IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP STATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA Repository - UNAIR REPOSITO

  SKRIPSI

  IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 TENTANG PEMBATALAN UNDANG- UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP STATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA Oleh : MOCHAMAD MUAMAR NASRULLOH

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

NIM. 030810422 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 TENTANG PEMBATALAN UNDANG- UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP STATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum DOSEN PEMBIMBING PENYUSUN DRI UTARI CHRISTINA, S.H, LL.M. MOCHAMAD MUAMAR NASRULLOH NIP. 197905272005012001 NIM. 030810355 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

  Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pada tanggal 27 Juni 2012 Tim Penguji Skripsi Ketua : Endang Sayekti, S.H., M.Hum. ..................... Anggota : 1. Dri Utari Christina, S.H., LL.M. .....................

  2. Dr. Sukardi, S.H., M.H. .....................

  3. Zendi Wulan Ayu Widhi Prameswari, S.H., LL.M. .....................

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga Motto

  “Pemuda berbeda dengan pecundang, Pemuda suka berjuang, Pecundang suka berlalu-lalang” YAKUSA

  (Yakin Usaha Sampai) Yakinlah atas sesuatu yang hendak kau kerjakan, lalu berusahalah dengan giat dan tekun, Insyaallah nantinya akan sampai pada hasil yang memuaskan.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan ridho dan rahmatnya, sehingga penulisan Skripsi ini dapat saya terselesaikan.

  Tidak lupa shalawat serta salam, penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi dengan judul

  IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAM KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 TENTANG PEMBATALAN UNDANG- UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP STATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA ” ini dilakukan dalam rangka melengkapi tugas dan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  Terselesaikannya penulisan skripsi dan pendidikan S1 Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini tidak lepas dari motivasi, bimbingan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Ibu Dri Utari Christina, S.H., LL.M. sebagai dosen pembimbing, yang dalam kesibukannya mau mencurahkan perhatian dan memberi petunjuk mulai dari penyampaian

permasalahan penulisan skripsi ini hingga akhir penyusunan skripsi ini.

  Pada kesempatan ini pula saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :\

  1. Kedua orang tua saya atas kasih sayang yang tulus, doa, dan dukungan yang tak pernah putus.

  Fakultas Hukum Universitas Airlangga: Prof. Dr. Muchammad Zaidun,

  2. Dekanat

  S.H., Msi. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Dr. Eman Ramelan,S.H., M.S. selaku Wakil Dekan I, Koesrianti S.H., LL.M., Ph.D. selaku Wakil Dekan II, dan Nurul Barizah, S.H., LL.M., Ph.D. selaku Wakil Dekan III.

  v ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  3. Ibu Leonora Bakarbessy, S.H., M.H. selaku Dosen Wali yang selalu memberikan saran dan arahan dalam membimbing saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga

  4. Para dosen penguji, yaitu Endang Sayekti, S.H., M.Hum., Dr. Sukardi, S.H., M.H., dan Zendi Wulan Ayu Widhi Prameswari, S.H., LL.M., yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi ini;

  5. Seluruh Civitas Akademika yang membekali ilmu sebagai bekal untuk menjadi seorang yuris yang baik, dan seluruh dosen pengajar, utamanya dosen pengajar pada departemen hukum tata negara, serta tak lupa kepada seluruh karyawan yang membantu penulis menyelesaikan permasalahan administrasi selama masa studi di Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini;

  6. Sahabat-sahabat yang setia mengingatkan dan memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi ini, Nevy Fitriani, Amalia Labiqah, dan Oktaviany.

  7. Kawan-kawan seperjuangan , terkhusus Angga, Nanda, Blonthenk, Budi, Wawan, Zainal, Unyil, Agat, Marshal, Gita, Bagus, Adi, Andin, Chum2 ireng, Faqhi, Iza, Ebi, wilda dan para kader 2010 terkhusus Raras, Vivi, Ferysta, Agus, Bram, Chandra, Iga, lely dan Nina serta kader 2011 terkhusus, Chindrong, Em, Hanief Gresik dan Hanif Madura (Pangeran Jomblo), Eka, Awan, dan Mirza.

  8. Kawan-kawan minat pemerintahan yang punya pengalaman suka duka saat bersama-sama magang di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Bertus, Bunga, Yeni, Inoth, Sista, Vanes, Indos, Aqib, serta teman-teman “Apem Anget” lainnya.

  9. Sahabat tercinta, Yulianto Roosaldi, Ganang Prasojo, Salahudin Rasyidicky, Bayu Tomi, dan Rajif Jihan (The Mbladush). vi

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  10. Kawan-kawan KKN BBM 45 Desa Kepuh Kemiri, Adis, Wolly, Latief, Wewe, Jeffry, Polan, Goldi, Aldi, Shinta, Ika, Ayu, Mbak Eka, Ashri, Rizka, Mei Linna, Iis, dan Dita yang telah memberikan hiburan tersendiri bagi saya.

  11. Kawan-kawan Futsal Gamoh, Anas, Nico, Dewo, Farih, Iqbal, Telo, Dicky, Adi, Chum2 Putih, Tian peng, yang telah memberikan hiburan permainan futsal untuk menghilangkan kepenatan dalam pengerjaan skripsi.

  12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat

  Teriring salam dan doa dari lubuk hati saya yang paling

  saya sebutkan satu persatu,

  dalam semoga Allah SWT membalas segala budi baik saudara sekalian semoga Allah SWT memberi ganjaran pahala yang sebesar-besarnya.

  Pada Akhirnya Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi peningkatan kualitas di kemudian hari dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

  Surabaya, 23 Juli 2012 Penulis

  vii ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK Meninjau Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126- 136/PUU-VII/2009 tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan dan Menganalisis implikasi yang terjadi pasca pembatalan Undang-Undang tersebut terhadap Status Badan hukum Milik Negara Universitas Airlangga. viii

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  DAFTAR ISI Halaman Judul............................................................................................................i Halaman Pengesahan..................................................................................................ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi.............................................................................iii Halaman Motto..........................................................................................................iv Kata Pengantar...........................................................................................................v Abstrak.....................................................................................................................viii Daftar Isi ………………………………………………………………………….. ix Daftar Aturan Hukum...........................………………………………………….... xi Daftar Putusan Pengadilan ………………………………………………………...xii

  BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1

  1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

  1.2. Rumusan Masalah ................................................................13

  1.3. Metode Penelitian ................................................................13

  1.3.1. Tipe Penelitian .............................................13

  1.3.2. Pendekatan Masalah ................................... 14

  1.3.3. Bahan Hukum ............................................ .15

  

BAB II RATIO DECIDENDI PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU/2009 .............17

  2.1. Pengertian Ratio Decidendi............ .................................. 17

  2.2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 .....................................19

  ix

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  2.2.1. UU BHP Tidak Menjamin Tujuan Pendidikan Nasional dan Menimbulkan Ketidakpastian Hukum…………24

  2.2.2. UU BHP Mensyaratkan Seluruh Penyelenggara Pendidikan Harus Berbentuk Badan Hukum (Penyeragaman Dalam Bentuk BHP)…….........28

  BAB III AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP STATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA.............................................................................. 33

  3.1. Pengertian Badan Hukum Pendidikan....... ....................... 33

  3.2. Pengertian Badan Hukum Milik Negara....... .................... 36

  3.3. Status Badan Hukum Milik Negara Universitas Airlangga Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan....................................37

  BAB IV PENUTUP.....................................................................................46

  4.1. Kesimpulan ....................................................................... 46

  4.2. Saran ................................................................................. 47

  DAFTAR BACAAN x

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Lembaran

  Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).

  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).

  Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965).

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226).

  Peraturan Pemerintah 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum

  Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2006 tentang Penetapan Universitas Airlangga menjadi Badan Hukum Milik Negara PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan

  xi ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR PUTUSAN

  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

  xii ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

  Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung (MA), yang dibentuk melalui perubahan

  

  ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). MK adalah lembaga peradilan yang dibentuk untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam lingkup wewenang yang dimiliki. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, fungsi konstitusional yang dimiliki oleh MK adalah fungsi peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.

  Fungsi MK dapat ditelusuri dari latar belakang pembentukannya, yaitu untuk menegakkan supremasi konstitusi. Oleh karena itu ukuran keadilan dan hukum yang ditegakkan dalam peradilan MK adalah konstitusi itu sendiri yang dimaknai tidak hanya sekedar sebagai sekumpulan norma dasar, melainkan juga dari sisi prinsip dan moral konstitusi, antara lain prinsip Negara hukum dan demokrasi, perlindungan hak

   asasi manusia, serta perlindungan hak konstitusional Warga Negara.

  Di dalam penjelasan umum Undang Nomor 23 Tahun 2004 jo Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) disebutkan 1 2 Ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2001, tanggal 9 November 2001 Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan

  Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2010, hal. 10.

  1 ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  bahwa tugas dan fungsi MK adalah mengenai perkara ketatanegaraaan atau perkara konstitusional tertentu dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Selain itu, keberadaan Mahkamah Konstitusi juga dimaksudkan sebagai koreksi terhadap

   pengalaman ketatanegaraan yang ditimbulkan oleh tafsir ganda atas konstitusi.

  Wewenang yang dimiliki oleh MK telah ditentukan dalam pasal 24 C UUD NRI 1945, wewenang tersebut meliputi :

  1. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;

  2. Memutus sengketa kewenanangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;

  3. Memutus pembubaran partai politik dan

   4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

  Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa MK memiliki kewenangan untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD NRI 1945. Dalam teori tentang pengujian, dibedakan antara pengujian materiil dan pengujian formil. Pembedaan tersebut biasanya dikaitkan dengan perbedaan pengertian antara undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formil. Kedua bentuk pengujian tersebut oleh UU MK dibedakan dengan istilah pembentukan undang-undang dan materi muatan 3 A. Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2006, hal. 119. 4 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusialisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, (selanjutnya disingkat Jimly Asshiddiqie I), hal. 194.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  undang-undang. Pengujian atas materi muatan undang-undang adalah pengujian

   materiil, sedangkan pengujian atas pembentukannya adalah pengujian formil.

  Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa secara umum, yang dapat disebut sebagai pengujian formil tidak hanya mencakup proses pembentukan undang-undang dalam arti sempit, tetapi juga mencakup pengujian mengenai aspek bentuk undang- undang, dan pemberlakuan undang-undang. Selain itu juga dijelaskan bahwa pengujian formil biasanya terkait dengan soal-soal prosedural dan berkenaan dengan

   legalitas kompetensi institusi yang membuatnya.

  Pasal 51 ayat (3) huruf b UU MK mengatur mengenai pengujian materiil, dimana dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Mengenai hal tersebut diatur lebih lanjut dalam pasal 4 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam perkara pengujian undang-undang (PMK PUU), mengatur mengenai pengujian materiil sebagai berikut : “Pengujian materiil adalah pengujian undang-undang yang berkenaan dengan materi muatan

  5 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK, Jakarta, 2005 (selanjutnya disingkat Jimly Asshiddiqie II), hal. 57. 6 Ibid., hal. 62-63.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan

7 UUD 1945.

  Pemerintah melakukan banyak cara untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, salah satunya adalah dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Akan tetapi ketika pemerintah mengambil langkah untuk merealisasikan UU BHP, banyak terjadi kontroversi yang menyebabkan undang-undang tersebut mengalami pasang surut dalam implementasinya. Demo-demo mahasiswa tidak terelakan untuk meneriakkan aspirasi mereka. Diantaranya adalah demo mahasiswa dari Badan Eksekutif

   Mahasiswa Universitas Indonesia di depan gedung MK pada tanggal 12 Maret 2009.

  Demo dari Pergerakan Mahasiswa Pro Rakyat Yogyakarta di depan gedung Agung

9 Yogyakarta pada tanggal 21 Juni 2009.

  UU BHP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dalam rangka mewujudkan manajemen berbasis sekolah / madrasah dan otonomi perguruan tinggi, Pasal 53 UU Sisdiknas mengamanatkan pembentukan Badan Hukum Pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik, sedangkan tujuannya 7 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, cet. 1., Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal. 29. 8 Dhoni, “Demo tolak UU BHP”read/2009/03/12/18014555 /FOTODemo.Tolak.UU.BHP yang dikunjungi pada 13 Maret 2012 9 Berita Jogja dikutip daryang dikunjungi pada 13 Maret 2012

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  adalah untuk memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi. Kemandirian perguruan tinggi yang dilegitimasi dengan UU BHP nantinya akan menciptakan pendidikan yang berkualitas, kredibel, efisien, dan profesional. UU BHP sesungguhnya adalah upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat atau peserta didik dari perilaku penyelenggara lembaga pendidikan yang mengutamakan bisnis semata. Namun dalam perkembangannya terjadi pro dan kontra tentang pemberlakauan UU BHP ini.

  Bagi kalangan yang pro dengan pemberlakuan UU BHP beralasan bahwa tujuan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan diantaranya adalah untuk mencegah munculnya perguruan tinggi yang status dan kualitasnya tidak jelas. UU BHP ini akan menjadi fondasi agar perguruan tinggi lebih akuntabel, dan mendorong mereka berlomba-lomba meningkatkan mutu, sehingga tidak akan ada lagi universitas abal-abal, yang hanya mencari untung namun kualitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kehadiran UU BHP pemerintah akan dapat menyelenggarakan pendidikan yang pengelolaannya dilakukan secara professional

   dan bertanggung jawab dengan tidak hanya mencari keuntungan semata.

  Bagi kalangan yang kontra dengan pemberlakuan UU BHP beralasan bahwa UU BHP merupakan bentuk liberalisasi dan komersialisasi dunia pendidikan dan akan menghapus hak Warga Negara Indonesia yang kurang mampu untuk mengikuti 10 Nurdin,“Pro Kontra UU BHP”, Jurnal Administrasi Pendidikan,Vol. IX 1 April 2009 hal.

  39

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  pendidikan, selain itu UU BHP belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Sebab, kehadiran Undang-Undang ini akan membuat biaya pendidikan yang tinggi. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena tidak semua orang, terutama mereka yang memiliki kemampuan akademis namun tidak memiliki modal untuk kuliah tidak dapat

   melanjutkan studinya karena biaya masuk perguruan tinggi tidak terjangkau.

  Berdasarkan alasan di atas kalangan yang kontra dengan pemberlakuan UU BHP melakukan permohonan uji materiil UU Sisdiknas dan UU BHP terhadap UUD NRI 1945 MK (Penulis dalam hal ini lebih memfokuskan pada UU BHP).

  Dalam hal ini MK memperoleh 4 perkara permohonan terkait uji materiil UU Sisdiknas dan UU BHP, yaitu (a) Perkara Nomor 11/PUU-VII/2009; (b) Perkara Nomor 14/PUU-VII/2009; (c) Perkara Nomor 21/PUU-VII/2009, dan (d) Perkara Nomor 126/PUU-VII/2009.

  Pemohon dalam hal ini haruslah memiliki legal standing. Pengertian legal

  standing dikemukakan oleh Harjono adalah keadaan di mana seseorang atau suatu

  pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di

  

  depan Mahkamah Konstitusi. Pemohon yang tidak memiliki legal standing akan 11 12 Ibid, hal. 43.

  Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa Pemikiran Hukum Dr. Harjono, S.H., M.C.L, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008, hal. 176.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  menerima putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan permohonannya tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

  Legal standing mencakup syarat formal sebagaimana ditentukan dalam

  undang-undang, dan syarat materiil yaitu kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya, sebagaimana diatur dalam pasal 51 ayat (1) UU MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu :

  a. Perorangan warga negara Indonesia;

  b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

  c. Badan hukum publik atau privat; d. Lembaga Negara.

  Para pemohon dalam perkara ini adalah WNI (perorangan) dan badan hukum yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU BHP. Berikut ini adalah tabel nama-nama para pemohon yang mengajukan permohonan uji materiil UU BHP :

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  No. Perkara Perorangan Badan hukum

  1. Aep Saepudin (wirasawasta)

  2. Kristiono Iman Santoso (wiraswasta)

  3. Sandi Sahrinnurrahman, S.TP (dosen)

  4. Mega Yuliana (mahasiswa)

  5. Da’I (mahasiswa)

  6. A.Shalihin Mudjiono (mahasiswa)

  11/PUU-VII/2009

  7. Eruswandi (mahasiswa) _

  8. Utomo Dananjaya (Direktur IER)

  9. RR.Citra Retna S (Pengurus Pattiro)

  10. Yanti Sriyulianti (wiraswasta)

  11. Suparman (guru)

  1. Aminudin Ma’ruf (mahasiswa)

  14/PUU-VII/2009

  2. Naufal Azizi (mahasiswa) _

  3. Senja Bagus Ananda (mahasiswa)

  1. Yura Pratama Yudistira (mahasiswa)

  1. Yayasan Sarjana Wiyata

  2. Fadiloes Bahar (guru) Tamansiswa

  21/PUU-VII/2009

  3. Lodewijk F. Paat (dosen)

  2. Sentra Advokasi Untuk Hak

  4. Jumono (wiraswasta) Pendidikan Rakyat (SAHdaR)

  5. Zaenal Abidin (wiraswasta)

  3. Pusat Kajian Belajar Masyarakat (PKBM)

  4. Serikat Rakyat Miskin Kota

  1. Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia

  2. Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia

  3. Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar

  126/PUU-VII/2009

  4. Yayasan Perguruan Tinggi As- Syafi’iyah

  5. Yayasan Trisakti

  6. Yayasan Pendidikan

  7. Yayasan Universitas Surabaya

  8. Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan

  9. Yayasan Universitas Profesor Doktor Moestopo

  10. Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Republik Indonesia _

  11. Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia

  12. Yayasan Mardi Yuana

  13. Majelis Pendidikan Kristen Di Indonesia

  14. Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana

  1. Harry Syahrial (wirasawasta)

  136/PUU-VII/2009

  2. Heru Narsono (wirasawasta) _

  3. Tayasmen Kaka (guru) Adapun hak dan/atau kewenangan konstitusional para pemohon yang dirugikan oleh berlakunya UU BHP diantaranya adalah :

  Pasal 44 ayat (1) UU BHP “Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung dana pendidikan untuk BHPM dan BHP Penyelenggara, dalam menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar, untuk biaya operasional dan beasiswa, serta bantuan biaya investasi dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik sesuai dengan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan” bertentangan dengan Pasal 31 ayat (3) dan ayat (4) UUD NRI 1945 karena pemerintah hanya berperan untuk membiayai pendidikan dasar bagi BHPM dan BHP tidak sejalan dengan peran negara melalui pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembatasan peran Pemerintah tidak dapat dibatasi hanya pada tingkat pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga penting dan seharusnya menjadi tanggungjawab negara.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Pasal 46 ayat (1) UU BHP “Badan hukum pendidikan wajib menjaring dan menerima Warga Negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru” dan Pasal 46 ayat (2) UU BHP “Badan hukum pendidikan wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh peserta didik” bertentangan dengan Pasal 31 ayat (3) dan ayat (4) UUD NRI 1945 dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 karena adanya diskriminasi kelas sosial dalam sistem pendidikan nasional.

  Pasal 46 ayat (3) UU BHP “Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membayar sesuai dengan kemampuannya, memperoleh beasiswa, atau mendapat bantuan biaya pendidikan” dan Pasal 46 ayat (4) UU BHP “Beasiswa atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum pendidikan” juga telah mengalihkan beban biaya kepada peserta didik dan BHP. Pengalihan ini jelas bertentangan dengan semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam Pasal 31 ayat (3), ayat (4) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Peserta didik sebagai subyek yang akan dicerdaskan tidak dapat dibebankan biaya dan BHP sendiri secara mutatis

  muntadis juga tidak dibebankan untuk menanggung biaya pendidikan oleh karena

  telah ada jaminan dari negara. Peserta didik yang dibebankan biaya dan BHP

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  dibebankan untuk menanggung biaya pendidikan merupakan ketentuan yang tidak sejalan dengan tanggungjawab pemerintah untuk menanggung biaya pendidikan.

  Pasal 8 ayat (3) UU BHP menyatakan ”Yayasan, perkumpulan, atau badan

  hukum sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara”

  bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu, ”Setiap orang berhak atas

  pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dengan adanya UU BHP, yayasan yang telah diakui

  sebagai Badan Hukum Penyelenggara harus menjadi Badan Hukum Pendidikan dengan memenuhi kriteria sebagai badan hukum pendidikan, yang artinya secara hukum harus sebagai badan hukum pendidikan bukan sebagai yayasan.

  Pasal 10 mengatur bahwa ”Satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum pendidikan” bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menegaskan, “Setiap orang

  berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu” .

  Dengan ketentuan ini maka tertutup kemungkinan bagi yayasan yang sudah ada untuk menyelenggarakan satuan pendidikan dan yayasan yang baru tidak akan dapat ikut serta sebagai penyelenggara pendidikan lagi. Akibatnya, dengan ketentuan ini jelas UU BHP hendak mengesampingkan keberadaan yayasan sebagai penyelenggara pendidikan. UU BHP telah menghilangkan eksistensi dari yayasan yang selama ini sebagai penyelenggara pendidikan dan sekaligus menutup kemungkinan dari yayasan

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  baru sebagai penyelenggara pendidikan. Dengan demikian ”hak hidup” dari yayasan telah ditiadakan.

  Terhadap permohonan para pemohon yang berhubungan dengan pasal-pasal UU BHP, MK memandang perlu untuk menggabungkan pemeriksaan perkara pengujian UU Sisdiknas dan UU BHP agar didapatkan suatu putusan yang komprehensif. Dalam Putusannya Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, MK menyatakan bahwa UU BHP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

  Dengan dibatalkannya UU BHP tentunya menimbulkan beberapa masalah terkait dengan status BHMN yang telah ada pada 7 (tujuh) Perguruan Tinggi di Indonesia diantaranya adalah :

  a. Universitas Indonesia (UI)

  b. Universitas Gajah Mada (UGM)

  c. Institut Pertanian Bogor (IPB)

  d. Instutut Teknologi Bandung (ITB)

  e. Universitas Sumatera Utara (USU)

  f. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

  g. Universitas Airlangga Dalam hal ini penulis hanya berfokus pada status BHMN Universitas

  Airlangga pasca pembatalan UU BHP, dimana Universitas Airlangga menjadi BHMN dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2006 tentang Penetapan Universitas Airlangga menjadi Badan Hukum Milik Negara (PP 30/2006).

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  1.2. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan uraian di atas, maka isu hukum yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah :

  1. Ratio decidendi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-

  VII/2009

  2. Akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-

  VII/2009 tentang pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan terhadap status Badan Hukum Milik Negara Universitas Airlangga

  1.3. METODE PENELITIAN 1.3.1. TIPE PENELITIAN

  Tipe penelitian berupa penelitian normatif atau legal research, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-

  

  doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi. Dengan meneliti dan memahami secara mendalam terhadap literatur-literatur dan sumber-sumber resmi yang dapat dipertanggungjawabkan yang berkaitan dengan judul yang diambil kemudian menghubungkannya dengan fakta-fakta hukum dari teori yang berhubungan dengan penelitian ini untuk mengungkapkan kebenaran yang bertanggung jawab.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Predia Media Group, Jakarta, 2008, hal.29.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

1.3.2. PENDEKATAN

  Pendekatan yang digunakan guna meneliti hal ini adalah pendekatan kasus

  (case approach ), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).

  Pendekatan kasus (case approach) merujuk pada ratio decidendi yaitu alasan- alasan yang mendasari dijatuhkannya suatu putusan oleh hakim. Ratio decidendi inilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat

  

  prespektif, bukan deskriptif. Adapun putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14- 21-126-136/PUU-VII/2009 mengenai pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang akan dititikberatkan dalam pendekatan ini untuk memecahkan isu hukum yang akan dihadapi.

  Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan untuk menganalisis konsep Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

  Pendekatan konseptual ini dilakukan dengan cara menganalisis pendapat-pendapat para sarjana hukum melalui analisis informasi dari jurnal-jurnal atau bahan hukum dari suatu buku maupun website-website yang berkaitan dengan dasar hukum Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan putusan.

  Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

14 Ibid, hal. 119.

  hukum yang sedang ditangani serta dengan memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.

   1.3.3.

  Bahan hukum terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan berupa :

  a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

  b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).

  c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).

  d. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965).

  e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

BAHAN HUKUM

15 Ibid, hal. 96.

  Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226).

  f. Peraturan Pemerintah 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum g. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2006 tentang Penetapan

  Universitas Airlangga menjadi Badan Hukum Milik Negara

  h. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Selain peraturan perundang-undangan, terdapat pula putusan dari badan peradilan, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-

  VII/2009.

  Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu karya ilmiah para sarjana hukum, media massa ataupun media elektronik, jurnal-jurnal serta buku-buku yang berkaitan dengan materi yang dibahas.

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II RATIO DECIDENDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009

2.1. PENGERTIAN RATIO DECIDENDI

  Ratio decidendi adalah alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim

  untuk sampai kepada putusannnya. Menurut Goodheart, ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainnya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materiil tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada

  

  fakta tersebut. Kusumadi Pudjosewojo sendiri mendefinisikan ratio decidendi sebagai faktor-faktor yang sejati (material fact), faktor-faktor yang essensiil yang

   justru mengakibatkan keputusan menjadi seperti itu.

  Di dalam hukum Indonesia yang menganut civil law system, ratio decidendi tersebut dapat dilihat dalam konsiderans “menimbang” pada “Pokok Perkara”. Ratio tersebut bukan tidak mungkin merupakan pilihan dari berbagai kemungkinan yang ada. Ratio dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil dan putusan yang

   didasarkan atas fakta itu. 16 17 Ibid, hal. 119.

  Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara Baru, 1976, hal. 30. 18 Peter Mahmud Marzuki , Op.Cit., hal. 121.

  17 ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga Ratio decidendi tidak hanya penting dalam sistem dimana hakim terikat

  keputusan hakim yang terlebih dahulu (precedent), akan tetapi juga di negara bertradisi civil law system seperti Indonesia. Istilah hukum ini digunakan dalam masyarakat hukum yang merujuk prinsip hukum, moral, politik dan sosial yang digunakan pengadilan sehingga sampai membuat keputusan demikian. Setiap kasus memiliki ratio decidendi, alasan yang menentukan atau inti-inti yang menentukan putusan. Kadang ratio decidendi jelas terlihat dalam suatu putusan, akan tetapi

   terkadang pula perlu dijelaskan.

  Ketika melihat sebuah putusan pengadilan, ratio decidendi berdiri sebagai dasar hukum atas dasar putusan dijatuhkan. Ratio decidendi secara hukum mengikat pengadilan yang lebih rendah melalui doktrin stare decisis, tidak seperti obiter dicta, seperti komentar yang dibuat sehubungan dengan kasus yang mungkin relevan atau menarik, tetapi tidak menarik dari keputusan hukum. Ratio decidendi dapat dikatakan mengikat untuk masa depan. Beberapa ahli mengatakan bahwa dissenting opinion juga termasuk obiter dicta, bahkan dalam perkembangan, yang semula obiter dicta dalam

  

perkara lain, di kemudian hari dapat menjadi ratio decidendi.

  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pertimbangan hukum yang panjang lebar dari suatu putusan tidak semuanya merupakan ratio decidendi dari putusan

  19 Miftahul Huda, “Ratio Decidendi”, Majalah Konstitusi No.48-Januari 2011, Mahkamah Konstitusi, 2011, hal. 45. 20 Ibid. tersebut. Namun, membutuhkan ketelitian juga untuk menemukan ratio decidendi sebagai dasar dalam mengambil keputusan yang tepat di kemudian hari.

  VII/2009 Ratio decidendi yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ratio decidendi dari

  Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tentang pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP).

  Adapun amar putusan MK Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 adalah sebagai berikut : a. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

  b. Menyatakan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang frasa, “... bertanggung

  jawab” adalah konstitusional sepanjang dimaknai “... ikut bertanggung jawab” , sehingga pasal tersebut selengkapnya menjadi, “Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan” ;

  c. Menyatakan Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

2.2. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301), sepanjang frasa, “...yang

  orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, bertentangan

  dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi,

  “Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi” ;

  d. Menyatakan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) konstitusional sepanjang frasa

  “badan hukum pendidikan” dimaknai sebagai sebutan fungsi

  penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu; e. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20

  Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  f. Menyatakan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang frasa, “... bertanggung

  jawab” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai,

“... ikut bertanggung jawab” ;

  g. Menyatakan Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301), sepanjang frasa, “...yang

  orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, tidak

  mempunyai kekuatan hukum mengikat;

  h. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; i. Menyatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan

  Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; j. Menyatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan

  Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; k. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya; l. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya..

  Sebelum memutus pokok permohonan yang berkaitan dengan UU BHP dalam perkara a quo, MK menganggap perlu lebih dahulu untuk merujuk Putusan Mahkamah Nomor 021/PUU-IV/2006 tanggal 22 Februari 2007;

  a. Bahwa Putusan Mahkamah Nomor 021/PUU-IV/2006 tanggal 22 Februari 2007 adalah putusan terhadap permohonan pengujian materiil Pasal 53 ayat (4) UU Sisdiknas;

  b. Bahwa pada saat permohonan diperiksa dan putusan dijatuhkan oleh Mahkamah, UU BHP sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 53 ayat (4) UU Sisdiknas belum dibuat oleh pembentuk Undang- Undang; c. Bahwa oleh karena itu Mahkamah belum dapat menemukan kerugian konstitusional para Pemohon karena UU BHP belum dibuat sehingga tidak terdapat substansi Undang-Undang yang akan diuji oleh Mahkamah yang oleh karenanya permohonan para Pemohon prematur sehingga Mahkamah memutuskan permohonan tidak dapat diterima;

  d. Bahwa meskipun permohonan tidak dapat diterima namun Mahkamah dalam putusan a quo telah menyampaikan rambu-rambu umum pembuatan UU BHP agar sesuai dengan UUD 1945, antara lain :

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  1. Aspek fungsi negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Alinea Keempat Pembukaan), kewajiban negara dan pemerintah dalam bidang pendidikan sebagaimana ditentukan Pasal 31 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta hak dan kewajiban warga negara dalam bidang pendidikan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28 ayat (1) UUD NRI 1945;

  2. Aspek filosofis yakni mengenai cita-cita untuk membangun sistem pendidikan nasional yang berkualitas dan bermakna bagi kehidupan bangsa, aspek sosiologis yakni realitas mengenai penyelenggaraan pendidikan yang sudah ada termasuk yang diselenggarakan oleh berbagai yayasan, perkumpulan, dan sebagainya, serta aspek yuridis yakni tidak menimbulkan pertentangan dengan peraturan perundang undangan lainnya yang terkait dengan badan hukum;

  3. Aspek pengaturan mengenai badan hukum pendidikan dalam undang-undang dimaksud haruslah merupakan implementasi tanggung jawab negara dan tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional negara di bidang pendidikan, sehingga tidak memberatkan masyarakat dan/atau peserta didik;

  4. Aspek aspirasi masyarakat harus mendapat perhatian di dalam pembentukan undang-undang mengenai badan hukum pendidikan, agar tidak menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.”

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga