ANALISIS MASLAHAH AL MURSALAH TERHADAP PROGRAM PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN OLEH BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL (BKKBN) DI JAWA TIMUR.

ANALISIS MAS{LAH{AH AL-MURSALAH TERHADAP
PROGRAM PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN OLEH
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
(BKKBN) DI JAWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh
Dimas Ayu Pamukir
NIM. C01213028

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam
Jurusan Hukum Perdata Islam (Ahwal As-Syakhsiyah)
Program Studi Hukum Keluarga
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Analisis Mas}lah}ah al-Mursalah Terhadap Program Pendewasaan
Usia Perkawinan Oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di Jawa Timur,

merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan
berikut: pertama, Bagaimana Ketentuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan Oleh Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jawa Timur? Kedua, Bagaimana
Analisis Mas{lah{ah al-Mursalah Terhadap Program Pendewasaan Usia Perkawinan oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jawa Timur? Data penelitian
dihimpun melalui wawancara dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan menggunakan
teknik deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Ketentuan Program Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) merupakan jalan terbaik dalam penundaan usia perkawinan dari ketentuan
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI yang telah memberi izin untuk
menikah pada usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki menjadi 21 tahun
bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Pentingnya penundaan atau pendewasaan usia
perkawinan adalah agar setiap pasangan mempunyai kematangan dalam segala aspek
diantaranya kesiapan psikis, fisik, ekonomi, sosial, dan pendidikan sebelum mengarungi
bahtera rumah tangga agar tercipta stabilitas perkawinan dan mencegah kegagalan
perkawinan yang dapat dihindari. Meskipun UUP No. 1 Tahun 1974 dan KHI menetapkan
ketentuan umur untuk melaksanakan perkawinan, akan tetapi melihat implikasi yang
ditimbulkan dari realita perkawinan dibawah 20 tahun menjadikan perlunya dilakukan
pendewasaan usia perkawinan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Dalam hukum Islam batas usia untuk melakasanakan perkawinan secara eksplisit tidak

disebutkan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Para ahli hukum Islam menentukan batas usia
baligh yang menjadi barometer bolehnya untuk menikah ialah dengan batas usia yang
berbeda yang disertai tanda-tanda baligh tertentu pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi,
dalam rangka membentuk keluarga yang saki>nah, mawwadah, dan rahmah ketentuan batas
usia sangat diperlukan karena mengandung ma}slah}ah, sekaligus sebagai tindakan pencegahan
segala dampak negatif perkawinan yang juga merupakan interpretasi dari Mas}lah}ah alMursalah dan terwujudnya kepastian hukum akibat adanya perbedaan pendapat terkait batas
usia perkawinan yang juga interpretasi ِ‫حكْمَالْحاَكِمَِيرفَعَالْخِاَف‬.
Bagi para orangtua dan para pemuda-pemudi yang akan melaksanakan perkawinan,
hendaknya mempertimbangkan beberapa aspek seperti diatas dan mempunyai perencanaan
dan persipaan yang matang sebelum memasuki gerbang rumah tangga. Seharusnya
Pengadilan Agama beserta BKKBN bersinergi dalam mengoptimalkan program PUP agar
tercipta payung hukum yang lebih relevan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM.................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. iii
PENGESAHAN ......................................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................................... xii
MOTTO ..................................................................................................................... xiv
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ........................................................... 8
C. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
D. Kajian Pustaka ......................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 11
F. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 12
G. Definisi Operasional ................................................................................ 12
H. Metode Penelitian .................................................................................... 14
I. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG MAS{LAH{AH MURSALAH
A. Teori Mas{lahah....................................................................................... 19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


1. Definisi Mas{lahah .............................................................................. 19
2. Macam-macam Mas{lahah .................................................................. 21
B. Teori Mas{lah{ah al-Mursalah .................................................................. 27
1. Definisi Mas{lah{ah al-Mursalah ........................................................ 27
2. Landasan Hukum Mas{lah{ah al-Mursalah ......................................... 28
3. Syarat-syarat Mas{lah{ah al-Mursalah ................................................. 31
4. Pendapat para Imam Madzhab Mas{lah{ah al-Mursalah ..................... 36
5. Aplikasi Mas{lah{ah al-Mursalah dalam kehidupan ............................ 38
C. Deskripsi Batas Usia Nikah Menurut Undang-Undang ........................ 42
1. Batas Usia Nikah Menurut Hukum Islam .......................................... 42
2. Batas Usia Nikah Menurut UU No. 1 Tahun 1974............................ 50
BAB III GAMBARAN SINGKAT BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA
NASIONAL (BKKBN) JAWA TIMUR
A. Gambaran Singkat BKKBN ................................................................... 54
1. Landasan Hukum BKKBN Jawa Timur ........................................... 54
2. Visi- Misi BKKBN Jawa Timur ........................................................ 56
3. Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan ............................................. 56
4. Struktur Organisasi Perwakilan BKKBN Jawa Timur ..................... 58
B. Deskripsi Program Pendewasaan Usia Perkawinan Oleh BKKBN di Jawa Timur

............................................................................................................ 59
1. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan ...................................... 61
2. Latar Belakang PUP .......................................................................... 62
3. Materi Pendewasaan Usia Perkawinan.............................................. 63

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4. Faktor Yang Mempengaruhi Usia Perkawinan Pertama ................... 66
5. Dampak Perkawinan Usia Muda ....................................................... 69
BAB IV

ANALISIS

MAS{LAH{AH

AL-MURSALAH

TERHADAP

PROGRAM


PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN OLEH BKKBN JAWA TIMUR
A. Implikasi Ketentuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan
Oleh BKKBN Jawa Timur ................................................................ 76
B. Analisis Mas{lah{ah al-Mursalah Terhadap Program Pendewasaan
Usia Perkawinan Oleh BKKBN Jawa Timur .................................... 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 86
B. Saran .................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 89
LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan menurut islam,
perkawinan merupakan institusi dasarnya.1 Pada dasarnya, suatu keluarga
terbentuk dengan adanya perkawinan yang sah baik menurut agama dan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan

adalah

ikatan

lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan
hidup berumah tangga sebagai suami isteri dengan memenuhi syarat dan
rukun yang telah ditentukan oleh syariat Islam.2
Adapun tujuan dari perkawinan ialah menjadikan pihak dari suami isteri
mendapatkan ketentraman hidup, memperoleh keturunan, mendapatkan
kedamaian dalam mengarungi bahtera rumah tangganya, serta memperluas
dan mempererat hubungan kekeluargaan baik dalam membangun masa depan
individu, keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa adanya lembaga perkawinan merupakan suatu kebutuhan pokok umat
manusia.3 Hal itu sebagaimana tercantum dalam al-Quran yang dikenal
dengan istilah Sakīnah, mawaddah, wa rahmah.
Sebagaimana telah Allah SWT jelaskan dalam QS. al-Rūm ayat 21:

1


Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. Ke-2, (Jakarta: Paramadina, 2000), 72.
2
M. Afnan Hafidh Dan A. Ma’ruf Asrori, Tradisi Islami: Panduan Prosesi Kelahiran,
Perkawinan Dan Kematian, (Surabaya: Khalista, 2009), 88.
3
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, Cet. Ke-2, (Bandung: Al-Bayan, 1995), 11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

           
         

Artinya: ‚Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.‛4


Rasulullah Saw sangat menganjurkan perkawinan kepada umatnya bagi
yang dianggap mampu untuk melaksanakannya, karena dengan perkawinan
seseorang akan mampu menjaga pandangan

dan

kehormatannya

sebagaimana yang dinyatakan dalam sabda Nabi Muhammad Saw yaitu:

َ‫ َقَا ََلَناَرسو َُاهَِص ََاهَِعَيهَِوسَمَياَ عشرالشا َِ نَاِستطَاع‬:َ ‫عنَع دَِاهَِقَا‬
ََ‫ِنكُمَال اءَ ََفَ ْيتزوجََفاِنهَاَغَضَلِ ْ صرَِواَحصنَلِ ْفَرجَِو نَلَمَيستطِعَفَعَيهَِبِاَلصو َِفَإِن‬
َ 5.ٌَ‫لَهَوِجاء‬

Artinya: ‚Dari Abdullah berkata: Rasulullah Saw bersabda: ‚Hai para
pemuda, barang siapa yang telah sanggup di antaramu untuk kawin, maka
kawinlah karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan
(yang liar) dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang masih belum
sanggup maka hendaklah dia berpuasa karena hal tersebut akan menjadi
benteng bagi dirinya.‛ (HR. Bukhari)

Di Indonesia, suatu perkawinan harus berdasarkan aturan yang ada, baik
secara Undang-undang Perkawian No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam maupun aturan fikih. Di dalam Islam perkawinan dikenal dengan istilah
pernikahan. Pernikahan dapat diibaratkan sebagai suatu kontrak yang suci dan
merupakan tiang utama dalam membentuk suatu keluarga yang baik.

4

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Jakarta: Al-Huda, 2010), 78.
Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrāhīm Bin Mughīrah Bin Bardizbah Al-Bukhāri,
S{h{i hat.7 Adanya pemenuhan syarat-syarat dan
rukun nikah merupakan legitimasi dalam mengkokohkan ikatan perkawinan.
Orang yang telah dewasa, fisik dan mental, belum tentu dapat membina rumah
tangga secara sempurna, apalagi orang/anak muda yang belum dewasa. Secara
rasional dapat disimpulkan bahwa masalah kedewasaan merupakan persoalan
yang amat penting dalam perkawinan, tentunya dengan pengaruh yang tidak
kecil pula dalam menentukan keberhasilan rumah tangganya.
Fenomena nikah muda di Indonesia hendaknya bisa menjadi rambu-rambu
dan pertimbangan agar tidak menikah di usia muda. Menikah di usia muda
akan membawa banyak konsekuensi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan

sosial, disamping itu menikah di usia muda memiliki potensi lebih besar gagal
(cerai) karena ketidaksiapan mental dalam menghadapi dinamika rumah

6

Chuzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus t.t, 67.
Syaikh Ibrāhīm Al-Bayjūri, Hāsyiyah Al- Bajūri Alā Ibni Qāsim Al-Gāzi, Juz II, (Surabaya:
Makhtabah Syaikh Muhammad Bin Ahmad Nabhan Wa Auladuh, t.t), 90.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tangga tanggung jawab atas peran masing-masing seperti dalam mengurus
rumah tangga, mencukupi ekonomi dan mengasuh anak.
Inilah hal yang menjadi perhatian pemerintah untuk menunda usia
pernikahan wanita muda. Bukan saja ancaman perceraian karena kondisi psikis
yang masih labil, namun juga berkenaan dengan kehamilan muda yang penuh
resiko, baik dari segi kesehatan fisik maupun emosional.
Berkaitan dengan usia perkawinan, menarik untuk dicermati bersama
tentang ketentuan dari pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa: ‚Perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun‛.8
Ketentuan tersebut dipertegas dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Kompilasi
Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa:9
(1)Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya
boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yakni
calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
(2)Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin sebagai mana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3),
(4), dan (5) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan batas umur ini didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan
keluarga dan rumah tangga perkawinan.10 Adanya ketentuan ini jelas
menimbulkan pro dan kontra karena dalam al-Qur’an dan al-Hadis yang tidak
memberikan ketetapan yang jelas dan tegas tentang batas minimal usia
8

Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Jakarta: Rhedbook,
2008), 463.
9
Pasal 15 ayat 1, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Rhedbook, 2008), 508.
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke.6 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
76.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

seseorang untuk melangsungkan perkawinan. Kedua sumber hukum tersebut
hanya menetapkan isyarat dan tanda-tanda usia kedewasaan saja.
Adanya alasan penetapan batas usia minimal untuk melaksanakan
perkawinan bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun dapat dilihat
penjelasan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan
bahwa tujuan dari ketentuan batas minimal usia untuk menikah bagi pria dan
wanita adalah menjaga kesehatan suami, isteri dan keturunan. Padahal
kesiapan mental dari calon mempelai sangat penting untuk dipertimbangkan
dalam memasuki gerbang rumah tangga.
Tidak jarang tujuan perkawinan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
pasangan suami isteri. Hal ini dapat terjadi apabila suami isteri atau salah
seorang dari mereka belum memiliki kedewasaan baik secara fisik maupun
mental, sehingga pembinaan rumah tangga tidak berjalan secara optimal.
Tidak ada satupun ayat al-Qur’an secara jelas dan terarah menyebutkan
ketentuan usia perkawinan dan tidak ada pula al-Hadis yang secara langsung
menyebutkan batas usia kawin. Nabi Muhammad Saw sendiri mengawini
‘Aisyah yang pada saat itu masih berumur enam tahun, baru kemudian
menggaulinya setelah berumur sembilan tahun.11
Islam sebagai agama yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad
Saw, pada prinsipnya memiliki tujuan yang dapat dikristalisasikan kedalam
lima pokok pemikiran, yaitu memelihara jiwa, agama, harta, keturunan, dan
akal yang dikenal dengan istilah maq>as}id al-syari>ah. Tujuan tersebut meliputi
11

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), 66.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

segenap ketetapan hukum Allah yang akan mengalami penyesuaian atau
justifikasi dengan kemashalatan manusia.12
Agama Islam tidak pernah menentukan pada usia berapa seseorang
dipandang telah cukup matang untuk menikah. Hal ini dimaksudkan antara
lain untuk menjaga keadaan dimana kesiapan biologis setiap orang tidak sama.
Seperti halnya kandungan makna secara umum yang ada dalam beberapa ayat
diantaranya termaktub pada Al-quran dalam surat al-Nisā ayat 6:
              
              
            
Artinya: ‚Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan
janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah
ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa
yang miskin, maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).‛13
Syekh Muhammad Rasyid Ridla memaknai lafadz nikah, sebagai
seseorang yang telah sampai pada usia yang menjadikan dirinya siap untuk
melangsungkan perkawinan, yakni telah ih{tila>m.14 Dalam hal ini ulama
sepakat memberikan arti ih{tila>m. adalah mimpi keluar mani.15 Sampai pada

12

Muhammmad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, cet, ke-13 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010), 548.
Kementrian Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahan, (Jakarta: Al-Huda, 2010), 79.
14
Muhammad Rasyid Ridla, Tafsinar IV, (Kairo: Maktabah al Qahirahatth), 387.
15
Al-Shan’any, Subul al-salam> III, (Beirut: Dar el Fikr, 1994), 181.

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

usia yang menjadikan dirinya siap untuk melangsungkan perkawinan, yakni
telah bermimpi basah atau telah mengalami haid. Pada umur ini seseorang
telah bisa melahirkan anak melalui perkawinan. Pada umur ini telah
dibebankan hukum-hukum agama (takli>f), oleh sebab itu rushd adalah
kepantasan seseorang dalam bertasharruf serta mendatangkan kebaikan.
Dimana rushd merupakan bukti kesempurnaan akal.16
Pada dasarnya kedewasaan dapat ditentukan dengan umur dan dapat pula
dengan tanda-tanda (gejala). Dalam menentukan kedewasaan seseorang
dengan tanda-tanda (gejala) seperti halnya dapat dilihat kapan seseorang
datang haid, tumbuh bulu ketiak, volume suara membesar, serta bertambahnya
bulu kasar di sekitar kemaluan.17
Sebagai lembaga non-departemen BKKBN adalah lembaga perwakilan
pemerintah dalam pengaturan kependudukan dan perencanaan keluarga
Indonesia.

Lembaga

ini

merupakan

representatif

pemerintah

dalam

menjalankan tugasnya dalam mengatur laju pertumbuhan penduduk yang
setiap tahun semakin meningkat.
Dalam program genre ‚Generasi Remaja‛ yang selama ini ada dalam
BKKBN berupaya meningkatkan kualitas remaja dalam berencana menatap
masa depan yang lebih sejahtera. Kiranya perlu bahwa pendewasaan usia
perkawinan untuk menyongsong gerbang rumah tangga yang lebih optimal.

16

Muhammad Rasyid Ridla, Tafsinar IV, (Kairo: Maktabah al Qahirahatth), 387.
Abd Al-Rahma>, Ibnu Muhammad ‘Aud al-Jari>ri>, Fiqh ‘Ala> madha>hib al-arba’ah, (Beir>ut: Da>r
al-Fikr, 1985), 353.
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dikaji lebih dalam tentang
implementasi dari program pendewasaan usia perkawinan di BKKBN dengan
judul ‚Analisis Mas{lah{Ah Al-Mursalah Terhadap Program Pendewasaan Usia
Perkawinan Oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Di Jawa Timur‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Terkait dengan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi dalam unsur-unsur sebagai berikut:
1. Syarat Perkawinan menurut Hukum Islam
2. Pendewasaan Usia Perkawinan Menurut BKKBN
3. Faktor Perlunya Pendewasaan Usia Perkawinan Oleh BKKBN
4. Ketentuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan Di BKKBN
5. Usia Kawin Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan KHI
6. Implikasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan Berdasarkan
Maslahah al-Mursalah
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan program pendewasaan usia perkawinan oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jawa
Timur?
2. Bagaimana

analisis

Mas{lah{ah

al-Mursalah

terhadap

Program

Pendewasaan Usia Perkawinan oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) di Jawa Timur?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.18
Adapun penelitian (skripsi) yang membahas tentang usia perkawinan
dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN), adalah:
1. ‚Batas Minimal Usia Nikah (Studi Komparatif Antara Inpres No. 1
Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Counter Legal
Draft (CLD))‛ yang disusun oleh Riyanto, Fakultas Syari’ah Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010. Metodologi
yang digunakan pada skripsi ini adalah studi pustaka yang menggunakan
metode deskripsi-analisis-komparatif, sedangkan untuk pendekatannya
adalah pendekatan sosiologis yuridis. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa peraturan tentang usia nikah dalam KHI adalah minimal 16 tahun
bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Sedangkan dalam CLD batas usia
nikah adalah dengan menyamaratakan usia kedua menjadi 19 tahun.19
2. ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Keluarga Berkualitas Menurut
BKKBN‛. Skripsi oleh Mulyadi, Syariah IAIN Sunan Ampel, 2004.
Metedologi yang digunakan pada skripsi ini adalah teknik induktif-

18

Tim Penyusun, Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya,
2016)
19
Riyanto, ‚Batas Minimal Usia Nikah (Studi Komparatif Antara Inpres No. 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Counter Legal Draft (CLD)‛, (Skripsi---UIN Sunan
Kalijaga,Yogyakarta, 2010)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ferivikatif analisis yang menghasilkan penelitian bahwasanya konsep
keluarga berkualitas menurut BKKBN seperti pemberdayaan keluarga,
kesehatan reproduksi remaja, dan keluarga berencana sejalan dengan
ajaran Islam baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadis yang di antaranya
terdapat persamaan hak di antara pria dan wanita.‛20
3. ‚Pemikiran Fiqh Hanafiyah Tentang Batas Usia Dewasa Untuk
Melaksanakan Perkawinan‛. Skripsi oleh R. Abdul Berri HI, Fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2001. Skripsi ini
menggunakan studi pustaka yang menghasilkan penelitian tentang
pemikiran Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa usia baliq bagi
setiap orang itu 19 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan.21
4. ‚Pernikahan ‘Aishah: Studi Kritis Tentang Relevansi Usia Nikah ‘Aishah
Terhadap Implementasi Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia‛. Tesis
yang disusun oleh Ansori Arif, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel
tahun 2009. Tesis ditulis dengan menggunakan kajian pustaka yang
bersifat deskriptif-analisis. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa
setelah dilakukan penelusuran lebih dalam tentang hadis dan sejarah usia
nikah ‘Aishah ketika dinikahi oleh nabi Muhammad Saw adalah sekitar
usia 15-20 tahun. Dari sini ada korelasi dengan ketentuan usia kawin yang

20

Mulyadi ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Keluarga Berkualitas Menurut Bkkbn ‛.
(Skripsi---IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2004)
21
R. Abdul Berri. HI, ‚Pemikiran Fiqh Hanafiyah tentang Batas Usia Dewasa untuk
Melaksanakan Perkawinan‛, (Skripsi---IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2001)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

terdapat pada Undang-Undang Perkawinan di Indonesia.22 Dari beberapa
penelitian yang sudah ada, masih belum ada yang membahas lebih khusus
tentang analisis mas{lah{ah al-murslah terhadap program pendewasaan usia
perkawinan oleh BKKBN ini. Letak perbedaan penelitian ini dengan
beberapa penelitian di atas ialah, pada penelitian ini mencoba
mendeskripsikan dampak dari anjuran penundaan usia nikah yang
sebelumnya masih belum pernah ada. Dari segi pendekatan penulis,
penelitian ini menggunakan pendekatan melalui teori mas}lah}ah al-

mursalah yang melahirkan konsep maqasid al-Syarhib Arba’ah
5) Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i
3. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data tersebut menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Wawancara
Yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dan orang yang
diwawancarai untuk memperoleh informasi yang detail terkait masalah
yang diteliti.27 Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan secara lisan
untuk mendapatkan keterangan dari informan yaitu Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Timur dan Kepala Bidang
27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneka Cipta,
1997), 263.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Bina Keluarga Remaja yang sudah ditunjuk, untuk mendapatkan
informasi

terkait

dengan

kenyataan

yang

terjadi

yaitu

terkait

implementasi Program Pendewasaan Usia Perkawina oleh Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Timur.
b. Dokumentasi
Yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku, dokumen,
peraturan dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.28
penulis melakukan penelitian dengan megumpulkan data yang berkaitan
dengan program pendewasaan usia perkawinan oleh Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional di Jawa Timur, kemudian dipelajari oleh
penulis, menelaah dan menganalisa data-data yang telah diperoleh
sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpulkan, maka peneliti
menggunakan teknik-teknik berikut ini:29
a. Editing
Yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dari hasil
wawancara Kepala BKKBN Jawa Timur dan Kepala Bidang Bina
Keluarga Remaja (BKR) serta dokumentasi mengenai program
pendewasaan usia perkawinan dengan memilih lalu menyeleksi data
tersebut dari berbagai segi yang meliputi keselarasan, kesesuaian,

28
29

Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1990), 135.
Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

keaslian, kejelasan serta relevansi antara aturan dengan program
pelaksanaan yang dilakukannya dan hasilnya di BKKBN Jawa Timur.
b. Organizing
Yaitu mengatur dan menyusun data dari BKKBN Jawa Timur
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan prosedur program dan pelaksanaan di BKKBN Jawa Timur.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Teknis Deskriptif
Pada teknik ini peneliti menggambarkan suatu program pendewasaan usia
perkawinan di BKKBN Jawa Timur, Peneliti berusaha menguraikan program
pendewasaan usia perkawinan oleh BKKBN Jawa Timur, setelah mengetahui
program tersebut.
Kemudian deskripsi tersebut dianalisis mengunakan pola pikir deduktif,
dengan teori-teori atau dalil yang bersifat umum mengenai mas}lah}ah al-

mursalah. Kemudian dianalisis dengan suatu fenomena yang bersifat khusus
yang terjadi di BKKBN Jawa Timur atau dalam hal ini tentang ketentuan dan
implikasi program pendewasaan usia perkawinan.
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah kepada tercapainya
tujuan yang ada, maka penulis membuat sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan, latar belakang masalah, identifikasi dan
pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kegunaanya, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang landasan teori tentang pengertian Mas{lah{ah,
dasar hukum Mas{lah{ah, macam-macam Mas{lah{ah, dan pengertian teori

Mas{lah{ah al-Mursalah.
Bab ketiga, berisi tentang program pendewasaan usia perkawinan oleh
BKKBN Jawa Timur. Di dalamnya membahas latar belakang lahirnya
BKKBN, landasan hukum, visi dan misi, faktor-faktor yang melatarbelakangi
adanya program pendewasaan usia perkawinan, tujuan program pendewasaan
usia perkawinan, implementasi program pendewasaan usia perkawinan, dan
batas usia perkawinan.
Bab keempat, berisi tentang analisis terhadap implementasi dari program
pendewasaan usia perkawinan BKKBN dan analisis maslahah al mursalah
terhadap program pendewasaan usia perkawinan oleh BKKBN.
Bab kelima, berisi penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TEORI TENTANG MAS{LAH{AH MURSALAH
A. Teori Mas{lah{ah
1. Definisi Mas{lah{ah
Kata mas{lah{ah merupakan bentuk masdar dari kata s{alah{a dan saluha,
yang secara etimologi berarti manfaat, faedah, patut.1 Kata mas{lah{ah dan

manfa’ah telah di indonesiakan menjadi ‚maslahat‛ dan ‚manfaat‛ yang
berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, guna. Dari beberapa
arti tersebut dapat diambil sesuatu pemahaman bahwa setiap sesuatu yang
mengandung kebaikan di dalamnya, baik untuk memperoleh kemanfaatan,
kebaikan, maupun menolak kemad{aaratan, maka semua itu disebut dengan
mas{lah{ah.2 Adapun pengertian mas{lah{ah secara terminologi, ada beberapa
pendapat dari para ulama’, diantara lain:
Al-Khawarizmi, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-

Mas{lah{ah adalah memelihara tujuan syara’ dengan cara menghindarkan
kemafsadahan dari manusia. Dari pengertian tersebut beliau memandang

mas{lah{ah hanya dari satu sisi, yaitu menghindarkan mafsadat semata,
padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang justru lebih penting, yaitu
meraih manfaat.3
a. Menurut Muhammad Said Ramadan al-Buhti, sebagaimana dikutip
dari kitab Dawa>bit al-Mas{lah{ah fi-shyari>ah al-Isla>miyah al-Mas{lah{ah
1

Asnawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amrah: 2011), 128.
Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Pres,
2008), 82.
3
Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Pres, 2007), 116.
2

19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

adalah sesuatu yang bermanfaat yang dimaksud al-Syari (Allah dan
Rasul-Nya) untuk kepentingan hamba-Nya, baik dalam menjaga
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka, sesuai dengan urutan
tertentu yang terdapat dalam kategori pemeliharaan tersebut.4
b. Imam Ghazali menegmukakan bahwa mas{lah{ah pada dasarnya adalah
sesuatu gambaran dari meraih manfaat atau menghindarkan dalam

mad{arat (mafsadat). Yang dimaksud Imam Ghazali manfaat dalam
pengertian syara’ ialah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta benda. Dengan demikian yang dimaksud dengan mafsadah
adalah sesuatau yang merusak dari salah satu diantara lima hal yang
disebutkan dengan istilah al-Maqa>s{id al-Syari’ah menurut al-Syatibi.5
Menurut Muhammad Tahir Ibnu ‘Asyur sebagaimana yang dikutip
oleh Kemal Muhtar bahwasanya ketentuan-ketentuan/ hukum baru yang
berhubungan dengan peristiwa atau masalah-masalah yang baru, dapat
ditetapkan berdasarkan dalil mas{lah}ah karena adanya alasan-alasan berikut
ini:6
a. Hukum itu dapat mewujudkan kebaikan masyarakat, dengan adanya
hukum itu dapat ditegakkan kebaikan masyarakat dengan sebaikbaiknya.

4

Ibid., 116
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqa>sid Syari’ah menurut al-Syatibi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996), 61.
6
Kemal Muhtar, Mas{lah{ah sebagai dalil Penetapan hukum islam dalam M. Amin Abdullah,
Rekontruksi Metodologi ilmu-ilmu Keislaman. (Yogyakarta: Suka Press, 2003), 228.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Hukum itu dapat menolak atau menghindarkan keruakan dan
kerugian bagi manusia baik terhadap individu maupun masyarakat.
c. Hukum itu harus dapat menutup pintu-pintu yang mengarah pada
perbuatan terlarang. Ada suatu perbuatan yang pada hakikatnya boleh
dikerjakan, namun jika perbutan itu ketika dikerjakan akan membuka
pintu kemad{aratan maka hal ini termasuk perbuatan terlarang.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas{lah{ah
merupakan tujuan dari adanya syari’at Islam, yakni memelihara agama,
memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta
memelihara harta.
2. Macam-macam Mas{lah{ah
Pembagian Mas{lah{ah dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain,
mas}lah}ah berdasarkan tingkat kebutuhannya, mas{lah{ah berdasarkan ada
atau tidak syariat Islam dalam penetapannya.
a.

Mas{lah{ah berdasarkan tingkat kebutuhannya
Mas{lah{ah berdasarkan tingkat kebutuhannya sebagaimana merujuk
kepada pendapat al-Syatibi dalam menjaga lima tujuan pokok syari’at
(Maqa>s{id Syari’ah), maka al-Syatibi membaginya kepada tiga
kategori dan tingkat kekuatan kebutuhan akan mas{lah{ah, yakni:
1) Al-Mas{lah{ah

al-D{aru>riyah

(kemas{lah{atan

primer)

adalah

kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat
manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini, terdiri atas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

lima yaitu: memeilahara agama, memelihara jiwa, memelihara
akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta. Kelima dari

kemas{lah{atan ini disebut dengan al-mas{a>lih al-khamsah.
2) Al-Mas{lah{ah

al-Hajiyyah (kemas{lah{atan sekunder) adalah

sesuatu yang diperoleh oleh seseorang untuk memudahkan dalam
menjalani hidup dan menghilangkan kesulitan dalam rangka
memelihara lima unsur di atas, jikatidak tercapai manusia akan
mengalami

kesulitan

seperti

adanya

ketentuan

ruksh{ah

(keringanan) dalam ibadah.
3) Al-Mas{lah{ah

Tahsiniyah

(kemas{lah{atan

tersier)

adalah

memelihara kelima unsur pokok dengan cara meraih dan
menetapkan hal-hal yang pantas dan layak dari kebiasaankebiasaan hidup yang baik, serta menghindarkan sesuatu yang
dipandang sebaliknya oleh akal.7
b. Mas{lah{ah bedasarkan segi kandungannya
Bila ditinjau dari segi kandungan, jumhur ulama’ membagi

mas{lah{ah kepada dua tingkatan yakni:
1) Al-Mas{lah{ah al-‘Ammah (mas{lah{ah umum) yang berkaitan
dengan kepentingan orang banyak. Kemaslahatan umum itu tidak
berarti untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk
kepentingan mayoritas umat atau kebanyakan umat. Misalnya,
para ulama membolehkan membunuh penyebar bid’ah yang dapat
7

Ibid., 155.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

merusak aqidah umat, karena menyangkut kepentingan orang
banyak.8
2) Al-Mas{lah{ah al-Kha>ssah (mas{lah{ah khusus/pribadi), yang terkait
dengan orang-orang tertentu. Seperti adanya kemaslahatan bagi
sesorang istri agar hakim menetapkan keputusan fasah{ karena
suami dinyatakan hilang.9
c. Mas}lah{ah dilihat dari segi keberadaan Mas}lah{ah menurut syara’
Sedangkan mas}lah{ah dilihat dari segi keberadaan mas}lah{ah
menurut syara’, menurut Muhammad Mustafah Syatibi dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1) Al-Mas{lah{ah al-Mu’tabarah yaitu mas{lah{ah yang secara tegas
diakui oleh syariat dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan
hukum untuk merealisasikannya. Misalnya:
a) Agama bagi seseorang merupakan fitrah, pemerintah dalam
menerapkan tujuan syariat yang bersifat d{aruriyah ini harus
melindungi agama bagi setiap warga negaranya. Dalam
keberagaman

Islam

selalu

mengembangkan

tasammuh

(toleransi) terhadap pemeluk agama lain.10
b) Perlindungan terhadap jiwa, hikmah keberadaan syariah
dengan aturannya melindungi jiwa manusia agar terhindar dari

8

Narun Haroen, Ushul Fiqih I, (Jakarta: Logos, 1996), 116.
Asmawi, Teori Mas{lahat dan Relevansi dengan Perundang-undangan Pidana Kusus di Indonesia,
(Jakarta: dalam Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 54-55.
10
A. Rahmat Rosyadidan Rais Ahmad, Formulasi Syariat Islam dalam Prespektif Tata Hukum
Indonesia, (Bogor: Ghalila Indonesia, 2006), 47.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kezaliman orang lain,11 dalam firman Allah surat al-Isra’ ayat
33:
ََََ….ََ َََََََ
Artinya: ‚Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar.12
c) Keberadaan syariah ialah melindungi akal pikiran supaya ia
tetap sehat dan berfungsi dengan baik. Segala perkara yang
dapat merusak kesehatan akal harus segera disingkirkan.13
Sebagaimana dalam firman Allah surat al-Maida>h ayat 91:
ََ َ َ َ َ َ َ َ َ 
ََََََََ ََََََ
Artinya: ‚Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan
kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)‛.14
d) Perlindungan terhadap kehormatan manusia, karena manusia
adalah mahkluk mulia, kehormatannya senantiasa dijaga dan
dilindungi oleh syariah.15 Ayat firman Allah dalam surat alIsra’ ayat 70:

11

Hamzah Ya’kub, Pengantar Ilmu Syariah Hukum Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1995), 48.
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahan, 285.
13
Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia , (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), 12.
14
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahan, 123.
15
Hamzah Ya’kub, Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam) , 46.
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ََ َ َ َ َ َ َ َ َ 
َ ََََََََََ
Artinya: ‚Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anakanak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.‛16
e) Perlindungan terhadap harta, untuk menjaga harta agar
tidak beralih tangan secara tidak sah, atau dirusak orang,
syariat

Islam

telah

mengaturnya.

Misalnya,

Islam

membolehkan manusia melakukan berbagai transaksi
dalam muamalah.17 Sebagaiman