IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

ABSTRACT

Constitution of 1945, particularly Article 33 Clause (1), states that the
economy shall be organized as a common endeavor based upon the principle of
the family system. The explanation of Article 33 elaborates that public welfare is
prioritized than individual welfare and the suitable form of company is
cooperation. Act number 25 in 1992 about cooperation was enacted for 20 years
in Indonesia until October 30th 2012, and then government provisioned Act
number 17 in 2012 about cooperation. The government expected that this Act
would be consequent and consistent to make cooperation in Indonesia to be more
trusted, stronger, healthier, autonomous, and firm, and useful for its members,
especially common public. In May 28th 2013, the constitutional court nullified Act
number 17 in 2012, because the constitutional court considered this law was
against Constitution of 1945, so that this Act was not legally enforceable, and for
temporary the Act number 25 III 1992 was enacted again until new Act of
cooperation to be provisioned.
The problems in this research were how did the implications of Decree of
Constitutional Court number ,028IPUU-XI for the cooperation which had
establishment act based on Act number 12 in 2012 and toward those cooperation
in process of establishment, and what were legal consequences from legal
engagement had been done by cooperation which had establishment act based on

Act number 17 in 2012.
The objective of this research was to find out and to analyze cooperation
which had been established based on Ad Humber 17 in 2012, and the existences
of cooperation which were still in progress of establishment and legal
consequences of legal engagement ~d~ been conducted by cooperation.
This research belonged to normative research which studied written law
from varying aspects. This was a descriptive research which explain prevailing
legal conditions in particular locations and time.
The conclusion of this research was that for the cooperation which had not
yet had establishment act based Act number 17 in 2012, it was obligatory for the
cooperation to make amendment, and for the cooperation being in the process of
establishment should refer back to Act number 25 in 1992 about cooperation.
Legal engagement had been conducted by cooperation with act of establishment
based on Act number 17 in 2012 remained to valid and legally engaging.

Keywords

: implication of decree of Constitutional Court, nullification of Act
of Cooperation, establishment act of cooperation


ABSTRAK

Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan
bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa
kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan
bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, berlaku selama 20 tahun di
Indonesia, sampai pada tanggal 30 Oktober 20 I2 pemerintah mengundangkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Pemerintah
berharap undang-undang ini secara konsekwen dan konsisten akan menjadikan
koperasi Indonesia semakin dipercaya, kuat, sehat, mandiri, dan tangguh serta
bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pada
tanggal28 Mei 2013 Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2012, karena Mahkamah Konstitusi menganggap undang-undang ini
bertentangan dengan UUD 1945, sehingga undang-undang ini tidak mempunyai
kekuatan hukum tetap, sementara untuk mengisi kekosongan hukum UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 berlaku lagi untuk sementara waktu sampai
dengan terbentuknya undang-undang koperasi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaiman implikasi hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028IPUU-XI terhadap koperasi yang sudah

memiliki akta pendirian berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 dan
terhadap koperasi yang sedang dalam proses pendirian dan apakah akibat hukum
dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta
pendirian atau akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2012.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
koperasi yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2012, dan keberadaan koperasi yang masih dalam proses pendirian dan akibat dari
perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian normatif, yang meneliti
hukum tertulis dan berbagai aspek. Tipe penelitian yang digunakan adalah
deskriptif, yang menguraikan keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan
pada saat tertentu.
Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwasannya bagi koperasi
yang sudah memiliki akta pendirian berdasarkan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012, wajib mengadakan perubahan dan bagi koperasi yang sedang dalam
proses pendiriah harus kembali kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Koperasi. Perikatan dilakukan koperasi yang mempunyai «kta
berdasarkan Undang-Undang Nomor ] 7 Tahun 20]2 tetap sah dan mengikat.


Kata Kunci: Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi,
Undang Koperasi, Akta Pendirian Koperasi.

Pembatalan Undang-

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN
TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

Oleh
ABADI RIYANTINI

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat
MAGISTER HUKUM

Pada
Program Pascasarjana Magister Hukum
Universitas Lampung


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN
TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

( Tesis)

Oleh
ABADI RIYANTINI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015


MENGESAHKAN
L Tim Penguji

Ketua Tim Penguji : Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S.

Sekretaris/Penguji

: Dr. Dra. Nunung Rodliyah, M.A.

Penguji

: Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H.

Penguji

: Dr.lVahyu Sasongkoo S.H., M.Hu

Penguji


:

I)r. Hamzah, S.H., M.H.

Fakultas Hukum

ffi$ffi?

istki#

1".ill?*lES
'ul
frlttu

ryandi, S.H., M.S.
198703 1003

ktur Program Pascasarjana

$"Iil

\'";

. Sudjarwo, M.S.
305281981031002

Tanggal Lulus Ujian Tesis : l2 Februari2015

IMPLIIGSI IITIKUM Tf,RHADAP PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI NOMOR: 028/PUU-XI/2013 TENTANG
PEMBATATAN UNDANG.UNDANG NOMOR: 17
TAHUN 2OI2 Tf,NTANG PERKOPERASIAN TERIIADAP

Judul Tesis

AKTA PENDIRIAN KOPERASI

Nama Mahasiswa

: Abadi


No. PokokMahasiswa

:

Riyantini

l322}lfiAl

Program Kekhususan : Hukum Bisnis
Program Studi

: Program Pascasarjana Magister Hukum

Fakultas

MENYETUJUI
Dosen Pembimbing

Pembimbing Utama,


Pembimbing Pendamping,

hammad Fakih, S.H., NI.S.
4121 8198803 1003

Dr.Dra.
NIP 196

nung xoat{n,1vr.A.
8071992432A01

MENGETAHUI
Ketua Program Pascasarjana
Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum

"..#l-it5'fl

ffisx
gsffi
.H., M.Hum.

1001

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan dan kemampuan serta kesehatan
untuk dapat menyelesaikan penilitian dan penulisan tesis ini dengan judul
Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUUXI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi.
Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapakan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno P. Hariyanto, M.S. yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana
Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Lampung.
Selama penulis menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung, tentunya penulis akan menemui
hambatan dan kesukaran tanpa adanya bimbingan dan arahan dari berbagai pihak,
untuk itu dengan setulus hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada :
Bapak Prof. Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

Bapak Dr. Khaidar Anwar, S.H., M.hum. selaku Ketua program Pascasarjana
Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung.
Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S. selaku pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran, keikhlasan, ketekunan dan ketelitian sehingga dapat
terselesaikannya penulisan tesis ini.
Ibu Dr. Dra. Nunung Rodliyah, M.A., yang telah bersedia menjadi pembimbing II
dalam rangka penelitian dan penulisan tesis ini, bantuan pikiran, bimbingan serta
semangatnya dalam memacu penulisan untuk dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak pula penulis haturkan kepada para dosen :
Bapak Prof. AbdulkadirMuhammad, S.H., Bapak Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H.,
Bapak Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H., M.H., Prof. Dr. Cucu Sutarsyah,
M.Pd., Prof. Dr. Heriyandi, S.H., M.S., Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.hum., Dr.
Eddy Rifai, S.H., M.H., Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Dr. Muhammad Akib, S.H.,
M.H., Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H., Dr. Hamzah, S.H., M.H., Dr. Maroni,
S.H., M.H., Rudi, S.H., LL.M., LL.D., Dr. Budiono, S.H., M.H., Dr. Dra. Nunung
Rodiah, M.A., Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H., Dr. Nikamh Rosidah, S.H., M.H.,
Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Dr. Yusnani Hasyimzun, S.H., M. Hum., atas segala
ilmu yang telah diberikan dan menjadi manfaat bagi penulis.
Kepada rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi Program Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum Universitas Lampung terutama angkatan 13 (MH) tahun 2013, terima
kasih atas kebersamaan, kerjasama dan kekompakan yang telah kita jalin, semoga
Allah SWT memberikan perlindungan dan keberkahan-Nya bagi kita semua dan

semoga jalinan tali silaturahmi diantara kita akan senantiasa terpelihara sampai
akhir nanti.
Selanjutnya, dengan penuh rasa haru dan bangga, penulis sampaikan kepada
Bapak dan Ibu, kedua Bapak Ibu Mertua, adik-adik, ipar, keponakan. Terima
kasih atas segala doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis diberikan kekuatan,
kesehatan dan keyakinan untuk dapat menempuh studi dan menyelesaikan
penulisan tesis ini.
Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat
kekeliruan, untuk itu, masukan dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan guna memperbaiki tesis ini. Tentunya tidak lupa ucapan terima kasih
atas masukan dan kritikannya tersebut.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan tesis ini kepada yang
terhormat Majelis Penguji Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lampung.
Wabillahitaufik walhidayah. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan

ini

saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul IMPLIKASI HUKUM TERHADAP

PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU.XII2OI3 TENTANG
PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR

17 TAHUN

2OL2

TENTANG PERKOPERASIAN TERIIADAP AKTA PENDIRIAN
KOPERASI adalah karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan

atau

pengutipan atas penulisan lain dengan tata cara yang tidak sesuai dengan tata

etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang sepenuhnya
disebut plagiarisme.

2

ilak

intelektual atas karya ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan

ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.

Bandar Lampung, 12

Februari2}|S

Yane Mpmbuat Pemyataan

IV

MOTO

“ Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepeda (Allah) Yang
Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan.” (Q.S At-Taubah 105)

PERSEMBAHAN
Seraya mengucap puji dan syukur kepada Alloh SWT, dengan segala kerendahan hati,
kupersembahkan karya ini untuk:
 Kedua orang tuaku yang telah melimpahkan kasih sayangnya, doa dan pengoranan yang
tiada henti. Semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan kasih
sayang kepadanya serta memberikan kesehatan dan kebahagiaan.
 Mertua, Adik-adikku, ipar-iparku yang tercinta, yang telah mendukung dan mendoakan
penulis untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi dengan baik di Universitas
Lampung ini.
 Persembahan karya ini, penulis persembahkan khususnya untuk suami tercinta, Joni
Hardito, S.T,. M.T., dan putraku Akhmad Jundi Rizieq dan Rahmad Jundi Rizieq yang
selalu memberi motivasi, bantuan, semangat untuk belajar dan setia menemani dikala
penulis menempuh kuliah di Universitas Lampung.
 Segenap almamater tercinta.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Seputih Banyak, pada tanggal 22 April 1973, merupakan putri pertama
dari empat bersaudara pasangan Drs. H. Riyanto dan Hj. Suparti. Jenjang pendidikan formal
yang telah dilalui penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar I Negeri Sumber Baru
(1980-1086), Sekolah Menengah Pertama Negeri Kotagajah (1986-1989), dan Sekolah
Menengah Atas Negeri Kotagajah (1989-1992). Pada tahun 1992, Penulis melanjutkan
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan Program Studi Ilmu Hukum
selesai pada tanggal 18 Desember 1996, dan melanjutkan di Program Pendidikan Spesialis I
Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada selesai pada tanggal 23 Oktober 1999.
Pada tanggal 10 Desember 2001 diangkat sebagai Notaris di kabupaten Lampung
Tengah dan pada tanggal 4 Desember 2003 diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di
kabupaten Lampung Tengah, hingga sekarang.
Penulis kemudian melanjutkan studinya di Universitas Lampung dan tercatat sebagai
mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung
Angkatan 13 (MH 13) pada tahun 2013 dan mencapai gelar Magister Hukum pada bulan
Februari 2015.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan

asas

kekeluargaan. Penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun
perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjelasan Pasal 33 UUD 1945
sebelum amandemen, menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai
sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata
perekonomian nasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) halaman
768, arti dari sokoguru adalah pilar atau tiang. Jadi, makna dari istilah koperasi
sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau
“penyangga utama” atau “tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian
koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem
perekonomian nasional.

Menurut Muhammad Hatta sebagai pelopor Pasal 33 UUD 1945 tersebut,
koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena koperasi
mendidik sikap, koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan, dimana kepentingan
masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan diri atau golongan

sendiri, koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia, dan
koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalis.1
Pada masa penjajahan Belanda diberlakukan “culturstelsel” yang
mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama petani dan golongan bawah.
Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto, Raden
Ario Wiraatmadja, untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya
diawali dengan menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan; “Hulpen
Spaaren Landbourcrediet”, didirikan juga rumah-rumah gadai, lumbung desa dan
bank desa.

Pada tahun 1908 lahir perkumpulan Budi Utomo yang dalam programnya
memanfaatkan sektor perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat miskin,
dimulai dengan koperasi industri-industri kecil dan kerajinan. Ketetapan kongres
Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain memperbaiki dan meningkatkan
kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan
gerakan berkoperasi. Telah didirikan “Toko Adil” sebagai langkah pertama
pembentukan koperasi konsumsi.

Tahun 1915 lahir peraturan yang dimuat di dalam Staatsblad 1915 Nomor
431 tentang Verordening op de Cooperative Vereeniging, merupakan regulasi
pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk yang ada di Indonesia.
Definisi koperasi pada regulasi ini adalah, perkumpulan oarang-orang dimana
orang-orang tersebut diperbolehkan untuk keluar masuk sebagai anggota, yang
bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran anggotanya, dengan cara bersama1

Abbas Anwar, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, 2010, Jakarta, PT Kompas Media
Nusantara,hlm.193.

2

sama menyelenggarakan suatu system penghidupan atau pekerjaan, secara
bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan keperluan
mereka, atau memberikan uang muka atau kredit. Dengan menggunakan asas
konkordasi, ketentuan ketentuan yang ada di negara Belanda sama seperti yang
tertuang pada Verordening op de Cooperative Vereeniging. Sistem yang berlaku
di negara Belanda yang diberlakukan tanpa penyesuaian ternyata menyusahkan
penduduk golongan III yaitu pribumi. Mereka untuk mendirikan badan usaha
koperasi harus memiliki prasyarat mulai dari akta notaris, akta pendirian
berbahasa Belanda, materai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche
Courant. Biaya yang dikeluarkan sangat besar, sehingga Verordening op de
Cooperative Vereeniging dirasa tidak memberi manfaat dan ditentang oleh kaum
pergerakan nasional.2

Tahun-tahun selanjutnya diusahakan perkembangan koperasi oleh para
pakar dan politisi nasional. Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) usahausaha koperasi dikoordinasikan/dipusatkan dalam badan-badan koperasi disebut
Kumiai yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang logistik untuk
kepentingan perang.3 Setelah perang kemerdekaan 17 Agustus 1945, usaha
pengembangan koperasi mengalami pasang surut mengikuti perkembangan
politik.

Kongres-kongres

koperasi,

munas-munas

dan

lain-lain

untuk

pengembangan koperasi terus berlanjut. Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958
tentang perkumpulan koperasi telah lahir

yang pada dasarnya berisi tentang

tatacara pembentukan, pengelolaan koperasi menyerap prinsip koperasi Rochdale.
2

Hukum Koperasi di Indonesia, Sejarah Peraturan Perundang-undangan Koperasi di Indonesia,
Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Prenada Media Group,
Jakarta, 2007.
3
Budi Untung, Hukum Koperasi Dan Peran Notaris,Andi Yogyakarta, 2005, hlm. 23.

3

Definisi koperasi dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa koperasi ialah
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang
tidak merupakan konsetrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan
kesukarelaan, dan dalam pendiriannya harus menggunakan yang didaftarkan.4
Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960, sebagai peraturan pelaksana dari
Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi,

peraturan

pemerintah ini mengatur mengenai pembentukan Badan Penggerak Koperasi
sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat.

Undang-Undang

Nomor

14

Tahun

1965

tentang

Pokok-Pokok

Perkoperasian, mendifinisikan koperasi sebagai organisasi ekonomi dan alat
revolusi yang berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta wahana
menuju sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila. Tahun 1967 lahir UndangUndang Nomor 12 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Undang-undang pada
masa orde baru ini mendapat tanggapan positif dari semua perkumpulan koperasi,
karena memurnikan asas koperasi yang sejati dan mencabut Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Koperasi
didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Ini merupakan undang-undang pertama yang menjadikan koperasi adalah badan
hukum apabila koperasi tersebut telah menyesuaikan diri dengan Undang-Undang

4

Hukum Koperasi di Indonesia. Ibid.

4

Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.5 Kemudian
disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan mengenai jati
diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, usaha, permodalan, serta pembinaan
koperasi, untuk menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana
diamanatkan UUD 1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin
jelas. Definisi koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah
badan hukum yang berdasar atas asas kekeluargaan.6

Pada tanggal 21 Oktober 1992 diundangkan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam penjelasannya dinyatakan bahwa,
dengan memperhatikan kedudukan koperasi seperti tersebut di atas maka peran
koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi
ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi okonomi yang
mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekelurgaan dan keterbukaan.
Kehidupan ekonomi seperti itu koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan
kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi
rakyat. Di era perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat,
pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan
perannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Demikian pula peraturan perundang-undangan yang ada masih belum
sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya
koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekomoni rakyat. Oleh
5
6

Ibid.
Hukum Koperasi di Indonesia. Ibid.

5

karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis
perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat
tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri.7

Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam
perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar
menerapkan koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian Koperasi akan
merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, otonom, partisipatif
dan berwatak sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk
mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam
kehidupan ekonomi rakyat.

Undang-Undang

Nomor

25

Tahun

1992

tentang

Perkoperasian

menegaskan bahwa pemberian status Badan Hukum Koperasi, pengesahan
perubahan Anggaran Dasar dan pembinaan merupakan wewenang dan tanggung
jawab pemerintah. Saat pelaksanaannya, Pemerintah dalam hal ini Presiden dapat
melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi Koperasi, ya.
Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa Pemerintah mencampuri urusan
internal organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian
koperasi.8

Pemerintah, baik di pusat maupun di

daerah, menciptakan dan

mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan
pemasyarakatan koperasi. Demikian juga Pemerintah memberikan bimbingan,
7

Suhardi, Moh. Taufik Makarao dan Fauziah, Hukum Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah di Indonesia, Jakarta: @kademia, 2012, hlm. 2.
8
Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.

6

kemudahan dan perlindungan kepada koperasi. Selanjutnya Pemerintah dapat
menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi.
Selain itu pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di wilayah
tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh
badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan
ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, juga memberikan kesempatan
bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal
penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan demikian,
koperasi dapat menghimpun dana untuk mengembangkan usahanya. Sejalan
dengan

itu

dalam

undang-undang

ini

ditanamkan

pemikiran

kearah

pengembangan pengelolan koperasi secara profesional. Berdasarkan hal tersebut
di atas, undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan
mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan dan
permodalan koperasi serta pembinaan koperasi, sehingga dapat lebih menjamin
terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945.9

Pembangunan koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang
lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan tersebut sungguh
membanggakan ditandai dengan jumlah koperasi di Indonesia yang meningkat
pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki sehingga
mencapai kondisi yang diharapkan. Sebagian koperasi belum berperan secara

9

Ibid.

7

signifikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Pembangunan koperasi
seharusnya diarahkan pada penguatan kelembagaan dan usaha agar koperasi
menjadi sehat, kuat, mandiri, tangguh, dan berkembang melalui peningkatan
kerjasama, potensi, dan kemampuan ekonomi anggota, serta peran dalam
perekonomian nasional dan global.

Banyak faktor yang menghambat kemajuan koperasi. Hal tersebut
berakibat pada pengembangan dan pemberdayaan koperasi sulit untuk
mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan
pemberdayaan koperasi sulit untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri
yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kerjasama, potensi, dan
kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
sosialnya. Salah satu faktor penghambat tersebut adalah peraturan perundangundangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ternyata
sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan koperasi.
Sebagai suatu sistem, ketentuan di dalam undang-undang tersebut kurang
memadai lagi untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan
pemberdayaan koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata
ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Hal itu
dapat dilihat dalam ketentuan yang mengatur nilai dan prinsip koperasi,
pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha
simpan pinjam koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu, untuk
mengatasi berbagai faktor penghambat kemajuan koperasi, perlu diadakan
pembaharuan hukum di bidang perkoperasian melalui penetapan landasan hukum
baru berupa undang-undang. Pembaharuan hukum tersebut harus sesuai dengan

8

tuntutan pembangunan koperasi serta selaras dengan perkembangan tata ekonomi
nasional dan global.10

Pada tanggal 30 Oktober 2012 disahkan dan diundangkan

Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Undang-Undang ini
merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, karena dirasakan Undang-Undang ini sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasin di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian disusun
untuk mempertegas jati diri koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat
organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah,
pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjamin Simpanan Anggota Koperasi
Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan
koperasi. Implementasi undang-undang ini secara konsekuen dan konsisten akan
menjadikan koperasi Indonesia semakin dipercaya, kuat, sehat, mandiri, dan
tangguh serta bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Undang-undang ini memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu
mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang kuat, sehat, mandiri, dan
tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya
pada nilai dan prinsip koperasi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, menegaskan bahwa pemberian
status dan pengesahan perubahan anggaran dasar dan mengenai hal tertentu
merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri Koperasi. Pemerintah
10

Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian.

9

memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah yang
mendorong koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk
menempuh

langkah

tersebut

Pemerintah

wajib

menghormati

jati

diri,

keswadayaan, otonomi, dan independensi koperasi tanpa melakukan campur
tangan terhadap urusan internal koperasi. Diperlukan suatu iklim pengembangan
dan pemberdayaan koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi
nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka
menciptakan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai tujuan
pembangunan perekonomian nasional yaitu untuk mewujudkan kedaulatan politik
dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi.

Pengembangan dan pemberdayaan koperasi dalam suatu kebijakan
Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip koperasi sebagai wadah
usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggota
sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi
perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh
tantangan. Kebijakan perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi
kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan koperasi
sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi.

Selama kurun waktu tujuh bulan berlakunya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Departemen Koperasi bekerjasama dengan

10

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia gencar melakukan sosialisasi UndangUndang Koperasi itu, keseluruh pelosok di Indonesia dengan menggelar diklatdiklat melalui pelatihan untuk pelatih tentang tata cara membuat Akta Koperasi.
Hasilnya gerakan koperasi berdiri atau mengadakan perubahan anggaran dasar
dan telah mendapat setatus badan hukum dari Menteri koperasi. Koperasi tersebut
dengan setatus badan hukum yang dimiliki melakukan kegiatan untuk melayani
anggotanya, baik menyimpan atau meminjam bagi koperasi yang bergerak dalam
usaha simpan pinjam, dan juga melukan perikatan dengan pihak ketiga dalam hal
ini adalah lembaga perbankkan. Rata-rata jangka waktu pembiayaan (kredit) yang
diberikan perbankkan kepada koperasi adalah selama 3 (tiga) tahun, dengan
sistem angsuran setiap bulannya. Pada waktu Mahkamah Konstitusi membatalkan
Undang-Undang Perkoperasian pada tanggal 28 Mei 2014, jangka waktu
perikantan antara koperasi dengan lembaga perbankkan belum berakhir.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang
diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012, banyak menuai reaksi negatif hal ini
karena dalam Undang-Undang ini memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan
Undang-undang Dasar 1945, antara lain dalam Pasal 1 angka 1, pengertian “orang
perseorangan” mengarah kepada individualisme, adanya kewenangan pengawas
yang terlalu luas yaitu menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan
anggota, memberhentikan pengurus untuk sementara waktu, pengurus koperasi
dipilih dari orang perseorangan, baik anggota maupun non anggota, modal
koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertipikat modal koperasi sebagai modal
awal, selain itu modal koperasi dapat berasal dari hibah, modal penyertaan, modal
pinjaman yang berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank,

11

dan lembaga keuangan lainnya, penerbit obligasi dan surat hutang lainnya,
dan/atau pemerintah dan pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang sah yang
tidak bertentangan dengan anggaran dasar

dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan, adanya istilah surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha,
melarang pembagian surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non
anggota kepada anggota manakala koperasi mengalami surplus hasil usaha,
sementara itu mewajibkan kepada anggota menyetor sertifikat modal koperasi
manakala koperasi mengalami defisit usaha.

Bedasarkan fakta tersebut di atas beberapa koperasi mengajukan
permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh
Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur,
Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa
Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur, Koperasi BUEKA
Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan
Mulyono, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut.

Pada tanggal 28 Mei 2013 Mahkamah Konstitusi membatalkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dengan Putusan Nomor:
28/PUU-XI/2013. Hal tersebut karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945,
sehingga Undang-Undang ini dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,
sementara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku
lagi untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang
Koperasi.

12

Dalam pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa
filosofis dalam Undang-Undang Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan
hakekat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas
kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Pengertian Koperasi tenyata telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, sehingga di satu sisi mereduksi atau
bahkan menegaskan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan
pengawas terlalu luas. Dari segi permodalan, lebih mengutamakan skema
permodalan material dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang
menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Pada sisi lain, koperasi menjadi sama
dan

tidak

berbeda

dengan

Perseroan

Terbatas

dan

kehilangan

roh

konstitusionalnya sebagai entitas pelaku okonomi khas bagi bangsa yang
berfilosofi gotong royong.

Melihat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat diartikan bahwa
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tersebut dianggap
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat untuk dijadikan dasar dalam pembuatan akta koperasi.
Jadi setelah putusan Mahkamah Konstitusi bila akan membuat akta koperasi
kembali merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Sementara akta koperasi yang dibuat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tetap sah.

13

Sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi butir 2.3, maka dasar hukum
koperasi berlaku kembali Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya
Undang-Undang yang baru. Segala aturan hukum yang lahir atau diterbitkan dari
atau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tetap berlaku kembali.
Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan, bagaimanakah keberadaan koperasi
yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan
keberadaan koperasi yang masih dalam proses pendirian, dan apakah akibat dari
perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian
atau akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
perkoperasian, mengingat ada koperasi yang sudah melakukan perikatan dengan
pihak ketiga dengan menggunakan akta pendirian atau perubahan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Implikasi Hukum Terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap
Akta Pendirian Koperasi”.

14

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka
yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah :
a. Bagaimana keberadaan koperasi yang telah didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 dan terhadap koperasi yang sedang dalam
proeses pendirian?
b. Apakah akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi
yang mempunyai akta pendirian atau akta perubahan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012?

2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Keberadaan koperasi yang telah didirikan dengan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 dan keberadaan koperasi yang masih
dalam proses pendirian.
b. Akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang
mempunyai akta pendirian dan akta perubahan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis koperasi yang telah didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 dan koperasi yang akan berdiri.

15

b. Untuk menganalisis akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan
oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian dan akta perubahan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012.

2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan akademis dan praktis, yaitu :
a. Secara Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat kepada
mahasiswa-mahasiwi lain, yang akan menambah pengetahuan tentang implikasi
hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2014 tentang
pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.

b. Secara Praktis
Secara praktis, penulisan tesis ini diharapkan:
1) Dapat memberikan masukan dalam menjalankan tugas sehari-hari khususnya
bagi para notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Koperasi, bagi gerakan
koperasi, dinas koperasi, dan lembaga keuangan di Indonesia.
2) Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi masyarakat yang akan melakukan
perubahan anggaran dasar koperasi dan mendirikan koperasi.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat,
cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi
landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau
penulisan. Pada umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku/karya tulis

16

bidang ilmu dan laporan penelitian. Teori dapat menjembatani harapan dan
kenyataan. Dalam teori hukum positif, harapan itu tergambar dalam ketentuan
undang-undang (das sollen), sedangkan kenyataan berupa perilaku (das sein). 11

a. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
yang merdeka, mempunyai peranan penting guna menegakkan konsitusi dan
prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi adalah
suatu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar 1945. Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah amandemen UUD
1945, adalah sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi
dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut
Undang-Undang Dasar. Undang-Undang memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada enam lembaga negara dengan kedudukan yang sama
dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
(1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
1945.
(2) Memutuskan

sengketa

kewenangan

lembaga

negara

yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
11

Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti,2004), hlm. 73

17

(3) Memutuskan pembubaran partai politik.
(4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilu (Pasal 24 C ayat (1) UUD
1945).
(5) Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden
menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945)12

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah
Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak
ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah
Konstitusi dalam undang-undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat
(final and binding).13 Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi, menyebutkan putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk
umum.

b. Akta Otentik
Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan istilah akta otentik, dan Pasal 1868
KUHPerdata memberikan batasan unsur yang dimaksud dengan akta otentik ialah
suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
dimana akta dibuatnya.

12

Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen.
UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.

13

18

Otentik atau authentik14dapat diartikan yaitu bersifat umum, bersifat jabatan,
memberi pembuktian yang sempurna (dari surat-surat) khususnya dalam kata
otentik akta. Para notaris istimewa ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas
permintaan atau atas perintah, akan tetapi juga beberapa pejabat negeri yang
berhak membuatnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugas
pekerjaannya.

b. Anggaran Dasar Koperasi
Anggaran Dasar adalah aturan dasar yang dibuat secara tertulis , yang memuat
ketentuan-ketentuan pokok mengenai organisasi koperasi, ketatalaksanaan dan
kegiatan usaha dari suatu organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan merupakan
dasar tata kehidupan organisasi koperasi yang bersangkutan.15 Anggaran dasar
koperasi hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok saja, sedangkan hal-hal
lainnya yang belum cukup diatur dalam anggaran dasar koperasi, diatur lebih
lanjut dalam anggaran rumah tangga atau peraturan khusus lainnya dari koperasi
yang bersangkutan.

Anggaran dasar koperasi merupakan salah satu syarat mutlak untuk berdirinya
organisasi koperasi termasuk dalam kaitannya untuk mengajukan permohonan
pengesahan sebagai badan hukum koperasi, yang dibuat pada waktu organisasi
koperasi tersebut didirikan menurut tata cara pendirian koperasi sebagaimana
diatur dalam undang-undang perkoperasian beserta peraturan pelaksanaannya.

14

N.E. Algra, H.R.W. Gokkel-dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, Belanda-Indonesia,
Binacipta, Jakarta, 1983. hlm. 37.
15
Pedoman Peraturan Perkoperasian di Bidang Organesasi dan Badan Hukum Koperasi,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Tahun 2005.

19

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian,
koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh
pemerintah. Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu badan yang ada
karena hukum dan memang diperlukan keberadannya sehingga disebut legal
entity. Oleh karena itu disebut antificial person/ recht person. Menurut doktrin
pengakuan sebagai badan hukum pada umumnya berlaku ex tunct yang berarti
segala tindakan tindakan hukum yang dilakukan atas nama badan hukum tersebut
sebelum pengakuan sebagai badan hukum beralih kepada badan hukum tersebut
kecuali undang-undang menentukan lain.16

c. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Seiring dengan dinamika yang terjadi dalam dunia usaha, terbuka
kemungkinan bagi koperasi untuk melakukan perubahan tertentu terhadap
anggaran dasarnya yang memerlukan pengesahan oleh pemerintah. Kekuasaan
merubah anggaran dasar ada dirapat anggota yang diadakan khusus untuk
merubah anggaran dasar. Perubahan anggaran dasar bukan merupakan keputusan
yang rutin, melainkan hal yang sangat penting.

Perubahan anggaran dasar koperasi yang menyangkut perubahan bidang
usaha, penggabungan atau pebagian koperasi, pengurus wajib mengajukan
permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar secara tertulis kepada
menteri. Menteri memberikan pengesahan terhadap anggaran dasar koperasi hasil
perubahan, apabila ternyata setelah diadakan penelitian perubahan tersebut, tidak

16

Budi Untung, Op., Cit, hlm. 31.

20

bertentangan

dengan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1992 tentang

Perkoperasian dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.17

d. Teori Kekuatan Pembuktian Akta
Pasal 1870 dan 1871 KUHPerdata menyatakan, akta otentik adalah alat
pembuktian yang sempurna bagi kedua pihak dan ahli waris, sekalian orang yang
mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di
dalamnya. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan
materiil:
1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yaitu akta itu sendiri mempunyai kekuatan
untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik, karena
kehadirannya, kelahirannya sesuai atau ditentukan dengan perundangundangan yang mengaturnya;
2. Kekuatan pembuktian formil, yaitu apa yang dinyatakan dalam akta
tersebut adalah benar;
3. Kekuatan pembuktian materiil, yaitu memberikan kepastian terhadap
peristiwa, apa yang diterangkan dalam akta itu benar.

Notaris berwenang membuat akta otentik, karena diberi kewenangan oleh undangundang (Undang-Undang Jabatan Notaris), dan sebagai alat bukti yang sempurna
bagi para pihak, ahli waris, maupun sekalian orang yang mendapat hak dari akta

1717

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

21

itu. Siapa saja yang menyangkal terhadap kebenaran dari akta tersebut, maka
pihak yang menyangkal tersebutlah yang membuktikannya.18

e. Teori Hubungan Hukum
Hubungan hukum (rehtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek
hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan
hak dan kewajiban dipihak yang lain.19 Hukum mengatur hubungan antara orang
yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan hukum terdiri
dari atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan
masyarakat.

f. Teori Perikatan
Menurut Subekti, suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
tertulis.20

Syafran Sofyan,”Perlindungan Profesi Notaris Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
49/PUU-X/2013” Makalah Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia,
Solo 23-25 Oktober 2014.
19
Soeroso, R. Op-cit, hlm. 269
20
Subekti, Hukum Perjanjian,cetakan ke 13, Jakarta, PT Intermasa, 1991, hlm. 1.
18

22

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Sumber
lainnya adalah undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan
ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari
perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat
suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan
oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.

g. Hukum Transitoir
Hukum transitoir adalah aturan-aturan peralihan dari keadaan lama kepada
keaadaan baru.21 Jika hukum transitoir dikaitkan dengan perubahan konstitusi,
adalah mengatur akibat peralihan dari sistem norma-norma hukum lama yang
mendasarkan konstitusi lama kepada sistem norma hukum baru yang berdasarkan
konstitusi baru.22 Jika jabatan lama ditiadakan oleh peraturan yang baru, tugas
dan fungsi jabatan tersebut bisa benar-benar ditiadakan (penghapusan fungsi),
atau bisa saja jabatan atau badan yang dihapuskan memiliki sisa-sisa yang berupa
hak dan kewajiban dan mungkin juga memiliki harta kekayaannya atau siapa yang
berwenang mengeluarkan ijin jika sebelumnya jabatan tersebut yang memberikan
jadi peraturan yang baru.

2.Kerangka Konseptual
Kerangka

konseptual

merupakan

kerangka

yang

menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang diteliti. Terdiri dari susunan
beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu
wawasan untuk dijadikan landasan, acuan, dan pedoman dalam penelitian atau
21
22

Boedisoesetya, Hukum Transitoir, 1960, hlm,96.
G.J. Wolhoff, 1955, hlm, 23.

23

penulisan. Sumber konsep adalah undang-undang, buku/karya tulis laporan
penelitian atau penulisan, ensiklopedia, kamus, fakta dan peristiwa. Agar tidak
terjadi penafsiran yang berbeda dan mempermudah pengertian, di bawah ini
dikemukakan penjelasan dan batasan istilah yang digunakan:
a. Putusan
Putusan merupakan pintu masuk kepastian hukum dan keadilan para
pihak yang berperkara yang diberikan oleh hakim berdasarkan alat bukti
dan keyakinannya. Menurut Gustav Radbruch, suatu putusan seharusnya
mengandung idee des recht cita hukum yang meliputi unsur keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan.
b. Putusan Hakim
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
yang berwenang yang diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau se