KOMBINASI FISIO TERAPI DADA, POSTURAL DRAINAGE DAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI BATUK DAN PERNAFASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG CENDANA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

  a. Pengertian Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008). Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman dengan ukuran 1-5 mikrometer (Versitaria dan Kusnoputranto, 2011).

  Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meningen,ginjal, dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah Mycobacterium Tuberculosis. Mycobacterium

  Tuberculosis adalah bakteri batang aerobic tahan asam yang tumbuh

  dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2001).

  b. Etiologi Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada dua macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe buvin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis

  11 tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara. (Wim de Jong et al, 2005; dalam Tresnaaty, 2013). Mycobacterium tuberculosis merupakan anggota

  

Genus Mycobacterium . Keluarga Mycobacterium yang berkaitan

  dengan masalah kesehatan di masyarakat adalah M. bovis, M. leprae,

  

dan M. tuberculosis . Sebagian besar bakteri TB menyerang organ paru

  (90%), tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Price dan Wilson, 2005).

  Penyakit TB Paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi ada beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian TB Paru. Menurut Tambayong (2000; dalam Kurniasih, 2014) faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya: 1) Umur

  Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberculosis di amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS.

  Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberculosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberculosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. (Corwin, 2009; dalam Tampubolon, 2012). 2) Jenis Kelamin Di benua Afrika banyak tuberculosis terutama menyerang laki-laki.

  Pada tahun 1996 jumlah penderita TB paru laki-laki hamper dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5% sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. (Corwin, 2009; dalam Tampubolon, 2012).

  3) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit Tuberkulosis Paru. 4) Pekerjaan

  Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja dilingkungan yang berdebu paparan partikel debu didaerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Terutam terjadinya gejala saluran pernafasan dan umumnya TB Paru (Corwin, 2009). 5) Kebiasan Merokok

  Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendaapatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru- paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB Paru sebanyak 2,2 kali (Achmadi, 2005) 6) Status Gizi

  Kekurangan Gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon immonologik terhadap penyakit, satatus gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberculosis paru (Isselbacher, 2009; dalam Tresnaaty, 2012).

  c. Cara Penularan Sumber penularan adalah pasien TB paru dengan BTA positip, yaitu pada waktu pasien batuk atau bersin dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan ludah (droplet). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan dan daya tahan tubuh seseorang dalam keadaan lemah pula. (Guyton, 2008). Daya penularan dari seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari dalam paru-parunya. Makin tinggi derajat positip dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis makin mudah untuk menularkan. Bila hasil pemeriksaan dahak negatip maka pasien tersebut tidak menular, dari seseorang yang terinfeksi ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Mansjoer, 2007). d. Gejala klinis pasien TB Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kurniawan, 2005).

  e. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien TB paru yaitu:

  1) Secara medis

  a) Pengobatan Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip

  • – prinsip sebagai berikut :
  • OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
  • Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = directly Observed Treatment), oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
  • Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. (1) Tahap awal (intensif)

  Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.

  (2) Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

  Klasifikasi pengobatan dibagi menjadi beberapa tipe yaitu: (1) Kasus baru

  Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). (2) Kambuh

  Adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosa kembali dengan BTA positif.

  (3) Pengobatan setelah putus berobat Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

  (4) Gagal Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan. (5) Pindahan

  Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki resgistrasi TBC lain untuk melanjutkan pengobatan panduan. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia.

  • Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
  • Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3 Disamping kedua kategori ini disediakan panduan OAT sisipan : (H
  • Kategori Anak : 2HRZ / 4HR
  • Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke
    • – 2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.

  Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT

  • – KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai (Panduan Nasional Pengendlian Tuberkulosis Paru, 2011).

  b) Pembedahan Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu mengangkat jaringan paru yang rusak, ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

  2) Secara Keperawatan

  a) Pencegahan Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen (Depkes, 2008).

  b) Tindakan Keperawatan (1) Fisioterapi Dada

  (a) Pengertian Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderitasehingga didapatkan efek pengobatan (Krausen, 1985; dalam Helmi,2005). Fisisoterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis (Badget, 1984; dalam Helmi, 2005).

  Fisioterapi dada ini walaupun caranya keluhatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi dada pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dan bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memeperbaiki pergerakan dan aliran sekret (Soekamo, 1984; dalam Helmi, 2005). Fisioterapi dada ini terdiri dari usaha-usaha yang bersifat pasif dan aktif yang bersifat pasif seperti penyinaran, relaksasi, postural drainage, perkusi, dan vibrasi sedangkan yang bersifat aktif seperti latihan/pengendalian batuk, latihan bernafas, dan koreksi sikap (Azis, 1978; Worjodiardjo, 1985; dan Waluyo, 1981; dalam Helmi, 2005). (b) Kontra Indikasi

  Menurut Diyah & Yulianti 2012 kontra indikasi fisioterapi dada diantaranya yaitu fraktur atau patah tulang costae. Fisioterapi dada ini juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan kegagalan jantung, status asma tikus, renjatan, dan perdarahan masif, infeksi paru berat, dan tumor paru (Helmi, 2005).

  (c) Prosedur Tindakan Fisioterapi Dada Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri dari perkusi, vibrasi, dan postural drainage. Adapun langkah-langkah tindakan fisioterapi dada, yaitu: a. Mengatur posisi sesuai daerah paru yang terganggu dengan posisi drainage.

  b. Memasang alas/handuk pada area yang akan di perkusi dan tempatkan pot sputum di dekat mulut pasien.

  c. Melakukan clapping/ perkusi dengan cara telapak tangan dibentuk sepertimangkuk lalu pukulkan pada punggung klien perlahan-lahan selama kurang lebih 1-2 menit

  d. Meminta klien untuk batuk dan mengeluarkan sekret segera setelah perkusi selesai.

  e. Mengintruksikan klien untuk menghirup (inspirasi dalam) secara perlahan tahan sebentar.

  f. Bersamaan dengan itu ratakan tangan pada area paru yang mengalami penumpukan sekret.

  g. Instruksikan klien mengeluarkan nafas/ ekspirasi melalui mulut.

  h. Dan lakukan vibrasi dengan cara getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan yang diletakan datar pada dinding dada klien. i. Lakukan tindakan ini 3-4 kali pada area yang terkena. j. Anjurkan klien menarik nafas dalam dan batuk. k. Melakukan auskultasi dada. (2) Postural Drainage

  (a) Pengertian Terapi fisik dada bertujuan memperbaiki pembersihan sekresi bronkus sehingga dapat menurunkan tahanan jalan napas, memperbaiki fungsi pertukaran gas, mengurangi kejadian infeksi saluran napas dan meningkatkan sirkulasi pada otot dinding dada sehingga mengoptimalkan kerja otot-otot pernapasan. Termasuk dalam terapi fisik dada tersebut adalah postural drainage. Postural Drainage merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat dan sekret itu sendiri (Frown,1978; Hudaya,1981; Gaskel,1977; dan Waring, 1990; dalam Helmi,2005). Suatu bentuk pengaturan posisi pasien untuk membantu pengaliran mucus sehingga segmen besar dengan bantuan gravitasi dan akan memudahkan mucus diekspectorasikan dengan bantuan batuk (dalam Putri, 2013).

  Postural drainage adalah teknik pembersihan jalan

  napas dari sekret dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi berdasarkan anatomi trakeobronkus. Hal itu dilakukan selama waktu tertentu sehingga pengaruh gravitasi akan membantu aliran sekret. Pada teknik ini lobus atau segmen yang akan disalir posisikan demikian rupa sehingga terletak di atas bronkus utama, sekret akan mengalir ke bronkus dan trakea untuk kemudian dibatukkan keluar. Pada penderita yang banyak memproduksi sekret, cara ini sangat bermanfaat (Perry dan Potter, 2005).

  

Postural drainage dapat dilakukan untuk mencegah

  terkumpulnya sekret dalam saluran nafas penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainage lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada (dalam Helmi, 2005).

  (b) Indikasi Tujuan Postural Drainage adalah untuk membantu mengeluarkan dahak (Putri & Soemarno, 2013). Indikasi untuk dilakukannya postural drainage untuk melepas perlengketan sputum pada bronkus, yaitu: pasien dengan produksi sputum yang berlebih, penumpukan sekret, bronkoekstasis (Putri & Soemarno, 2013).

  (c) Kontra Indikasi Adapun kontra indikasi postural drainage yaitu; patah tulang rusuk, emfisema subkutan daerah leher dan dada, emboli paru, pneumotoraks tension (Putri & Soemarno, 2013).

  (d) Prosedur Tindakan Adapun langkah-langkah postural drainage sebagai berikut (Rahayu, 2012): a. Duduk tegak di tempat tidur atau kursi; lakukan terapi pada dada kanan dan kiri

Gambar 2.1. Duduk tegak di tempat tidur atau kursi

  b. Membungkuk ke depan pada posisi duduk; lakukan terapi pada punggung

Gambar 2.2. Membungkuk ke depan pada posisi duduk c. Berbaring datar, lakukan terapi pada dada kanan dan kiri

Gambar 2.3. Berbaring datar

  d. Telungkup, miring kanan atau kiri; lakukan terapi pada punggung kanan atau kiri

Gambar 2.4. Telungkup

  e. Telungkup, miring ke kiri pada posisi trendelenburg; lakukan terapi pada dada kanan

Gambar 2.5. Telungkup, miring ke kiri pada posisi trendelenburg f. Telungkup, miring kiri, dengan panggul ditinggikan, lakukan terapi pada punggung kanan

Gambar 2.6. Telungkup, miring kiri, dengan panggul ditinggikan

  g. Berbaring pada posisi trendelenburg; lakukan terapi pada dada kanan dan kiri

Gambar 2.7. Berbaring pada posisi trendelenburg

  h. Berbaring pada posisi trendelenburg telungkup; lakukan terapi pada punggung kanan dan kiri

Gambar 2.8. Berbaring pada posisi trendelenburg telungkup i. Berbaring miring kanan atau kiri, pada posisi trendelenburg; lakukan terapi pada punggung

Gambar 2.9. Berbaring miring kanan atau kiri, pada posisi trendelenburg

  j. Berbaring telungkup disertai terapipada punggung kanan dan kiri

Gambar 2.10. Berbaring telungkup disertai terapipada punggung kanan dan kiri

  (3) Batuk Efektif (a) Pengertian

  Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah reflex yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan pasien dari lendir besar, iritasi partikel asing dan mikroba. Batuk merupakan suatu tindakan reflex pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Salah satunya untuk mengeluarkan sputum. Sputum adalah zat mucous (terdiri dari sel-sel dan materi lainnya) yang disekresikan kedalam saluran udara dari saluran pernapasan. Sputum tidak sama dengan air liur, air liur merupakan zat yang disekresi dalam mulut untuk membantu pencernaan. (Goldsobel, 2010; dalam Putri, H, Soemarno,S. 2013).

  Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana saja dalam saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara, seperti asap kabut, debu atau gas. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus (Suzanne & Bare, 2001). Batuk efektif adalah merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi yang banyak di saluran pernafasan. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal (dalam Putri, 2013).

  (b) Tujuan dan Manfaat Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan memberikan postural drainage. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai dengan agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian tindakan keperawat untuk pasien dengan gangguan pernafasan akut dan kronis (Kisner & Colby, 1999). Batuk efektif dan nafas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan untuk: a. Merangsang terbukanya sistem korateral

  b. Meningkatkan distribusi ventilasi

  c. Meningkatkan volume paru dan menfasilitasi pembersihan jalan nafas (Jankis, 1996) d. Meningkatkan ekspansi paru

  e. Mobilisasi sekresi proses pengeluaran substansi kimia berbentuk lendir (enzim dan hormon) oleh sel dan kelenjar

  f. Mencegah efek samping dari retensi sekresi (pneumonia, ateletaksis dan demam) Menurut (Hudak & Gallo 1997 : 494).

  Manfaat : Manfaat batuk efektif diantaranya, untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernafasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran pernafasan maupun karena sejumlah penyakit yang di derita seseorang. Bahkan bagi penderita TB, latihan batuk efektif merupakan salah satu metode yang dilakukan tenaga medis untuk mendiagnosis penyebab penyakit (Tamsuri, A. 2008). Biasanya batuk efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit pulmonary kronik, pada kondisi demikian sebaiknya pasien dimotivasi untuk nafas dalam dan batuk efektif paling kurang tiap 2 jam, jika keadaannya sadar dan tiap 2 atau 3 jam jika tidur sampai fase akut dari produksi mucus akhir (Tamsuri, A. 2008) (c) Indikasi

  Menurut Wilson (2006 : 773-774) batuk efektif dilakukan pada pasien seperti : a. Bronkritis kronik

  b. Asma

  c. Tuberkulosis Paru (TBC Paru)

  d. Pneumonia e. Emfisema (d) Kontra Indikasi

  Menurut Putri (2013) batuk efektif tidak boleh dilakukan pada pasien dengan: a. Hemoptisis

  b. Tension pneumotoraks

  c. Gangguan kardiovaskuler

  d. Edema paru

  e. Efusi pleura yang luas (e) Prosedur Tindakan

  Prosedur tindakan batuk efektif (Tamsuri, 2008) sebagai berikut: a. Beritahu pasien, minta persetujuan pasien dan cuci tangan.

  b. Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah membungkuk.

  c. Letakan pengalas pada pasien, letakan bengkok /pot sputum pada pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.

  d. Ajarkan pasien untuk menarik nafas secara perlahan, tahan 1-3 detik dan embuskan perlahan dengan mulut.

  Lakukan prosedur ini beberapa kali. e. Anjurkan untuk menarik nafas, 1-3 detik kemudian batukkan dengan kuat.

  f. Tarik nafas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas dua hingga enam kali.

  g. Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas.

  h. Bersihkan mulut pasien, instruksikan pasien untuk membuang sputum pada pot sputum atau bengkok. i. Beri penguatan, bereskan alat dan cuci tangan. j. Menjaga kebersihan dan kontaminasi terhadap sputum. k. Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan.

  a. Pengertian Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran

  gas

  didalam jaringan atau “pernapasan dalam” dan di dalam paru-paru atau “pernapasan luar” , udara ditarik kedalam paru-paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar pada waktu mengeluarkan napas (Pearce, E.C 2009).

  b. Anatomi dan Fisiologi Pernafasan Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : 1) Nares anterior

  Adalah saluran-saluran didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vesibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epithelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

  Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu terdapat didalam vestibulum, karena kontak dengan permukaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap.

  2) Faring (tekak) Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nosofaring), di belakang mulut (orofaring), dan dibelakang laring (faring-laringeal). Nares posterior adalah muara rongga-rongga hidung ke nasofaring. 3) Laring (tenggorok)

  Terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligmen dan membran. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan yang ditrakea, kecuali pita suara dan epiglotis yang dilapisi sel epithelium berlapis. Berbagai otot yang terikat pada laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu menelan. 4) Trakea atau batang tengkorak

  Kira-kira Sembilan sentimeter panjangnya, trakea berjalan dari laring sampai ketinggian vertebrata torakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebalah belakang trakea selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-sisi trakea, Trakea torasika berjalan melintasi mediastinum dibelakang sternum, menyentuh arteri inominata dan arkus aourta.

  5) Bronkus Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira- kira vertebrata torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus lobus atas cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat lewat dibawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus lobus tengah keluar dari bronkus lobus bawah, Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari pada yang kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

  Paru-paru ada dua merupakan alat pernapasan utama. Terletak disebalah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Pangkal paru-paru di atas landai rongga toraks, diatas diagfragma. Setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali disebelah tapuk paru-paru dan membentuk

  

pleura parietalis , dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang

  melapisi iga-iga ialah pleura kistalis, bagian yang menutupi diagfragma alah pleura diagfragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura

  

servkalis . Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama

  membran suprapleuralis (fasia Sibson) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.

  Proses fisiologi pernapasan : Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

  Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipingut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris.

  Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan

  pernapasan pulmonar atau pernapasan eksterna :

  1) Ventilasi pulmonar, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

  2) Arus darah melalui paru-paru. 3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.

  4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.

  CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen (Pearce,E.C, 2009).

  c. Konsep Pernafasan Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan dua faktor utama,yaitu:

  1) Pengendalian secara Kimiawi Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan, dan kedalaman gerakan nafas.

  2) Pengendalian oleh Saraf.

  Pusat pernafasan adalah suatu posat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls aferen ke otot pernafasana.

  Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang berkecapatan lima belas setiap menit.

  Kecepatan normal setiap menit:

Tabel 2.1 Kecepatan Pernafasan Setiap Menit

  Usia Kecepatan setiap menit

  Bayi Baru Lahir

  30

  • – 40 kali/ menit Dua belas bulan 30 kali/ menit Dari 2-5 tahun 24 kali/ menit Orang Dewas

  10

  • – 20 kali/ menit Menurut (Danusantoso, H. 2012) pemeriksaan auskultasi hendaknya dikerjakan secara sistematis dari atas kebawah dan setiap sisi kanan dibandingkan sisi kiri pada lokalisasi yang sama, baik di toraks depan maupun belakang. Dengan demikian, hasil auskultasi dapat diutarakan dalam kategori : 1) Vesikuler, suara napas vesikuler terdengar bila stetoskop ditempelkan pada dinding toraks orang normal. Kualitas suara cukup halus, bernada agak rendah, dan biasanya kanan sama dengan kiri. Tempat terbaik bising ini pada daerah bawah toraks karena suara ini dihasilkan oleh masuknya udara kedalam alveolus.

  2) Suara napas bronkeal / trakeal, suara napas bronkreal mempunyai kualitas yang sama sekali berbeda yaitu libih keras dengan nada lebih tinggi dan disertai suara napas bronkeal ialah suara napas trakeal yang dapat didengar dengan menaruh stetoskop tepat diatas trakea pada orang normal. Hal ini dapat terjadi kalau penghantaran getaran suara dari bronkus ke dinding toraks menjadi lebih mudah, yaitu bila mana konsistensi paru disekitar bronkus tersebut makin padat, sedangkan bronkus terbuka dan dengan lumen yang normal.

  Hal ini akan dijumpai bila karena suatu sebab timbul infiltrate disebagian paru, mislnya pada TBC, pneumonia stadium hepatisasi, atau kanker paru (sebelum ada penyempitan bronkus). 3) Suara napas amforis, suara napas amforis mirip dengan suara bila kita meniupkan udara diatas mulut botol kosong, yaitu terdengar sedikit resonasi (nguung). Jenis suara napas ini dapat ditemukan bila ada rongga besar yang berisi udara didalam paru dan mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus, seperti kavitas besar karena TBC.

  Jenis-jenis bising tambahan :

  a) Ronki kering, dapat dibedakan menjadi 2 wheez / wheezing dan stridor

  / sonorous rhonchus

  (1) Wheez / wheezing adalah suara “ngiik” panjang dan terdengar saat ekspirasi (lebih sering), walaupun kadang-kadang terdengar juga saat inspirasi. Bila cukup keras, tanpa stetoskop pun suara napas ini dapat terdengar. Wheezing hanya dapat didengarkan disuatu tempat tertentu saja, bila ada kompresi terhadap dinding bronkus dari sekitarnya atau ada penyumbatan lokal suatu saluran napas. (2) Stridor / sonorous rhonchus adalah suara yang terdengar bila mana ada segumpal dahak atau penyebab obstruksi serta makin besar saluran napas, semakin keras/kasar pula bunyi suara ini, sehingga tanpa stetoskop juga dapat terdengar sebagaimana dengan wheezing, stridor dapat terdengar pada saat ekspirasi (lebih sering), tetapi juga dapat pada saat inspirasi.

  b) Ronki basah atau (rales) adalah suara yang terdengar bila gelembung- gelembung udara menembus cairan. Ronki basah dapat terdengar nyaring bila ada infiltrate, atau tidak nyaring bila ada udema paru. Suara ini timbul karena terdapat cairan bebas berupa sekret atau eksudat, dan selanjutnya dibagi dalam 3 kelas yaitu : (1) Ronki basah halus terdengar bila suara berasal dari bronkeolus.

  Ronki basah halus ini harus dapat dibedakan dari krepitasi atau

  opening snap of the alveoli (suara yang terdengar pada seseorang

  mendadak menarik napas dalam, sehingga beberapa alveolus yang tadinya tertutup mendadak terbuka dan terisi udara) sering kali pada penyakit tuberkulosis paru stadium dini, sudah dapat terdengar ronki basah halus di daerah supra atau intra klavikuler kanan atau kiri atau kedua-duanya. (2) Ronki basah sedang, yaitu bila sumber suara berasal dari bronkus kecil.

  (3) Ronki basah kasar, yaitu bila sumber suara berasal dari bronkus besar,juga bila terdengar bila ada cairan bebas dalam suatu kavitas.

  d. Patofisiologi Gangguan Sistem Pernafasan pada Pasien TB Paru Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai pada

  Tuberkulosis adalah darah dan sputum.Adanya darah maupun sputum dijalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukan oleh penderita dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen. Selain itu sumbatan jalan nafas bisa juga dikarenakan dasar lidah. Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering terjadi bila penderita dalam posisi fleksi (Suzanne & Bare, 2002).

  Setiap sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk melaksanakan fungsi metabolisme, sehingga oksigen merupakan zat terpenting dalam kehidupan manusia. Mempertahankan oksigenasi adalah upaya untuk memastikan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru, diangkut ke jaringan melalui darah, dan dikonsumsi ditingkat intraseluler (mitokondria) untuk menyediakan energi untuk metabolisme sel. Adanya gangguan pada sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, atau jaringan dapat mengganggu oksigenasi dan menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian organisme (Furgang, 2011).

  Gangguan utama yang dirasakan oleh penderita kasus TB paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Price dan Standridge, 2006).

  Oksigenasi tidak adequat dapat diidentifikasi dari: a) adanya cyanosis yaitu warna kebiruan pada kulit/selaput lendir akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi; b) hipoksemia dan hipoksia yang saling berhubungan antara nilai PaO dan SaO ; c) hiperkapnia (peningkatan

  2

  2 PaCO

  2 di atas 45 mmHg) dan hipokapnia (penurunan PaCO 2 <35

  mmHg). Keduanya menggambarkan respon ventilasi dan oksigenasi adequat bila suplay O

  2 seimbang dengan kebutuhan pembuangan CO

  2 melalui paru (Price & Wilson, 2006).

  Penilaian fungsi pernapasan tidak boleh diabaikan dalam perawatan, tidak hanya untuk kepentingan diagnosis tetapi bermanfaat untuk menilai respon pengobatan dan status fungsi ventilasi. Informasi penting untuk menilai status fungsi pernapasan adalah konsentrasi Hb yang menggambarkan penilaian terhadap transportasi O

  2 . Konsentrasi

  Hb, Saturasi O dan status kondisi jantung merupakan data yang perlu

  2

  diketahui. Evaluasi fungsi ventilasi dapat dinilai dari mekanisme pernapasan yang dapat diobservasi dari jumlah, ritme dan karakteristik pernapasan untuk menentukan efektifitas pola pernapasan. Sistem pulmonal, kardiovaskuler dan hematologik sangat berhubungan dengan oksigenasi jaringan tubuh (Price & Wilson, 2006).

  Pemenuhan kebutuhan oksigenasi meliputi: pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas, gangguan pertukaran gas. Bersihan jalan nafas, yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mampertahankan jalan nafas yang bersih, dengan batas karakteristik: dispnea, bunyi nafas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, kesulitan untuk bersuara, penurunan bunyi nafas, ortopnea, kegelisahan, sputum (Wilkson, 2006).

  1) Pola Nafas Tidak Efektif

  a) Definisi Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.

  b) Batasan karakteristik:

  • Perubahan kedalaman pernafasan
  • Perubahan ekskursi dada
  • Mengambil posisi tiga titik
  • Bradipneu - Penurunan tekanan ekspirasi
  • Penurunan ventilasi semenit
  • Penurunan kapasitas vital
  • Dipsneu - Peningkatan diameter anterior-posterior
  • Pernafasan cuping hidung
  • Ortopneu - Fase ekspirasi memanjang
  • Pernafasan bibir
  • Takipneu \
  • Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas Faktor-faktor yang berhubungan:
  • Ansietas - Posisi tubuh

  • Deformitas tulang
  • Deformitas dinding dada
  • Keletihan - Hiperventilasi - Sindrom hipoventilasi
  • Gangguan muskuloskeletal
  • Kerusakan neurologis
  • Imaturitas neurologis
  • Disfungsi neuromuskular
  • Obesitas - Nyeri - Keletihan otot pernafasan cedera medula spinalis

  c) NOC

  • Respiratory status: ventilation
  • Respiratory status: airway patency
  • Vital sign status Kriteria hasil:
  • Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  • Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekwensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

  • Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

  d) NIC Airway management:

  • Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trhust bila perlu
  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
  • Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
  • Pasang mayo bila perlu
  • Lakukan fisioterapi dada bila perlu
  • Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
  • Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
  • Lakukan suction pada mayo
  • Berikan bronkodilator bila perlu
  • Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
  • Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
  • Monitor respirasi dan status oksigen Oxygen therapy:
  • Bersihkan mulut, hidung, dan sekret trakea
  • Pertahankan jalan nafas yang paten
  • Atur peralatan oksige
  • Monitor aliran oksigen
  • Pertahankan posisi pasien
  • Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
  • Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign monitoring:
  • Monitor TD, suhu, nadi, dan RR
  • Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  • Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri
  • Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan
  • Monitor TD, nadi, RR sebelum, selam, dan setelah aktivitas
  • Monitor kualitas dari nadi
  • Monitor frekwensi dan irama pernafasan
  • Monitor suara paru
  • Monitor pola pernafasan abnormal
  • Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  • Monitor sianosis perifer
  • Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  • Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2) Bersihan Jalan Nafas

  a) Definisi Bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. b) Batasan karakteristik:

  • Tidak ada batuk
  • Suara nafas tambahan
  • Perubahan frekwensi nafas
  • Perubahan irama nafas
  • Sianosis - Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
  • Penurunan bunyi nafas
  • Dipsneu - Sputum dalam jumlah yang berlebihan
  • Batuk yang tidak efektif
  • Orthopneu - Gelisah - Mata terbuka lebar Faktor-faktor yang berhubungan:
  • Lingkungan:

   Perokok pasif  Menghisap asap  Merokok - Obstruksi jalan nafas:  Spasme jalan nafas  Mokus dalam jumlah berlebihan  Eksudat dalam jalan alveoli

   Materi asing dalam jalan nafas  Adanya jalan nafas buatan  Sekresi bertahan/ sisa sekresi  Sekresi dalam bronki

  • Fisiologis:

   Jalan nafas alergik  Asma  Penyakit paru obstruksi kronik  Hiperplasi dinding bronkial  Infeksi  Disfungsi neuromuskular

  c) NOC

  • Respiratory status: ventilation
  • Respiratory status: Airway patency Kriteria hasil:
  • Mendemonstrasikan betuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  • Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekwensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
  • Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
d) NIC Airway suction:

  • Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning
  • Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
  • Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
  • Minta klien untuk nafas dalam sebelum suction dilakukan
  • Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
  • Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
  • Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
  • Monitor status oksigen pasien
  • Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
  • Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi, peningkatan status oksigen, dan lain- lain

  Airway management:

  • Buka jalan nafas, gunakan teknik chin liftatau jaw trhust bila perlu
  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
  • Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
  • Pasang mayo bila perlu

  • Lakukan fisioterapi dadajika perlu
  • Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
  • Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
  • Lakukan suction pada mayo
  • Berikan bronkodilator bila perlu
  • Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
  • Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
  • Monitor respirasi dan status oksigen 3) Gangguan Pertukaran Gas

  a) Definisi Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/ atau eliminasi karbon diaoksida pada membran alveolar kapiler.

  b) Batasan Karakteristik:

  • pH darah arteri abnormal
  • pH arteri abnormal
  • Pernafasan abnormal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
  • Warna kulit abnormal (mis., pucat, kehitaman)
  • Konfusi - Sianosis (pada neonatus saja)
  • Penurunan Karbondioksida - Diaforesis - Dipsnea

  • Sakit kepala saat bangun
  • Hiperkapnia - Hiposemia - Hipoksia - Iritabilitas - Napas cuping hidung
  • Gelisah - Samnolen - Takikardi - Gangguan penglihatan Faktor-faktor yang berhubungan:
  • Perubahan membran alveolar kapiler
  • Ventilasi- perfusi

  c) NOC:

  • Respiratory status: gas exchange
  • Respiratory status: ventilation
  • Vital sign status Kriteria hasil:
  • Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
  • Memeilhara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan.

  • Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
  • Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

  d) NIC: Airway management:

  • Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantu.
  • Pasang mayo bila perlu.
  • Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
  • Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
  • Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
  • Lakukan suction pada mayo.
  • Berikan bronkodilator bila pelu.
  • Berikan pelembab udara.
  • Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
  • Monitor respirasi dan status oksigen. Respiratory monitoring: - Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi.
  • Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular, dan intercostal.
  • Monitor suara nafas, seperti dengkur.
  • Monitor pola nafas: bradipena, takipena, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
  • Catat lokasi trakea.
  • Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
  • Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
  • Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama.
  • Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.

B. Kerangka Teori

  • Batuk - Dahak - Batuk darah - Sesak nafas
  • Badan lemas - Nafsu makan menurun
  • Berat badan menurun - Malaise - Berkeringat malam hari
  • Deman > 1 bulan
  • Faktor umur
  • Jenis Kelamin - Pendidikan - Kebiasaan merokok
  • Status gizi

  

2. Postural drainage

  

Oksigenasi

Tuberculosis

  3. Batuk efektif Perubahan Frekuensi batuk dan pernafasan

  2. Postural drainage

  1. Fisioterapi dada

  Kombinasi:

  3. Batuk efektif

  

1. Fisioterapi dada

  Tuberculosis

Terganggu Tidak terpenuhi

Bersihan Jalan Nafas

  Mycrobacterium Tuberculosis

  Tanda dan Gejala:

Dokumen yang terkait

View of KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO TAHUN 2012

0 0 6

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN POSTURAL DRAINAGE PADA INTERVENSI NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI SESAK NAFAS PADA ASMA BRONCHIAL NASKAH PUBLIKASI - PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN POSTURAL DRAINAGE PADA INTERVENSI NEBULIZ

0 0 17

EFEKTIFITAS FREKUENSI PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 15

A. Latar Belakang Masalah - EFEKTIFITAS FREKUENSI PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 12

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

1 6 31

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA SAAT PEMASANGAN FOLLEY CHATETER PADA PASIEN DI RUANG IGD RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

2 2 15

PENGARUH HIPNOTERAPI TERHADAP PENINGKATAN HARGA DIRI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI HEMODIALISA RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK KLASIK DAN ANAK-ANAK TERHADAP INTENSITAS NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI RUANG SERUNI RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 1 16

KOMBINASI FISIO TERAPI DADA, POSTURAL DRAINAGE DAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI BATUK DAN PERNAFASAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG CENDANA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16