luas dari Islam. Anda jangan berpikir bahwa pikiran saja tidak akan berdampak pada dakwah, anda bisa saja memanipulasi perkataan, akan tetapi Anda tidak akan bisa membohongi raut muka Anda didepan objek dakwah. Pemikiran underesiimaie Anda kepada objek dakwah akan membuatnya dapat menilai Anda sebaliknya, ia akan merasa bahwa ia telah diremehka, dan ini berdampak negatif untuk dakwah kita. kurangi mendengar info yang kurang sedap tentang teman Anda agar Anda terus merasa tidak berpikir salah tentang seseorang. Sebutlah Anda secara tidak sengaja mendengar salah satu teman Anda terlibat dalam kehidupan malam dan obat terlarang, secara tidak disadari pandangan Anda terhadapnya akan berubah seketika dan justru kontraproduktif bagi usaha kita untuk mendekatinya.

  Hindari merasa nyaman dalam lingkungan dakwah

  saya harus mengakui diri saya merasa sangat terjaga jika bersama dengan sesama kader, pesan berisikan nasehat terus berdatangan, saling mengingatkan untuk ibadah menjadi sebuah kebiasaan, pembicaraan yang ada pun seputar umat dan dakwah, tidak ada pembicaraan yang menggunjing dan rekreasi yang dilakukan sangat jauh dari hura- hura dan membuang uang. Tetapi saya merasa jika saya nyaman dan terus lebih banyak berdiam dan bersosialisasi dengan teman teman yang homogen saya menjadi seorang yang tidak berguna saja, kebermanfaatan yang bisa saya berikan sangat sedikit, dan membuat diri semakin jauh dan tidak bisa memahami objek dakwah.

  Coba Anda memproporsikan kehidupan di lingkungan kader dan di lingkungan objek seperti di kantin, di lab, di studio, di himpunan mahasiswa, di perpustakaan atau di lapangan olahraga dan sisa waktu yang 30% digunakan untuk men-charge ulang energi di lingkungan kader yang biasanya di masjid kampus. Kita tidak boleh menganalogikan lingkungan nyaman ini sebagai sebuah bunker, akan tetapi jadilah pom bensin, dimana selama Anda masih punya energi untuk beraktiftas, Anda tidak perlu kembali. Optimalkan diri di lingkungan bersama teman-teman satu kelas. Daya imunitas ini perlu ditingkatkan dengan vaksinasi “kepercayaan diri” dan “anti kenyamanan” sehingga kader tidak lagi steril. Kerentanan terhadap gesekan luar ini perlu dilatih sejak tingkat awal, karena untuk hal ini tidak ada materi khusus, kemampuan Anda sebagai pribadi, kemampuan individu sebagai seorang da’i diuji.

  Berbaur tapi tidak melebur

  Mencoba memahami objek dakwah dengan mengikuti kebiasaannya yang masih dalam batas syariah. Dengan ini Anda tidak lagi dianggap “aneh”. Pernah ada defnisi apa itu orang gila atau orang aneh, yaitu orang dimana ia berbeda sama sekali dengan orang pada umunya di suatu kelompok. Sebutlah di suatu pesta Anda hanya mengenakan celana pendek dan kaos, maka Anda akan dianggap orang aneh, atau jika Anda orang baik diantara para pencuri, maka Anda lah yang akan dianggap gila. Pada kondisi ini pilihan kita hanya dua, yakni menyesuaikan atau tinggalkan kelompok ini. Dalam dakwah kampus tentu pilihan pertama coba kita ambil dengan harapan dapat membimbing pelan-pelan teman-teman ke arah yang lebih baik. Bentuk menyesuaikan ini bisa dari hal pakaian, jika pada umumnya seorang kader pria “gemar” berpakaian celana bahan dengan kemeja serta jaket hitam yang menimbulkan kesan “tua” atau “ustadz”, maka cobalah sedikit dimodifkasi agar lebih “nyambung” dengan teman-teman satu kelas, yakni paduan jeans dengan kaos berhem, atau kemeja dengan vest agar tampak lebih “metro” atau sepatu yang lebih casual. Kesan yang ditimbulkan adalah “santai”, atau “rapih”. Untuk perempuan, perlu meninggalkan kesan “angker” dari pakaian yang digunakan yang pada umumnya kader perempuan gemar bergamis, atau setelan pakaian yang gelap. Cobalah di sesuaiakan, apakah dengan padanan warna jilbab dan pakaian yang lebih cerah atau bermotif, sehingga timbul kesan “anggun”.

  Selanjutnya dari sisi kebiasaan, alangkah baiknya jika kita bisa menghabiskan waktu makan dan belajar bersama teman-teman satu program studi, disana kita juga akan mulai “nyambung” jika teman-teman berbicara mengenai hal-hal yang mungkin untuk kita “tidak penting”, akan tetapi keberadaan kita disana bisa berpera sebagai da’i antara lain untuk mengingatkan agar bertutur kata baik atau mengingatkan saat shalat. Kebiasaan lain seperti jalan-jalan bersama dengan teman-teman untuk sesekali olahraga bersama, atau ke pusat perbelanjaan bisa sesekali kita ikuti, tujuannya adalah untuk menimbulkan kesan bahwa kita “benci dunia” yang membuat objek dakwah menilai kader juga manusia yang butuh kesenangan sesekali, bukan sosok malaikat.

  Akan tetapi dari segala berbauran ini kita perlu tetap menjaga karakteristik kita. karakteristik dari segi pemikiran dan perkataan. Menurut hemat saya yang menjadi identitas dari kader bukanlah simbol atau penampilan fsik, akan tetapi pemikiran dan perkataannya yang bermanfaat dan berbobot. Disinilah kita bisa menanampkan kesan “bijak” dan “toleran” bagi kader dakwah kita di kampus.