BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kosakata - ANGGORO AGUNG NUGROHO BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kosakata Kosakata adalah perbendaharaan kata (Depdikbud. 1985: 524) Kosakata atau perbendaharan kata dapat diartikan sebagai berikut ; a.

  semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa.

  b. kata-kata yang dikuasai oleh seseorang atau yang dipergunakan oleh sekelompok orang dari suatu lingkungan yang sama.

  c. kata-kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan.

  d. seluruh morfem yang ada dalam suatu bahasa (pengertian lingustik).

  e. sejumlah kata dan frasa dari suatu bahasa yang disusun secara alfabetis disertai batasan dan keterangannya (Adiwimarta dkk 1978: 2)

  Soedjito dalam Djago Tarigan (1994: 477) mengatakan kosakata sebagai berikut : a. semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa.

  b. kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang pembicara atau penulis.

  c. kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan.

  d. daftar kata yang disusun seperti kalimat disertai penjelasan singkat dan praktis.

  Lain halnya menurut Sarwadi (1992: 18 ) istilah kosakata itu mengandung arti: a. semua kata terdapat dalam suatu bahasa.

  4 b. jumlah kata yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dalam lingkungan yang sama.

  c. jumlah kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan.

  d. semua kata asal yang terdapat dalam suatu bahasa.

  e. daftar sejumlah kata dan sekelompok kata yang disusun secara alfabetis dan disertai batasan keterangan dari suatu bahasa.

  Berdasarkan pendapat di atas bahwa kosakata adalah semua kata dalam suatu bahasa yang digunakan oleh pembicara atau penulis untuk menyatakan suatu maksud dalam bentuk kalimat atau kata.

B. Pengertian Bahasa Baku

  Bahasa baku adalah ragam bahasa yang ejaannya, tata bahasanya, dan kosakatanya diakui beserta diterima oleh kalangan masyarakat luas dan dijadikan norma pemakaian yang benar (Kamus Bahasa Indonesia).

  Berdasarkan dari pengertian bahasa baku terkandung pengertian yang bersifat paradoks. Dalam pengertian bahasa baku terkandung pula pengertian bahasa non baku. Sedangkan masyarakat pemakai bahasa dapat mempertentangkan kedua pengertian tersebut. Untuk mengetahui bahasa baku perlu terlebih dahulu mengetahui pengertian ciri-ciri bahasa baku tersebut. Dengan mengetahui ciri-ciri bahasa yang baku tersebut akan dapat mengetahui yang mana bahasa yang baku dan sekaligus dapat pula mengetahui bahasa non baku. Semua bahasa baik itu bahasa modern maupun bahasa yang terisolasi mengalami perubahan. Sejumlah kata-kata atau leksikon hilang dari pemakaian dan diganti oleh kata-kata yang baru, baik sebagai hasil bentukan baru maupun sebagai hasil pinjaman atau serapan dari suatu bahasa yang lain. Bahasa dan bunyi-bunyi bahasa dapat berubah karena pengaruh bahasa lain ataupun karena menginginkan sesuatu yang baru yang dianggap lebih baik dan sesuai dengan perkembangan (Adul, 1981 : 12).

  Sesungguhnya setiap bahasa, bahasa maupun juga, tidak lepas dari pengaruh bahasa lain dan tidak lepas dari perubahan-perubahan. Tidak dapat disangkal bahwa bahasa yang hidup dan berkembang akan mengalami peristiwa yang demikian. Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dinamis yang menghendaki perubahan yang sesuai dengan gejolak dan aspirasi masyarakat pemakaiannya yang disebabkan oleh berbagai faktor diluar persoalan bahasa itu sendiri. Bahasa yang mempunyai kaidah yang tetap, yang mempunyai leksikon yang tetap, yang tidak bertambah dan berubah- ubah lagi, demikian pulastruktur yang tidak berkambang, yang tidak mengikuti perkembangan masyarakat pemakai bahasanya, cepat atau lambat akan menjadi bahasa mati atau akan menjadi bahasa klasik. Jtga bahasa yang selalu berubah yang tidak terkendalikan lebih baik dalam bidang leksikon, fonologi, morfologi, morfosinteksis dan juga sintaksis atau keseluruhan bidang bahasa, berarti adalah sebuah bahasa yang kacau. Jelas yang demikian bukanlah pula bahasa baku (Adul, 1981 : 13 ).

  Pengertian bahasa baku, bahasa baku memiliki kaidah atau aturan yang tetap, atau memiliki kemantapan dinamis. Tetapi dalam kemantapan ini tergantung sifat terbuka untuk meneria perubahan yang bersistem di bidang kosakata dan peristilahan dan untuk perkembangan berbagai jenis ragam dan gaya di bidang kalimat dan makna (Moeliono dalam Amran Halim ed. 1976: 29). Dalam mencapai kemantapan sebagaimana tersebut di atas, haruslah ada usaha kodifikasi bahasa dan kodifikasi ini harus pula menyangkut dua aspek yang penting (1) bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaiannya, (2) bahasa menurut struktur sebagai suatu sistem komunikasi. Selain dari ciri kemampuan yang dinamis dan mempunyai sifat terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahasa baku yang modern harus juga mempunyai ciri kecendekian. Dengan demikian bahasa baku yang harus mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit diberbagai bidang ilmu dan hubungan antar manusia tanpa menghilangkan kodrat dan kepribadiannya (Adul, 1981: 14).

  Pengertian bahasa baku sebagaimana telah dijelaskan dengan istilah kodifikasi bahasa, haruslah bahasa itu mempunyai sistem ortografi yang antara lain berupa ejaan yang baku guna menjelaskan ujaran yang terdapat dalam bahasa tersebut. Kemudian sebagai bahasa baku itu menjelaskan fungsinya yang meliputi: a. fungsi pemersatu b. fungsi penanda kepribadian c. fungsi penambah wibawa d. fungsi sebagai kerangka acuan (Moeliono dalam Halim ed, 1976: 30).

  Uraian di atas dapat dikemukakan batasan bahwa bahasa baku adalah bahasa yang mempunyai kemantapan kaidah atau aturan yang merupakan kerangka acuan yang bersifat dinamis dan terbuka yang dapat menerima unsur-unsur baru guna memperbaiki dirinya dengan tetap mempertahankan kodrat dan kepribadiannya, yang berperan dalam berbagai bidang ilmu dan antar hubungan manusia serta didukung dengan setia oleh pemakainya.

  Kata baku adalah kata yang cara pengucapan atau cara penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar atau kaidah yang telah dibakukan.

  Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman ejaan (EYD), tata bahasa baku, atau kamus umum.

C. Ciri-ciri Bahasa Baku a.

  Tidak dipengaruhi bahasa daerah

  Baku Tidak Baku

  asam kecut anak bocah anda koe b. Tidak dipengaruhi bahasa asing

  Baku Tidak Baku

  akhir ahir aluminium almunium c. Bukan merupakan bahasa percakapan

  Baku Tidak Baku

  bagaimana gimana dengan sama membeli beli tidak enggak tetapi tapi d. Pemakaian imbuhan secara eksplisit

  Baku Tidak Baku

  Mengesampingkan mengenyampingkan menukarkan mentukarkan menyikapinya mensikapinya e.

  Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat

  Baku Tidak Baku

  suka akan suka dengan disebabkan oleh disebabkan kerena lebih besar daripada lebih besar dari lebih kecil daripada lebih kecil dari f.

  Tidak Terkontaminasi, tidak rancu

  Baku Tidak Baku

  berkali-kali berulang kali terus terang terang-terangan g. Tidak mengandung arti pleonasme

  Baku Tidak Baku

  Artinya artinya adalah pada zaman dahulu pada zaman dahulu kala maju maju ke depan para kyai para kyai-kyai h.

  Tidak mengandung hiperkorek

  Baku Tidak Baku

  akhir insyaf anggota anggauta bangkrut bangkerut batrai batre buah buwah cuma cuman Contoh kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia

  Baku Tidak Baku

  abjad abjat adegan adehan administrasi administerasi aerob aerobe aerodinamika aerodinamik ahli akhli bazar basar biodata bio data cek check dialog dialoh efek epek eksklusif esklusif ekstra extra fase pase fisik pisik hemoglobin haemoglobin hidraulik hidrolik instruksi intruksi jadwal jadual karier karir konstruksi kontruksi Kristal krystal Masyarakat masarakat Metode metoda Nasihat nasehat Objek obyek Pasien pasen Personal personil Praktik praktek

  Sakarin saharin Sistem sistim Skripsi sekripsi Taksi taxsi Tim team Transportasi tranportasi Vakum vakem Xenon senon Zigot zygote Zodiak jodiak (Depdikbud, 2005 : 93) D.

   Jenis Kata Dalam Bahasa Indonesia

  Menurut (Depdikbud. 2005 : 116) jenis kata dapat dibedakan atas : a. Kata kerja (verba) b.

  Kata benda (nomina) c. Kata ganti (pronominal) d. Kata bilangan (numeralia) e. Kata sifat (adjektifa)

  f. Kata keterangan (adverba) g.

  Kata sandang (artikel) h. Kata depan (preposisi) i. Kata penghubung (konjungsi) j. Kata seru (injeksi) a.

  Kata Kerja Kata kerja (verbal) adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, atau keadaan.

  Jenis-jenis kata kerja a.

  Berdasarkan bentuknya 1)

  Kata kerja bentuk dasar Contoh : Makan

  Minum Pergi Lari Singgah

  2) Kata kerja bentuk turunan

  Contoh : lari-lari Makan-makan Berputar-putar Termangu-mangu Kejar-kejran

  3) Kata kerja bentuk pemajemukan

  Contoh : Bertanggung jawab Membagi rata

  Memberitahukan Memberi tahu Menandatangani

  Membalas budi Menganakemaskan Berinduk semang Memperjualbelikan Memukul mundur

  4) Kata kerja bentuk pengimbuhan

  Contoh : Membaca Mempermainkan Bernyanyi Bersemburan Terguling Padamkan Dihadiri Diperbolehkan b. Kata Benda

  Kata benda (atau) adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian.

  Jenis-jenis kata benda 1.

  Kata benda konkret dan abstrak.

  a) Kata benda konkret adalah nama benda yang dapat

  b) ditangkap dengan panca indra.

  Kata benda konkret terbagi dalam beberapa macam : Nama diri : Hasan, Bandung, Musi, Galunggung.

  Nama jenis : binatang, meja, ayam, harimau, buku, pulpen.

  Nama himpunan : ASEAN, KONI, Perserikatan Bangsa Bangsa.

  Nama zat : emas, perak, minyak, air, uap, kayu.

  c) Kata benda abstrak adalah nama-nama benda yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra.

  Contoh : kebahagiaan, pembelian, penghijauan.

2. Kata benda bentuk dasar dan kata benda turunan.

  a) Kata benda bentuk dasar

  Contoh : gambar, pisau, bawang, ikan, laut, bumi, mobil, kucing, langit.

  b) Kata benda bentuk turunan

  Pengimbuhan Perulangan pemajemukan

  Kendaraan mobil-mobilan kutu buku Perumahan rumah-rumah darah daging Kesehatan gunung-gunung lomba lari Pertambangan pepohonan unjuk rasa Keindahan biji-bijian doa restu Olah ragawan tali-temali pedagang eceran Hadirin sayur-mayur mata duitan c.

  Kata Ganti Kata ganti (pronomina) adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata yang dibendakan. Kata ganti dibedakan atas berikut ini.

1. Kata ganti orang,

  Persona Makna Tunggal Jamak

  Pertama Saya, aku, daku, ku Kami, kita Kedua Engkau, kamu, anda, Kalian, kamu sekalian, dikau, kau-, -mu anda sekalian.

  Ketiga Ia, dia, beliau,-nya Mereka 2.

  Kata ganti penunjuk

  a. ini, itu Penunjuk umum :

  b. sini, sana, situ Penunjuk tempat :

  c. begini, begitu Penunjuk ikhwal :

  d. sesuatu, seseorang Penunjuk tak tentu : 3.

  Kata ganti tanya.

  Kata tanya Yang Ditanyakan

  siapa orang apa barang mana pilihan mengapa alasan, sebab-sebab, pendapat kapan, bila, bilamana waktu di mana, ke mana, dari mana tempat bagaimana cara berapa, ke berapa jumlah, urutan d.

  Kata Bilangan Kata bilangan (numeralia) adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya wujud (orang, binatang, benda) dan konsep.

  Kata bilangan dapat dibedakan atas : 1.

  Kata bilangan pokok Contoh : nol, satu, dua, tiga.

  2. Kata bilangan tingkat Contoh : kesatu, kesepuluh, ketujuh belas, keseratus, kelima ratus.

  3. Kata bilangan pecahan Contoh : seperdua, setengah, sepersepuluh, separuh e. Kata Sifat

  Kata sifat (adjektiva) adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan, orang, binatang, atau benda.

  Jenis-jenis kata sifat 1.

  Kata sifat bentuk dasar Contoh : Asin Cerah Kecil Malang

  Anggun Ceria Kurus Murah Besar Mewah Lama Ramai Biru Murah Lemah Rusak

  2. Kata sifat bentuk turunan Contoh : pengimbuhan perulangan

  pemajemukan

  Alami kekanak-kanakan berat lidah Insani cantik-cantik aman tentram Jasmaniah murah-murah padat karya f.

   Kata Keterangan Kata keterangan (adverbial) adalah kata yang memberi keterangan pada kata lainnya. Kata keterangan dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Berdasarkan bentuknya

  a) Kata keterangan bentuk dasar

  Contoh : sangat, lebih, terlalu

  b) Kata keterangan bentuk turunan

  Contoh : diam-diam, habis-habisan, sesungguhnya 2. Berdasarkan letaknya

  a) Medahului kata yang diterangkan

  Contoh : lebih tinggi, sangat indah

  b) Mengikuti kata yang diterangkan

  Contoh : tampan nian, Duduk saja

  c) Dapat mengikuti atau mendahului kata yang diterangkan

  Contoh : lekas-lekas pulang, Pulang lekas-lekas g.

  Kata Sandang Kata sandang adalah kata yang fungsinya sebagai penentu bagi kata benda. Kata sandang terbagi dalam beberapa jenis berikut.

  1. Mengacu pada makna tunggal Contoh : sang, hang, sri, dang.

  2. Mengacu pada makna kelompok Contoh : para 3. Bermakna netral

  Contoh : si h.

  Kata Depan Kata depan adalah kata yang bertugas membentuk frase preposional. Fungsinya adalah

  1. Menandai peruntukan Contoh : bagi, untuk, buat, guna.

  2. Menandai hubungan asal, arah, atau milik Contoh : dari 3. Menandai hubungan cara

  Contoh : dengan 4. Menandai hubungan tempat berada

  Contoh : di 5. Menandai hubungan sebab

  Contoh : karena, sebab

6. Menandai arah suatu tempat

  Contoh : ke 7. Menandai hubungan pelaku

  Contoh : Oleh 8. Menandai hubungan tempat atau waktu

  Contoh : pada 9. Menandai hubungan peristiwa

  Contoh : tentang i.

   Kata Penghubung Kata penghubung (konjungsi) adalah kata yang fungsinya menghubungkan bagian-bagian kalimat.

  Fungsi kata penghubung : 1. menandai hubungan penambahan, contohnya : dan, serta 2. menandai hubungan pemilihan, contohnya : atau 3. menandai hubungan perlawanan, contohnya : tetapi, melainkan.

  4. menandai hubungan waktu, contohnya : sesudah, sebelum, ketika 5. menandai hubungan syarat, contohnya : jika, bila 6. menandai hubungan pengandaian, contohnya : andaikan,

  umpamanya 7.

  menandai hubungan tujuan, contohnya : agar, supaya 8. menandai hubungan pemiripan, contohnya : seakan-akan, seperti

  9. menandai hubungan sebab, contohnya : sebab, karena 10. menandai hubungan akibat, contohnya : maka, sehingga 11. menandai hubungan cara, contohnya : dengan j.

   Kata Seru Kata seru (interjeksi) adalah kata yang mengungkapkan cetusan perasaan atau lupan emosi. Kata seru ini digunakan untuk memperkuat rasa kagum, sedih, heran, jengkel. Untuk menyatakan rasa kagum, misalnya orang tidak merasa cukup dengan menyatakan, “indah sekali pemandangan itu!” tetapi biasa mengawalinya dengan kt wow, amboi. Dengan demikian, kalimat “amboi, indah sekali pemandangan itu” tidak hanya menyatakan fakta, tetapi juga ungkpn rasa hati pembicaranya.

  Kata seru mengacu pada pada nada atau sikap berikut: 1. bernada negative, yakni cih, cis, bah, ih, idih, brengsek, sialan.

  Contoh : - Cih, tidak tahu malu mengemis kepad orang lain Cis, muak aku melihat rupamu lagi

  • Bah, pergi kau dari sini
  • 2.

  bernada positif, yakni aduhai, amboi, asyik, Alhamdulillah, subhanallah, hore.

  Contoh : - Asyik, saya mendapat nilai sepuluh Alhamdulillah, saya meraih juara pertama

  • Hore, saya dapat hadiahnya

  3. bernda keheranan, yakni ai, lho, astaghfirullah, masyaallah

  Contoh : - Ai, mengapa kamu menjadi kurus begini? Lho, kamu kan masih saudr saya?

  • Masyaallah, dia berani melawan ibunya?
  • Pemakian kata-kata seru umumnya digunakan dalam bahasa lisan ataupun tulisan yang berbentuk percakapan. Dalam percakapan yang bersifat informal atau dalam situasi santai, kat-kata seru banyak dijumpai. Sebaliknya pada situasi resmi, kata seru ini semakin jarang digunakan.

E. Fungsi dan Kriteria Bahasa Baku a. Fungsi Bahasa Baku.

  Bahasa baku mempunyai empat fungsi yang mendukung, tuga diantaranya bersifat pelambang atau simbolis sedangkan satu lagi bersifat objektif: (1) fungsi pemersatu, (2) Fungsi pemberi kekhasan, (3) Fungsi pembawa kewibawaan (4) Fungsi sebagai kerangka acuan (Moeliono, dkk, 1998: 15) 1.

  Fungsi pemersatu Bahasa Indonesia meningkat kebinekaan bahasa daerah diseluruh Indonesia. Fungsi pemersatu dapat ditingkatkan lagi dengan mengintensifkan usaha berlakunya suatu bahasa baku yang beraturan, yang menjadi ciri manusia modern.

  2. Fungsi Penanda kepribadian Bahasa Indonesia yang telah baku dan teratur, akan terlihat di dalam pergaulan dengan bahasa lain. Yang dinyatakan dengan identitas dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kalau fungsi ini sudah dilaksanakan secara luas, maka bahasa Indonesia dapat dianggap telah melaksanakan peranan yang penting sebagai bahasa Pndonesia yang baku.

  3. Fungsi Penambah Kewibawaan Berdasarkan dari unsur tersebut menduduki tempat tinggi pada skala tata nilai dalam masyarakat bahasa, gengsi yang melekat pada bahasa Indonesia baku, karena dipakai oleh kalangan masyarakat yang berpengaruh seperti: pejabat tinggi pemerintah, guru, alim ulama, penyiar radio, rohaniwan. Mereka akan lebih berwibawa bila telah mahir berbahasa. Kewibawaan yang tinggi dapat pula terlaksana kalau bahasa Indonesia dapat dipautkan dengan teknologi serta unsur kebudayaan baru.

  4. Fungsi Sebagai Kerangka Acuan Yaitu dijadikan ukuran untuk tepat tidaknya pemakaian bahasa dalam situasi tertentu.

  b. Kriteria Kosakata Ragam Baku.

  Bahasa selalu berkembang seirama dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Perkembangan yang mudah dikenali terdapat dalam bidang kosakata karena bidang inilah yang terpeka terhadap perubahan budaya dalam kehidupan masyarakat. Akibatnya, ada kata- kata yang muncul dalam pemakaian dan ada yang tengelam dari pemakaian kemunculannya akan dapatmenambah atau memperkaya kosakata yang telah ada (Sabariyanto. 1993 : 217) F.

   Ragam Bahasa

  Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam ragam penuturannya, mau takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu tak terelakan karena kita pun dapat mengubah bahasa secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita masil bisa memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun di samping itu kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya (Moeliono, dkk.

  1988: 3) Pertama-tama ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian bahasa, kita akan melihat bahwa ragam-ragam itu saling bertautan. Ragam yang ditinjau ari sudut pandang penulis dapat diterima menurut patokan daerah, pendidikan, dan sekup penutur.

  Ragam daerah sudah lama dikenali dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang menyebar luas selalu mengenal logat. Masing-masing dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan.

  Jika di dalam wilayah pemakaiannya orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena tempat kediamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat atau laut, maka logat itu dalam perkembangan akan banyak berubah sehingga akhirnya dianggap bahasa yag berbeda.

  Logat daerah adalah yang paling ketara karena tata bunyinya yang mudah dikenali. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, turun-naiknya nada, dan panjang pendek bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda. Perbedaan kosakata dan variasi gramatikal tentu ada juga walaupun mungkin kurang tampak. Ragam dialek dengan sendirinya erat hubungannya dengan bahasa ibu si penutur (Moeliono, dkk. 1988: 4).

  Ragam bahasa menurut pendidikan formal yang berselingan dengan ragam dialek, menunjukan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi Bahasa Indonesia golongan kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi / f / dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak sekolah atau hanya berpendidikan rendah. Bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks dalam ragam orang yang tidak berpendidikan, bervariasi dengan padil, pakultas, pilem, fitroh dan komplek dalam ragam orangtidak mujur dapat menikmati pendidikan yang cukup di sekolah (Moeliono, dkk. 1988: 5).

  Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakaian bahasa. Ragam ini, yang bisa disebut langgam atau gaya, pemeliharaannya tergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau terhadap pembacanya. Sikapnya itu dipengaruhi antara lain oleh umur dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antar penutur, pokok persoalan yang hendaknya disampaikan dan tujuan penyampaian informasinya. Dalam hal ragam bahasa menurut sikap penutur , kita berhadapan dengan pemilihan bentuk-bentuk bahasa tertentu yang menggambarkan sikap kita yang kaku resmi, adab, dingin, hangat, akrab atau santai. Perbedaan berbagai gaya itu tercemin pada kosakata dan tata bahasa. Ragam bahasa: menurut jenis pemakaiannya dapat dirinci menjadi tiga macam, ragam dari sudut pandang bidang atau pokok persoalan; ragam menurut sasarannya dan ragam yang mengalami percampuran.

  Tiap penutur bahasa hidup dan bergerak dalam sejumlah lingkungan masyarakat yang adat istiadatnya atau tata cara pergaulannya dapat berbeda-beda, perbedaan itu terwujud pula dalam pemakaian bahasa. Orang yang ingin turut serta dalam bidang tertentu atau yang ingin membicarakan pokok persoalan yang berkaitan dengan lingkungan itu harus memilih salah satu ragam yang dikuasainya dan yang cocok dengan bidang atau pokok tersebut. Jumlah ragam yang dimilikinya agak terbatas karena bergantung pada luas pergaulan, pendidikan, profesi, kegemaran, dan pengalamannya. Tiap penutur bahasa pada dasarnya dapat memanfaatkan kedua ragam lisan dan ulisan tersebut sesuai dengan keperluannya, apapun latar belakangnya. Meskipun demikan, kita tidak dapat berharap orang yang kurang mendalam proses belajarnya mampu menggunakan ragam tulisan dengan penampilan orang yang terpelajar. Pokok pengajaran bahasa di sekolah pada dasarnya berkisar pada peningkatan keterampilan dalam kedua ragam tersebut (Moeliono, dkk.

  1988: 6) Ragam bahasa menurut sasarannya lazim dibagi atas ragam lisan atau ujaran, dan ragam tulisan. Karena setiap masyarakat bahasa mempunyai ragam lisan, sedangkan ragam tulisan itu baru muncul kemudian maka soal yang perlu ditelaah adalah bagaimana orang menaungkan ujarannya ke dalam bentuk tulisan. Ragam lisan dan tulisan masih mengenal kendala atau hambatan lain. Artinya ada bidang atau pokok persoalan yang mudah dituangkan ke dalam ragam yang satu dari pada yang lain (Moeliono, dkk. 1988: 8)

G. Pengertian dan Definisi Proses Belajar Mengajar.

  Proses belajar mengajar, yang disingkat jadi PBM, merupakan salah satu konsep yang semakin populer dengan pendidikan Indonesia.

  Kepopuleran konsep tersebut berkat adanya Proyek Pengembangan Pendidikan Guru, disingkat (P3G), serta perubahan kurikulum di Lembaga Pendidikan Tenega Kependidikan, disingkat LPTK. Dikatakan semakin populer karena sejauh sebelumnya istilah itu sudah ada bahkan para pengajar pun sudah mengenal dan mempraktekannya. Apabila pada masa sebelum P3G konsep itu dijalani dengan kondisi yang belum mantap maka sesidah adanya P3G dan perubahan kurikulum LPTK konsep itu dilaksanakan dengan lebih mantap, lebih terarah dengan kesadaran akan pentingnya peranan dan fungsi PBM dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

  Pengertian PBM sering tidak sama bagi para pengajar. Pada saat ini, sekurang-kurangnya istilah PBM digunakan dalam tiga konteks yang berbeda, walaupun harus diakui bahwa ketiga-tiganya menyangkut bidang pendidikan. Penggunaan pertama dijumpai pada ”Model Program Pendidikan Tenaga Kependidikan”, 1978, Jakarta-Bandung: Lokakarya Pendidikan Guru P3G. konsep P3G ini dilaksanakan LPTK mulai tahun akademis 1979/1980.

  Pada penggunaan pertama itu PBM mengacu kepada kelompok mata kuliah yang tergabung dalam salah satu komponen kurikulum.kita sudah mengetahui bahwa kurikulum LPTK memiliki empat komponen, yakni: a.

  Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU): antara lain: Pancasila. UUD ’45.

  Kewiraan. Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris. Dan lain-lain.

  b.

  Mata Kuliah Dasar Keguruan (MKDK): antara lain, Ilmu Jiwa, Landasan Kependidikan, dan lain-lain.

  c.

  Bidang Studi (BS): mata-mata pelajaran yang sesuai dengan nama jurusa. d.

  Proses belajat Mengajar (PBM): antara lain, pengajaran Remedi, Metode pengajaran, Evaluasi, dan Lain-lain.

  Penggunaan kedua, tentunya dengan arti yang berlainan pula, dijumpai dalam ruangan kelas sat guru melaksanakan program instruksional.

  Di sini PBM mengacu pada aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam suatu pelaksanaan program pengaharan dalam kelas. Bila dihubungkan dengan kutikulum ’75 nama yang lebih tepat di sini ialah kegiatan belajar mengajat (KBM).

  Penggunaan ketiga, dengan pengertian yang jauh lebih luas dari pengertian pertama dan kedua, mengacu kepada tugas dan kewajiban setiap pengajar. PBM dalam situasi seperti ini dapat dirinci dan meliputi: a. proses penyusuran program pengajaran: menetapkan tujuan, bahan, metode, dan media pengajaran.

  b. proses pelaksanaan program pengajaran: mengajar di kelas, praktek di laboratorium atau di kebun percobaan, dan lain-lain.

  c. proses pengevaluasian program: baik perencanaannya, pelaksanaannya serta prestasi belajar siswa.

  Berdasarkan pengertian ketiga, penulis sampai pada definisi PBM, yaitu: suatu proses kegiatan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan

  

mengevaluasian program pengajaran . Di dalam PBM terlibat guru, siswa

  dan komponen lainnya. Tentang komponen PBM akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

  Penafsiran makna, isi dan bobot komponen PBM tidak terlepas bahkan sangat diwarnai oleh pandangan para ahli pendidikan terhadap istilah belajar dan mengajar. Apabila penekanan diarahkan kepada kata

  menagajar , maka muncullah istilah proses mengajar belajar (PMB). Gaya mengajar PMB tersirat dalam konsep ”Instructure CenteredInstruction”.

  Seandainya penekanan diletakan kepada kata belajar maka muncullah istilah proses belajar mengajar (PBM). Gaya mengajarnya tersirat dalam konsep ”Student Centered Indtruction”.

  Agaknya, dunia pendidikan di Indonesia saat ini, setidak-tidaknya dunia pendidikan guru, cenderung kepada gaya mengajar yang tersirat dalam konsep ”Student Centered Indtruction”. Kecenderungan itu terlihat dengan jelas pada penerapan konsep CBSA dalam program pengajaran.

  Oleh katrena penulis merasa perlu membicarakan hakikat CBSA serta bagaimana hubungan antara PBM dan CBSA (Tarigan, 1984 : 3).

H. CBSA dan Hubungan dengan PBM

  CBSA atau Cara Belajar Siswa Aktif adalah suatu konsep tentang belajar siswa. Makna yang tersirat dalam konsep tersebut, ialah dalam proses belajar mengajar siswa dianggap dominan. Dengan kata lain, siswa adalah subjek dan bukan obkek dari pengajaran. Guru dan konsep CBSA berfungsi fasilitator atau pemberi kemudahan belajar bagi siswa. Secara garis besar konsep CBSA dapat disimpulkan dalam pengertian sebagai berikut: a. belajar lebih dipentingkan daripada mengajar.

  b. siswa dipandang sebagai subjek dan bukan objek.

  c. melalui partisipasi, mengalami, mencoba, dan melaksanakan atau mempraktekan diri apa yang dipelajari siswa akan menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap.

  Jelas kelihatan bahwa konsep CBSA pun bukanlah barang baru. Bahkan di Indonesia pun konsep CBSA ditemui dalam konsep pendidikan Taman Siswa, Tut Wuri Handayani. Atau dalam pribahasa ”Pengalaman adalah guru terbaik’.

  Mendidik suatu konsep Tut Wuri Handayani adalah mengikuti serta mengawasi anak yang sedang berkembang. Bila diperlukan guru dapat mempengaruhinya agar perkembangan anak selaras dengan bakat dan pembawaannya.

  Peranan pendidik dalam konsep ”Tut Wuri Handayani” adalah sebagai pendorong anak, agar anak secara aktif mengembangkan bakat dan kemampuannya. Tugas guru akan lebih berhasil dilaksanakan apabila guru sudah mengenal bakat, pembawaan dan potensi setiap anak didiknya.

  Apabila konsep CBSA dituangkan kepada proses belajar mengajar (PBM) maka implimentasinya adalah sebagai berikut: a.

  Siswa: 1. ada kesempatan menyatakan permasalahan yang mereka temui atau hadapi.

  2. ada kesempatan menyalurkan bakat dan minat siswa.

  3. ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyusunan program pengajaran.

  4. ada kesempatan turut aktif dalam setiap proses pengajaran.

  5. ada kesempatan untuk membuktikan rasa keingintahuan, mempraktekan sesuatu, atau membuktikan sesuatu.

  b.

  Guru: 1. bersikap demokratis 2. patner aktif siswa.

  3. bersifat mendorong, membimbing dan bola diperlukan dapat mengarahkan siswa.

  4. di samping mempunyai pengetahuan yang mendalam dan luas, guru memiliki serta dapat menggunakan teknik-teknik mengajar yang bervariasi.

  5. guru dapat memilih dan menggunakan media pengajaran ataupun teknologi pendidikan.

  6. guru selalu berusaha mengaktifkan siswanya.

  c.

  Iklim Belajar: 1. terjadinya hubungan yang erat dan lancar antara guru dan siswa, di antara guru dan siswa, siswa dan siswa.

  2. adanya sifat keterbukaan di antara guru dan siswa, di antara siswa dan siswa.

  3. adanya suasana gembira dalam proses belajar. d.

  Program: 1. dipersiapkan, direncanakan dengan teliti.

  2. dilaksanakan dengan penuh keyakinan 3. dinilai dari saat ke saat.

  4. terbuka untuk perbaikan bila perlu dirombak.

  Melalui penjelasan –penjelasan yang tertera dalam bagian ketiga ini dapatlah disimpulkan bahwa hubungan antara PBM dan CBSA sangat erat.

  Bila PBM sebagai buah mangga dalam pengertian materinya, maka pemberi rasa dan warna adalah CBSA. Dua-duanya bersatu padu sehingga menimbulkan mangga yang manis dan enak untuk dimakan. Begitu pula PBM yang diwarnai CBSA akan menghasilkan mumusan yang berkualitas tinggi serta relevan dengan tuntutan lapangan tugasnya (Tarigan, 1984 : 5).

I. Komponen PBM

  Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan guru (dalam hal-hal tertentu juga siswa) mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pengajaran. Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah komponen, yang kita namai komponen PBM. Isi komponen PBM ternyata tidak selalu sama di antara para ahli. Salah satu sumber yang memuat komponen PBM secara lengkap penulis temui pada waktu ”Komponen Proses Belajar Mengajar” yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1969, halaman 5, yang isinya sebagai berikut: a. tujuan b. kuliah c. mahasiswa d. dosen e. teknologi f. sarana g. administrasi

  Dengan beberapa perubahan, penambahan dan pengurangan terhadap komponen tersebut di atas penulis mencoba menyusun kembali komponen PBM yang lebih cocok dengan tulisan ini. komponen kuliah sebaiknya diganti dengan nama metode, dosen dan mahasiswa penulis ganti dengan guru dan siswa sedang teknologi penulis ganti dengan media pengajaran dengan pengertian alat bantu pengajaran. Sarana dan administrasi dihilangkan, dan yang terpenting bahan pelajaran penulis tambahkan sebagai komponen PBM (Tarigan, 1984 : 7).

  Hasil modifikasi tersebut, menghilangkan komponen PBM menurut versi penulis, yang terdiri dari: a. siswa b. guru c. tujuan d. bahan e. metode f. media g. evaluasi

  Ketujuh komponen PBM hasil modifikasi tersebutlah yang akan diwarnai oleh CBSA, sehingga terjadi perpaduan antara PBM dan CBSA.

  Dengan demikian dapat pula kita katakan bahwa komponen PBM yang kedelapan adalah CBSA. a.

  Siswa Siswa merupakan komponen utama dalam setiap PBM karena siswa adalah subjek dan bukan objek dari pengajaran. Pengajaran tanpa siswa tidak mungkin sama sekali. Hal-hal mengenai siswa yang perlu mendapat perhatian para pengajar dalam PBM, antara lain:

1. Minatnya 2.

  Bakatnya 3. Kesulitan-kesulitan yang dihadapinya b. Guru

  Peranan guru dalam PBM yang dijiwai oleh CBSA tetap besar bahkan mungkin semakin berat dari biasanya. Di samping guru harus berkualifikasi tinggi , ia juga harus dapat menyusun, menyelenggarakan dan menilai program pengajaran. Guru juga dituntut menjadi contoh yang baik, mengenal siswa-siswanya. Peranan guru antara lain sebagai berikut:

  a. : sumber informasi, penyampai informasi berupa Informator ilmu, dan pengetahuan umum.

  b.

  Organisator : pengelola kegiatan belajar mengajar.

  c. : menjaga dan mengatur keserasian kegiatan proses Konduktor belajar mengajar kesasaran yang telah ditetapkan.

  d.

  Katalisator : pengantar kegiatan ke arah tujuan.

  e. : mengarahkan semua kegiatan proses belajar Pengarah mengajar ke tujuan instruksional. f. : pengambil inisiatif pertama sehingga muncul Inisiator gairah kerja.

  g. : pengarah siswa ke arah masalah.

  Moderator

  h. : penyebar ide, ilmu, peraturan, kebijakan pimpinan Tranmitter dan lain- lain. i. : pemberi kemudahan belajar bagi siswa.

  Fasilitator j. : penilai kegiatan proses belajar mengajar

  Evaluator teristimewa prestasi belajar siswa.

  c.

  Tujuan Kegiatan belajar mengajar dalam kelas sebagian besar didasakan kepada pencapaian tujuan pengajaran. Tujuan menyatakan apa yang harus dikuasi, diketahui atau dapat dilakukan oleh anak didik setelah mereka selesai melakukan kegiatan belajar mengajar. Biasanya tujuan dapat berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tujuan pengajaran sangat menentukan bahan yang harus diajarkan, cara penyampaian bahan dan juga menentukan media yang digunakan.

  d.

  Bahan atau Materi Bahan atau materi pengajaran harus menunjang tujuan yang telah ditetapkan. Dengan perkataan lain tujuan pengajaran berpengaruh dalam penyusunan materi. Bahan pelajaran harus pula sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswa baik untuk pengembangan pengetahuannya maupun untuk keperluan tugasnya di lapangan. e.

  Metode Metode , cara atau teknik pengajaran merupakan komponen

  PBM yang banyak menentukan keberhasilan pengajaran. Guru harus dapat memilih, mengkombinasikan serta mempraktekan berbagai cara penyampaian bahan yang sesuai dengan situasi. Keberhasilan dalam melaksanakan suatu pengajaran sebagian besar ditentukan oleh pilihan bahan dan pemakaian metode yang tepat. Pembicaraan yang mendalam tentang metode dalam rangka PBM, akan membawa kita ke daerah atau bidang strategi belajar mengajar.

  f.

  Media Media mengajarkan dalam perkembangannya sudah sampai kepada teknologi pendidikan. Fungsinya untuk memperjelas materi yang disampaikan kepada siswa. Pilihan dan penggunaan media pengajaran yang tepat menciptakan situasi belajar mengarang yang ”favourable”. Jenis atau macam media beraneka ragam mulai dari benda aslinya, gambarnya atau duplikatnya. Dapat pula dalam dalam bentuk sederhana seperti papan planel, berupa kertas, karton dapat pula dalam bentuk mewah seperti radio, TV, Film, dan lain-lain.

  g.

  Evaluasi Evaluasi dapat ditujukan kepada prestasi belajar siswa dan dapat pula ditujukan kepada program. Evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru dalam rangka perbaikan setiap komponen PBM yang ikut berproses. Melalui hasil evaluasi guru dapat mengukur keberhasilan penyusunan dan pelaksanaan program pengajaran, lebih- lebih evaluasi terhadap prestasi belajar siswa merupakan dasar perbaikan terhadap penyusunan tujuan instruksional, bahan, metode, dan pilihan media. Melalui evaluasi juga dapat diketahui aktivitas siswa apakah sudah memenuhi konsep CBSA atau belum.

  Konsep CBSA sebagai pemberi sifat, karakter atau watak terhadap PBM, harus terlihat, terasa dalam aktivitas siswa dalam belajar. Dalam komponen PBM lainnya CBS seharusnya juga sudah terbayang. Komponen PBM yang paling mudah menggambarkan ke- CBSA-an ialah siswa, metode,. Ini tidak dapat membayangkan ke- CBSA-an, hanya sukar memberikan contoh-contohnya.

  Komponen PBM dan CBSA dapat dikelompok-kelompokan berdasarkan fungsi. Ada komponen berfungsi sebagai pelaku misalnya siswa dan guru. Ada komponen yang berfungsi sebagai penilai, pemberi karakter, sebagai sarana penunjang petunjuk arah kegiatan dan penjaring umpan balik. Secara sistematis hal tersebut dapat disusun sebagai berikut:

  1. Siswa dan guru merupakan komponen pelaku dalam setiap PBM

  2. Bahan, metode dan media berfungsi sebagai sarana penunjang PBM

  3. Tujuan berfungsi penunjuk arah setiap kegiatan dalam PBM

  4. CBSA berfungsi sebagai pemberi karakter kepada setiap komponen PBM

  5. Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan program dan penjaring umpan balik

E. Kerangka Berpikir

  Berdasarkan kajian teori di atas, penelitian mempunyai anggapan bahwa jika penggunaan kosakata yang diterapkan oleh guru hanya mengacu pada proses belajar mengajar di kelas. Sehingga tidak menjamin hasil belajar mengajar yang efektif.

  Kosakata Bahasa Indonesia merupakan keseluruhan kata dalam suatu bahasa yang digunakan oleh para pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud yang ingin disampaikan dalam bentuk kalimat atau kata. Berbicara mengenai kosakata tidak akan lepas dari kata, karena kata merupakan realitas dari kosakata. Kosakata dapat diartikan sebagai pembendaharaan kata yang dimiliki oleh seseorang. Kosakata merupakan salah satu dasar utama untuk untuk menyampaikan ide gagasan, pikiran, dan amanat melalui perangkaian kata.

  Berdasarkan dalam pembelajaran ternyata kita saling berinteraksi atau berkomunikasi dengan anak didik kita di dalam kelas. Tentunya di dalam sebuah komunikasi tersebut kita tidak dapat dilepaskan dari penguasaan kosakata. Untuk mempermudah dengan peserta didik, seharusnya guru mempunyai penguasaan kosakata yang luas, agar nantinya dalam pembelajaran dapat mempelancar jalannya komunikasi yang baik dengan peserta didik. Selain itu juga untuk menambah wawasan atau pembendaharaan kosakata terhadap peserta didiknya. Memang pada praktiknya sering terjadi suatu komunikasi yang berhenti atau tidak jalan hal ini disebabkan karena siswa tidak mengetahui kosakata yang digunakan oleh gurunya sehingga siswa tidak dapat menangkap apa yang telah guru sampaikan di saat pembelajaran berlangsung. Seorang guru haruslah menyadar benar-benar bahwa pertumbuhan kosakata bukanlah hanya sekedar kulir luar atau bagian luar kehidupan kitatetapi justru merupakan pusat dan inti kehidupan pertumbuhan. Kosakata dapat membimbing para siswa ke arah pengalaman-pengalaman yang lebih luas yang pada gilirannya menurunkan pengalaman-pengalaman baru yang lebih banyak.