PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK: Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL
UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK
(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Profita Kota BandungTahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
Yuniar Karima
060713
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
(2)
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI PESERTA DIDIK
(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas
X SMK Profita Kota Bandung
Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh Yuniar Karima
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
© Yuniar Karima 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
(3)
(4)
ABSTRAK
Yuniar Karima, 060713. (2013). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena perilaku maladjustment remaja. Dalam penelitian ini perilaku salah suai remaja dianggap sebagai dampak dari ketidakberhasilan remaja dalam menghadapi kondisi adversitas dalam hidupnya. Kemampuan individu dalam menghadapi kondisi adversitas disebut sebagai resiliensi. Produk penelitian ini adalah rancangan program bimbingan dan konseling pribadi sosial hipotetik untuk meningkatkan resiliensi peserta didik. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah 414 peserta didik kelas X SMK Profita Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, dan 157 peserta didik sebagai sampel. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling, yaitu sampel penelitian didapatkan secara acak. Penelitian ini menghasilkan : (1) gambaran umum resiliensi peserta didik kelas X SMK Profita Kota Bandung, yang sebagian besar berada pada kategori sedang; (2) tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat resiliensi peserta didik dari keluarga utuh dengan peserta didik dari keluarga tidak utuh; dan (3) rancangan program bimbingan dan konseling pribadi sosial hipotetik untuk meningkatkan resiliensi peserta didik. Hasil penelitian ini merupakan rekomendasi bagi : (1) Guru bimbingan dan konseling, sebagai upaya tindak lanjut dalam mengimplementasi program bimbingan dan konseling pribadi sosial dalam meningkatkan resiliensi peserta didik yang telah dirancang; (2) Peneliti selanjutnya, dapat melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan mencari metode atau teknik yang lebih efektif dalam meningkatkan resiliensi siswa; (3) Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling.
Kata Kunci : Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial, Resiliensi, Keluarga Utuh dan Tidak Utuh
(5)
ABSTRACT
Yuniar Karima. 060713. (2013). Personal Social Guidance and Counseling Program for Improving Resilience of Students (Descriptive Study of Students in 10th grade SMK Profita Bandung School Year 2012/2013).
this research is motivated by the phenomenon of adolescent maladjustment behavior. In this study the behavior of adolescents considered one custom as a result of the failure of youth in the face of adversity conditions in his life. The ability of individuals in the face of adversity is the condition referred to as resilience. Product of this research is the design of hypothetic social personal guidance and counseling program to improve the resilience of students. The research method uses a quantitative approach, the descriptive method. The population in this study were 414 students of 10th grade SMK Profita Bandung School Year 2012/2013, and 157 students in the sample. Sampling study using simple random sampling technique, the sample obtained at random. This research resulted in: (1) An overview of the resilience of 10th class students of SMK Profita Bandung, most of which are medium category; (2) Comparison of the student’s level of resilience intact and non-intact families are not significant; and (3) The design of social personal guidance and counseling program to improve the resilience of hypothetical students. The result of this study are recommended for : (1) Guidance and Counseling Teacher, as a follow-up effort in implemented the social personal guidance and counseling program in improving the resilience of students who have designed; (2) Next Researchers, continue to research and seek methods or techniques that more effective in increasing student resilience; (3) Educational psychology and guidance majors, this study is expected to enrich the wealth of knowledge and in the development guidance and counseling.
Keywords: social personal guidance and counseling program, resilience, and intact and non-intact family.
(6)
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK……….. i
KATA PENGANTAR ………... ii
UCAPAN TERIMA KASIH………. iii
DAFTAR ISI ……….. v
DAFTAR TABEL……….. vii
DAFTAR GRAFIK……… ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... B. Identifikasi Dan Perumusan Masalah……….. C. Tujuan Penelitian ………... D. Metode Penelitian ……….... E. Hipotesis ………... F. Manfaat Penelitian ………..………... G. Struktur Organisasi Skripsi... 1 8 10 10 11 11 12 BAB II KONSEP DASAR RESILIENSI DAN PROGRAM BIMBINGAN KONSELING A. Konsep Resiliensi ………... 13
B. Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik …... 35
C. Langkah-langkah Penyusunan Program ………... 39
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ………... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ……..……… 42
B. Pendekatan Penelitian ………….……… 44
C. Metode Penelitian ………...………. 44
D. Definisi Operasional Variabel ..…….………. 45
E. Pengembangan Instrumen ……… 47
F. Uji Coba Alat Ukur ………. 49
G. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ..………. H. Pengumpulan Data Penelitian ………. I. Prosedur Pengolahan Data ……….. J. Teknik Analisis Data ………... 49 56 57 59 BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian …….……….. B. Pembahasan Hasil Penelitian .………….……… C. Rancangan Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik ………. 61 84 98 D. Keterbatasan Penelitian……… 110
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 112
(7)
DAFTAR PUSTAKA……….. 114 LAMPIRAN
(8)
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10
Jumlah Populasi Penelitian ………. Anggota Sampel Penelitian ………. Kisi-kisi Pengungkap Resiliensi ………. Pola Skor Pilihan Angket Resiliensi Peserta didik ………… Hasil Uji Validitas ………... Kisi-kisi Instrumen Resiliensi Peserta Didik (Sebelum Uji Coba) ………...………... Kisi-kisi Instrumen Resiliensi Peserta Didik (Setelah Uji Coba) ………...………... Kriteria Reliabilitas Instrumen ……….... Tingkat Relibilitas Resiliensi ………... Kategori Skor Resiliensi ………... Kategori Resiliensi ………... Gambaran Umum Resiliensi Peserta Didik ……... Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik ………… Gambaran Umum Indikator Resiliensi Peserta Didik …...… Gambaran Umum Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh ………..……… Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh ………..……… Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Utuh ………….…..……… Perbandingan Umum Tingkat Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh dan Tidak Utuh ……….………….. Perbandingan Dua Rata-rata Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh dan Tidak Utuh ……….………….. Signifikansi Perbandingan Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh dan Tidak Utuh ……….………….. 10 Indikator Terendah dari Aspek yang Membangun
42 43 47 49 50 51 53 55 56 58 58 61 65 66 73 77 80 81 83 84
(9)
Tabel 4.11
Resiliensi ………..……….
Pengembangan Tema Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Resiliensi ………
101
(10)
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 4.3 Grafik 4.4 Grafik 4.5 Grafik 4.6 Grafik 4.7 Grafik 4.8 Grafik 4.9 Grafik 4.10 Grafik 4.11 Grafik 4.12 Grafik 4.13 Grafik 4.14
Gambaran Umum Resiliensi Peserta Didik ……... Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik ………… Gambaran Umum Indikator Aspek Regulasi Emosi ...…...… Gambaran Umum Indikator Aspek Pengendalian Impuls...…
Gambaran Umum Indikator Aspek Optimisme ……....…...… Gambaran Umum Indikator Aspek Empati ………....…...… Gambaran Umum Indikator Aspek Analisis Sebab Akibat .… Gambaran Umum Indikator Aspek Efikasi Diri ……...…...… Gambaran Umum Indikator Aspek Membuka Diri ...…...… Gambaran Umum Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh ………..……… Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Utuh ………..……… Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Utuh ………….…..……… Gambaran Umum Aspek Resiliensi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Utuh ..………..……… Perbandingan Tingkat Resiliensi Berdasarkan Rata-rata Peserta Didik dari Keluarga Utuh dan Tidak Utuh.…………..
62 63 67 68 69 70 71 72 73 74 75 78 78 82
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan tonggak yang akan memajukan suatu bangsa, karena sebuah negara akan dipandang baik apabila sistem pendidikan di negaranya berkembang pesat. Pendidikan beserta aspek penunjang lainnya seperti teknologi, ekonomi dan lain-lain berperan sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan yakni menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang cerdas dan mampu menghadapi masalah. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Definisi pendidikan tersebut menggambarkan tujuan proses pendidikan yang komprehensif. Tujuan pendidikan tidak hanya berorientasi pada pengembangan intelektual peserta didik tetapi juga pada kekuatan spiritual keagamaan dan kepribadian. Kemajuan pendidikan juga tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya, karena perkembangan individu yang optimal bukan hanya upaya individu itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan bimbingan dari sekitarnya. Demi tercapainya perkembangan yang optimal, menyediakan fasilitas yang memadai dan lingkungan yang dapat mendukung proses perkembangan tersebut adalah bagian dari tujuan pendidikan.
Usia remaja merupakan usia yang rentan, karena pada usia ini peserta didik berada pada masa transisi, membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang-orang sekitarnya, ia membutuhkan model dalam pengembangan dirinya. Dariyo (2002: 14) mengungkapkan bahwa masa remaja sering dikatakan sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis dan psikososial. Usia remaja awal berlangsung
(12)
antara usia 13-16 tahun dan usia remaja akhir berkisar antara usia 17-18 tahun. Masa remaja, merupakan fase penting yang perlu diperhatikan lebih seksama karena pada masa ini individu mengalami saat-saat penuh tekanan dan harapan. Pada periode ini individu mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu, berbagai gejolak timbul karena fungsi sosial remaja sedang mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan memantapkan posisinya dalam masyarakat); pertumbuhan fisik (perkembangan tanda-tanda seksual sekunder), perkembangan inteligensi (penalaran yang tajam dan kritis), serta perubahan emosi (lebih peka, cepat marah dan agresif). Masa remaja merupakan masa mencari jati diri dan mengenal siapa dirinya. Apabila remaja gagal mengenal identitas dirinya, ia akan kehilangan arah dan tidak mampu mengarahkan dirinya ke arah yang positif. Hurlock (1994: 213) menyatakan bahwa lingkungan sosial yang menimbulkan perasaan aman serta keterbukaan dapat berpengaruh positif bagi hubungan sosial yang dilakukannya.
Kay (Yusuf, 2000: 72) mengemukakan beberapa tugas perkembangan remaja, yaitu sebagai berikut :
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri.
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung).
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.
Dibutuhkan proses yang cukup lama dari anak-anak hingga remaja agar individu mampu dengan lapang dada menerima perbedaan dan menghadapi setiap kemungkinan yang akan terjadi dalam hubungan sosialnya. Penanaman pemahaman sejak dini pun turut mempengaruhi interaksi remaja dengan lingkungan sekitarnya. Mampu menerima perbedaan baik kekurangan dan kelebihan masing-masing, memaafkan kesalahan orang lain, memahami bahwa
(13)
tidak semua orang mampu bersikap baik, semua harapan tidak selalu dapat menjadi kenyataan, bahwa hidup tidak selalu bahagia, kesadaran tersebut merupakan aset individu dalam menjalani fase-fase hidupnya.
Berbagai masalah yang timbul di usia remaja dipengaruhi berbagai faktor yang sangat kompleks. Salah satu hal yang paling berpengaruh pada konflik yang dialami remaja yaitu berkaitan dengan harapan akan kenyataan. Mengingat emosi remaja yang belum stabil karena faktor hormonal, remaja seringkali mudah terpengaruh oleh kenyataan yang terjadi. Dari hal yang sederhana sampai hal yang rumit dapat mempengaruhi semangat dan motivasinya dalam berprestasi. Apalagi jika remaja menemukan kondisi yang tidak menyenangkan baginya (adversif). Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Kramer, 2009: 13). Schoon (2006: 5) mengungkapkan bahwa adversitas dapat membawa remaja pada resiko. Remaja beresiko (at-risk adolesence) biasanya menjadi remaja yang rentan (vulnerable adolesence) dan remaja yang demikian memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi remaja bermasalah (troubled adolesence). Adversitas ini dapat menjadi pemicu utama timbulnya konflik dan masalah psikologis bagi remaja. Adversitas bisa berupa musibah, keadaan tidak sesuai harapan atau sulit, pengalaman buruk, kejadian tidak menyenangkan, serta stressor yang dianggap berat dan dapat menyebabkan trauma.
Goodman & Leroy (McKean & Misra, 2000: 41) mengungkapkan sumber stres peserta didik dikategorisasikan menjadi: akademik, keuangan, yang berkaitan dengan waktu dan kesehatan, dan self-imposed. Lazarus dalam Rachmawati (1998: 12) mengemukakan bahwa stres pada umumnya menimpa individu yang merasakan tuntutan dari luar dirinya melebihi kemampuan yang dimilikinya, sehingga individu sulit menyesuaikan dengan tuntutan tersebut. Tekanan yang dialami remaja bukan hanya diakibatkan oleh perannya sebagai pelajar saja, tapi juga sebagai anak. Tidak jarang masalah ini timbul dari keluarga, konflik dalam keluarga, pola asuh yang otoriter, tidak harmonis, anggota keluarga yang memiliki penyakit fisik atau psikologis, kematian serta perceraian orang tua bisa menjadi pemicu paling besar. Hakikatnya keluarga merupakan pelindung
(14)
yang membuat remaja merasa nyaman, tempat mengadukan segala beban dan kebahagiaan, apabila lingkungan utama tidak memberikan kehangatan, maka terjadinya konflik sangat mungkin terjadi.
Beberapa data dari hasil survey menjelaskan bahwa pengalaman terhadap adversitas berkaitan dengan penggunaan obat terlarang pada remaja. Dalam situs
legalinfo-online.com (2011: 1) tercatat bahwa kurangnya kasih sayang orang tua, konflik parental berkelanjutan dan minimnya supervisi dari orang tua memiliki pengaruh sebanyak 76% terhadap kecenderungan penggunaan obat terlarang pada remaja. Perilaku salah suai remaja juga tercermin dalam bentuk masalah selain penyalahan narkoba, LPM Cinta Kartini (2010: 1) mencatat bahwa dari 314 orang PSK remaja, 41% memutuskan untuk menjadi PSK dikarenakan kesulitan ekonomi keluarga, 26% dikarenakan keluarga yang kurang harmonis dan perceraian orang tua, 15% dikarenakan pernah mengalami kekerasan seksual dan perkosaan, 11% karena putus dengan kekasih, dan 7% karena berbagai alasan lainnya seperti ingin coba-coba atau dipengaruhi oleh teman. Warnadi (2012: 1) mengungkapkan bahwa masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam batin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah merasa tidak aman (insecurity), tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya yang pergi, marah, sedih dan kesepian, kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai. Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Ketidakberhasilan remaja dalam menghadapi dan mengatasi kondisi adversitas dalam hidupnya dapat membuat remaja bersikap maladjustment, apalagi jika lingkungan sekitar tidak mendukung dirinya untuk mampu bangkit dan menyelesaikan konflik dalam hidupnya, remaja cenderung menyerah dan memilih bersikap agresif dengan melarikan diri ke hal-hal yang negatif.
(15)
Menurut Badan dan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, tercatat lebih dari setengah remaja telah melakukan hubungan suami istri. Wahyuni, Kasubid Kesehatan Seksual BKKBN (2010: 1) mengungkapkan bahwa "Pada saat ini para remaja dihadapkan pada masalah besar yang berkaitan dengan penularan HIV dan AIDS, karena tiga permasalahan. Salah satunya yaitu meningkatnya seks pranikah 51% untuk kawasan Jabodetabek,". Fenomena ini terjadi karena akses negatif terbilang cukup mudah di zaman teknologi ini. Hal tersebut linier dengan mengikisnya moral di kalangan remaja serta kurangnya pengawasan dan bimbingan dari orang tua.
Menurut Tedi Hidayat, psikolog Universitas Indonesia dalam Santosa (2011: 1) saat ini kenakalan remaja sudah bergerak ke arah yang lebih kronis, yaitu kriminalitas, dimana remaja bukan hanya membahayakan dirinya sendiri tetapi juga orang lain. Kasus penyiraman air keras yang dilakukan pelajar dalam aksi tawuran beberapa waktu lalu merupakan tindakan agresif yang bukan lagi bagian dari kenakalan remaja tetapi sudah mengarah pada kriminalitas. Hal ini senada dengan yang dikatakan pihak polisi, Kapolres Depok Kombes Pol Mulyadi Kaharni (Virdhani, 2012: 1) bahwa saat ini kenakalan remaja sudah mengarah pada tindakan kriminal. Dalam catatan Polres Depok dimana seorang remaja di Bojonggede yakni AD (14) juga menjadi pelaku pembunuhan terhadap Jordan Raturommon dan anaknya, Edward Raturommon di Ragajaya, Bojonggede, Kabupaten Bogor. Tak hanya itu, Mulyadi (Virdhani, 2012: 1) menambahkan biasanya remaja atau pelajar identik dengan kenakalan seperti narkoba, mabuk, dan tawuran. Namun kini sudah bergeser menjadi pelaku pencurian, pemerkosaan, perampokan, hingga pembunuhan. Tidak hanya berakibat pada kecenderungan timbulnya kenakalan remaja, tetapi pengalaman terhadap adversitas juga dapat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Morland (1999: 40) mengemukakan bahwa orang yang baru mengalami adversitas biasanya akan menjadi rapuh dan sangat beresiko terhadap berbagai masalah kejiwaan yang patologis. Hal ini disebabkan karena individu tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi situasi-situasi sulit yang tidak terduga dalam hidupnya. Masalah kejiwaan ini bisa berupa
(16)
frustrasi, stres, paranoid, depresi, kesedihan berkepanjangan, histeria, skizofrenia, dan akibat terparah seperti bunuh diri.
Schwartz, dkk dalam Egan dan Todorov (2009: 200) kasus bullying di sekolah telah dilaporkan di banyak negara termasuk Amerika, Kanada, Australia, New Zealand, Norway, Finlandia, Jerman, Belanda, Belgia, Itali, Spanyol, Portugal, Prancis, Switzerland, Korea, Jepang dan China. Whitney dan Smith dalam Egan dan Todorov (2009: 200) melakukan survey terhadap 6000 peserta didik dari 24 sekolah di Sheffield, Inggris, menemukan bahwa 27% dari peserta didik sekolah dasar dan 10% dari peserta didik menengah pertama dilaporkan telah mengalami bullying selama masa survei dilakukan. Terungkapnya fenomena
bullying di Indonesia ditandai dengan ospek di IPDN dan di SMA Don Bosco (Hasbullah, 2011: 1).
Fenomena kenakalan remaja memang sebagian merupakan dampak yang ditimbulkan oleh konflik-konflik yang berasal dari keluarga, tetapi melihat fenomena kenakalan remaja saat ini, dan besar kemungkinan bahwa masalah dan tekanan yang dialami remaja bertambah akibat kenakalan remaja itu sendiri. Selain perceraian, fenomena child abuse, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa 15% remaja memilih menjadi PSK karena pernah mengalami kekerasan seksual. Perceraian, child abuse, bullying, perkelahian, tawuran, perkosaan dan pembunuhan bukan lagi hal-hal yang bisa diabaikan, dan saat ini jumlah korbannya semakin meningkat. Terutama remaja yang seharusnya menjadi penerus dan pembangun bangsa di masa depan. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini remaja di sekolah umum pun dimungkinkan memiliki trauma baik akibat dari masalah keluarga ataupun masalah dengan lingkungan di luar rumah (sekolah, tetangga, dan lainnya). Berbagai kejadian ini yang berat ini tentu dapat menimbulkan trauma baik yang bersifat permanen ataupun temporary, hal ini tentunya merupakan hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut, karena di sekolah umum pun kemungkinan tetap ada peserta didik yang memiliki luka psikologis yang berat.
SMK Profita adalah salah satu sekolah kejuruan yang cukup lama berdiri. Kegiatan dan pendidikan di sekolah kejuruan tentu tidak sama dengan sekolah
(17)
menengah biasa, ada bidang keilmuan yang lebih didalami. Melalui wawancara yang dilakukan dengan konselor sekolah SMK Profita, ada beberapa peserta didik yang sulit mengontrol diri ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, dari mulai masalah akademik, keluarga, teman dan hubungan dengan lawan jenis. Sulit mengontrol diri disini yaitu ada peserta didik yang sampai mengalami histeria ketika mengalami kondisi adversitas, ia tidak dapat menerima dan merasa tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Remaja yang memiliki lingkungan keluarga yang hangat mungkin saja akan lebih terbantu dalam menjalankan perannya, tetapi jika ada tekanan atau tuntutan lain dari luar sekolah, hal ini dapat semakin menambah beban remaja yang bisa membuatnya menyerah dan tidak mampu bertahan dengan situasi yang tidak diinginkan atau disukainya. Seseorang memerlukan kekuatan untuk bisa bertahan dan menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya. Kemampuan bertahan dan bangkit tersebut disebut sebagai resiliensi (daya lentur). Saat ini banyak penelitian kontemporer yang sepakat bahwa resiliensi mengarah pada positive outcome, adaptasi atau kompetensi dalam menghadapi bahaya signifikan, adversitas dan stres (Goldstein & Brooks, 2005: 108).
Resiliensi didasari oleh pandangan kontemporer yang muncul dari bidang psikiatri, psikologi, dan sosiologi, yaitu tentang bagaimana anak, remaja, dan orang dewasa sembuh dari kondisi stres, trauma dan resiko dalam kehidupan mereka. Resiliensiadalah kemampuan atau kapasias insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang (Desmita, 2006: 228). Grotberg (1995: 10) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Setiap individu pasti mengalami kesulitan, tidak ada individu yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan. Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (2002: 26), bahwa resiliensi adalah
(18)
kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.
Hendriani (2011: 1) mengungkapkan bahwa menjadi individu yang resilien bukan berarti ia tidak pernah mengalami kesulitan atau stres. Justru sebaliknya, suatu jalan untuk menjadi orang yang resilien adalah dengan sering mengalami tekanan-tekanan emosional yang masih bisa dihadapi. Resiliensi juga bukanlah sebuah trait, yang dimiliki ataupun tidak dimiliki oleh seseorang. Akan tetapi resiliensi mencakup perilaku, pikiran dan berbagai sikap yang dapat dipelajari dan dikembangkan dalam diri setiap manusia. Berdasarkan ungkapan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa resiliensi merupakan sesuatu yang bisa dilatih dan dikembangkan. Berhubungan dengan fenomena yang terjadi di lapangan, bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari pendidikan memiliki peran yang besar dalam mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menghadapi situasi-situasi sulit yang terjadi dalam hidupnya.
Bimbingan dan konseling sebagai salah satu bagian integral dari pelaksanaan pendidikan yang mampu memberikan layanan bagi peserta didik. Dalam hal ini, peran konselor sangat dibutuhkan karena bimbingan konseling merupakan upaya pendidikan yang secara khusus menangani masalah-masalah peserta didik. Seperti yang kita ketahui bahwa permasalahan seringkali luput dari perhatian dan pengamatan para ahli pendidikan karena belum ditemukannya akar dari permasalahan yang ada, sedangkan kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan peserta didik. Kartadinata (Yusuf dan Nurihsan, 2006: 7) menjelaskan bahwa bimbingan merupakan upaya yang diberikan untuk membantu individu dalam mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan rancangan program untuk digunakan dalam peningkatan resiliensi peserta didik.
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Terlepas dari usianya, setiap manusia membutuhkan ikatan pertemanan dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, manusia dituntut
(19)
untuk bisa bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apapun yang dihadapinya, baik itu hal-hal yang tidak disukainya ataupun masalah-masalah yang memberatkannya, demi kelangsungan hidupnya yang sehat dan bahagia diperlukan kekuatan dan kelenturan dalam menghadapi berbagai situasi sulit tersebut. Masa remaja adalah suatu periode yang sering dikatakan sebagai periode “badai dan tekanan” yaitu sebagai suatu masa dimana terjadi ketegangan emosi yang tinggi yang diakibatkan adanya perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 1980: 212). Remaja dihadapkan pada berbagai kenyataan yang mungkin tidak sesuai dengan harapannya, dan dengan emosi yang masih labil remaja tetap harus menghadapi setiap episode yang terjadi dalam hidupnya.
Dewasa ini masalah kenakalan remaja semakin kompleks dan memprihatinkan, banyak remaja yang akhirnya terjerumus pada perilaku
maladjustment. Perubahan dan perkembangan teknologi ternyata juga diiringi dengan kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua masa kini. Orang tua dan anak sibuk dengan kecanggihan teknologi yang cenderung bersifat lebih individualis, sehingga terkadang perwujudan bentuk kasih sayang tidak tersampaikan secara langsung karena merasa sudah cukup dengan fasilitas media dan teknologi yang ada, padahal remaja membutuhkan kasih sayang yang tercermin lewat interaksi dan komunikasi yang hangat ketika di rumah. Dampak yang paling terasa karena hal tersebut yaitu kekurangsiapan remaja dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya, yaitu ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, sehingga ketika harus mengalami kondisi adversitas dalam hidupnya remaja cenderung bersikap agresif. Willis (1992: 50) mengatakan bahwa usaha yang tidak berhasil dalam mencari kesesuaian antara keyakinan dengan kenyataan di lapangan akan berakibat pula terhadap perilaku penyesuaian sosial, mungkin berbentuk perilaku salah suai (maladjusted behavior). Resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi pondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional-psikologis seseorang dan resiliensi juga menentukan gaya berpikir dan keberhasilan peserta didik dalam hidupnya (Desmita, 2010: 199).
(20)
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum resiliensi peserta didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung?
2. Bagaimana perbandingan tingkat resiliensi peserta didik yang berasal dari keluarga yang utuh dan tidak utuh Kelas X SMK Profita Kota Bandung? 3. Bagaimana program bimbingan dan konseling pribadi sosial yang secara
hipotetik efektif untuk meningkatkan resiliensi peserta didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Mendeskripsikan gambaran umum resiliensi peserta didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung.
2. Mendeskripsikan perbandingan tingkat resiliensi peserta didik yang berasal dari keluarga yang utuh dan tidak utuh Kelas X SMK Profita Kota Bandung. 3. Menyusun program bimbingan dan konseling pribadi sosial yang secara
hipotetik efektif untuk meningkatkan resiliensi peserta didik Kelas X SMK Profita Kota Bandung.
D.Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum resiliensi peserta didik dan penyusunan program bimbingan pribadi-sosial hipotetik dalam mengembangkan resiliensi peserta didik SMK Profita Kota Bandung. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menentukan masalah penelitian dengan jelas terlebih dahulu (Sugiyono, 2008: 23). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang tengah terjadi saat ini dengan mengolah, menganalisis dan menyimpulkan hasil penelitian. Metode penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran empiris mengenai resiliensi peserta didik. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis data
(21)
dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2008: 21). Hasil analisis data penelitian ini kemudian digunakan sebagai bahan rujukan bagi perancangan program bimbingan pribadi-sosial hipotetik dalam mengembangkan resiliensi peserta didik SMK Profita Kota Bandung.
E.Hipotesis
Resiliensi peserta didik yang berasal dari keluarga utuh lebih tinggi daripada resiliensi peserta didik yang berasal dari keluarga tidak utuh.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, manfaat tersebut, yaitu :
1. Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu syarat untuk memennuhi ujian Sarjana Pendidikan, dapat menambah pemahaman mengenai pengembangan resiliensi peserta didik di sekolah.
2. Guru
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh wali kelas dan guru pembimbing sebagai evaluasi dalam penanganan masalah-masalah peserta didik, serta sebagai acuan bagi guru pembimbing dalam pengembangan teknik yang lebih mendalam dalam mengembangkan resiliensi peserta didik.
3. Sekolah
Merupakan bahan masukan bagi kepala sekolah dalam menentukkan kebijakan-kebijakan sekolah dengan melihat karakteristik dan masalah-masalah peserta didik.
4. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya dalam mengembangkan resiliensi peserta didik.
(22)
5. Peneliti Berikutnya
Peneliti berikutnya dapat melanjutkan penelitian dan menyempurnakan penelitian yang telah dilakukan. Peneliti selanjutnya juga dapat memunculkan ide-ide baru dalam mengembangkan resiliensi peserta didik.
G.Struktur Organisasi Skripsi
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan struktur organisasi skripsi;
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka yang memaparkan kajian teoritis yang membahas tentang karakteristik remaja, definisi resiliensi, faktor faktor-faktor dalam resiliensi, program bimbingan dan konseling pribadi sosial untuk meningkatkan resiliensi peserta didik.
Bab III merupakan bab metodologi penelitian yang mencakup pendekatan penelitian dan teknik sampling, langkah-langkah penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen dan pengumpulan data, uji coba alat ukur, sampel penelitian, persiapan pengumpulan data penelitian, pelaksanaan pengumpulan data, prosedur pengolahan data, dan analisis data akhir;
Bab IV merupakan bab pembahasan yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan temuan penelitian;
Bab V merupakan bab penutup yang menyajikan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian.
(23)
42 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMK Profita yang bertempat di Jl. Pajagalan No. 67 Astana Anyar Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini yaitu peserta didik kelas X SMK Profita Kota Bandung. Pemilihan sampel dilakukan melalui teknik
random sampling, yaitu seluruh populasi (peserta didik kelas X) memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Arikunto, 2009: 95).
Tabel 3.1
Tabulasi Jumlah Populasi Penelitian Kelas Jumlah Peserta didik
X-AK.1 48
X-AK.2 47
X-AP.1 45
X-AP.2 44
X-AP.3 44
X-PS.1 40
X-PS.2 38
X-PS.3 38
X-PS.4 36
X-PS.5 34
Jumlah Peserta didik 414
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik
simple random sampling, yaitu pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi anggota populasi untuk menjadi sampel, dan pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Dalam mengambil sampel penelitian, digunakan rumus sebagai berikut :
(24)
Keterangan : s = sampel n = populasi
(Riduwan, 2005: 65)
Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : s = 15% + 1000 – n x (50% - 15%)
1000 - 100
s = 15% + 1000 – 414 x (50% - 15%) 1000 - 100
s = 15% + 586 x (35%) 900
s = 15% + 0,65% s = 15% + 22,8%
s = 37,8% dibulatkan menjadi 38%
Maka sampel dalam penelitian ini yaitu 38% dari 414 peserta didik. 38% x 414 = 157 peserta didik. Sesuai dengan rumus yang telah dipaparkan sebelumnya maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 157 peserta didik dari 414 peserta didik kelas X. berikut rincian 157 peserta didik yang akan menjadi sampel dalam penelitian :
Tabel 3.2
Anggota Sampel Penelitian Kelas Jumlah Sampel
X-AK.1 16
X-AK.2 16
X-AP.1 15
X-AP.2 16
(25)
X-PS.1 16
X-PS.2 16
X-PS.3 16
X-PS.4 14
X-PS.5 16
Jumlah Peserta didik
157
B.Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif, pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal berupa persentase tingkat resiliensi peserta didik serta perbandingan tingkat resiliensi peserta didik dari keluarga utuh dan tidak utuh di SMK Profita. Pendekatan kuantitatif didesain untuk mendeskripsikan tingkat resiliensi peserta didik SMK Profita serta perbandingan tingkat resiliensi peserta didik yang berasal dari keluarga utuh dan tidak utuh. Hasil deskripsi tersebut kemudian diprediksikan sebagai gambaran umum tingkat resiliensi peserta didik yang dijadikan rujukan dalam perumusan program bimbingan dan konseling pribadi peserta didik SMK Profita.
C.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif, suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai situasi yang terjadi pada saat ini tanpa memperhatikan keadaan sebelumnya, yang kemudian dianalisis dan disimpulkan. Penelitian metode deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran empiris mengenai gambaran umum tingkat resiliensi peserta didik kelas X di SMK Profita Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Metode penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2008: 21) sehingga dapat dijadikan rujukan bagi perancangan
(26)
program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan resiliensi peserta didik sesuai dengan karakteristik peserta didik dari keluarga utuh dan tidak utuh.
D.Definisi Operasional Variabel 1. Resiliensi
Zautra, Hall dan Murray (2010; dalam Reich, 2010: 14) mengemukakan bahwa resiliensi merupakan kapasitas seseorang untuk bertahan dari tekanan yang dialami tanpa terjadi perubahan fundamental pada kehidupannya. Senada dengan ungkapan Zautra, Hall dan Murray, (Schoon, 2006: 6) mengatakan bahwa asumsi mendasar dalam studi mengenai resiliensi adalah bahwa beberapa individu tetap baik-baik saja meskipun telah mengalami situasi yang sarat adversitas dan beresiko, sementara beberapa individu lainnya gagal beradaptasi dan terperosok dalam adversitas atau bahaya yang lebih berat lagi. Reivich & shatte (2002: 33) membagi komponen utama dalam mengukur resiliensi individu menjadi tujuh kemampuan, yaitu: regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis sebab akibat, efikasi diri, membuka diri.
a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation), pengaturan emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang ketika menghadapi tekanan. Individu yang resilien menggunakan pengembangan keahlian yang tepat yang dapat membantu mereka mengontrol emosi, perhatian dan tingkah laku.
b. Pengendalian Dorongan (Impulse Control), individu yang resilien akan mampu mengendalikan dorongan, keinginan serta hambatan yang muncul dari dalam dirinya.
c. Optimisme (optimism), individu yang resilien adalah individu yang optimis, memiliki harapan di masa depan dan percaya bahwa individu mampu mengontrol arah hidupnya.
d. Analisis Penyebab (Causal Analysis), analisis penyebab atau analisis sebab akibat adalah kemampuan individu untuk mengidentifikasi secara akurat sebab-sebab dari masalah yang sedang mereka hadapi.
e. Empati (Empathy), kemampuan individu dalam mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain.
(27)
f. Efikasi Diri, merupakan kepekaan pada diri individu bahwa individu efektif di dunia. Rasa peka tersebut menggambarkan keyakinan individu bahwa dia mampu memecahkan masalah yang mungkin dialami, dan yakin bahwa dia memiliki kemampuan untuk berhasil.
g. Membuka diri (reaching out), membuka diri merupakan kemampuan individu untuk menjalin hubungan dengan orang lain, mencari hubungan-hubungan yang mendalam, gigih melakukan usaha belajar dan pencarian pengalaman baru.
2. Keutuhan Keluarga
Koerner & Fitzpatrick (2007: 8) mengemukakan bahwa yang dimaksud keluarga utuh yaitu keluarga yang tidak retak, yang didefinisikan keluarga secara struktur. Berdasarkan perspektif secara struktural, keluarga yang utuh adalah keluarga yang dibangun oleh pasangan yang berbeda jenis kelamin yang berkomitmen membangun hubungan dan bertanggung jawab terhadap anak mereka. Ahmadi dalam Nisfiannoor & Yulianti (2005: 9) mengemukakan bahwa keutuhan keluarga ialah keutuhan dalam struktur keluarga, yaitu bahwa di dalam keluarga itu ada ayah, ibu, dan anak-anak. Apabila tidak ada ayah atau ibu, atau kedua-duanya tidak ada, maka struktur keluarga itu tidak utuh lagi. Keluarga utuh merupakan keluarga yang memiliki struktur lengkap atau keluarga yang utuh secara struktural, yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga tidak utuh merupakan keluarga yang tidak memiliki kelengkapan struktur, seperti keluarga yang bercerai dan meninggal salah satu dari orang tua.
3. Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Resiliensi
Bimbingan yang diberikan kepada peserta didik yaitu serangkaian kegiatan yang diberikan kepada peserta didik serta bermuatan materi yang dapat membantu peserta didik memiliki kapasitas dalam; a) pengaturan emosi; b) pengendalian dorongan; c) optimisme; d) analisis sebab-akibat; e) empati; f) efikasi diri; g) membuka diri, sehingga peserta didik mampu menghadapi situasi yang sarat adversitas dengan lebih kuat dan siap.
(28)
E.Pengembangan Instrumen 1. Penyusunan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah hasil modifikasi angket atau Instrumen Resiliensi peserta didik yang dikembangkan oleh Syifa Hudzaifa Zahra (2012). Butir-butir pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran tentang tingkat resiliensi peserta didik. Angket menggunakan skala Likert yang merupakan pernyataan positif dan negatif tertulis untuk dijawab responden dengan lima artenatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Responden dapat mengisi pernyataan dengan membubuhkan tanda checklist (√) pada salah satu dari lima alternatif jawaban.
2. Pengembangan Kisi-Kisi
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat resiliensi peserta didik, dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi Instrumen Resiliensi Peserta didik yang dikembangkan oleh Syifa Hudzaifa Zahra (2012) disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.3
Kisi-kisi Pengungkap Resiliensi Peserta didik
Aspek Indikator No Pernyataan ∑
Regulasi Emosi
Mampu memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu
2,3 1
12 Mampu mengendalikan diri saat
kesal
4,6 5
Mampu mengendalikan diri saat marah
7,8,9
Mampu mengendalikan diri saat cemas
(29)
Aspek Indikator No Pernyataan ∑ Pengendalian
impuls
Mampu mengendalikan keinginan yang menghambat belajar
13,14 15 6
Mampu mengendalikan dorongan 16 17,18 Mampu mengendalikan kesulitan
dari dalam diri
19,29 21 9
Optimisme Memiliki harapan akan masa depan
22,23 24
6 Percaya mampu mengatasi
masalah-masalah yang muncul
25,26,27
Empati Mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi orang lain
28,30 29
6 Mampu merespon secara positif
emosi yang tampak pada orang lain
31,32 33
Analisis Sebab Akibat
Mampu mengidentifikasi sebab akibat dalam permasalahan
34,35 36
6 Mampu memunculkan solusi 37,38,39
Efikasi Diri Memiliki komitmen untuk bersekolah di TKB
40,41,42,
43 10
Tidak mudah menyerah 44,45 46
Memiliki tantangan 47,48 49
Membuka diri Mampu membuka diri untuk melakukan perubahan
50,51,52, 53
7
Mampu menemukan makna dan tujuan sekolah di SMP Terbuka
54,55,56
3. Pedoman Skoring
Menurut Subino (1987: 124) penentuan skor secara apriori yaitu bagi skor berarah positif mendapat skor dari 5 – 1 (5, 4, 3, 2, 1) , sedangkan berarah negatif
(30)
mendapat skor dari 1 – 5 (1, 2, 3, 4, 5). Skor penilaian setiap item dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.4
Pola Skor Pilihan Angket Resiliensi Peserta didik Pernyataan Skor Lima Pilihan Alternatif Jawaban
SS S RG TS STS
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
F. Uji Coba Alat Ukur
Dikarenakan perubahan kata-kata ‘TKB’ dan ‘SMP’ menjadi ‘SMK’ dan penyesuaian terhadap jenjang pendidikan serta karakteristik sekolah maka dilakukan uji keterbacaan dan uji coba instrumen sebelum penyebaran angket instrumen terhadap sample penelitian.
1. Uji Keterbacaan
Sebelum masuk ke tahap penelitian dilibatkan 5 orang peserta didik untuk menguji aspek pernyataan. Uji keterbacaan dilakukan pada tanggal 3 Juni 2013. Pada uji keterbacaan terdapat tiga item pernyataan yang kurang dimengerti peserta didik, setelah memperbaiki beberapa item pernyataan yang kurang dipahami dilakukan uji coba (try out).
2. Uji Coba (Try Out)
Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan/kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability) alat ukur yang telah disusun dan akan digunakan penelitian. Uji coba dilakukan pada 40 orang peserta didik.
G. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Butir Item
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2006: 78). Hasil uji validitas yang dilakukan oleh
(31)
Syifa (2012) memperoleh 47 item valid. Langkah-langkah pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2010. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas butir item pernyataan adalah korelasi product moment dari Pearson dengan rumus :
xy
r =
2 2
2
2
.
Y Y n X X n Y X XY n Keterangan :r = Koefisien korelasi Pearson antara item dengan variabel yang bersangkutan
∑X = Jumlah skor X ∑Y = Jumlah skor Y
∑XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y setiap responden
n = Jumlah responden
Pengambilan keputusan mengenai signifikansi validitas instrumen tes dengan kriteria :
a. Butir item valid (memiliki korelasi yang signifikan jika rhitung >rtabel)
b. Butir item tidak valid (tidak memiliki korelasi yang signifikan jika rhitung >rtabel) Melalui uji coba yang dilakukan, diperoleh 5 item yang tidak valid dan 51 item valid dari 56 butir item yang kemudian menjadi angket yang digunakan dalam penelitian. Hasil uji validitas yang terdiri dari 56 item pernyataan memiliki tingkat kepercayaan 95% pada n=40 diketahui nilai t tabel = 1,684.
Hasil uji validitas instrumen pengungkap resiliensi peserta didik dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas
Kesimpulan No. Item Jumlah
Memadai
1,2,3,5,6,7,8,9,11,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,
(32)
,43,44,45,47,48,49,51,52,53,54,56
Tidak
Memadai 15,30,32,35,51 5
Jumlah 56
Berikut kisi-kisi instrumen sebelum dan setelah dilakukan uji coba : Tabel 3.6
Kisi-Kisi Instrumen Resiliensi Peserta Didik (Sebelum Uji Coba)
No Aspek Indikator No Pernyataan ∑
(+) (-) 1. Regulasi Emosi a. Mampu memfokuskan
pikiran-pikiran yang mengganggu
2,3 1
12 b. Mampu mengendalikan
diri saat kesal
4,6 5
c. Mampu mengendalikan diri saat marah
7,8 9
d.Mampu mengendalikan diri saat cemas
10, 12 11
2. Pengendalian
impuls
a. Mampu mengendalikan
keinginan yang
menghambat belajar
13,14 15
9 b. Mampu mengendalikan
dorongan
16, 17 18
c. Mampu mengendalikan pikiran-pikiran negatif
19,20 21
3. Optimisme a. Memiliki harapan akan masa depan
22,23 24 6
(33)
No Aspek Indikator No Pernyataan ∑ (+) (-) b. Percaya mampu mengatasi
masalah-masalah yang muncul
25,27 26
4. Empati a. Mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi orang lain
28,30 29 6
b. Mampu merespon secara positif emosi yang tampak pada orang lain
31,32 33
5. Analisis Sebab Akibat
a. Mampu mengidentifikasi sebab akibat dalam permasalahan
34,35 36 5
b. Mampu memunculkan solusi
37,39 38
6. Efikasi Diri a. Memiliki kemauan yang besar dan semangat yang tinggi untuk bersekolah
40,42 41
12 b. Tidak mudah menyerah 44,45,54 46
c. Mampu menghadapi tantangan
43,47,48 49,56
7. Membuka diri a. Mampu membuka diri
untuk melakukan
perubahan
51,52
5
d. Mampu menemukan
makna dan tujuan sekolah di SMK
53,55 50
(34)
Tabel 3.7
Kisi-Kisi Instrumen Resiliensi Peserta Didik (Setelah Uji Coba)
No Aspek Indikator No Pernyataan ∑
(+) (-) 1. Regulasi Emosi a. Mampu memfokuskan
pikiran-pikiran yang mengganggu
2,3 1
12 b. Mampu mengendalikan
diri saat kesal
4,6 5
c. Mampu mengendalikan diri saat marah
7,8 9
d. Mampu mengendalikan diri saat cemas
10, 12 11
2. Pengendalian
impuls
a. Mampu mengendalikan
keinginan yang
menghambat belajar
13,14
8 b. Mampu mengendalikan
dorongan
16, 17 18
c. Mampu mengendalikan pikiran-pikiran negatif
19,20 21
3. Optimisme a. Memiliki harapan akan masa depan
22,23 24
6
b. Percaya mampu
mengatasi masalah-masalah yang muncul
25,27 26
(35)
No Aspek Indikator No Pernyataan ∑ (+) (-)
tanda psikologis dan emosi orang lain
4
b. Mampu merespon secara positif emosi yang tampak pada orang lain
31 33
5. Analisis Sebab Akibat
a. Mampu mengidentifikasi sebab akibat dalam permasalahan
34 36
5
b. Mampu memunculkan solusi
37,39 38
6. Efikasi Diri a. Memiliki kemauan yang besar dan semangat yang tinggi untuk bersekolah
40,42 41
12 b. Tidak mudah menyerah 44,45,54 46
c. Mampu menghadapi tantangan
43,47,48 49,56
7. Membuka diri a. Mampu membuka diri
untuk melakukan
perubahan
52
4
b. Mampu menemukan makna dan tujuan sekolah di SMK
53,55 50
Jumlah 51
3. Uji Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keterandalan instrumen atau keajegan instrumen. Suatu alat ukur memiliki reliabilitas baik jika memiliki kesamaan data dalam waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan berkali-kali. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
(36)
digunakan mampu memberikan data yang konsisten. Pengujian reliabilitas dalam penelitian, menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (α) sebagai berikut, diawali mencari varians semua item dengan menggunakan rumus berikut.
∑ ∑
Keterangan:
∑ jumlah skor
∑ jumlah kuadrat skor banyaknya sampel
Kemudian dilanjutkan mencari reliabilitas sebagai berikut :
2
11 1 2
1
n t
k r
k
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya item
∑n2
= jumlah varian butir t2
= varians total
(Arikunto, 2006: 239)
Proses uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2010.
Tabel 3.8
Kriteria Reliabilitas Instrumen 0,91 – 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,71 – 0,90 Derajat keterandalan tinggi 0,41 – 0,70 Derajat keterandalan sedang 0,21 – 0,40 Derajat keterandalan rendah
(37)
Arikunto (2006: 247)
Hasil uji reliabilitas instrumen yang dikembangkan oleh Syifa Hudzaifa Zahra (2012) memperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,79. Dengan merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas, hasil perhitungan menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi, yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan layak digunakan sebagai alat pengumpul data.
Tabel 3.9
Tingkat Reliabilitas Instrumen Resiliensi Peserta didik SMP Terbuka
Cronbach's Alpha Jumlah Item
0.79 47
Sementara hasil uji reliabilitas instrumen peneliti memperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,88. Dengan merujuk pada klasifikasi rentang koefisien reliabilitas, hasil perhitungan termasuk ke dalam tingkat reliabilitas yang tinggi, yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data.
H.Pengumpulan Data Penelitian 1. Penyusunan Proposal
Rancangan kegiatan penelitian dituangkan peneliti dalam bentuk proposal. Langkah penyusunan proposal penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Menentukan permasalahan yang akan dijadikan tema penelitian dan membuat
peta masalah.
b. Menentukan pendekatan masalah yang meliputi metode penelitian, teknik pengumpulan data, penentuan sampel dan populasi, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.
c. Menyusun proposal skripsi dengan sistematika penulisan yang telah ditentukan.
(38)
2. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian diperlukan sebagai legitimasi dari pelaksanaan penelitian. Proses perizinan penelitian diperoleh dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan dan SMK Profita Kota Bandung.
3. Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data
Penyusunan alat pengumpul data dimulai dengan memodifikasi kisi-kisi instrumen tingkat resiliensi peserta didik yang dikembangkan oleh Syifa Hudzaifa Zahra (2012). Kisi-kisi instrumen disempurnakan dan disusun menjadi instrumen yang siap digunakan sebagai alat pengumpul data.
I. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian untuk mendapatkan pengelompokkan kategori peserta didik dan persentase kategori peserta didik dilakukan dengan cara berikut : 1. Pemilihan data dilakukan terlebih dahulu dengan melihat kelengkapan instrumen yang telah dibagikan sehingga instrumen yang dikumpulkan memiliki jumlah yang sama.
2. Menghitung skor dari setiap responden yang memilih jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu (ragu-ragu), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor pada setiap item pernyataan, tergantung pada pilihan jawaban peserta didik dan sifat setiap pernyataan dengan skor rentang 1 sampai 5. Pada pernyaan positif, jika peserta didik menjawab SS diberi skor 5, jika peserta didik yang menjawab S diberi , jika peserta didik yang menjawab RG diberi skor 3, jika peserta didik yang menjawab TS diberi skor 2, dan jika peserta didik yang menjawab STS diberi skor1. Sebaliknya pada pernyataan positif, jika peserta didik menjawab SS diberi skor 1, jika peserta didik menjawab S peserta didik diberi skor 2, jika peserta didik menjawab RG diberi skor 3, jikapeserta didik menjawab TS diberi skor 4, dan jika peserta didik
(39)
menjawab STS peserta didik diberi skor 5. Secara jelas skor penilaian setiap item dapat dilihat pada tabel 3.4.
3. Menghitung kriteria masing-masing responden. Data-data yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan tingkat resiliensi peserta didik, apakah berada dalam tingkat tinggi, sedang atau rendah. Pengelompokkan data untuk gambaran resiliensi peserta didik kelas X SMK Profita Kota Bandung, berdasarkan tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Tabel 3.9 sebagai berikut.
Tabel 3.10
Kategori Skor Resiliensi Rentang Skor Kategori
X > 211 Tinggi
182 ≤ X ≥ 211 Sedang
< 182 Rendah
Dalam menentukan skor dan kedudukan subjek dalam tingkatan resiliensi dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2010. Penentuan rentang skor didapatkan menggunakan batas lulus aktual, yaitu :
Tinggi = X+1 s
Sedang = X-1 s ≤ x ≥ X+1 s Rendah = X-1 s
(Rakhmat & Solehuddin, 2006: 65)
Penjelasan kategori resiliensi disajikan dalam tabel berikut. Tabel 3.11
Kategori Resiliensi
Rentang Skor Kategori Kualifikasi
X > 211 Tinggi Peserta didik pada kategori tinggi, diartikan sebagai individu yang resilien, ini
(40)
menunjukkan bahwa peserta didik memiliki intensitas tertinggi pada kemampuan resiliensi yang meliputi aspek regulasi emosi, aspek pengendalian dorongan, aspek optimisme, aspek empati, aspek analisis sebab akibat, aspek efikasi diri dan reaching out
(kemampuan membuka diri).
182 ≤ X ≥ 211 Sedang
Peserta didik pada kategori ini memiliki kemampuan yang cukup dalam aspek-aspek yang membangun resiliensi. Peserta didik memiliki kemampuan yang cukup dalam aspek regulasi emosi, aspek pengendalian dorongan, aspek optimisme, aspek empati, aspek analisis sebab akibat, aspek efikasi diri dan reaching out (kemampuan membuka diri).
X < 182 Rendah
Peserta didik pada kategori ini memiliki tingkat resiliensi yang rendah. Hal ini menggambarkan bahwa peserta didik belum mampu meregulasi emosi, mengendalikan dorongan, belum cukup optimis, kurang dalam hal empati, efikasi diri serta keterbukaan.
Penentuan kedudukan peserta didik dalam tingkatan resiliensi adalah untuk menentukan banyaknya peserta didik dan indikator mana yang menjadi fokus dalam penyusunan program hipotetik.
(41)
Sebagaimana dipaparkan dalam Bab I, penelitian ini dirumuskan dalam tiga pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian dijawab dengan analisis sebagai berikut :
1. Pertanyaan pertama dijawab melalui hasil perhitungan dan pengelompokan kategori tingkat resiliensi yang kemudian dibuat ke dalam tabel dan grafik yang menggambarkan pencapaian indikator dan aspek yang membangun resiliensi peserta didik Kelas X SMK Profita Bandung.
2. Pertanyaan kedua dijawab melalui penghitungan rata-rata skor responden pada setiap aspek yang membangun resiliensi. Kemudian digambarkan dalam bentuk kurva dan tabel. Hal ini menunjukkan perbandingan antara rata-rata resiliensi peserta didik dari keluarga utuh dengan peserta didik dari keluarga tidak utuh. Data diolah dengan menggunakan SPSS 20.
3. Pertanyaan terakhir dijawab dengan perumusan program hipotetik berdasarkan 10 indikator terendah dalam aspek yang membangun resiliensi.
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas peserta didik kelas X SMK Profita berada pada kategori resiliensi sedang, artinya bahwa sebagian besar peserta didik memiliki resiliensi rata-rata (average). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik telah memiliki kemampuan yang cukup dalam meregulasi emosi, mengendalikan dorongan, optimis, empati, menganalisis sebab akibat permasalahan yang dihadapi, efikasi diri, serta membuka diri. Kemampuan resiliensi peserta didik kelas X SMK Profita masih dapat ditingkatkan lagi dengan bantuan layanan yang akan diberikan oleh konselor sekolah.
Peserta didik dari keluarga utuh dan peserta didik dari keluarga tidak utuh tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika dilihat dari rata-rata, tetapi jika dilihat dari gambaran umum tingat resiliensi, peserta didik dari keluarga utuh yang berada di tingkat kategori tinggi memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan persentase peserta didik dari keluarga tidak utuh. Hal ini agak berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa resiliensi peserta didik dari keluarga bercerai lebih tinggi daripada resiliensi peserta didik dari keluarga utuh. Ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain selain faktor protektif dari keluarga yang sangat berperan penting dalam membangun resiliensi peserta didik. Lingkungan sosial (sekolah, tetangga dan pertemanan) yang sehat, serta atribusi disposisional yang dimiliki individu seperti temperamen dan intelegensi memiliki andil yang juga besar dalam pembangunan resiliensi peserta didik.
Program bimbingan dan konseling pribadi sosial disusun berdasarkan 10 indikator terendah, yaitu empat indikator pada aspek pertama (Regulasi Emosi), dua indikator pada aspek kedua (Pengendalian Impuls), satu indikator pada aspek ketiga (Optimisme), dua indikator pada aspek kelima (Analisis Sebab Akibat) dan satu indikator pada aspek terakhir (Membuka Diri). Indikator-indikator pada aspek
(43)
regulasi emosi yaitu mampu memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu, mampu mengendalikan diri saat kesal, mampu mengendalikan diri saat marah serta mampu mengendalikan diri saat cemas. Pada aspek pengendalian impuls terdapat dua indikator yang menjadi salah satu acuan dalam perancangan program bimbingan dan konseling pribadi sosial dalam meningkatkan resiliensi peserta didik yaitu mampu mengendalikan keinginan yang menghambat belajar, serta mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang negatif. Indikator pada aspek optimism yaitu percaya mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul. Indikator-indikator pada aspek analisis sebab akibat yaitu mampu mengidentifikasi sebab akibat dalam permasalahan, dan mampu memunculkan solusi. Pada aspek yang terakhir, yaitu aspek membuka diri terdapat satu indikator yang menjadi salah satu materi perancangan program yaitu mampu membuka diri untuk melakukan perubahan.
B. Rekomendasi
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sebagai upaya tindak lanjut, guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat mengimplementasikan program bimbingan dan konseling pribadi sosial dalam meningkatkan resiliensi peserta didik, serta hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat menjadi bahan pertimbangan bagi layanan bimbingan dan konseling. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan mencari metode atau teknik yang lebih efektif dalam meningkatkan resiliensi siswa. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian pada jenjang yang berbeda, yaitu pada jenjang sekolah dasar atau fase anak.
3. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling serta penambahan kajian mengenai resiliensi pada mata kuliah tertentu.
(44)
114
DAFTAR PUSTAKA
_________.(2010). Prostitusi di kalangan remaja. [Online]. Tersedia: http://www.spiriteen.wordpress.com [30 April 2013]
_________.(2011). Drug abuse in adolescence. [Online]. Tersedia: http://www/legalinfo-online.com [30 April 2013]
ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.
Amato, P. (1987). “Family Processes in One-Parent, Stepparent, and Intact
Families: The Child‟s Point of View”. Journal of Marriage and the Family. 49, 327-37.
Anggit, M. (2011). Motif dan Dorongan Dasar Manusia. [Online]. Tersedia:
http://meg.anggit.com/blog/post/84/motif-dan-dorongan-dasar-manusia.html [20 Juli 2013]
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Badrujaman, A. (2011). Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Indeks.
Barnard, P., Morland, I. dan Nagy, J. (1999). Children, Bereavement and Trauma: Nurturing Resilience. London : Jessica Kingsley Publisher.
Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
Canada: Brooks/cole.
Dariyo, A. (2002). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Egan, A. L. dan Todorov, N. (2009). Forgiveness As A Coping Strategy to Allow School Students to Deal with The Effects of Being Bullied: Theoretical and Empirical Discussion. Journal of Social and Clinical Psychology. 28, (2), 198-222.
(45)
Eisenberg, N. & Mussen, P.H. (1989). The Root of Prosocial in Children. New York : Cambridge University Press.
Escalas, J.E. and Stern, B.B. (2003). Sympathy and emphaty: emotional responses to Advertising Dramas. Journal of Consumer Research. 29. 566-578. Gerungan, A. W. (1986). Psikologi Sosial. Bandung: ERESCO.
Gizella, L. (2011). Kenakalan Remaja Ditinjau dari Status Orang Tua. Skripsi pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang: Tidak Diterbitkan.
Glantz, Meyer D., & Johnson, Jeannette. L. (2002). Resilience and Development: Positive Life Adaptations. New York : Kluwer Academic Publisher.
Glover, J. (2009). Bouncing back: How can resilience be promoted in vulnerable children and young people. [Online]. Tersedia: www.barnardos.org.uk [30 April 2013]
Goldstein, S. dan Brooks B. R. (2005) Handbook of Resilience in Children. New York, USA: Springer Science and Business Media, Inc.
Goleman, D. (2002). Kecerdasan Emosional: Mengapa EQ Lebih Penting daripada IQ. (Alih Bahasa oleh : T. Hermaya). Jakarta: Gramedia.
Grotberg, E. (1995). A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the Human Spirit. The Series Early Childhood Development : Practice and Reflections (Eight ed.). The Hague : Benard van Leer Voundation.
Hakim, L. (2012). Meningkatkan Rasa Optimisme. [Online]. Tersedia: http://www.ahlisyukur.com/2012/08/meningkatkan-rasa-optimisme.html [20 Juli 2013]
Hasbullah. (2011). Fenomena Bullying di sekolah. [Online]. Tersedia:
http://hasbullahspd.blogspot.com/2011/12/fenomena-bullying-di-sekolah.html [08 Oktober 2012]
Havighurst, R. J. (1961). Human Development and Education. Longmans Green & Co.
Hendriani, W. (2011,13 Agustus). Singkat Mengenal Apa Itu Resiliensi. [Online]. Tersedia: http://wiwinhendriani.com/2011/08/13/singkat-mengenal-apa-itu-resiliensi/ [30 April 2013]
(46)
Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan (Five Ed). (Alih Bahasa Oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soedjarwo, M.Sc., Drs. Ridwan Max Sijabat). Jakarta: Erlangga
„Iwadh, A. A. (2013). Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah. (Alih Bahasa Oleh : Sarah Abdurahman dan Jenal Aripin). Bandung: Salamadani.
Jauhari, G. (2012). Perbedaan resiliensi remaja dalam keluarga bercerai dan remaja dalam keluarga utuh di SMA Negeri Kota Malang. [Online].
Tersedia:
http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/perbedaan-resiliensi-remaja-dalam- keluarga-bercerai-dan-remaja-dalam-keluarga-utuh-di-sma-negeri-kota-malang-gracillia-putri-jauhari-58198.html [22 Mei 2013]
Johnson, H. J. (2005). Examining Family Structure and Parenting Processes as Predictors of Delinquency in African-American Adolescent Females.
Thesis of Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia. [Online]. Tersedia:
http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd-09292005-210410/unrestricted/HJermaineJohnsonThesis3.pdf [22 Mei
2013]
Kalil, A. (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes: A Review of the Literature. New Zealand: Ministry of Social Development.
Kartadinata, S. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta: DirjenDikti.
Kartono, K. (1985). Bimbingan bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: CV Rajawali.
Koerner, F. A. dan Fitzpatrick, A. M. (2012). Communication in Intact Families.
[Online]. Tersedia:
http://www.comm.umn.edu/~akoerner/courses/4471-F12/Readings/Koerner%20%282012%29.pdf [22 Mei 2013]
Koestner, R., Franz, C., & Weinberger, J. (1990). The Family Origins of Emphatic Concern : A-26 Year Longitudinal Study. Journal of Personality and SocialPsychology. 38 (4), 709-717.
Kramer, A.L.N. (2009). Kamus Kantong Inggris. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Manurung. (1995). Manajemen Keluarga. Bandung: Indonesia Publishing House. Mashudi, A. E. (2007). Konseling Rasional Emotif Behavioral Untuk
Meningkatkan Resiliensi Remaja. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
(47)
McKean, M. dan Misra, R. (2000). College Students‟ Academic Stress And Its Relation To Their Anxiety, Time Management, And Leisure Satisfaction. American Journal Of Health Studies. 16, (1).
Muhammad, S. (2011). Harapan dan Optimisme dalam Islam. [Online]. Tersedia:
http://www.jasadesainwebsite.net/harapan-dan-optimisme-dalam-islam/menu-id-71.php [20 Juli 2013]
Myers. D.G. 1989. Psychology 6 th ed. New York: Worth Publisher, Inc.
Nisfiannoor, M. & Yulianti, E. (2005). Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. 3, (1), 1-18.
Orkenyi, A. et al. (2006). Resiliency: The Art of Adjustment. National Institute of
Child Health. [Online]. Tersedia:
http://www.nuigalway.ie/hbsc/documents/resilience_hbsc.pdf [22 Mei
2013]
Pratama, S. (2013). Efikasi Diri (Self-Efficacy). [Online]. Tersedia: http://saharpratama.blogspot.com/2013/02/efikasi-diri-self-efficacy.html [20 Juli 2013]
Rachmawati, Y. (1998). Terapi Musik Sebagai Teknik Bimbingan dan Konseling dalam Mereduksi Stres Anak Sekolah Dasar. Skripsi pada Jurusan PPB UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Rakhmat, C. & Solehuddin.(2006). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar.
Bandung: Andira.
Ramadiansyah. (2011). Perbedaan Konsep Diri Remaja yang Orang Tuanya Bercerai dan Meninggal Dunia. [Online]. Tersedia: http://kumpulan- skripsi-psikologi.blogspot.com/2011/12/perbedaan-sikap-remaja-dari-keluarga.html
Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Reich, J. W, Zautra, A. J., & Hall, J. (2010). Handbook of Adult Resilience. New York : The Guildford Press.
Reivich, K. dan Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills for
Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York: Broadway Books.
Santosa, B. (2011, 11 Mei). Pelajar Siram Air Keras Sudah Tindakan
(1)
DAFTAR PUSTAKA
_________.(2010). Prostitusi di kalangan remaja. [Online]. Tersedia: http://www.spiriteen.wordpress.com [30 April 2013]
_________.(2011). Drug abuse in adolescence. [Online]. Tersedia: http://www/legalinfo-online.com [30 April 2013]
ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional.
Amato, P. (1987). “Family Processes in One-Parent, Stepparent, and Intact Families: The Child‟s Point of View”. Journal of Marriage and the Family. 49, 327-37.
Anggit, M. (2011). Motif dan Dorongan Dasar Manusia. [Online]. Tersedia:
http://meg.anggit.com/blog/post/84/motif-dan-dorongan-dasar-manusia.html [20 Juli 2013]
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Badrujaman, A. (2011). Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Indeks.
Barnard, P., Morland, I. dan Nagy, J. (1999). Children, Bereavement and Trauma: Nurturing Resilience. London : Jessica Kingsley Publisher.
Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Canada: Brooks/cole.
Dariyo, A. (2002). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Egan, A. L. dan Todorov, N. (2009). Forgiveness As A Coping Strategy to Allow School Students to Deal with The Effects of Being Bullied: Theoretical and Empirical Discussion. Journal of Social and Clinical Psychology. 28, (2), 198-222.
(2)
Eisenberg, N. & Mussen, P.H. (1989). The Root of Prosocial in Children. New York : Cambridge University Press.
Escalas, J.E. and Stern, B.B. (2003). Sympathy and emphaty: emotional responses to Advertising Dramas. Journal of Consumer Research. 29. 566-578. Gerungan, A. W. (1986). Psikologi Sosial. Bandung: ERESCO.
Gizella, L. (2011). Kenakalan Remaja Ditinjau dari Status Orang Tua. Skripsi pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang: Tidak Diterbitkan.
Glantz, Meyer D., & Johnson, Jeannette. L. (2002). Resilience and Development: Positive Life Adaptations. New York : Kluwer Academic Publisher.
Glover, J. (2009). Bouncing back: How can resilience be promoted in vulnerable children and young people. [Online]. Tersedia: www.barnardos.org.uk [30 April 2013]
Goldstein, S. dan Brooks B. R. (2005) Handbook of Resilience in Children. New York, USA: Springer Science and Business Media, Inc.
Goleman, D. (2002). Kecerdasan Emosional: Mengapa EQ Lebih Penting daripada IQ. (Alih Bahasa oleh : T. Hermaya). Jakarta: Gramedia.
Grotberg, E. (1995). A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the Human Spirit. The Series Early Childhood Development : Practice and Reflections (Eight ed.). The Hague : Benard van Leer Voundation.
Hakim, L. (2012). Meningkatkan Rasa Optimisme. [Online]. Tersedia: http://www.ahlisyukur.com/2012/08/meningkatkan-rasa-optimisme.html [20 Juli 2013]
Hasbullah. (2011). Fenomena Bullying di sekolah. [Online]. Tersedia:
http://hasbullahspd.blogspot.com/2011/12/fenomena-bullying-di-sekolah.html [08 Oktober 2012]
Havighurst, R. J. (1961). Human Development and Education. Longmans Green & Co.
Hendriani, W. (2011,13 Agustus). Singkat Mengenal Apa Itu Resiliensi. [Online]. Tersedia: http://wiwinhendriani.com/2011/08/13/singkat-mengenal-apa-itu-resiliensi/ [30 April 2013]
(3)
Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan (Five Ed). (Alih Bahasa Oleh : Dra. Istiwidayani, Drs. Soedjarwo, M.Sc., Drs. Ridwan Max Sijabat). Jakarta: Erlangga
„Iwadh, A. A. (2013). Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah. (Alih Bahasa Oleh : Sarah Abdurahman dan Jenal Aripin). Bandung: Salamadani.
Jauhari, G. (2012). Perbedaan resiliensi remaja dalam keluarga bercerai dan remaja dalam keluarga utuh di SMA Negeri Kota Malang. [Online].
Tersedia:
http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/perbedaan-resiliensi-remaja-dalam- keluarga-bercerai-dan-remaja-dalam-keluarga-utuh-di-sma-negeri-kota-malang-gracillia-putri-jauhari-58198.html [22 Mei 2013]
Johnson, H. J. (2005). Examining Family Structure and Parenting Processes as Predictors of Delinquency in African-American Adolescent Females. Thesis of Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia. [Online]. Tersedia: http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd-09292005-210410/unrestricted/HJermaineJohnsonThesis3.pdf [22 Mei 2013]
Kalil, A. (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes: A Review of the Literature. New Zealand: Ministry of Social Development.
Kartadinata, S. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta: DirjenDikti.
Kartono, K. (1985). Bimbingan bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: CV Rajawali.
Koerner, F. A. dan Fitzpatrick, A. M. (2012). Communication in Intact Families. [Online]. Tersedia: http://www.comm.umn.edu/~akoerner/courses/4471-F12/Readings/Koerner%20%282012%29.pdf [22 Mei 2013]
Koestner, R., Franz, C., & Weinberger, J. (1990). The Family Origins of Emphatic Concern : A-26 Year Longitudinal Study. Journal of Personality and Social Psychology. 38 (4), 709-717.
Kramer, A.L.N. (2009). Kamus Kantong Inggris. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Manurung. (1995). Manajemen Keluarga. Bandung: Indonesia Publishing House. Mashudi, A. E. (2007). Konseling Rasional Emotif Behavioral Untuk
Meningkatkan Resiliensi Remaja. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
(4)
McKean, M. dan Misra, R. (2000). College Students‟ Academic Stress And Its Relation To Their Anxiety, Time Management, And Leisure Satisfaction. American Journal Of Health Studies. 16, (1).
Muhammad, S. (2011). Harapan dan Optimisme dalam Islam. [Online]. Tersedia:
http://www.jasadesainwebsite.net/harapan-dan-optimisme-dalam-islam/menu-id-71.php [20 Juli 2013]
Myers. D.G. 1989. Psychology 6 th ed. New York: Worth Publisher, Inc.
Nisfiannoor, M. & Yulianti, E. (2005). Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang Berasal Dari Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi. 3, (1), 1-18.
Orkenyi, A. et al. (2006). Resiliency: The Art of Adjustment. National Institute of
Child Health. [Online]. Tersedia:
http://www.nuigalway.ie/hbsc/documents/resilience_hbsc.pdf [22 Mei 2013]
Pratama, S. (2013). Efikasi Diri (Self-Efficacy). [Online]. Tersedia: http://saharpratama.blogspot.com/2013/02/efikasi-diri-self-efficacy.html [20 Juli 2013]
Rachmawati, Y. (1998). Terapi Musik Sebagai Teknik Bimbingan dan Konseling dalam Mereduksi Stres Anak Sekolah Dasar. Skripsi pada Jurusan PPB UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Rakhmat, C. & Solehuddin.(2006). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Andira.
Ramadiansyah. (2011). Perbedaan Konsep Diri Remaja yang Orang Tuanya Bercerai dan Meninggal Dunia. [Online]. Tersedia: http://kumpulan- skripsi-psikologi.blogspot.com/2011/12/perbedaan-sikap-remaja-dari-keluarga.html
Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Reich, J. W, Zautra, A. J., & Hall, J. (2010). Handbook of Adult Resilience. New York : The Guildford Press.
Reivich, K. dan Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills for
Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York: Broadway Books.
Santosa, B. (2011, 11 Mei). Pelajar Siram Air Keras Sudah Tindakan
(5)
http://news.okezone.com/read/2011/05/11/338/455699/pelajar-siram-air-keras-sudah-tindakan-kriminalitas [14 Mei 2013]
Santrock, W. J. (2007). Life Span Develeopment (Eleven ed). (Alih bahasa oleh : Benedictinen Widyasinta, Novietha Indra Sallama). Jakarta : Erlangga Schoon, Ingrid. (2006). Risk and Resilience, Adaptations in Changing Times. New
York: Cambridge University Press.
Siebert, A. The Resiliency Advantage. [Online]. Tersedia: www.resiliencycenter.com/bkstore/ResAdv-chap1.shtml [22 Mei 2013] Sjarkawi. (2009). Pembentukan Kepribadian Anak: Pesan Moral, Intelektual,
Emosional dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara.
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes; Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Sudarsono. (2008). Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukardi, K. D. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukmadinata, S. N. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.
Supardi, S. (2009). Resiliensi dan Tantangan Hidup. [Online]. Tersedia: http://kesehatan.kompas.com/read/2009/12/07/07542585/resiliensi.dan.tan tangan.hidup [14 Mei 2013]
Suwarjo. (2008). Model Konseling Teman Sebaya untuk Pengembangan Daya Lentur. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Suryabrata, S. (2010). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. (2012). Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tousignant, M. & Sioui, N. (2009). “Resilience and Aboriginal Communities in Crisis: Theory and Interventions”. Journal of Aboriginal Health. 43-61.
(6)
Virdhani, H. M. (2012, 1 Desember). Polisi Nilai Kenakalan Remaja Mulai Bergeser ke Arah Kriminal. [Online]. Tersedia:
http://jakarta.okezone.com/read/2012/12/01/501/725891/polisi-nilai-kenakalan-remaja-mulai-bergeser-ke-arah-kriminal [14 Mei 2013]
Warnadi, B. S. (2012). Dampak Perceraian bagi Perkembangan Psikologis Anak. [Online]. Tersedia: http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembangan-psikologis-anak.html [25 Agustus 2013]
Willis, S. S. (1992). Konsonansi Kognitif Siswa tentang Peran Guru dan Dampaknya terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Disertasi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.
Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Grasindo.
Wirakusuma, Y. K. (2010). [Online]. Tersedia : http://news.okezone.com/read/2010/11/29/338/398238/bkkbn-separuh-remaja-di-jabodetabek-tak-perawan [14 Mei 2013]
Yusuf, S. (2006). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Bani Quraisy. Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Yusuf, S. dan Nurihsan, J . (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zahra, H. S. (2012). Profil Resiliensi Siswa serta Implikasinya terhadap Bimbingan dan Konseling. Skripsi pada PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.