DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN (STUDI KASUS DIDESA PETITENGET-KEROBOKAN-BALI).

(1)

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN (STUDI KASUS DIDESA PETITENGET-KEROBOKAN-BALI)

PUTU RATIH PERTIWI

FAKULTAS PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA

2015

BAB 1 PENDAHULUAN


(2)

1.1Latar Belakang Masalah

Pariwisata merupakan suatu industri jasa yang melibatkan berbagai macam sektor industri untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan mulai dari daerah asal daerah tujuan hingga kebutuhan akan kepulangan wisatawan ke negara atau daerah asal wisatawan tersebut. Salah satu destinasi pariwisata yang terkenal adalah Pulau Bali, dimana bali menyimpan berbagia keindahan baik alam dan budaya. Salah satu destinasi di Bali yang mengalami perubahan akibat pariwisata adalah daerah Petitenget-Kerobokan, tentunya masyarakat tersebut mendapatkan “kue pariwisata” yang besar. Sebelum pariwista berkembang didaerah petitenget, dahulu daerah tersebut merupakan daerah agraris atau persawahan dengan sistem subaknya yang mengairi persawahan. Keadaan lingkungan dan budaya masyarakat Petitenget berubah setelah terjadi arus pariwisata yang menglobal didaerah tersebut, yaitu adanya perbuahan alih fungsi lahan yang dahulunya sebagai lahan persawahan menjadi lahan pariwisata yang dipergunakan untuk hotel, villa, restoran dan usaha-usaha lain yang mendukung kegiatan pariwisata untuk memuaskan wisatawan yang berkunjung ke daerah Petitenget.

Perubahan alih fungsi lahan dari persawahan ke lahan pariwisata sangat signifikan sekali, hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem lingkungan dan juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat yang dahulunya petani menjadi pelaku pariwisata dan penonton perubahan pariwisata. Perubahan pola kehidupan dan lingkungan masyarakat Petitenget diakibatkan keterbatasan ekonomi sebagai petani yang miskin, kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kesejahteraan para petani, dan meningkatnya harga tanah yang diakibatkan oleh para investor untuk membangun industri bisnis pariwisata, tidak jelasnya peraturan tentang penggunaan lahan pariwisata sebagai pariwisata yang berbasis lingkungan dan masyarakat (ecotourism & community based tourism), sehingga dalam studi lapangan ini, tim peneliti mengambil sebuah tema tentang “Dampak Pariwisata Terhapa Lingkungan di Desa Pettitenget-Kerobokan-Bali”.

1.2Rumusan Masalah

Perubahan alih fungsi lahan dan perubahan pola kehidupan masyarakat di desa Petitenget-Kerobokan-Bali sangat kentara sekali akibat adanya kegiatan pariwisata global yang tidak terbatas mengakibatkan berbagai dampak baik sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam penelitian studi lapangan ini merumuskan masalah dalam hal “Bagiamanakah dampak Pariwisata terhadap perubahan baik sosial, ekonomi dan lingkungan yang terjadi di masyarakat desa Petitenget-Kerobokan-Bali” ?.


(3)

1.3Batasan Masalah

Dalam penelitian studi lapangan ini, peneliti membatasai masalah dalam hal perubahan sosial, ekonomi dan lingkungan yang terkaji di masyarakat desa Petitenget-Kerobokan-Bali.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian yang berbentuk studi lapangan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang terjadi akibat adanya pariwisata di desa Petitenget-Kerobokan-Bali.

BAB II PEMBAHASAN 2.1Kondisi Sumber Daya Daerah Kajian

Luas daerah kelurahan Kerobokan Kelod berdasarkan data topografi yang di keluarkan oleh kelurahan Kerobokan Kelod tahun 2011, dimana wilayahnya terbagi tanah sawah seluar 266 hektar dengan irigrasi setengah teknis seluas 266 hektar, daerah kering seluas 180 hektar yang terdiri dari pekarangan 148 hektar, tegal atau kebun seluas 91 hektar dan lading atau tanah huma seluas 21 hektar.

Batubelig merupakan suatu banjar yang termasuk dalam sistem persubakan Petitenget, yang saat ini memiliki luas areal persawahan sebesar 71 hektar. Daerah Batubelig itu sendiri memiliki luas lahan persawahan saat ini sebesar 10 hektar dari sebelumnya yang bejumlah 34 hektar. Bapak Ketut Gderawan, yang berlaku sebagai wakil pekaseh Petitenget, menjelaskan bahwa terjadi penurunan luas sawah kurang lebih sebesar 65% dari sebelumnya berjumlah 121 hektar menjadi 71 hektar di persubakan Petitengat. Hal tersebut berlangsung


(4)

selama 37 tahun dengan penurunan sebesar 50 hektar. Dari luas lahan persawahan tersebut hasil pertanian yang diperoleh oleh petani sebesar 82 ton per 3 bulan yang mana nilai hasil penjualannya sebesar Rp. 240,- per kg.

Sistem persubakan Petitenget terdiri dari batubelig, umalas 1, umalas 2. Daerah – daerah tersebut masih aktif dalam penggarapan sawah, walaupun kibik & kualitas air yang mengairi sawah telah terbukti semakin berkurang dikarenakan peralihan lahan. Peralihan lahan yang terjadi di daerah Batubelig kebanyakan menjadi restoran atau warung makan, dan sedikit villa dan hotel – hotel kecil yang menyebabkan penyumbatan aliran air oleh sampah terutama sampah unorganik seperti plastic, kaca, dan botol minuman. Disamping itu menurunnya kualitas air di daerah tersebut disebabkan oleh bahan-bahan kimia maupun sisa hasil produksi restoran yang berupa minyak jenuh yang telah terbukti meresahkan para petani sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan kegagalan panen.

Aturan yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai pembangunan di dearah persawahan sebenarnya dapat dijadikan standar guna menjaga keseimbangan ekosistem namun kenyataannya dari pengamatan dilapangan, banyak petani mengeluhkan pembangunan yang dilakukan oleh para developer dalam membangun perumahan tanpa mengindahkan peraturan tersebut salah satu pelanggarannya dengan menutup selokan-selokan yang mengairi areal persawahan penduduk.

2.2 Kondisi Pariwisata Lingkungan Banjar Batubelig

Banjar Batubelig menawarkan suasana pedesaan yang masih asri, hamparan sawah serta akses yang mudah menuju dearah pariwisata Kuta dan Seminyak, merupakan suatu daya tarik tersendiri bagi para wisatawan dalam memilih dearah Kerobokan Kelod terutama Umalas dan Batubelig menjadi 2nd residence mereka selama berlibur atau bekerja di bali dalam waktu yang singkat maupun panjang. Melihat trend semacam ini, beberapa pihak telah melihat peluang dalam membangun berbagai jenis fasilitas pariwisata seperti reatoran dan hotel kepada wisatawan maupun ekspatriat.

Selain fasilitas pariwisata yang semakin merambah lahan pertanian, investor telah jeli melihat arah perkembangan daerah Umalas dan Batubelig sebagai daerah yang memiliki nilai lebih dari sekedar objek wisata masal di Kuta maupun Seminyak. Hal tersebut dapat dilihat dari menjamurnya berbagai fasilitas super mewah yang dibangun seperti Hotel W, Restoran Metis, dan RobPeetoom Salon yang tentunya diperuntukan untuk pasar tamu high-end.

Dengan banyaknya wisatawan maupun ekspatriat yang bermukim di sekitar daerah Batubelig maupun Umalas serta berbagai fasilitas yang ditawarkan, sudah tentunya akan membawa dampak yang postif kepada


(5)

masyarakat dibidang perekonomian. Masyarakat setempatpun telah menikmati kue pariwisata tersebut dengan ikut berpartisipasi dalam menyediakan beberapa fasilitas akomodasi yang berkelas menengah serta beberapa artshop yang dimiliki oleh penduduk local.

Saat ini jika dilihat sebagai daerah potensi pariwisata, dearah sekitar Batubelig maupun Umalas dapat dikatakan sebagai suatu bentuk dearah pedesaan yang menikmati dampak positif dan menerima dampak negatif dari pariwisata itu sendiri. Para investor tertarik untuk menginvestasikan dananya di daerah – daerah tersebut dikarenakan daerah tersebut masih menyisakan hamparan persawahan yang dapat memberikan ketenangan. Dilain pihak, dengan perkembangnya pariwisata dan meningkatnya pembangunan di daerah tersebut, akan mengambil alih fungsi lahan yang sebelumnya sawah menjadi bangunan pendukung pariwisata. Dengan keadaan tersebut akan berdampak pada hilangnya karakteristik dan daya tarik dari daerah – daerah tersebut.

2. 3 Kondisi Lingkungan Batubelig Tahun 1999 – saat ini

Pesatnya pembangunan yang terjadi di kelurahan Kerobokan kelod tentu memiliki pengaruh yang sangat luas terahadap sektor ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya masyarakat setempat. Dengan pembangunan pariwisata di Umalas serta dampak yang dihasilkan dalam bidang ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya. Secara nyata telah terjadi pergeseran karakteristik masyarakat yang sebelumnya sebagai daerah agraris dengan hampir semua masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai petani kini telah mulai meninggalkan aktifitas bertani terebut dan berkecimpung pada sektor pariwisata.

Dari informasi yang kami dapatkan dari wakil pekaseh persubakan petitenget, sebelum pembangunan pariwisata merambah daerah petitenget hampir 90% mata pencaharian masyarakat sekitar adalah bertani. Namun saat ini, dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi bahwa penduduk Umalas saat ini sebagian besar bekerja disektor pariwisata baik itu jatah yang diberikan oleh pihak Hotel, Restoran, yang membangun usaha didaerah mereka.

Jumlah petani saat ini didominasi petani yang berumur 50 tahun keatas sedangkan hampir tidak ada petani yang masih muda atau 50 ytahun kebawah. Karena pemuda di daerah tersebut lebih memilih untuk bekerja di sektor pariwisata karena lebih menjanjikan dan pekerjaan menjadi petani bagi mereka tidak menarik. Semakin terbukanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian di Bali menimbulkan dampak tersedotnya sumber daya manusia produktif dari sektor pertanian.Gejala ini telah di laporkan oleh Windia dan Sucipta (1990) bahwa persepsi pemuda desa tentang pekerjaan petani adalah buruk dengan alasan penghasilan yang diperoleh rendah dan pekerjaan petani tidak nyaman/kotor.


(6)

Saat ini harga lahan di lingkungan Umalas per are sudah mencapai Rp. 700.000.000,-. Sehingga mengakibatkan pola pemikiran khususnya pada petani yang hanya mampu menghasilkan hasil panen 3 kali dalam satu tahun. Sebagian petani yang memiliki pola piker lebih modern tidak mau menjual lahannya namun hanya disewakan dengan nilai sewa mulai Rp. 10.000.000 – Rp. 15.000.000 per tahun, hasil sewa lahan yang didapatkan petani jauh lebih tinggi dari hasil panen sebanyak 3 kali dalam setahun.

2.4 Pengertian Alih Fungsi

Alih fungsi tanah merupakam kegiatan perubahan peggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar (Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein, 1995).

Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada luasnya tanah yang dimohon, apabila luas tanah pertanian yang dimohonkan perubahan penggunaannya ke tanah non pertanian kurang dari 10.000 m3 maka ijin yang diperlukan adalah ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sedangkan apabila lebih dari 10.000 m3 maka ijin yang diperlukan adalah i jin lokasi. Lebih lanjut akan dibahas dalam sub bab dibawah ini.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.


(7)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN 3.1Kesimpulan

Tujuan dari petani berusaha tani adalah untuk subsistensi atau memenuhi kebuthuan sendiri atau keluarganya. Keinginana tersus menerus akan lahan mencerminkan preferensi petani tentang kestabilan jangka panjang pendapatannya dari lahan dibandingkan ketidak pastian pasar tenaga kerja. Pilihan tersebut juga menerangkan mengapa penyakap umumnya lebih memilih sistem bagi hasil yang memberika kesempatan berbagi resiko dengan pemilik lahan dibandingkan dengan sistem sewa tunai yang menjadikan resiko berusaha tani menjadi tanggungannya sendiri. Selain itu kunci bagi subsustensi yang stabil adalah akses yang aman terhadap lahan subur serta adanya jaminan sosial pada masa – masa sulit yang diberikan oleh pemilik. Karena kondisi susistensinya itu penyakap perlu perlindungan. Walaipun persyaratan bagi hasil memberatkan penyakap hal itu tetap dipilih sepanjang hal itu memberika tempat untuk meminjam uang demi menjamin kesejahteran minimal saat panen tiba (Scott, 1993).

Kemajuan pariwisata di daerah Batubelig ini berpengaruh sangat nyata terhadap alokasi tenaga kerja keluarga untuk pekerjaan luar pertanian seperti do sektor pariwisata. Selain itu kemajuan periwisata juga berpengaruh terhadap refernsi petani pada cara memperoleh hak dalam mengerjakan lahan orang lain. Di daerah pariwisata, petani lebih menyukai sewa tunai daripada bagi hasil. Sistem oenguasaan lahan (pemilik-penggarap, bagi hasil tanpa kekerabatan, dan bagi hasil dengan kekerabatan) berpengaruh sangat nyata terhadap pendapat kerja petani, pendapatan kerja keluarga, dan pendapatan keluarga serta berpengaruh terhadap produktivitas lahan.


(8)

Tingkat pendidikan rendah dan umur lanjut menyebabkan petani di daerah pariwisata tidak mampu memanfaatkan terbukanya kesempatan kerja di luar pertanian di daerah pariwisata.

3.2Saran

Diperlukan ketegasan dari pemerintah dan kerjasama dari masyarakat untuk menjaga kelestarian persawahan serta pengairannya. Juga perlu adanya ketegasan dari pemerintah untuk melestarikan kawasan Batubelig Pemerintah mempeunyai peranan penting dalam menegakkan dan menertibkan peraturan tentang lahan hijau dan persawahan yang ada di desa tersebut. Dan masyarakat diharapkan teguh pendiriannya agar tidak pengaruh oleh rayuan investor – investor asing yang akan membeli sawahnya untuk mendirikan bangunan – banguan komersial demi pengembangan pariwisata seperti, villa, restoran, spa, hotel, resort, dan lain – lain.


(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN (STUDI KASUS DIDESA PETITENGET-KEROBOKAN-BALI)

ORIGINALITY REPORT 16% SIMILARITY INDEX 16% INTERNET SOURCES 0% PUBLICATIONS 4% STUDENT PAPERS PRIMARY SOURCES www.serdangbedagaikab.go.id Internet Source 6%

eprints.undip.ac.id Internet Source 5%

werdhapura.penataanruang.net Internet Source 3%

www.kostresidencebandung.com Internet Source 1%

kabudayaanurang.blogspot.com Internet Source 1%

sisiliyablog.blogspot.com 1 2 3 4 5


(25)

Internet Source <1%

candranopitasari.blogspot.com Internet Source <1%

EXCLUDE QUOTES OFF EXCLUDE MATCHES OFF

6


(26)

EXCLUDE OFF BIBLIOGRAPHY


(1)

(2)

(3)

(4)

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN (STUDI KASUS DIDESA PETITENGET-KEROBOKAN-BALI)

ORIGINALITY REPORT 16% SIMILARITY INDEX 16% INTERNET SOURCES 0% PUBLICATIONS 4% STUDENT PAPERS PRIMARY SOURCES www.serdangbedagaikab.go.id

Internet Source 6%

eprints.undip.ac.id

Internet Source 5%

werdhapura.penataanruang.net

Internet Source 3%

www.kostresidencebandung.com

Internet Source 1%

kabudayaanurang.blogspot.com

Internet Source 1%

sisiliyablog.blogspot.com 1 2 3 4 5


(5)

Internet Source <1%

candranopitasari.blogspot.com

Internet Source <1%

EXCLUDE QUOTES OFF EXCLUDE MATCHES OFF

6


(6)

EXCLUDE OFF BIBLIOGRAPHY